Makalah Pendidikan Perempuan

17
1 REVISI MAKALAH RESUME, KONSEP MAP DAN KONVERGENSI KONSEP MAT ERI SEJARAH PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM (SPPI) OLEH:  Nama : Nuridin, S.Pd.I  NIM : 421.9.1.12 Kelas : B (Purwokerto) Diauka! ke"a#a Pro$ram Pas%asara!a &!i'ersitas ai!s l *ur+a! ,awa -e!$a #i /o !oso0o Pro$ram tu#i Ma$ister Pe!#i#ika! Islam &!tuk Meme!ui ala atu -u$as kir emester  "a#a Mata Kulia eara Pemikira! Pe!#i#ika! Islam Dose! Pe!$am"u Dr. H. Mo. oi03 M. UNIVERSITA S SAINS AL QUR’AN (UNSIQ) JA A TENGAH DI ONOSOBO TAHUN !"#$

Transcript of Makalah Pendidikan Perempuan

4

REVISI MAKALAH

RESUME, KONSEP MAP DAN KONVERGENSI KONSEP

MATERI SEJARAH PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM (SPPI)

OLEH:

Nama:Nuridin, S.Pd.I

NIM:421.9.1.12

Kelas:B (Purwokerto)

Diajukan kepada Program Pascasarjana Universitas Sains Al Quran

Jawa Tengah di Wonosobo Program Studi Magister Pendidikan Islam

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Akhir Semester

pada Mata Kuliah Sejarah Pemikiran Pendidikan Islam

Dosen Pengampu Dr. H. Moh. Roqib, MA.

UNIVERSITAS SAINS AL QURAN (UNSIQ)

JAWA TENGAH DI WONOSOBO

TAHUN 2013SEJARAH PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM PEREMPUANA. BAB I PENDAHULUAN1. Latar Belakang Masalah Artinya:

Perempuan adalah tiang negara. Apabila baik perempuannya maka baiklah negaranya dan bila rusak perempuannya maka rusaklah negaranya. Kata mutiara di atas menunjukkan betapa pentingnya kedudukan seorang perempuan dalam eksistensi sebuah bangsa. Perempuan yang salehah harapannya dapat melahirkan anak-anak yang saleh dan salehah yang akan menjadi generasi penerus bangsa yang mumpuni di masa depan. Sebaliknya jika seorang perempuan tidak baik akhlaknya maka sulit diharapkan jika kelak dapat mendidik putra-putrinya dengan baik. Masalah perempuan telah lahir sejak pertama kali perempuan itu ada di permukaan bumi ini. Persoalan perempuan menjadi persoalan yang penting dan serius sehingga tingkat kajian tentang perempuan selalu menjadi topik pembicaraan yang hangat di dunia ini. Pembincaraan tersebut tidak hanya dilakukan oleh kalangan perempuan saja tetapi juga dilakukan oleh kalangan pria, mengingat perempuan adalah pendamping hidup bagi kaum pria. Alquran dengan tegas menyebutkan bahwa kaum laki-laki dan kaum perempuan diciptakan dari nafs (jiwa) yang sama. Setiap laki-laki dan perempuan masing-masing adalah pelindung dan sahabat bagi yang lainnya. Keduanya juga memiliki tugas yang sama dan kesempatan untuk memperoleh rahmat dari Allah sebagaimana firman-Nya sebagai berikut:((((((((((((((((( ((((((((((((((((( (((((((((( (((((((((((( (((((( ( ((((((((((( ((((((((((((((( (((((((((((( (((( ((((((((((( (((((((((((( ((((((((((( ((((((((((( ((((((((((( (((((((((((( (((( ((((((((((((( ( (((((((((((( (((((((((((((( (((( ( (((( (((( ((((((( ((((((( ((((

Artinya:

Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Rasulullah menjelaskan bahwa salah satu ajaran Islam yang asasi adalah menghormati perempuan. Karena perempuan terhormat dianggap tabu, dalam Islam dijelaskan aturan yang sangat memperhatikan kemanusiaan, seperti darah perempuan. Bagi Islam darah perempuan menunjukkan karakteristik sekaligus menjadi daya tarik perempuan dan menjadi sebab manusia bias survive di bumi dan mengemban tugas-tugas kemanusiaan.

Islam mendudukan perempuan sama terhormatnya dengan pria, namun faktanya dalam masyarakat Islam sendiri masih banyak kedudukan perempuan yang tidak sejajar, terutama dalam pemerolehan kesempatan yang sama dalam pendidikan. Untuk mengkaji lebih jauh tentang hak perempuan Islam dalam pendidikan dari masa ke masa, peneliti tertarik untuk menyusun makalah dengan judul Sejarah Pemikiran Pendidikan Islam Perempuan.2. Perumusan MasalahMasalah yang dikaji dalam makalah ini antara lain:

a. Bagaimana pendidikan perempuan pada masa nabi?

b. Bagaimana pendidikan perempuan pada masa sahabat?

c. Bagaimana pendidikan perempuan pada masa dinasti islamiyah di timur tengah?

d. Bagaimana pemikiran tokoh pendidikan perempuan Islam masa kini?

B. BAB II PEMBAHASAN

1. Pendidikan Perempuan Pada Masa Nabi.

Wanita dalam pandangan bangsa Arab sebelum datangnya agama Islam sangat hina. Mereka merasa malu dan terhina apabila isterinya melahirkan anak seorang wanita, sehingga apabila istri hamil sisuami telah menyediakan sebuah lubang. Apabila anak yang dilahirkan itu seorang wanita maka akan segera dikubur hidup- hidup agar terlepas dari rasa malu, Kalaupun anak wanita dibiarkan hidup nasibnya akan sangat buruk, diperlakukan sebagai budak belian, mengangkut beban yang berat atau paling baik nasibnya diperlakukan sebagai boneka dipaksa untuk melakukan pelacuran atau dimadu dengan tidak terbatas.

Pada zaman Nabi SAW, perempuan mulai mendapatkan kedudukan yang terhormat dan sederajat dengan kaum pria, karena sebelumnya pada zaman jahiliyah, kaum perempuan mendapatkan kedudukan yang sangat rendah dan hina, hingga kelahiran seorang anak perempuan dalam keluarga dianggap suatu yang aib dan harus membunuh anak itu semasa bayi. Pada masa ini, Nabi meyamakan kedudukan perempuan dan pria dalam hal menuntut ilmu sebagai manifestasi ayat ini diriwayatkan pula dari Nabi s.a.w bahwa beliau menganjurkan agar istrinya diajarkan menulis, dan untuk ini beliau berkata kepada Asy-Syifa (seorang penulis di masa jahiliyah) tidak maukah Anda mengajar mantera kepada Hafsah sebagaimana engkau telah mengajarkannya menulis.

Dalam sebuah hadisnya Rasulullah bersabda:

) )Artinya :Mencari ilmu itu hukumnya wajib bagi muslimin dan muslimat(HR. Ibnu Abdil Bari)

Hadits di atas secara jelas dan tegas menyebutkan bahwa menuntut ilmu itu diwajibkan bukan saja kepada laki-laki, juga kepada perempuan. Tidak ada perbedaan bagi laki-laki ataupun perempuan dalam mencari ilmu, semuanya wajib. Artinya dalam Islam baik laki-laki maupun perempuan memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan, namun dalam prakteknya tidak boleh lepas dari syariat, khususnya yang berkaitan dengan hijab dan aurat.Pada masa Nabi, perempuan diberikan kesempatan yang sama untuk bertanya secara langsung tentang permasalahan yang dihadapinya kepada Nabi. Sebagai contoh cerita tentang perempuan yang bernama Busrah yang bertanya tentang mimpi basah kepada Nabi sebagai berikut:Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari Abdullah bin Amar al-As, bahwa ada seorang perempuan yang bernama Busrah datang kepada Nabi saw, ia berkata: Wahai Rasulullah saw, salah seorang diantara kami ada yang bermimpi, bahwa dia bersama suaminya dalam mimpi itu. Nabi berkata: Apabila kamu menemukan hal yang basah, maka mandilah hai Busrah.

2. Pendidikan Perempuan Pada Masa Sahabat.

Pada masa sahabat telah banyak bermunculan perempuan yang ahli dalam ilmu agama dan pengetahuan, seperti Siti Hafsah isteri Nabi pandai menulis, dan Aisyah binti Saad juga pandai menulis. Siiti Aisyah isteri Nabi pandai membaca Al-Quran dan tidak pandai menulis tetapi beliau adalah seorang ahli fiqh yang terkenal sebagaimana diakui oleh Urwah bin Zuabair seorang ahli fiqh yang termasyhur dalam hal ini beliau berkata : belum pernah saya melihat seorang yang lebih alim dalam ilmu Fiqh, ilmu kedokteran dan ilmu syiir selain dari Aisyah. Kemudian adapula Ummu Salamah dapat membaca dan tidak pandai menulis, Al-Khansa seorang penyair yang loyal, nasionalis dan pejuang. Hindun binti itabah, Laila binti Salma dan Sitti Sakinah binti al-Husain, seorang ahli yang mahir dalam bidang syair. Demikian pula Aisyah binti Talhah seorang yang ahli dalam kritik syiir.

Pada masa kemelut politik pertentangan antara Khalihah Ali dengan Muawwiyah, ada beberapa perempuan yang terkenal ikut dalam kancah politik, seprti Hindun binti Idi bin Qais, Akrasyah binti al-Athrusy dan lain-lain yang mereka itu membantu Ali melawan Muawiyah. Setelah itu Muawiyah tertarik menggunakan perempuan dalam kancah politik kerajaan, maka tersebutlah al-Khaizuran dan Syajaratud-Durr.3. Pendidikan Perempuan Pada Masa Dinasti Islamiyah Di Timur Tengah.

Dinasti Islamiyah di Timur Tengah yang dimaksud adalah Dinasti Abasiyah, dimana puncak kejayaan Islam terjadi pada masa dinasti ini. Pada masa ini, agama Islam telah tersebar luas, demikian juga kebudayaan. Pada masa Bani Abbas di bagian Timur dan Barat, telah memunculkan para perempuan yang ikut serta dalam kegiatan intelektual dan kesenian, pengatahuan agama, sastera dan kesenian. Para budak perempuan mempunyai kesempatan yang besar untuk mempersiapkan diri dalam bidang sastera dan kesenian sehingga harga budak perempuan menjadi lebih tinggi sesuai dengan kecakapan yang dimilkinya. Perempuan-perempuan yang terkenal dalam bidang pengetahuan dan syiir antara lain, Aliyah binti al-Mahdi, Fadhlun, Aisyah binti Ahmad bin Qadim al-Qurthubiyah, Lubna, Walladah binti al-Khalifah al-Mustakfi Billah, Qamar. Apabila dibandingkan kondisi pendidikan dan peranan perempuan Islam abad pertangahan dengan perempuan yang ada di Eropa Kristen maka akan sangat terlihat perbedaan yang mencolok, di Griek (Eropa) kecuali Sparta dan Plato, saat itu perempuan tidak diberikan persamaan hak dalam pendidikan dan sosial sebagaimana yang diperoleh oleh laki-laki, mereka menganggap perempuan sebagai benda yang dapat menjamin kepuasan dan kesenangan mereka, walaupun mereka mencapai peradaban yang tinggi dan kemajuan dalam ilmu pengetahuan.

4. Pemikiran Tokoh Pendidikan Perempuan Islam.

Dewasa ini telah lahir ideologi yang menuntut kesetaraan antara perempuan dan laki-laki dalam semua aspek kehidupan, utamanya dalam pemeroleh kesemapatan yang sama dalam pendidikan bahkan dalam kancah politik, dimana didalamnya dibahas tentang kepemimpinan perempuan. Ideologi tersebut memang lahir dari Barat, namun jauh sebelum ideologi tersebut berkembang di barat, Islam sudah mengukir dasarnya dengan jelas dalam nash Al-Quran maupun hadits Nabi Muhammad SAW. Gerakan tersebut dikenal dengan gerakan feminisme dengan tujuan utamanya adalah menuntut kesetaraan gender.

Islam sejatinya telah memberikan kedudukan yang sama kepada laki-laki dan perempuan dalam segala aspeknya, namun tetap saja dibatasi oleh syari agar tetap kesamaan kedudukan tersebut tetap menjaga moralitas dan martabat laki-laki maupun perempuan. Menurut Islam ada individualitas khas jender pada diri pria dan perempuan yang harus dilestarikan dan hormati. Individualitas inilah yang memberikan kepada mereka kehormatan dan martabat serta memungkinkan mereka secara efektif dapat memenuhi peran spesifiknya dalam masyarakat. Feminisme adalah suatu ideologi pembebasan perempuan, karena yang melekat dalam semua pendekatannya adalah keyakinan bahwa perempuan mengalami ketidakadilan karena jenis kelaminnya. Feminisme menawarkan berbagai analisis mengenai penyebab dan pelaku dari penindasan perempuan. Feminis Marxis, misalnya, mengidentifikasi pembagian kerja secara seksual sebagai penyebab penindasan. Para feminis lain juga menawarkan analisis yang berbeda-beda dalam rangka mengungkap terjadinya berbagai bentuk penindasan terhadap perempuan.

Gerakan feminisme semula muncul di Barat yang didasari oleh ketidakpuasan di kalangan kaum perempuan atas perlakukan yang tidak semestinya, terutama yang diprakarsai oleh gereja. Di kalangan gereja muncul anggapan bahwa Hawa (istri Adam) sebagai sumber penyebab kejahatan dan penderitaan di muka bumi ini. Itulah sebabnya, maka selama sepuluh abad peradaban Eropa Kristen, posisi perempuan menjadi sangat rendah. Munculnya Renaissance di Eropa membawa angin baru mengenai kesadaran berpikir masyarakat Eropa, khususnya mengenai perempuan. Pada masa ini lahirlah para humanis yang mulai menghargai manusia sebagai individu yang bebas menggunakan akal budinya untuk menentukan kedudukannnya yang tinggi di muka bumi. Individu dibebaskan dari pemasungan intelektualitas oleh gereja. Peningkatan kebebasan juga terjadi pada perempuannya. Gerakan kaum humanis ini kemudian membawa lahirnya paham liberalisme dan demokrasi di Barat. Bersamaan dengan liberalisasi ini, kaum perempuan mulai bangkit untuk memperjuangkan hak-haknya.

Gerakan feminisme di Barat ini kemudian juga berhembus ke dunia Timur. Termasuk di kalangan kaum feminis, terutama kaum perempuan, di negara-negara Islam. Secara konsepsional ide kesetaraan gender antara pria dan perempuan sudah ada dalam Islam. Bahkan praktek kesetaraan ini telah muncul pada masa awal Islam, yakni masa Nabi Saw. Masa Nabi dapat dikatakan masa kehidupan ideal bagi perempuan. Setelah Nabi wafat perlakuan terhadap perempuan mulai menurun dan semakin lama semakin parah kondisinya. Hal ini terus berlangsung hingga munculnya gerakan feminisme di kalangan umat Islam.

Berbeda dengan gerakan feminisme di Barat yang sangat liberal (bebas), gerakan feminisme di Timur, khususnya Islam, sangat menjunjung tinggi nilai-nilai religius yang merupakan titik tolak pemahaman mengenai feminisme ini. Pemahaman terhadap teks-teks al-Quran maupun Sunnah, khususnya mengenai kedudukan perempuan, mendasari para feminis Muslim dalam melancarkan gerakan feminisme. Banyak ayat al-Quran dan teks hadis yang menunjukkan bahwa perempuan dan pria memilliki martabat yang sama. Meskipun demikian, munculnya kerelatifan penafsiran terhadap al-Quran dan hadis tidak bisa dihindari. Itulah sebabnya, persepsi tentang perempuan di kalangan umat Islam berbeda-beda.

Tokoh-tokoh feminisme dalam dunia Islam antara lain:

a. Qasim AminQasim Amin adalah salah satu tokoh feminis Muslim yang pertama kali memunculkan gagasan tentang emansipasi perempuan Muslim melalui karya-karyanya. Qasim Amin memunculkan gagasannya didasari oleh keterbelakangan umat Islam yang menurutnya disebabkan salah satunya oleh persepsi dan perlakuan yang salah terhadap perempuan.

Gagasan Qasim Amin tentang emansipasi menyulut kontroversi diskursus di kalangan ulama Mesir pada waktu itu. Meskipun ide Qasim Amin ini mendapat banyak sorotan dari para ulama Al-Azhar, ia tidak pernah surut untuk menyuarakannya. Ide emansipasi bertujuan untuk membebaskan kaum perempuan sehingga mereka memiliki keleluasaan dalam berpikir, berkehendak, dan beraktivitas sebatas yang dibenarkan oleh ajaran Islam dan mampu memelihara standar moral masyarakat. Kebebasan dapat menggiring manusia untuk maju dan berjejak pada kebahagiaan. Tidak seorang pun dapat menyerahkan kehendaknya kepada orang lain, kecuali dalam keadaan sakit jiwa dan masih anak-anak. Karena itulah ia menyarankan adanya perubahan, karena menurutnya tanpa perubahan mustahil kemajuan dapat dicapai.

b. Amina Wadud Muhsin

Upaya yang ditempuh oleh Amina Wadud Muhsin dalam rangka menghadirkan pemikiran baru mengenai perempuan dalam Islam adalah melalui riset, terutama melalui ayat-ayat al-Quran, sehingga menghasilkan interpretasi baru dari al-Quran yang memiliki makna dalam kehidupan perempuan modern. Dari penelitiannya tersebut, Amina kemudian menawarkan suatu pendekatan yang dianggapnya terbaik dalam rangka menafsirkan al-Quran. Pendekatan yang ditawarkan adalah pendekatan Neomodernis.

Dalam bukunya Quran and Woman, Amina mengawali pembahasannya dengan mengritik penafsiran-penafsiran yang selama ini ada mengenai perempuan dalam Islam. Ia membagi penafsiran tersebut ke dalam tiga kategori, yaitu tradisional, reaktif, dan holistik. Tafsir tradisional, menurut Amina, memberikan interpretasi-interpretasi tertentu sesuai dengan minat dan kemampuan mufassirnya yang bisa bersifat hukum, tasauf, gramatik, retorik, atau historis. Metodologi yang digunakan bersifat atomistik, yaitu penafsiran dilakukan dengan mengupas ayat per ayat secara berurutan. Tidak ada upaya untuk menempatkan dan mengelompokkan ayat-ayat sejenis ke dalam pokok-pokok bahasan yang tertulis. Yang ditekankan oleh Amina bahwa tafsir-tafsir tradisional itu ditulis oleh kaum pria secara eksklusif. Itulah sebabnya maka hanya laki-laki dan pengalaman laki-laki saja yang direkomendasikan dalam tafsir itu. Sedang perempuan berikut pengalaman, visi, perspektif, keinginan, atau kebutuhannya ditundukkan pada pandangan laki-laki.

Kategori kedua adalah tafsir yang isinya terutama mengenai reaksi para pemikir modern terhadap sejumlah besar hambatan yang dialami perempuan yang dianggap berasal dari al-Quran. Persoalan yang dibahas dan metode yang digunakan seringkali berasal dari gagasan kaum feminis dan rasionalis, namun tanpa dibarengi analisis yang komprehensif terhadap al-Quran. Dengan demikian meskipun semangat yang dibawa adalah pembebasan, namun tidak terlihat hubungannya dengan sumber ideologi dan teologi Islam, yaitu al-Quran.

Kategori ketiga adalah tafsir yang menggunakan seluruh metode penafsiran dan mengaitkan dengan berbagai persoalan sosial, moral, ekonomi, dan politik, termasuk isu tentang perempuan pada era modern ini. Menurut Amina, tafsir model ini merupakan metode terbaik. Dalam kategori inilah Amina menempatkan karyanya.c. Fatima Mernissi

Melalui bukunya The Veil and the Male Elite: A Feminist Interpretation of Womens Rights in Islam, Mernissi mencoba mengupas penyebab ketersudutan perempuan sepeninggal Nabi Muhammad Saw. Melalui buku ini pula, Mernissi mengajak umat Islam untuk melakukan peninjauan ulang terhadap hadis-hadis Nabi yang dinilai menyudutkan perempuan pada posisi yang rendah dan hina. Dia melakukan banyak kritik terhadap hadis Nabi yang dinilainya sudah banyak mengalami penyimpangan dan manipulasi. Menurut Mernissi, ketersudutan perempuan itu disebabkan oleh banyaknya hadis palsu (tidak sahih) yang bertentangan dengan semangat egalitarianisme yang dibawa Nabi. Masalah hadis baru muncul setelah wafatnya Nabi, karena pada saat beliau masih hidup segala persoalan yang dialami kaum Muslim bisa langsung dikonsultasikan dengan Nabi. Mernissi melacak persoalan itu jauh ke belakang, yakni pada saat Nabi wafat. Pertikaian mulai muncul di kalangan kaum Muslim dalam masalah kepemimpinan (khilafah). Hal ini menjadi pemicu utama ketegangan yang berlarut-larut antara para pemegang otoritas di kalangan kaum Muslim. Dalam analisisnya atas peristiwa yang terjadi pada masa itu, terutama yang berkaitan dengan pemilihan khalifah. Mernissi berkesimpulan bahwa suara kalangan elit, baik dari kalangan Anshar maupun Muhajirin lebih mendominasi, sehingga perundingan-perundingan yang terjadi lebih banyak terfokus pada hal-hal yang esensial menurut kalangan elit tersebut. Maka sangat dimengerti seandainya setiap kelompok kepentingan yang ada memerlukan pembenaran dari nash suci. Semangat mencari pembenaran inilah yang menimbulkan dua tendensi yang antagonistik dalam penguraian hadis. Di satu pihak terdapat kecenderungan para politisi laki-laki untuk memanipulasi kesucian hadis, sementara di pihak lain terdapat ulama yang bersikeras menentang para politisi tersebut melalui penguraian fikih, dengan konsep-konsep, kaidah-kaidah dan metode pengujiannya.Melalui tulisannya ini Mernissi menekankan bahwa apa yang dipahami umat Islam selama ini mengenai status perempuan dalam hadis Nabi sangat mempengaruhi citra perempuan yang sebenarnya sangat tinggi. Image yang sudah mengakar di tengah masyarakat Muslim ini harus segera diubah dengan melakukan pendekatan sosio-historis. Dia melakukan peninjauan terhadap sumber terjadinya kesalahpahaman persepsi tersebut. Ternyata sumber utama penyebab masalah ini adalah tersebarnya hadis palsu (tidak sahih) yang kemudian dijadikan sebagai sarana melegitimasi peran-peran kaum lelaki dalam rangka menancapkan superioritasnya. Dia mengajak umat Islam untuk lebih kritis lagi dalam memahami dan mengkaji hadis-hadis Nabi mengenai perempuan sehingga kaum perempuan dapat menempatkan diri pada posisi yang semestinya, baik dalam kehidupan keluarganya maupun dalam peran-peran lain di tengah-tengah masyarakat.

d. R.A KartiniBangsa Indonesia dahulu turut merendahkan wanita sebagaimana bangsa lainnya sekalipun tidak menamakannya dengan Iblis atau binatang tetapi intinya tetap menganggap bahwa wanita itu tidak berharga sama sekali. Wanita tidak diperbolehkan maju sama dengan kaum laki-laki karenanya wanita dididik untuk mengurus rumah tangga denngan memperhambakan dirinya kepada laki-laki. Wanita dimulai dipingit setelah berusia 12 tahun, dan tidak mementingkan pendidikan, dan pengaruh yang lama ini masih mempengaruhi pola pikir masyarakat pedesaan. Mereka beranggapan bahwa tidak perlu berpendidikan yang tinggi bagi anak wanita karena tempatnya di dalam rumah. Setinggi-tingginya wanita tetap kembalinya di dapur suatu semboyan yang salah besar yang masih didapati dalam masyarakat Indonesia.

Di Indonesia yang menjadi ingatan kaum wanita yang telah berjuang untuk mengangkat derajat kaum wanita adalah Ibu R.A Kartini (1879-1904), seorang tokoh yang menyadari bahwa seharusnya tidak ada perbedaan pendidikan antara laki-laki dan wanita. Perjuanganya berhasil dan jasa-jasanya tetap dikenang bangsa Indonesia hingga sekarang ini. R.A Kartini disebut ibu karena beliau merupakan salsh satu perempuan Indonesia yang menjadi ibu pendudkung cita-cita perjuangan kemerdekaan kaum perempuan. Tuntuta perjuangan R.A dalam memperjuangkan kemerdekaan kaum perempuan antara lain adalah:1) Persamaan pendidikan dan pengajaran bagi kaum laki-laki dan perempuan dalam segala lapangan.

2) Persamaan dan perlindungan hak sebagai manusia di dalam dunia perkawinan dan hubungan keluarga.

3) Persamaan dan kedudukan upah bagi kaum perempuan dan laki-laki dalam pekerjaan yang sama.

C. BAB III KESIMPULAN

Perempuan dalam Islam memiliki hak yang sama dengan laki-laki untuk memperoleh pendidikan sebagaimana sabda yang diriwayatkan oleh Ibnu Abdil Bari yang artinya: mencari ilmu itu hukumnya wajib bagi muslimin dan muslimat. Pada masa Nabi, perempuan diberikan kesempatan yang sama untuk bertanya secara langsung tentang permasalahan yang dihadapinya kepada Nabi. Pada masa sahabat telah dikenal perempuan yang memiliki nilai keilmuan yang tinggi seperti Hafsah dan Aisyah, yang merupakan istri-istri nabi. Pada masa puncak kejayaan islam lahirlah perempuan-perempuan yang terkenal dalam bidang pengetahuan dan syiir antara lain, Aliyah binti al-Mahdi, Fadhlun, Aisyah binti Ahmad bin Qadim al-Qurthubiyah, Lubna, Walladah binti al-Khalifah al-Mustakfi Billah, Qamar. Ajaran Islam tentang persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dihadapkan pada budaya masyarakat setempat dan pandangan-pandangan tokoh-tokoh tertentu yang menempatkan perempuan di bawah laki-laki. Maka lahirlah berbagai gerakan kaum perempuan yang memperjuangkan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dalam berbagai aspek, termasuk dalam aspek pendidikan. Gerakan tersebut diantaranya adalah gerakan feminism dengan tokohnya dari kalangan Islam antara lain: Qasim Amin, Amina Wadud Muhsin, Fatima Mernissi, dan R.A Kartini. Berbeda dengan gerakan feminisme di Barat yang sangat liberal (bebas), gerakan feminisme di dunia Islam,sangat menjunjung tinggi nilai-nilai religius yang merupakan titik tolak pemahaman mengenai feminisme. Pemahaman terhadap teks-teks al-Quran maupun Sunnah, khususnya mengenai kedudukan perempuan, mendasari para feminis Muslim dalam melancarkan gerakan feminisme.DAFTAR PUSTAKA

Amina Wadud Muhsin. Quran and Woman. Kuala Lumpur: Fajar Bakti SDN. BHD., Cet. I,1993.

Ghada Karmi. Feminisme dan Islam: Perspektif Hukum Dan Sastra. Alih Bahasa oleh Purwanto. Edit Mai Yamani. Bandung. Nuansa. 2000.Harun Nasution. Pembaharuan dalam Islam: Sejarah, Pemikiran, dan Gerakan. Jakarta. Bulan Bintang. 1991. Hajjah Ani Idrus. Wanita Dulu Sekarang Dan Esok. Medan. Waspada. 1980.

Kamarisah Thahar. Hak Asasi Wanita dalam Islam. Medan. Ofset Maju. 1982.Khalil Abdul Karim. Relasi Gender Pada Masa Muhammad dan Khulafaurrasyidin. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. 2007.Maggie Humm, Dictionary of Feminist Theories, Alih bahasa oleh Mundi Rahayu dengan judul Ensiklopedia Feminisme, Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, Cet. I, 2002.Moh. Roqib. Pendidikan Perempuan. Yogyakarta. Gama Media. 2003.Marzuki. Tinjauan Hukum Islam Tentang Wanita. (Dalam http://staff.uny.ac.id.2012). Diakses pada tanggal 17 Januari 2012. Qasim Amin. The New Woman: A Document in the Early Debate of Egyptian Feminism. Alih bahasa Syariful Alam dengan judul Sejarah Penindasan Perempuan: Menggugat Islam Laki-laki, Menggurat Perempuan Baru. Yogyakarta: Ircisod, Cet. I, 2003. Zainal Muttaqien. Pendidikan Wanita DalamIslam. (dalam http://izaskia.wordpress. com /2010/05/13). Diakses pada tanggal 16 januari 2013.PETA KONSEP

PENDIDIKAN ISLAM PEREMPUAN

al Hadits

al Quran

Terhormat

Pendidikan

Islam

Perempuan

Sederajat Pria

Masa Sahabat

Masa Nabi SAW

Intelektual

Berpengetahuan

Berbudaya

Berpolitik

Masa Dinasti Islam

Pendidikan

Perempuan

Masa Islam Kontemporer

Masa Jahiliyah

Profesi

Emansipai

Terhina

Kaum Margin

Kesetaraan Gender

Timur

Barat

Liberal

Sekuler

Religius

Moralitas

Q.S at-Taubah: 71

Moh. Roqib. Pendidikan Perempuan. (Yogyakarta. Gama Media. 2003). h. 34

Kamarisah Thahar. Hak Asasi Wanita dalam Islam. (Medan. Ofset Maju. 1982). h.23

Zainal Muttaqien. Pendidikan Wanita DalamIslam. (dalam HYPERLINK "http://izaskia.wordpress.com /2010/05/13" http://izaskia.wordpress. com /2010/05/13). Diakses pada tanggal 16 januari 2013

Khalil Abdul Karim. Relasi Gender Pada Masa Muhammad dan Khulafaurrasyidin. (Yogyakarta. Pustaka Pelajar. 2007). h.44

Zainal Muttaqien. Pendidikan Wanita., h. 3

Zainal Muttaqien. Pendidikan Wanita., h.4

Ghada Karmi. Feminisme dan Islam: Perspektif Hukum Dan Sastra. Alih Bahasa oleh Purwanto. Edit Mai Yamani. (Bandung. Nuansa. 2000). h.131

Maggie Humm, Dictionary of Feminist Theories, Alih bahasa oleh Mundi Rahayu dengan judul Ensiklopedia Feminisme, Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, Cet. I, 2002, h. 158.

Marzuki. Tinjauan Hukum Islam Tentang Wanita. (Dalam http://staff.uny.ac.id.2012). Diakses pada tanggal 17 Januari 2012. h: 11.

Ibid., h. 12

Harun Nasution. Pembaharuan dalam Islam: Sejarah, Pemikiran, dan Gerakan. (Jakarta. Bulan Bintang. 1991). h. 79.

Qasim Amin. The New Woman: A Document in the Early Debate of Egyptian Feminism. Alih bahasa Syariful Alam dengan judul Sejarah Penindasan Perempuan: Menggugat Islam Laki-laki, Menggurat Perempuan Baru, (Yogyakarta: Ircisod, Cet. I, 2003). h. 49.

Marzuki. Tinjauan Hukum. h. 16

Amina Wadud Muhsin. Quran and Woman. (Kuala Lumpur: Fajar Bakti SDN. BHD., Cet. I,1993). h. 1-2.

Marzuki. Tinjauan Hukum. h. 18

Ibid., h. 20

Hajjah Ani Idrus. Wanita Dulu Sekarang Dan Esok. (Medan. Waspada. 1980) h. 67

Ibid., h. 69