MAKALAH TA'ZIR FIQH JINAYAH PIDANA ISLAM

34
Kata Pengantar Alhamdulillahirabbil’alamin. Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan penulis kemudahan sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Jarimah Ta’zirini dengan baik dan tepat waktu. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada baginda tercinta Nabi Muhammad SAW. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat Bapak Prof. Dr. H. M. Abduh Malik sebagai dosen pengampu mata kuliah Hukum Pidana Islam yang telah membimbing penulis dalam menyusun tugas ini. Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas dan sebagai bahan pelengkap nilai semester tiga program studi ilmu hukum untuk mata kuliah Hukum Pidana Islam di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Negeri Islam Jakarta. Makalah ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan mengenai jarimah ta’zir, mulai dari pengertian, ruang lingkup, dasar hukum, dan uqubahnya. Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan dan manfaat kepada para pembaca dan penulis sendiri. Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis i

Transcript of MAKALAH TA'ZIR FIQH JINAYAH PIDANA ISLAM

Page 1: MAKALAH TA'ZIR FIQH JINAYAH PIDANA ISLAM

Kata Pengantar

Alhamdulillahirabbil’alamin. Segala puji bagi Allah SWT yang telah

memberikan penulis kemudahan sehingga dapat menyelesaikan makalah yang

berjudul “Jarimah Ta’zir” ini dengan baik dan tepat waktu. Shalawat dan salam

senantiasa tercurah kepada baginda tercinta Nabi Muhammad SAW.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat Bapak

Prof. Dr. H. M. Abduh Malik sebagai dosen pengampu mata kuliah Hukum

Pidana Islam yang telah membimbing penulis dalam menyusun tugas ini.

Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas dan sebagai bahan

pelengkap nilai semester tiga program studi ilmu hukum untuk mata kuliah

Hukum Pidana Islam di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Negeri Islam

Jakarta.

Makalah ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan mengenai jarimah

ta’zir, mulai dari pengertian, ruang lingkup, dasar hukum, dan uqubahnya.

Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan dan manfaat kepada

para pembaca dan penulis sendiri.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun supaya penulis dapat menyempurnakan makalah selanjutnya.

Jakarta, November 2015

Penulis

i

Page 2: MAKALAH TA'ZIR FIQH JINAYAH PIDANA ISLAM

DAFTAR ISI

Kata Pengantar..........................................................................................................i

Daftar Isi..................................................................................................................ii

Bab I Pendahuluan...................................................................................................1

1.1 Latar Belakang ..................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................2

1.3 Tujuan................................................................................................................2

1.4 Manfaat .............................................................................................................2

Bab II Pembahasan ..................................................................................................3

2.1 Pengertian Jarimah Ta’zir .................................................................................3

2.2 Ciri-Ciri Jarimah Ta’zir ....................................................................................4

2.3 Ruang Lingkup Jarimah Ta’zir .........................................................................4

2.4 Dasar Hukum Ta’zir ..........................................................................................7

2.5 Uqubah Ta’zir ...................................................................................................9

Bab III Penutup......................................................................................................19

3.1 Kesimpulan......................................................................................................19

3.2 Saran.................................................................................................................20

Daftar Pustaka........................................................................................................21

ii

Page 3: MAKALAH TA'ZIR FIQH JINAYAH PIDANA ISLAM

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Jarimah ta’zir adalah jarimah yang diancam dengan hukuman ta’zir.

Pengertian ta’zir berasal dari kata ‘Azara - Ya’ziru yang secara etimologis berarti

دُّوَالَْمنْع , الرَّ yaitu menolak dan mencegah. Sedangkan, menurut istilah

sebagaimana dikemukakan oleh Imam Al Mawardi, ta’zir adalah hukuman bagi

tindak pidana yang belum ditentukan hukumannya oleh syara’ yang bersifat

mendidik.1 Maksud dari “mendidik” disini adalah untuk mencegah terjadinya

maksiat pada masa

yang akan datang.

Secara ringkas dikatakan bahwa hukuman ta’zir adalah hukuman yang

belum ditetapkan oleh syara’, melainkan diserahkan kepada ulil amri, baik

penentuan maupun pelaksanaanya. Dalam penentuan hukuman tersebut, penguasa

hanya menetapkan hukumannya secara global saja. Artinya, pembuat Undang-

Undang tidak menetapkan hukuman untuk masing-masing jarimah ta’zir,

melainkan hanya menetapkan sejumlah hukuman, dari yang seringan-ringannya

hingga yang seberat-beratnya. Adapun mengenai jarimah ta’zir akan penulis bahas

secara lebih rinci dalam makalah ini.

1 M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah. (Jakarta : Amzah, 2013), hlm. 136.

Jarimah Ta’zir 1

Page 4: MAKALAH TA'ZIR FIQH JINAYAH PIDANA ISLAM

1.2 RUMUSAN MASALAH

Dengan mengetahui uraian singkat di atas, maka rumusan masalahnya:

1.2.1 Apakah yang dimaksud dengan ta’zir?

1.2.2 Apa sajakah ciri-ciri dari jarimah ta’zir?

1.2.3 Apa sajakah ruang lingkup dari ta’zir?

1.2.4 Apa sajakah dasar hukum mengenai ta’zir?

1.2.5 Apa sajakah uqubah atau sanksi untuk jarimah ta’zir?

1.3 TUJUAN

1.3.1 Mengetahui yang dimaksud dengan jarimah ta’zir.

1.3.2 Mengetahui ciri-ciri dari jarimah ta’zir.

1.3.3 Mengetahui ruang lingkup ta’zir.

1.3.4 Mengetahui dasar hukum ta’zir.

1.3.5 Mengetahui uqubah atau sanksi untuk jarimah ta’zir.

1.4 MANFAAT

Makalah ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pembaca sebagai

suatu rujukan atau referensi untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan jarimah

ta’zir, ciri-cirinya, ruang lingkupnya, dasar hukumnya serta uqubah atau sanksi

dari jarimah ta’zir tersebut.

Jarimah Ta’zir 2

Page 5: MAKALAH TA'ZIR FIQH JINAYAH PIDANA ISLAM

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN TA’ZIR

Secara bahasa, ta’zir bermakna al-Man’u artinya pencegahan. Menurut

istilah, ta’zir bermakna at-Ta’dib (pendidikan) dan at-Tankil (pengekangan). Ada

pun definsi ta’zir secara syar’i adalah sanksi yang ditetapkan atas tindakan

maksiat yang di dalamnya tidak ada had dan kifarat.2

Menurut Abu Bakr Jabir Al Jazairi, ta’zir adalah sanksi disiplin dengan

pemukulan, atau penghinaan, atau embargo, atau pengasingan. Maka tindak

pidana ta’zir adalah tindak pidana yang apabila dialkukan diancam dengan sanksi

disiplin dengan pemukulan, atau penghinaan, atau embargo, atau pengasingan.

Hanya saja, sebagian ulama memasukkan hukuman mati bagi kasusa tertentu

dalam tindak pidana ta’zir.

Ta’zir telah ditetapkan bagi setiap pelanggaran yang syar’i, selain dari

kejahatan hudud dan kejahatan jinayat. Semua yang belum ditetapkan kadar

sanksinya oleh syar’i, maka sanksinya diserahkan kepada penguasa untuk

menetapkan jenis sanksinya.

Ulama sepakat menetapkan bahwa ta’zir meliputi semua kejahtan yang

tidak diancam dengan hukuman hudud dan bukan pula termasuk jenis jinayat.

Hukuman ta’zir diterapkan pada dua kejahatan, yaitu kejahatan meninggalkan

kewajiban atau kejahatan melanggar larangan.3

2 Alsadulloh Al Faruq, Hukum Pidana dalam Sistem Hukum Islam. (Bogor : Ghalia Indonesia, 2009), hlm.54.3 Ibid.

Jarimah Ta’zir 3

Page 6: MAKALAH TA'ZIR FIQH JINAYAH PIDANA ISLAM

2.2 CIRI-CIRI JARIMAH TA’ZIR

Tindak Pidana ta’zir merupakan tindak pidana yang paling luas

cakupannya, yaitu pelanggaran atau kemaksiatan apa saja selain hudud dan

jinayat.4

1. Landasan dan ketentuan hukumnya didasarkan pada ijma.

2. Mencakup semua bentuk kejahatan/kemaksiatan selain hudud dan qisas.

3. Pada umumnya ta’zir terjadi pada kasus-kasus yang belum ditetapkan

ukuran sanksinya oleh syara’, meskipun jenis sanksinya telah tersedia.

4. Hukuman ditetapkan oleh penguasa atau qadhi (hakim).

5. Didasari pada ketentuan umum syari’at islam dan kepentingan masyarakat

secara keseluruhan.

2.3 RUANG LINGKUP JARIMAH TA’ZIR

Secara umum, tindak pidana ta’zir terbagi menjadi tiga bagian, yaitu

sebagai berikut.5

1. Tindak pidana hudud dan tindak pidana qisas yang syubhat, atau tidak

jelas, atau tidak memenuhi syarat, tetapi merupakan maksiat. Contohnya

percobaan pencurian, percobaan perzinaan, pencurian dalam keluarga, dan

lain-lain.

2. Tindak pidana atau kemaksiatan yang ditentukan oleh AlQur’an dan

hadits, tetapi tidak ditentukan sanksinya. Contohnya penghinaan, saksi

palsu, tidak melaksanakan amanah, makan babi, mengurangi timbangan,

riba, dan sebagainya.

3. Berbagai tindak pidana atau kemaksiatan yang ditentukan oleh ulil amri

(penguasa) berdasarkan ajaran Islam demi kemashlatan umum. Contohnya 4 Ibid, hlm.555 D.A. Dzajuli, Fiqh Jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam. (Jakarta : Rajawali Pers, 1996), hlm. 13.

Jarimah Ta’zir 4

Page 7: MAKALAH TA'ZIR FIQH JINAYAH PIDANA ISLAM

pelanggaran terhadap berbagai peraturan penguasa yang telah ditetapkan

berdasarkan ajaran islam, korupsi, kejahatan ekonomi, dan lain

sebagainya.

Berdasarkan pelanggarannya, maka tindak pidana ta’zir terbagi menjadi

tujuh kelompok, yaitu sebagai berikut.6

1. Pelanggaran terhadap kehormatan, di antaranya:

a. Perbuatan-perbuatan yang melanggar kesusilaan,

b. Perbuatan-perbuatan yang melanggar kesopanan,

c. Perbuatan-perbuatan yang berhubungan dengan suami istri,

d. Penculikan.

2. Pelanggaran terhadap kemuliaan, di antaranya:

a. Tuduhan-tuduhan palsu;

b. Pencemaran nama baik;

c. Penghinaan, hujatan, dan celaan.

3. Perbuatan yang merusak akal, di antaranya:

a. Perbuatan-perbuatan yang berhubungan dengan sesuatu yang dapat

merusak akal, seperti menjual, membeli, membuat, mengedarkan,

menyimpan, atau mempromosikan minuman khamr, narkotika,

psikotropika, dan sejenisnya;

b. Menjual bahan-bahan tertentu, seperti anggur, gandum, atau apa

pun dengan maksud untuk dibuat khamr oleh pembelinya.

4. Pelanggaran terhadap harta, di antaranya:

a. Penipuan dalam masalah muamalat,

b. Kecurangan dalam perdagangan,

c. Ghasab (meminjam tanpa izin),

d. Pengkhianatan terhadap amanah harta.

6 Abdurrahman Al Maliki, Sistem Sanksi dalam Islam. (Bogor : Pustaka Thariqul Izzah, 2002), hlm. 284-308.

Jarimah Ta’zir 5

Page 8: MAKALAH TA'ZIR FIQH JINAYAH PIDANA ISLAM

5. Gangguan keamanan, di antaranya:

a. Berbagai gangguan keamanan terhadap orang lain, selain dalam

perkara hudud dan qisas.

b. Menteror, mengancam, atau menakut-nakuti orang lain.

c. Penyalahgunaan kekuasaan atau jabatan untuk dirinya sendiri dan

merugikan orang lain.

6. Subversi/gangguan terhadap keamanan Negara, di antaranya:

a. Makar, yang tidak melalui pemberontakan.

b. Spionase (mata-mata),

c. Membocorkan rahasia Negara.

7. Perbuatan yang berhubungan dengan agama.

a. Menyebarkan ideology dan pemikiran kufur.

b. Mencela salah satu dari risalah islam, baik melalui lisan maupun

tulisan.

c. Pelanggaran-pelanggaran terhadap ketentuan syariat, seperti

meninggalkan salat, terlambat membayar zakat, berbuka puasa

siang hari di bulan Ramadhan tanpa uzur.

Jenis tindak pidana ta’zir tidak hanya terbatas pada macam-macam tindak

pidana di atas. Ta’zir sangat luas dan elastis, sehingga perbuatan apa pun (selain

hudud dan jinayat) yang menyebabkan pelanggaran terhadap agama, atau terhadap

penguasa, atau terhadap masyarakat, atau terhadap perorangan, maka dapat

dikategorikan sebagai kejahatan ta’zir.

Jarimah Ta’zir 6

Page 9: MAKALAH TA'ZIR FIQH JINAYAH PIDANA ISLAM

2.4 DASAR HUKUM JARIMAH TA’ZIR

Pada jarimah ta’zir al Qur’an dan hadits tidak menerapkan secara

terperinci, baik dari segi bentuk jarimah maupun hukumannya. Dasar hukum

disyariatkannya sanksi bagi pelaku jarimah ta’zir adalah at-ta’zir yaduru ma’a

maslahah artinya hukum ta’zir didasarkan pada pertimbangan kemaslahatan

dengan tetap mengacu kepada prinsip keadilan dalam masyarakat.

Menurut Syarbini al-Khatib, bahwa ayat al-Qur’an yang dijadikan

landasan adanya jarimah ta’zir adalah Al Qur’an surat al-Fath ayat 8-9 yang

berbunyi:

“Sungguh, Kami Mengutus engkau (Muhammad) sebagai saksi, pembawa berita

gembira dan pemberi peringatan, agar kamu semua beriman kepada Allah dan

Rasul-Nya, menguatkan (agama)-Nya, membesarkan-Nya, dan bertasbih kepada-

Nya pagi dan petang.”

Dari terjemahan di atas, A. Hasan menerjemahkan watu’aziruhu

sebagaimana dikutip oleh Haliman dengan: dan supaya kamu teguhkan

(agamanya) dan untuk mencapai tujuan ini, satu diantaranya ialah dengan

mencegah musuh-musuh Allah, sebagaimana yang telah dikemukakan oleh

Syarbini al-Khatib.

Jarimah Ta’zir 7

Page 10: MAKALAH TA'ZIR FIQH JINAYAH PIDANA ISLAM

Adapun hadits yang dijadikan dasar adanya jarimah ta’zir adalah sebagai

berikut:7

1. Hadits nabi yang diriwayatkan oleh Bahz ibn Hakim

“Dari Bahz ibn Hakim dari ayahnya dari kakeknya, bahwa Nabi Saw. menahan

seseorang karena disangka melakukan kejahatan”

2. Hadits nabi yang diriwayatkan oleh Abi Burdah

“Dari Abi Burdah Al-Anshari ra. Bahwa ia mendengar Rasulullah Saw.

bersabda: ‘Tidak boleh dijilid di atas sepuluh cambuk kecuali di dalam hukuman

yang telah ditentukan oleh Allah Ta’ala (Muttafaq alaih)’”

3. Hadits nabi yang diriwayatkan oleh Aisyah

“Dari Aisyah ra. Bahwa Nabi saw bersabda : ‘Ringankanlah hukuman bagi

orang-orang yang tidak pernah melakukan kejahatan atas perbuatan mereka,

kecuali dalam jarimah-jarimah hudud’”

Secara umum, ketiga hadits tersebut menjelaskan tentang eksistensi ta’zir

dalam syariat islam. Hadits pertama menjelaskan tentang tindakan Rasulullah

yang menahan seorang laki-laki yang diduga mencuri unta. Setelah diketahui ia

tidak mencurinya, Rasulullah melepaskannya. Analisis terhadap tindakan

Rasulullah tersebut adalah bahwa penahanan merupakan hukuman ta’zir,

sedangkan hukuman hanya dapat dikenakan terhadap suatu jarimah yang telah

dapat dibuktikan. Apabila pada peristiwa tersebut tidak terdapat unsur pidana

maka artinya Rasulullah mengenakan hukuman penahanan (penjara) hanya karena

tuduhan semata-mata. Hal ini mengandung arti bahwa Rasulullah Saw

membolehkan penjatuhan hukuman terhadap seseorang yang berada dalam posisi

tersangka, meskipun ia tidak melakukan perbuatan yang dilarang.

7 M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Op.Cit., hlm. 140

Jarimah Ta’zir 8

Page 11: MAKALAH TA'ZIR FIQH JINAYAH PIDANA ISLAM

Tindakan yang diambil oleh Rasulullah saw tersebut dibenarkan oleh

kepentingan umum, sebab membiarkan si tersangka hidup bebas sebelum

dilakukan penyelidikan tentang kebenaran tuduhan terhadap dirinya bisa

mengakibatkan ia lari, dan bisa juga menyebabkan dijatuhkannya vonis yang tidak

benar terhadap dirinya, atau menyebabkan tidak dapat dijalankannya hukuman

yang telah diputuskan.

2.5 UQUBAH JARIMAH TA’ZIR

Ta’zir adalah sanksi yang hak penetapannya diberikan kepada khalifah

(umumnya diwakili oleh qadhi/hakim). Meski demikian, hal ini tidak menjadikan

dirinya berhak menjatuhkan sanksi sekehendak hatinya. Dalam ta’zir terdapat

sanksi-sanksi yang telah ditetapkan oleh nas dengan sangat jelas untuk tidak

digunakan sebagai sanksi ta’zir. Oleh karena itu, penguasa atau qadhi tidak boleh

menghukum dengan hukuman tersebut.8

Di sisi lain, nas-nas syara’ dari Al Qur’an dan As Sunnah telah

menjelaskan sanksi-sanksi tertentu yang ditetapkan ukurannya, maka penguasa

atau qadhi harus memutuskan berdasarkan hal tersebut. Itu sebabnya, ijtihad

seorang penguasa atau qadhi dalam masalah ta’zir dibatasi hanya pada ukurannya

saja, bukan pada sanksi yang hendak ia terapkan.9

Khalifah tidak boleh menjatuhkan sanksi ta’zir hanya karena seseorang

mengerjakan yang makruh atau karena meninggalkan yang sunnah atau karena

meninggalkan/mengerjakan yang mubah. Khalifah harus membatasi sanksi ta’zir

pada perbuatan meninggalkan kewajiban dan atau mengerjakan perbuatan yang

diharamkan. Ketika khalifah menentukan sanksi ta’zir, ia wajib terikat dengan apa

yang ditetapkan Allah dan Rasul-Nya dan ia tidak boleh melampaui ketetapan itu.

Salah satu sanksi yang tidak diperkenankan untuk dijadikan pada pelaku

tindak pidana ta’zir adalah hukuman menggunakan api, seperti membakar dengan 8 Abdurrahman Al Maliki, Op.Cit., hlm. 2489 Ibid.

Jarimah Ta’zir 9

Page 12: MAKALAH TA'ZIR FIQH JINAYAH PIDANA ISLAM

api. Karena itu, hukuman membakar pelakunya tidak diperbolehkan. Telah

diriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:

Artinya : “Dan api,tidak mengazab dengannya, kecuali Allah.”10

Ketentuan Batas Minimal Hukuman Ta’zir

Para ahli fikih dalam menentukan batas maksimal sanksi hukum ta’zir

adalah sebagai berikut.

1. Hukuman ta’zir itu diterapkan dengan pertimbangan kemaslahatan dan

dengan memerhatikan kondisi fisik terhukum.

Dalam hal ini pejabat yang berwenang menjatuhkan hukuman ta’zir harus

pandai-pandai mengaktualisasikannya. Dari Abi Imamah bin Sahal dan

Sa’id bin Sa’ad Ubadah, ia berkata:

“Di antara rumah-rumah kami ada seorang laki-laki kecil, lemah lagi

cebol. Dia tidak merasa takut dengan orang-orang kampong untuk berbuat

cabul dengan seorang budak dari budak-budak perempuan mereka.

Peristiwa ini disampaikan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

oleh Sa’id bin ‘Ubadah, sedangkan laki-laki tersebut beragama Islam.

Rasulullah bersabda: “Pukullah dia sebagai hukumannya.” Para sahabat

menyela: “Ya Rasulullah, Sungguh dia sangat lemah, tidak seperti yang

engaku kira. Seandainya dia itu kami pukul seratus kali, berarti kami

membunuhnya.”Maka Rasulullah bersabda: “Ambillah dahan korma yang

berdahan seratus mayang, lalu pukullah kepadanya dengan sekali

pukulan.” Sa’id berkata: Lalu mereka mengerjakannya.11

2. Hukuman ta’zir yang dijatuhkan tidak boleh melebihi hukuman had.

Menurut pendapat sebagian pengikut Asy-Syafi’i dan ini merupakan

pendapat yang terbaik, yaitu bahwa hukuman ta’zir terhadap pelanggaran

memandang perempuan lain yang bukan mahramnya dan bergaul bebas

10 Diriwayatkan oleh Bukhari.11 Diriwayatkan oleh Imam Ahmad.

Jarimah Ta’zir 10

Page 13: MAKALAH TA'ZIR FIQH JINAYAH PIDANA ISLAM

dengan lawan jenis yang melebihi batas-batas ketentuan syarak, tidak

dibolehkan hukuman had perzinaan. Batas maksimal hukuman terhadap

kejahatan pencurian barang yang tidak dipelihara, tidak dibolehkan

melebihi batas maksimal hukuman had potong tangan. Demikian juga,

batas maksimal hukuman terhadap kejahatan mengumpat dengan tidak

menuduh berzina, tidak dibolehkan melebihi hukuman had terhadap

kejahatan menuduh berzina.

3. Hukuman ta’zir bisa diberikan maksimal sedikit di bawah batas minimal

hukuman had. Menurut pengikut Asy-Syafi’i, Ahmad, dan Abu Hanifah,

hukuman ta’zir itu bias diberikan dengan mencambuknya sebanyak 40 kali

atau 80 kali cambukan.

4. Hukuman ta’zir maksimalnya tidak boleh melebihi 10 kali cambukan.

Ketentuan ini merupakan salah satu pendapat dalam mazhab Ahmad dan

yang lainnya.

Sanksi Hukuman Mati

Mengenai hukuman mati dalam perkara ta’zir, Rasulullah Saw. pernah

bersabda:

“Barangsiapa yang mendatangi kalian dan memerintahkan kalian dengan

maksud memecah belah persatuan kalian, atau memisahkan kalian, maka

bunuhlah.”12

Berdasarkan hadits tersebut, Rasulullah telah memerintahkan untuk

membunuh orang yang hendak memecah belah persatuan. Kasus tersebut

bukanlah kasus hudud, melainkan ta’zir. Adapun mengenai eksekusinya

diserahkan kepada imam. Berdasarkan hal tersebut, seorang khalifah boleh

menjatuhkan hukuman mati pada kasus-kasus tertentu, jika memang hukuman

tersebut dianggap setimpal dengan perbuatannya.

12 Diriwayatkan oleh Imam Ahmad.

Jarimah Ta’zir 11

Page 14: MAKALAH TA'ZIR FIQH JINAYAH PIDANA ISLAM

Sanksi hukuman mati boleh dijatuhkan dalam perkara tertentu dari kasus

jarimah ta’zir. Imam Malik, Ahmad, dan Abu Quail berpendapat bahwa sanksi

hukuman mati diperbolehkan dalam kasus-kasus tertentu, misalnya menjatuhkan

hukuman mati kepada orang yang memata-matai orang Islam dan hukuman ini

dijatuhkan karena memandang kemaslahatan umat.13

Sebagian pengikut Asy Syafi’i dan Ahmad berpendapat bahwa

menjatuhkan hukuman mati bagi orang yang menyerukan bid’ah diperbolehkan

sebagaimana pula terhadap orang yang menolak dan mengingkari takdir. Umar

bin Abdul Aziz menjatuhi hukuman mati terhadap Ghailan Al Qadri karena

menyerukan bahwa takdir itu perkara bid’ah. Sementara itu, mazhab Maliki

berpendapat dibolehkannya menjatuhkan hukuman mati terhadap orang yang

tidak pernah berhenti membuat kerusakan di muka bumi. Menurut Imam Abu

Hanifah, pelanggaran ringan yang dilakukan oleh seseorang berulang kali dapat

dijatuhi hukuman mati oleh hakim. Misalnya, pencuri yang dimasukkan lembaga

pemasyarakatan, lalu masih mengulangi untuk mencuri ia sudah dikenai sanksi

hukuman penjara, hakim berwenang menjatuhkan hukuman mati kepadanya.14

Sanksi Jilid

Jilid adalah hukuman dengan memukul terhukum menggunakan cambuk

atau alat lainnya yang sejenis. Jilid merupakan salah satu dari sanksi bagi pelaku

tindak pidana hudud. Namun demikian, ta’zir juga mengenal masalah jilid. Imam

diperbolehkan menjatuhkan sanksi pemukulan dengan cambuk, tongkat, batang

dahan, atau alat lain yang sejenis.

Ketentuan umum hukuman jilid bagi pelaku tindak pidana ta’zir adalah

jilid tidak boleh lebih dari sepuluh kali atau sepuluh pukulan.

Hal ini berdasarkan nas hadits. Dari Abdurrahman bin Jabir, bahwa Rasulullah

shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:13 Ibid, hlm.19114 Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam. (Jakarta : Sinar Grafika, 2007), hlm. 10.

Jarimah Ta’zir 12

Page 15: MAKALAH TA'ZIR FIQH JINAYAH PIDANA ISLAM

Artinya: “Tidak ada sanksi dengan sepuluh kali pukulan, kecuali pada had dari

hudud.”15

Dari Abu Bardah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu

‘alaihi wa sallam bersabda:

Artinya: “Janganlah men-jilid lebih dari sepuluh kali jilid, kecuali dalam had

dari hudud Allah.”16

Masih banyak lagi haditst yang sejenis. Ini menunjukkan bahwa

pemukulan dan jilid tidak boleh melebihi sepuluh kali. Apakah mutlak jilid hanya

dalam ta’zir boleh dilakukan maksimal sepuluh kali?

Abu Bakar dan Umar bin Khatab radhiallahu’anhuma mencambuk

seratus kali terhadap seorang laki-laki yang didapati berduaan dengan perempuan

lain ditempat tidur. Umar bin Khatab radhiallahu’anhuma telah menjatui

hukuman cambuk seratus kali terhadap orang yang terakhir kalinyabaru dijatuhi

hukuman ta’zir , kemudian didapati telah mencuri sesuatu daribaitul mal. Putusan

Umar ini dapat dipahami sebagai aktualisasi abstrak dari sabda Rasulullah

shallallahu’alaihi wa sallam.

“Barang siapa terbukti melakukan kejahatan miras, deralah dia, dan jika

dia kembali melakukannya maka deralah dia, kemudian jika dia kembali

melakukannya untuk yang ketiga kalinya atau empat kalinya, maka

bunuhlah dia.”

Hadits ini merupakan dasar bahwa hukuman jilid dapat ditingkatkan

dengan pertimbangan tertentu, misalnya karena pelaku telah berulang kali

melakukan kejahatan yang serupa, padahal sebelumnya ia telah dijatuhi hukuman

ta’zir yang ringan sebagai peringatan. Menurut pengikut Asy-Syafi’I Ahmad dan

15 Diriwayatkan oleh Bukhari.16 Diriwayatkan oleh Bukhari.

Jarimah Ta’zir 13

Page 16: MAKALAH TA'ZIR FIQH JINAYAH PIDANA ISLAM

Abu Hanifah, hukuman ta’zir itu bisa diberikan dengan mencambuknya sebanyak

40 kali, atau 80 kali cambukan. Wallahu ‘alam.

Sanksi Pengasingan

Pengasingan adalah membuang seseorang di tempat yang jauh.

Pengasingan sebagai hukuman ta’zir dapat dijatuhkan kepada pezina ghairu

muhshan setelah sebelumnya ia dijatuhi had zina. Sanksi semacam itu telah

disebutkan di dalam hadits, dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu:

“Bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam telah menetapkan sanksi pengasingan

selama satu tahun bagi siapa saja yang berzina, sedangkan ia bukan muhshan,

dan juga ditegakkan had baginya.”17

Dari Ibnu Abbar radhiyallahu’anhu, ia berkata:

“Nabi shallallahu’alaihi wa sallam melaknat wanita yang berperilaku seperti

laki-laki, dan seorang laki-laki yang berperilaku seperti wanita. Beliau bersabda:

“Usirlah mereka”18 dan beliau shallallahu’alaihi wa sallam telah mengusir si

fulan. Begitu pula dengan Umar yang juga telah mengusir seseorang.”19

Hadits-hadits di atas merupakan dalil bahwa sanksi pengasingan

merupakan salah satu sanksi yang telah ditetapkan oleh syara’. Sanksi tersebut

pernah dilakukan oleh Rasulullah saw. dalam kasus ta’zir. Para sahabat juga

pernah melakukan hal yang sama. Umar pernah mengasingkan Shabigha ke

Bashrah setelah men-jilid-nya. Umar juga pernah mengasingkan Nasr bin Hijjaj

karena takut bisa menimbulkan fitnah bagi wanita. Utsman pernah mengasingkan

Abu Dzar Al Ghifariy.20

Termasuk perkara yang sunnah adalah membatasi pengasingan selama

satu tahun dan pengasingan dilakukan di daerah yang masih menjadi bagian dari 17 Diriwayatkan oleh Ahmad.18 Maksudnya diasingkan.19 Diriwayatkan oleh Bukhari.20 Abdurrahman Al Maliki, Op.Cit., hlm. 267

Jarimah Ta’zir 14

Page 17: MAKALAH TA'ZIR FIQH JINAYAH PIDANA ISLAM

wilayah islam. Pengasingan yang lebih dari satu tahun akan membuat kabur

makna pengasingan, karena orang yang diasingkan seperti mukim (menetap).

Mukim akan melenyapkan makna pengasingan, yaitu membuang dan

mengucilkan.

Pengasingan tidak boleh dilakukan di luar batas wilayah islam. Jika itu

terjadi, berarti orang yang diasingkan telah keluar dari negeri islam menuju negeri

kufur. Hal ini bukanlah suatu hal yang baik. Oleh karenanya, hendaknya Negara

islam menetapkan tempat tertentu yang masih merupakan wilayahnya sebagai

tempat pengasingan.

Sanksi Penjara

Pemenjaraan secara syar’i adalah menghalangi atau melarang seseorang

untuk mengatur dirinya sendiri. Pemenjaraan bisa dilakukan di rumah, masjid,

penjara, atau tempat-tempat lain. Dalam hadits yang diriwayatkan dari Bahaz bin

Hakim, dari bapaknya, dari kakeknya, ia berkata: “Rasulullah saw. telah menahan

seseorang karena tuduhan, kemudian melepaskannya.”

Pemenjaraan di masa Rasulullah saw. dilakukan di rumah atau di masjid.

Demikian pula pada masa Abu Bakar, karena pada masa itu belum ada tempat

khusus yang dijadikan sebagai penjara. Ketika Umar bin Khaththab menjadi

khalifah, ia membeli rumah milik Sufyan bin Umayyah seharga 400 dirham dan

dijadikannya sebagai penjara, yang satu dari kayu dan dinamakan dengan Nafi’an,

sedangkan yang satunya dari tanah liat dan dinamakan Makhisan.

Sanksi Ghuramah (Ganti Rugi)

Ganti rugi adalah hukuman bagi pelaku perbuatan yang diancam dengan

hukuman ta’zir, dengan cara membayar harta sebagai sanksi atas perbuatannya.

Sanksi ini telah ditetapkan di dalam As Sunnah. Telah diriwayatkan dalam sebuah

hadits, dari ‘Amru bin Syu’aib, dari bapaknya, dari kakeknya: Rasulullah saw.

Jarimah Ta’zir 15

Page 18: MAKALAH TA'ZIR FIQH JINAYAH PIDANA ISLAM

pernah ditanya tentang pencurian kurma yang masih menggantung. Rasulullah

saw. bersabda:

“Barang siapa mengambil dengan mulutnya dan tidak menyembunyikannya, maka

tidak apa-apa baginya. Dan apa yang ia bawa, maka di dalamnya terdapat dua

kali lipat dan pukulan hukuman. Dan barang siapa mengambil dari tempat

pengeringan kurma, maka di dalamnya terdapat pemotongan tangan jika yang

diambil tersebut seharga baju besi.”21

Ada harga dua kali lipat sebagai ganti rugi bagi seseorang yang mencuri

kurma, kemudian membawanya. Dalam masalah orang tidak mau membayar

zakat, maka ta’zir yang ditetapkan adalah mengambil harta orang itu.

Penetapan besar kecilnya ganti rugi yang belum ditetapkan oleh syara’,

maka penetapan kadar ganti ruginya diserahkan kepada khalifah atau diwakilkan

oleh qadhi. Apabila seorang qadhi telah menetapkan bahwa pelaku dijatuhi

hukuman membayar ganti rugi dengan besar sekian, maka keputusannya tidak

dapat dicabut kembali. Jika yang bersangkutan tidak mampu membayarnya, ganti

rugi tersebut tidak diganti dengan dipenjarakan, dan tidak pula diberi

pengampunan. Akan tetapi, jika masih tersisa benda yang dimiliki oleh orang

yang harus membayar ganti rugi, maka pembayaran diambil dari benda tersebut

sampai sesuai dengan kadar yang ditetapkan qadhi. Jika ternyata sudah tidak ada

lagi benda yang dimiliki oleh terhukum, maka ditunggu sampai ia memiliki harta,

baru kemudian diambil ganti rugi darinya dan diserahkan kepada negara.

Sanksi-sanksi Ta’zir yang Lain

Selain sanksi-sanksi tersebut di atas, masih terdapat beberapa sanksi ta’zir

yang lainnya, yang biasa diterapkan oleh Rasulullah saw. dan para sahabat ra.

Berikut beberapa sanksi ta’zir lainnya.

21 Diriwayatkan oleh Ahmad, An Nasai, Ibnu Majah, dengan maknanya, At Tirmidzi men-hasan-kannya dan Al Hakim men-shahih-kannya.

Jarimah Ta’zir 16

Page 19: MAKALAH TA'ZIR FIQH JINAYAH PIDANA ISLAM

1. Tawbikh atau pencelaan. Yaitu mencela pelaku dengan kata-kata,di

mana dengan kata-kata itu diharapkan pelaku segera menyesal karena

telah melakukan suatu perbuatan yang tidak baik. Abu Dzar ra.

Meriwayatkan bahwa ia pernah mencela seorang laki-laki dengan

menyebut ibunya. Rasulullah saw. bersabda:

“Wahai Abu Dzar, apakah engkau telah mencela dengan menyebut

ibunya? Sungguh engkau adalah orang di mana dalam dirimu

terdapat jahiliah.”22

Ada seorang budak melaporkan Abdurrahman bin ‘Auf kepada

Rasulullah saw. Abdurrahman menjadi sangat marah dan berkata

kepada laki-laki itu, “Wahai anaknya Sauda’ (wanita hitam).”

Rasulullah saw. sangat marah mendengar perkataan Abdurrahman, lalu

beliau mengangkat tangannya dan bersabda:

“Tidak ada kelebihan bagi anak yang putih atas anak yang hitam,

kecuali pada kebenaran.”

Merahlah muka Abdurrahman bin Auf. Ia menyesal, takut dan lemas,

kemudian ia menempelkan telinganya ke tanah dan berkata kepada

orang yang dihinanya, “pukullah sampai engkau rida.”

Rasulullah saw. bersabda mengenai orang yang berjual beli di masjid:

“Katakan kepada orang yang menjual dan membeli di masjid,

“mudah-mudahan Allah tidak memberi keuntungan pada

perdaganganmu.”23

22 Diriwayatkan oleh Bukhari.23 Diriwayatkan oleh At Tirmidzi.

Jarimah Ta’zir 17

Page 20: MAKALAH TA'ZIR FIQH JINAYAH PIDANA ISLAM

2. Al Hijri atau pemboikotan. Yaitu penguasa memerintahkan kepada

rakyatnya untuk tidak bicara kepada seseorang dalam batas waktu

tertentu karena orang itu telah melakukan perbuatan tertentu.

Rasulullah saw. pernah memerintahkan pemboikotan terhadap tiga

sahabat yang tidak ikut dalam jihad tanpa uzur syar’i. Umar bin

Khaththab juga pernah men-jilid Shabigha, dengan men-jilid,

mengasingkan, dan memerintahkan orang-orang untuk tidak berbicara

dengannya.

3. Nasihat, yaitu seorang qadhi menasihati pelaku dosa dengan

memperingatkannya pada azab Allah Ta’la.

4. Pencabutan, yaitu menghukum pelaku dosa dengan mencabut sebagian

dari haknya.

5. Melenyapkan harta. Misalnya dalam kasus jual beli khamr, maka

qadhi boleh menambahkan hukuman berupa menghancurkan semua

khamr yang diperjualbelikan.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Jarimah Ta’zir 18

Page 21: MAKALAH TA'ZIR FIQH JINAYAH PIDANA ISLAM

Secara bahasa, ta’zir bermakna al-Man’u artinya pencegahan. Menurut

istilah, ta’zir bermakna at-Ta’dib (pendidikan) dan at-Tankil (pengekangan). Ada

pun definsi ta’zir secara syar’i adalah sanksi yang ditetapkan atas tindakan

maksiat yag di dalamnya tidak ada had dan kifarat.

Ciri-ciri ta’zir, yakni landasan dan ketentuan hukumnya didasarkan pada

ijma, mencakup semua bentuk kejahatan/kemaksiatan selain hudud dan qisas,

pada umumnya ta’zir terjadi pada kasus-kasus yang belum ditetapkan ukuran

sanksinya oleh syara’, meskipun jenis sanksinya telah tersedia, hukuman

ditetapkan oleh penguasa atau qadhi (hakim), dan didasari pada ketentuan umum

syari’at islam dan kepentingan masyarakat secara keseluruhan.

Secara umum, tindak pidana ta’zir terbagi menjadi tiga bagian, yaitu

tindak pidana hudud dan tindak pidana qisas yang syubhat, atau tidak jelas, atau

tidak memenuhi syarat, tetapi merupakan maksiat, tindak pidana atau kemaksiatan

yang ditentukan oleh Al Qur’an dan hadits, tetapi tidak ditentukan sanksinya, dan

berbagai tindak pidana atau kemaksiatan yang ditentukan oleh ulil amri

(penguasa) berdasarkan ajaran Islam demi kemashlatan umum.

Dasar hukum jarimah ta’zir di dalam Al Qur’an dan hadits tidak

menerapkan secara terperinci, baik dari segi bentuk jarimah maupun hukumannya.

Tetapi, disyariatkannya sanksi bagi pelaku jarimah ta’zir didasarkan pada

pertimbangan kemaslahatan dengan tetap mengacu kepada prinsip keadilan dalam

masyarakat.

Uqubah yang dapat dijatuhkan kepada pelaku jarimah ta’zir, yakni

hukuman mati, sanksi jilid, sanksi pengasingan, sanksi penjara, sanksi ghuramah

(ganti rugi), dan sanksi-sanksi ta’zir yang lain.

3.2 Saran

Setelah menyelesaikan tugas makalah Hukum Pidana Islam ini, banyak hal

yang dapat kita pelajari mengenai jarimah ta’zir, mulai dari pengertian, ciri-ciri,

Jarimah Ta’zir 19

Page 22: MAKALAH TA'ZIR FIQH JINAYAH PIDANA ISLAM

ruang lingkup, dasar hukum, hingga uqubahnya. Semoga dengan membaca

makalah ini dapat menambah wawasan dan pemahaman kita akan jarimah ta’zir.

DAFTAR PUSTAKA

Jarimah Ta’zir 20

Page 23: MAKALAH TA'ZIR FIQH JINAYAH PIDANA ISLAM

Ali, Zainuddin. Hukum Pidana Islam. Jakarta : Sinar Grafika. 2007

Al Faruq, Alsadulloh. Hukum Pidana Islam dalam Sistem Hukum Islam. Bogor :

Ghalia Indonesia. 2009

Al Maliki, Abdurrahman. Sistem Sanksi dalam Islam. Bogor : Pustaka Thariqul

Izzah. 2002

Dzajuli, D.A. Fiqh Jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam.

Jakarta : Rajawali Pers. 1996

Irfan, M. Nurul dan Masyrofah. Fiqh Jinayah. Jakarta : Amzah. 2013

Jarimah Ta’zir 21