Makalah pidana

24
i MAKALAH HUKUM PIDANA TENTANG “ STRAFBAAT FEIT ATAU TINDAK PIDANA” DISUSUN OLEH KELOMPOK I NAMA NIM 1. HASBULLAH M.ALI 11313A0069 2. SUPRIYADI 11313A0065 3. SUCI RAHMAWATI 11313A0063

Transcript of Makalah pidana

Page 1: Makalah pidana

i

MAKALAH HUKUM PIDANATENTANG

“ STRAFBAAT FEIT ATAU TINDAK PIDANA”

DISUSUN OLEH

KELOMPOK I

NAMA NIM1. HASBULLAH M.ALI 11313A00692. SUPRIYADI 11313A00653. SUCI RAHMAWATI 11313A00634. KHAIRUNNISAH 11313A0075

PRODI PPKnFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIAYAH MATARAM2015

KATA PENGANTAR

Page 2: Makalah pidana

ii

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan

karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Mata Kuliah Hukum Pidana

yang berjudul “ Strafbaar Feit atau Tindak Pidana “ tepat pada waktunya.

Makalah yang ditulis penulis ini berbicara mengenai Tindakan Pidana(Strafbaar

Feit). Penulis menuliskannya dengan mengambil dari beberapa sumber baik dari buku

maupun dari internet dan membuat gagasan dari beberapa sumber yang ada tersebut.

Penulis berterima kasih kepada beberapa pihak yang telah membantu penulis

dalam penyelesaian makalah ini. Hingga tersusun makalah yang sampai dihadapan

pembaca pada saat ini.

Penulis juga menyadari bahwa makalah yang penulis tulis ini masih banyak

kekurangan. Karena itu sangat diharapkan bagi pembaca untuk menyampaikan saran atau

kritik yang membangun demi tercapainya makalah yang lebih baik.

Mataram, November 2015

Penyusun

Page 3: Makalah pidana

iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................ iKATA PENGANTAR.......................................................................................... iiDAFTAR ISI....................................................................................................... iiiBAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1

A Latar Belakang....................................................................................... 1

B Rumusan Masalah................................................................................. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 3BAB III PEMBAHASAN..................................................................................... 5

A Cara Merumuskan Perbuatan Pidana.................................................... 5

B Jenis-jenis Tindak Pidana...................................................................... 8

C Subjek Tindak Pidana........................................................................... 10

BAB IV PENUTUP............................................................................................. 12A Kesimpulan............................................................................................. 12

B Saran...................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA

Page 4: Makalah pidana

1

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangHukum adalah sebuah aturan mendasar dalam kehidupan masyarakat yang dengan

hukum itulah terciptanya kedamaian ketentraman dalam kehidupan bermasyarakat.

Terciptanya keharmonisan dalam tatanan masyarakat sosial juga tidak terlepas dengan

adanya hukum yang mengatur. Dalam hukum dikenal dengan istilah perbuatan pidana.

Perbuatan pidana merupakan suatu istilah yang mengandung suatu pengertian dasar

dalam ilmu hukum pidana, Perbuatan pidana (tindak pidana/delik) dapat terjadi kapan

saja dan dimana saja. Berbagai bentuk tindak kejahatan terus berkembang baik modus

maupun skalanya, seiring berkembangnya suatu masyarakat dan daerah seiring juga

perkembangan sektor perekonomian demikian pula semakin padatnya populasi

penduduk maka perbenturan berbagai kepentingan dan urusan diantara komunitas tidak

dapat dihindari. Berbagai motif tindak pidana dilatarbelakangi berbagai kepentingan baik

individu maupun kelompok.

Tindak pidana (delik), Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, diberi batasan

sebagai berikut ; “Perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan

pelanggaran terhadap undang-undang; tindak pidana”. .Dalam teori yang diajarkan

dalam ilmu hukum pidana latar belakang orang melakukan tindak pidana/delik dapat

dipengaruhi dari dalam diri pelaku yang disebut indeterminisme maupun dari luar diri

pelaku yang disebut determinisme. Dalam makalah ini akan membahas mengenai

cara merumuskan perbuatan pidana, jenis-jenis dalam tindak pindana serta subjek

tindak pidana itu sendiri.

Page 5: Makalah pidana

2

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara merumuskan perbuatan pidana?

2. Sebutkan jenis-jenis tindak pidana ?

3. Siapa saja subjek tindak pidana ?

Page 6: Makalah pidana

3

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Defenisi Tindak Pidana ( Strafbaar Feit )1Istilah “Tindak Pidana” adalah dimaksudkan dengan terjemahan dalam

bahasa Indonesia untuk istilah bahasa Belanda “Strafbaar Feit” atau “Delict”.

Untuk terjemahan itu, dalam bahasa Indonesia, disamping istilah “tindak

pidana”, juga telah dipakai dan beredar beberapa istilah lain baik dalam buku-buku

ataupun dalam peraturan tertulis.

Pemerintah dalam beberapa peraturan perundang-undangan selalu memakai

istilah “tindak pidana”, seperti juga ternyata dalam undang-undang No. 3 tahun 1971

tentang pemberatasan tindak pidana korupsi.

Perumusan atau defenisi tindak pidana telah banyak diciptakan oleh para

serjana hokum pidana. Tentu diantaranya yang banyak itu, satu dengan yang lainnya

terdapat perbedaan, disamping adanya perbedaan.

Suatu perumusan (defenisi) yang terlahir dan menurut hemat penulis adalah

merupakan yang terbaik untuk dijadikan pegangan, adalah apa yang dikemukakan

oleh Prof. Muljatno S.H. (beliau memakai istilah “perbuatan pidana”), yang

merumuskan :

“ perbuatan yang oleh aturan hokum pidana dilarang dan diancam dengan

pidana barang siapa yang melanggar larangan tersebut “

Selanjutnya beliau mengatakan : menurut wujudnya atau sifatnya, perbuatan-

perbuatan pidana ini adalah perbuatan-perbuatan yang melawan hokum. Perbuatan-

perbuatan ini juga merugikan masyarakat, dalam arti bertentangan dengan atau

menghambat akan terlaksananya tata dalam pergaulan masyarakat yang dianggap

baik dan adil.

Simons sebagaimana dikutip oleh Moeljatno menerangkan bahwa strafbaar

feit adalah kelakuan (handeling) yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan

hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang

mampu bertanggungjawab. sedangkan Van Hamel merumuskan strafbaar feit adalah

kelakuan orang (menslijke gedraging) yang dirumuskan dalam wet, yang bersifat

melawan hukum, yang patut dipidana (straf waardig) dan dilakuklan dengan 1 K Wantjik Saleh, SH. Tindak Pidana Korupsi, Penerbit Ghalia Indonesia, Tahun 1961, Cetakan ke-4 Halaman 9-10

Page 7: Makalah pidana

4

kesalahan. (Moeljatno, 2000, Azas-Azas Hukum Pidana, cetakan ke enam, PT Rineka

Cipta, Jakarta)

Page 8: Makalah pidana

5

BAB IIIPEMBAHASAN

A. Cara Merumuskan Perbuatan Pidana

Didalam KUHP, juga didalam Perundang-undangan pidana yang lain. Tindak

pidana dirumuskan didalam pasal-pasal. Perlu diperhatikan bahwa di bidang hukum

pidana kepastian hukum atau lex certa merupakan hal yang esensial, dan ini telah

ditandai oleh asas legalitas pada pasal 1 ayat 1 KUHP. Untuk benar-benar yang apa yang

diamaksudkan didalam pasal-pasl itu masih diperlukan penafsiran.2[1]

Dalam hukum pidana Indonesia, sebagaimana di Negara-negara civil law lainnya,

tindak pidana umumnya di rumuskan dalam kodifikasi. Namun demikian, tidak terdapat

ketentuan dalam KUHP maupun peraturan perundang-undangan lainnya, yang merinci

lebih lanjut mengenai cara bagaimana merumuskan suatu tindak pidana.3[2]

Dalam buku II dan III KUHP Indonesia terdapat berbagai cara atau teknik

perumusan perbuatan pidana (delik), yang menguraikan perbuatan melawan hukum yang

dilarang atau yang diperintahkan untuk dilakukan, dan kepada barangsiapa yang

melanggarnya atau tidak menaatinya diancam dengan pidana maksimum. Selain unsur-

unsur perbuatan yang dilarang dan yang diperintahkan untuk dilakukan dicantumkan juga

sikap batin yang harus dipunyai oleh pembentuk delik agar ia dapat dipidana.

Dalam KUHP terdapat 3 dasar pembedaan cara dalam merumuskan tindak pidana

:

1. Dari Sudut Cara Pencantuman Unsur-Unsur Dan Kualifikasi Tindak Pidana

Dari sudut ini, maka dapat dilihat bahwa setidak-tidaknya ada 3 cara perumusan, ialah:

a. Mencantumkan Unsur Pokok, Kualifikasi dan Ancaram Pidana

Cara pertama ini adalah merupakan cara yang paling sempurna. Cara ini

diguanakan terutama dalam hal merumuskan tindak pidana dalam bentuk pokok/standard,

dengan mencantumkan unsur-unsur objektif maupun unsur subyektif, misalnya pasal: 338

2[1] Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011), hal. 55-

56.

3[2] Chairul Huda, Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada

Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, (Jakarta: PT. Kencana, 2006), hal. 31.

Page 9: Makalah pidana

6

(pembunuhan), 362 (pencurian), 368 (pemerasan), 372 (penggelapan), 378 (penipuan),

406 (perusakan).

Dalam hal tindak pidana yang tidak masuk dalam kelompok bentuk standard

diatas, juga ada tindak pidana lainnya yang dirumuskan secara sempurna demikian

dengan kualifikasi tertentu, misalnya 108 (pemberontakan).

b. Mencantumkan Semua Unsur Pokok Tanpa Kualitatif Dan Mencantumkan Ancaman

Pidana

Cara inilah yang paling banyak digunakan dalam merumuskan tindak pidana

dalam KUHP. Tindak pidana yang menyebutkan unsur-unsur pokok tanpa menyebut

kualitatif, dalam praktek kadang-kadang terhadap suatu rumusan diberi kualifikasi tertentu,

misalnya terhadap tindak pidana pada pasal 242 di beri kualifikasi sumpah palsu, stellionat

(305), penghasutan (160), laporan palsu (220), membuang anak (305), pembunuhan anak

(341), penggelapan oleh pegawai negri (415).4[4]

c. Mencantumkan Kaulifikasi dan Ancaman Pidana

Tindak pidana yang dirumuskan dengan cara ini adalah yang paling sedikit. Hanya

dijumpai pada pasal tertentu saja. Model perumusan ini dapat dianggap sebagai

perkecualian. Tindak pidana yang dirumuskan dengan cara yang sangat singkat ini

dilatarbelakangi oleh semua ratio tertentu, misalnya pada kejahatan penganiayaan (351).

Pasal 351 (1) dirumuskan dengan sangat singkat yakni, penganiayaan (mishandeling)

2. Dari Sudut Titik Beratnya Larangan

Dari sudut titik beratnya larangan maka dapat diberikan pula antara merumuskan

dengan cara formil (pada tindak pidana formil) dan dengan cara materiil (pada tindak

pidana materiil).

a. Dengan Cara Formil

perbuatan pidana yang dirumuskan secara formil disebut dengan tindak pidana

formil (formeel delict). Disebut dengan cara formil karena dalam rumusan dicantumkan

secara tegas perihal larangan melakukan perbuatan tertentu. Jadi yang menjadi pokok

larangan dalam rumusan itu adalah melakukan perbuatan yang melawan hukum tertentu.

Apabila dengan selesainya tindak pidana, maka jika perbuatan yang menjadi larangan itu

4[4] Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana bagian I, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

2002)h. 112-114

Page 10: Makalah pidana

7

selesai dilakukan, maka tindak pidana itu selesai pula, tanpa bergantung pada akibat yang

timbul dari perbuatan yang melawan hukum tersebut.5[5]

b. Dengan Cara Materiil

Tindak pidana yang dirumuskan dengan cara materiil disebut dengan tindakan

pidana materiil (materieel delict). Perumusan perbuatan pidana dengan cara materiil

maksudnya ialah perbuatan pidana yang perumusannya menitikberatkan pada akibat yang

ditimbulkan dari perbuatan pidana tersebut, sedangkan wujud dari perbuatan pidananya

tidak menjadi persoalan. Dan diancam dengan pidana oleh undang-undang.

3. Dari Sudut Pembedaan Tindak Pidana Antara Bentuk Pokok, Bentuk Yang Lebih Berat

Dan Yang Lebih Ringan

a. Perumusan Dalam Bentuk Pokok

Jika dilihat dari sudut sistem pengelompokan atau pembedaan perbuatan pidana

antara bentuk standar (bentuk pokok) dengan bentuk yang diperberat dan bentuk yang

lebih ringan, juga cara merumuskannya dapat dibedakan antara merumuskan perbuatan

pidana dalam bentuk pokok dan dalam bentuk yeng diperberat dan atau yeng lebih ringan.

Dalam hal bentuk pokok pembentukan UU selalu merumuskan secara sempurna,

yaitu dengan mencantumkan semua unsur-unsurnya secara lengkap. Dengan demikian

rumusan bentuk pokok ini adalah merupakan pengertian yuridis dari tindak pidana itu.

b. Perumusan Dalam Bentuk Yang Diperingan dan yang Diperberat

Rumusan dalm bentuk yang lebih berat dan atau lebih ringan dari perbuatan pidana

yang bersangkutan, unsur-unsur bentuk pokoknya tidak diulang kembali atau dirumuskan

kembali, melainkan menyebut saja pasal bentuk pokok (misalnya: 364, 373, 379) atau

kualifikasi bentuk pokok (misalnya: 339, 363, 365). Kemudian menyebutkan unsur-unsur

yang menyebabkan diperingan atau diperberatnya perbuatan pidana itu.

B. Jenis-Jenis Tindak Pidana

Tindak pidana dapat dibeda-bedakan atas dasar-dasar tertentu, yaitu:

1. Menurut sistem KUHP

5[5] K Wantjik Saleh, SH. Tindak Pidana Korupsi, Penerbit Ghalia Indonesia, Tahun 1961,

Cetakan ke-4 Halaman 15

Page 11: Makalah pidana

8

Di dalam KUHP yang berlaku di Indonesia sebelum tahun 1918 dikenal

kategorisasi tiga jenis peristiwa pidana yaitu,

a. Kejahatan (crims)

b. Perbuatan buruk (delict)c. Pelanggaran (contravenrions)

Menurut KUHP yang berlaku sekarang, peristiwa pidana itu ada dalam dua jenis saja yaitu

“misdrijf” ( kejahatan) dan “overtreding” (pelanggaran). KUHP tidak memberikan ketentuan

syarat-syarat untuk membedakan kejahatan dan pelanggaran. KUHP hanya menentukan

semua yang terdapat dalam buku II adalah kejahatan, sedangkan semua yang terdapat

dalam buku III adalah pelangaran.6[9]

2. Menurut cara merumuskannya: Tindak pidana dibedakan anatara tindak pidana formil

(formeel delicten) dan tindak pidana materiil (materieel delicten)

3. Berdasarkan bentuk kesalahannya: Dibedakan antara tindak pidana sengaja (doleus delicten) dan tindak pidana tidak sengaja (culpose delicten)7[10]

4. Berdasarkan saat dan jangka waktu terjadinya: Maka dapat dibedakan antara tindak

pidana terjadi seketika dan tindak pidana terjadi dalam waktu lama atau berlangsung

lama/berlangsung terus.8[11]

5. Berdasarkan sumbernya: Dapat dibedakan antara tindak pidana umum dan tindak pidana

khusus

Tindak pidana umum adalah tindak pidana yang dapat dilakukan oleh setiap orang

sedangkan yang dimaksud dengan tindak pidana khusus adalah tindak pidana yang hanya

dapat dilakukan oleh orang-orang tertentu

6[9] C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana (Jakarta: PT.

Pradnya Paramita, 2007)h. 41

7[10] Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana bagian I, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

2002)h. 123

8[11] Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana bagian I. h. 126

Page 12: Makalah pidana

9

7. Dilihat dari sudut subjek hukumnya: Dapat dibedakan antara tindak pidana communia

(delicta communia) yang dapat dilakukan siapa saja dan tindak (pidana propia) dapat

dilakukan hanya oleh orang yang memiliki kualitas pribadi tertentu.9[12]

Jika dilihat dari sudut subjek hukumnya, tindak pidana itu dapat dibedakan antara

tindak pidana yang dapat dilakukan oleh semua orang (delictacommunia ) dan tindak

pidana yang hanya dapat dilakukan oleh orang yang berkualitas tertentu (delicta propria).

9. Berdasarkan berat dan ringannya pidana yang diancamkan: Maka dapat dibedakan

antara tindak pidana bentuk pokok (eenvoudige delicten) tindak pidana yang diperberat

(gequalificeerde delicten) dan tindak pidana yang diperingan (gepriviligieerde delicten)

C. Subjek Tindak Pidana

Terkait dengan subjek tindak pidana perlu dijelaskan, pertanggungjawaban pidana

bersifat pribadi. Artinya, barangsiapa melakukan tindak pidana, maka ia harus

bertanggung jawab, sepanjang pada diri orang tersebut tidak ditemukan dasar penghapus

pidana.10[15] Selanjutnya, dalam pidana dikenal juga adanya konsep penyertaan

(deelneming). Konsep penyertaan ini berarti ada dua orang atau lebih mengambil bagian

untuk mewujudkan atau melakukan tindak pidana. Menjadi persoalan, siapa dan

bagaimana konsep pertanggung jawaban pidana, dalam hukum pidana kualifikasi pelaku

(subjek) tindak pidana diatur dalam Pasal 55-56 KUHP.

Dalam KUHP terdapat lima bentuk yang merupakan subjek tindak pidana, yaitu sebagai

berikut.

1. Mereka yang melakukan (dader). Satu orang atau lebih yang melakukan tindak pidana.

2. Menyuruh melakukan (doen plegen). Dalam bentuk menyuruh-melakukan, penyuruh

tidak melakukan sendiri secara langsung suatu tindak pidana, melainkan (menyuruh)

orang lain.

3. Mereka yang turut serta (medeplegen). Adalah seseorang yang mempunyai niat sama

dengan niat orang lain, sehingga mereka sama-sama mempunyai kepentingan dan turut

melakukan tindak pidana yang diinginkan.

4. Penggerakan (uitlokking). Penggerakan atau dikenal juga sebagai Uitlokking unsur

perbuatan melakukan orang lain melakukan perbuatan dengan cara memberikan/

9[12] Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana bagian I, h. 127

10[15] Adami Chazawi,Pelajaran Hukum Pidana Bagian II (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2007) h. 16

Page 13: Makalah pidana

10

menjanjikan sesuatu, dengan ancaman kekerasan, penyesatan menyalahgunakan

martababat dan kekuasaan beserta pemberian kesempatan.

5. Pembantuan (medeplichtigheid). Pada pembantuan pihak yang melakukan membantu

mengetahui akan jenis kejahatan yang akan ia bantu.11[16]

Sebagaimana diuraikan terdahulu, bahwa unsur pertama tindak pidana itu adalah

perbuatan orang, pada dasarnya yang dapat melakukan tindak pidana itu manusia

(naturlijke personen).

BAB IV PENUTUP

A. KesimpulanIstilah “Tindak Pidana” adalah dimaksudkan dengan terjemahan dalam bahasa

Indonesia untuk istilah bahasa Belanda “Strafbaar Feit” atau “Delict”.

Untuk terjemahan itu, dalam bahasa Indonesia, disamping istilah “tindak pidana”,

juga telah dipakai dan beredar beberapa istilah lain baik dalam buku-buku ataupun

dalam peraturan tertulis.

Pemerintah dalam beberapa peraturan perundang-undangan selalu memakai

istilah “tindak pidana”, seperti juga ternyata dalam undang-undang No. 3 tahun 1971

tentang pemberatasan tindak pidana korupsi.

11[16] R. Soesilo, KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA(KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap

Pasal Demi Pasal( Bogor : Politea, 1991) h. 73-75

Page 14: Makalah pidana

11

Perumusan atau defenisi tindak pidana telah banyak diciptakan oleh para serjana

hokum pidana. Tentu diantaranya yang banyak itu, satu dengan yang lainnya terdapat

perbedaan, disamping adanya perbedaan.

Suatu perumusan (defenisi) yang terlahir dan menurut hemat penulis adalah

merupakan yang terbaik untuk dijadikan pegangan, adalah apa yang dikemukakan

oleh Prof. Muljatno S.H. (beliau memakai istilah “perbuatan pidana”), yang

merumuskan :

“ perbuatan yang oleh aturan hokum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

barang siapa yang melanggar larangan tersebut “

Dalam KUHP terdapat 3 dasar pembedaan cara dalam merumuskan

tindak pidana :

1. Dari Sudut Cara Pencantuman Unsur-Unsur Dan Kualifikasi Tindak Pidana

2. Dari Sudut Titik Beratnya Larangan

3. Dari Sudut Pembedaan Tindak Pidana Antara Bentuk Pokok, Bentuk Yang Lebih Berat

Dan Yang Lebih Ringan

Tindak pidana dapat dibeda-bedakan atas dasar-dasar tertentu, yaitu:

1. Menurut sistem KUHP

2. Menurut cara merumuskannya: Tindak pidana dibedakan anatara tindak pidana formil

(formeel delicten) dan tindak pidana materiil (materieel delicten)

3. Berdasarkan bentuk kesalahannya: Dibedakan antara tindak pidana sengaja (doleus delicten) dan tindak pidana tidak sengaja (culpose delicten)12[10]

4. Berdasarkan saat dan jangka waktu terjadinya: Maka dapat dibedakan antara tindak

pidana terjadi seketika dan tindak pidana terjadi dalam waktu lama atau berlangsung

lama/berlangsung terus.13[11]

5. Berdasarkan sumbernya: Dapat dibedakan antara tindak pidana umum dan tindak pidana

khusus

12[10] Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana bagian I, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

2002)h. 123

13[11] Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana bagian I. h. 126

Page 15: Makalah pidana

12

Tindak pidana umum adalah tindak pidana yang dapat dilakukan oleh setiap orang

sedangkan yang dimaksud dengan tindak pidana khusus adalah tindak pidana yang hanya

dapat dilakukan oleh orang-orang tertentu

B. Saran Untuk mengetahui adanya tindak pidana, maka pada umumnya dirumuskan

dalam peraturan perundang-undangan pidana tentang perbuatan-perbuatan yang

dilarang dan disertai dengan sanksi. Dalam rumusan tersebut ditentukan beberapa

unsur atau syarat yang menjadi ciri atau sifat khas dari larangan tadi sehingga dengan

jelas dapat dibedakan dari perbuatan lain yang tidak dilarang. Perbuatan pidana

menunjuk kepada sifat perbuatannya saja, yaitu dapat dilarang dengan ancaman

pidana kalau dilanggar

Page 16: Makalah pidana

13

DAFTAR PUSTAKA

Saleh Wantjik, Tindak Pidana Korupsi, Ghalia Indonesia, Jakarta 1977.

Chazawi Adami, Tindak Pidana ( Kesopanan), PT Raja Grafindo Persada,Jakarta. 2005

Dirdjosisworo Soedjono, Ruang Lingkup Kriminologi, Remadja Karya CV, Bandung, 1984.

Djoko Prakoso, Kejahataan-kejahatan yang Merugikan dan Membahayakan Negara, PT

Bina Aksara, Jakarta, 1987.

http://www.academia.edu/5473437/

pengertian_dan_ruang_lingkup_hukum_pidana( diunduh pada senin, 30

November 2015, pukul 04.35 wita )