Makalah Pancasila Kel.2

18
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah sebuah negara yang plural. Pluralitas negara kesatuan republik Indonesia (NKRI) bisa dilihat dari keanekaragaman ras, suku, bahasa (daerah), adat istiadat dan agama bangsa Indonesia. Bisa jadi keanekaragaman ini menjadi sebuah kekayaan. Namun, kekayaan ini jika tidak dikelola dengan baik dapat menjadi ancaman yang berakibat fatal. Berbagai keberagaman yang ada di NKRI pun dapat menjadi ancaman bagi keutuhan dan kelangsungan NKRI, karena kelangsungan dan keutuhan suatu negara bergantung pada stabilitas negara yang bersangkutan. Keberagaman dapat dijadikan amunisi untuk memecah persatuan yang bisa berakhir pada hancurnya stabilitas negara. Munculnya usaha untuk disintegrasi diberbagai wilayah RI menjadi bukti konkrit dari problem ini. Beberapa tahun lalu bahkakn sampai saat ini, di Indonesia banyak kejadian yang salah satu pemicunya disebabkan kasus SARA. Peristiwa Ambon, Poso, Sampit, Aceh sampai kasus dukun santet di Jawa Timur, semua diisukan bersumber dari SARA, lenih khusus masalah agama. Agama adalah objek yang paling gampang untuk dijadikan kambing hitam. Bentrok antar pendukung partai berbasis agama yang pernah terjadi dibeberapa daerah, 1

description

yoo

Transcript of Makalah Pancasila Kel.2

Page 1: Makalah Pancasila Kel.2

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah sebuah negara yang plural. Pluralitas negara kesatuan

republik Indonesia (NKRI) bisa dilihat dari keanekaragaman ras, suku, bahasa

(daerah), adat istiadat dan agama bangsa Indonesia. Bisa jadi keanekaragaman ini

menjadi sebuah kekayaan. Namun, kekayaan ini jika tidak dikelola dengan baik

dapat menjadi ancaman yang berakibat fatal. Berbagai keberagaman yang ada di

NKRI pun dapat menjadi ancaman bagi keutuhan dan kelangsungan NKRI, karena

kelangsungan dan keutuhan suatu negara bergantung pada stabilitas negara yang

bersangkutan. Keberagaman dapat dijadikan amunisi untuk memecah persatuan

yang bisa berakhir pada hancurnya stabilitas negara. Munculnya usaha untuk

disintegrasi diberbagai wilayah RI menjadi bukti konkrit dari problem ini.

Beberapa tahun lalu bahkakn sampai saat ini, di Indonesia banyak kejadian

yang salah satu pemicunya disebabkan kasus SARA. Peristiwa Ambon, Poso,

Sampit, Aceh sampai kasus dukun santet di Jawa Timur, semua diisukan

bersumber dari SARA, lenih khusus masalah agama. Agama adalah objek yang

paling gampang untuk dijadikan kambing hitam. Bentrok antar pendukung partai

berbasis agama yang pernah terjadi dibeberapa daerah, agama pun dianggap

sebagai biang keroknya. Perkara kriminalitas yang dengan jelas disebabkan murni

politik, namun agama dijadikan sasaran pengkambinghitaman.

Indonesia bukan negara agama atau mazhab, namun Indonesia adalah

negara agamis. Dalam arti, tatanan kenegaraan NKRI tidak didasari oleh idelogi

agama atau mazhab tertentu, namun negara dan bangsa Indonesia sangat

menjunjung tinggi norma-norma keagamaan. Sehingga, segala pemikiran dan

usaha untuk menggeser norma-norma agama akan tersingkir dari lubuk bangsa.

Disisi lain, bangsa Indonesia memilki corak dan watak masyarakat Timur yang

kental dengan toleransi, teposeliro (tenggang rasa) dan gotong royong antar

sesama. Oleh karenanya, segala bentuk kriminal, kekerasan dan arogansi baik

dengan kemasan premanisme, intelektualisme, maupun spiritualisme agama

sekalipun akan mendapat reaksi keras dari berbagai lapisan masyarakat. Dapat

1

Page 2: Makalah Pancasila Kel.2

kita saksikan, betapa keras reaksi masyarakat Indonensia terhadap munculnya

berbagai aliran pemikiran liberal berkedok agama yang dalam banyak hal tiada

lagi mengindahkan batas-batas norma dan sakralitas keagamaan. Sebagaimana

dapat disaksikan reaksi keras masyarakat atas tindak kekerasan dan prilaku

arogansi atas kasus-kasus tertentu, terkhusus dengan mengatasnamakan agama.

Disisi lain, usaha-usaha pihak tertentu dalam memunculkan bentrok antar

masyarakat dengan isu SARA sering dijumpai dalam banyak kasus ditanah air.

Baik dari luar, maupun dari dalam negeri yang mendapat dukungan luar. Mereka

beruasaha untuk memecah belah persatuan dan kesatuan RI dengan menggoyah

stabilitas nasional, dengan alasan apapun. Gerakan reformasi pun dijadikan alasan

dan sarana untuk itu. Perbedaan agama adalah obyek menarik buat kalangan itu

untuk membikin keonaran di Nusantara.

Melihat fenomena-fenomena diatas tadi, banyak para pakar menawarkan

wacana pluralisme agama dan mazhab sebagai alternatif dan solusi untuk

mengatasi problem diatas. Namun, hal ini bukan berarti permasalahan bisa

selesai. kaitannya dengan hal tersebut, penulis menawarkan makalah yang

memberikan pengetahuan mengenai hal-hal tersebut diatas.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka identifikasi masalah dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Indonesia merupakan negara plural yang memiliki keanekaragaman ras, suku,

bahasa (daerah), adat istiadat dan agama.

2. Banyaknya konflik yang terjadi di tanah air yang salah satu pemicunya adalah

kasus SARA

3. Pluralisme agama dijadikan sebagai obyek yang akan menjadi pemecah

persatuan dan kesatuan RI

2

Page 3: Makalah Pancasila Kel.2

C. Perumusan Masalah

Dari identifikasi masalah tersebut diatas, maka perumusan masalah adalah

bagaimana seharusnya pluralisme agama dalam bingkai negara kesatuan republik

Indonesia.

3

Page 4: Makalah Pancasila Kel.2

LANDASAN TEORI

A. Pluralisme dan kaitannya dengan pluralisme agama

1. Pengertian

Konsep pluralisme awalnya dikemukakan oleh Christian wolf dan

Immanuel Kant sebagai filosof pencerahan yang menekankan pada doktrin

tentang adanya kemungkinan pandangan-pandangan dunia di kombinasikan

dengan kebutuhan untuk mengadopsi sudut pandang universal penduduk

dunia. Berikut ini beberapa sketsa definisi pluralisme.

a. Menurut etika dan sosiologi normatif, konsep pluralisme berarti

problem dimana masyarakat modern tidak lebih berdasarkan pada

seperangkat norma otoritatif sehingga semua persoalan etika, meminjam

istilah Jurgen Habernas tunduk pada wacana yang rasional dan terbuka.

b. Menurut sosiologi dan dan etnologi budaya, pluralisme berarti

fragmentasi bahasa, agama, atau batasan-batasan lainnya.

c. Menurut sosiologi fungsional, pluralisme adalah diferensiasi masyarakat

yang dapat diamati pada level individu sebagai diferensiasi peran, pada

level organisasional sebagai kompetisi organnisasi-organisai formal, dan

pada level masyarakat sebagai pembatasan-pembatasan terhadap fungsi

institusi.

d. Dalam wacana ilmu sosial, pluralisme dalam arti pengakuan terhadap

keragaman dalam masyarakat dan berbagai prasyarat bagi pilihan dan

kebebasab individu, dihadapkan pada dua ekstrem yang berlawanan :

1. Pluralisme berhadapan dengan berbagai monisme, seperti teokrasi,

negara absolut, monopoli, masyarakat total, kesadaran terasing, dan

kebudayaan monolitik.

2. Pluralisme mengimplikasikan struktur yang dapat diidentifikasi.

Dimana pluralisme dapat secara simultan dihadapkan pada sesuatu

tanpa bentuk seperti anarki, anomie dalam arti kognitif maupun

normatif, relativisme epistemologis, dan posmodernisme yang tidak

koheren.

4

Page 5: Makalah Pancasila Kel.2

2. Pembahasan

Sketsa definisi pluralisme diatas digunakan dalam pengertian deskriptif dan

evaluatif. Di satu sisi, konsep pluralisme berarti kesadaran akan banyaknya sub

entitas, sebaliknya disisi lain mengungkapkan pengakuan positif terhadap

pluralisme. Dari beberapa definisi tentang pluralisme diatas, adapun yang

dimaksud dengan pluralisme agama adalah adanya pengakuan bahwa manusia di

bumi ini tidak hanya menganut satu agamma tapi menganut banyak agama.

Pluralisme agama, dalam tiga dasawarsa terakhir ini sudah dirintis dialog-

dialog antar umat beragama yang makin dirasakan perlunya setelah dalam

dasawarsa terakhir abad ke-XX pertentangan SARA makin menjadi sengit.

Karena itu, pembahasan menganai soal “Pluralisme Agama dan Dialog” mekin

dirasakan perlu demi kerukunan kehidupan beragama di Indonesia. Era industri

mulai mulai mengangkat masalah pluralisme ke permukaan, lebih-lebih dengan

masuknya dunia ke dalam Era informasi dimana batas-batas antar negara dan

bangsa sudah sulit ditentukan maka Pluralisme menjadi situasi riel sebagai

masalah yang harus dihadapi oleh manusia. Sebagai reaksi terhadap pluralisme

yang menekan, ada beberapa macam reaksi yang timbul, yaitu: 1.

Fundamentalisme, yaitu reaksi menolak pluralisme dan memperkukuh posisi

sendiri; 2. Proselitisme, yaitu usaha mentobatkan pengikut agama lain agar masuk

agama sendiri dengan cara-cara yang tidak wajar; 3. Sinkretisme, yaitu reaksi

kompromis dengan cara mencampuradukkan kedua keyakinan agama yang

bertemu. Munculnya fenomena pluralisme agama dapat ditelusuri dari tiga

mazhab teori besar dalam sosiologi agama diantaranya teori fungsionalisme

(Emile Durkheim), kognitivisme (Max Weber) dan teori kritis (Karl Marx).

Pandangan tiga mazhab teori itu tentang agama misalnya fungsionalisme melihat

bahwa agama sebagai institusi yang dibangun demi integrasi sosial. Kognitivisme

memandang agama sebagai pandangan dunia yang memberi makna bagi individu

dan kelompok. Sementara teori kritis menginterpretasikan agama sebagai ideologi

yang melegitimasi struktur kekuasaan masyarakat.

5

Page 6: Makalah Pancasila Kel.2

Fenomena pluralisme seperti yang dikemukakan oleh Talcot Parson (1967

dan 1995) adalah sebagai pembedaan sistematik pada semua level, baik itu level

pembedaan peran maupun level pembedaan sosial dan budaya. Bagi kaum

kognitivis, seperti yang diwakili oleh Peter L. Berger mengemukakan fenomena

pluralisme sebagai gejala sosial-struktural yang paralel dengan sekularisasi

kesadaran (Berger, 1967:127). Menurut Berger, sekularisasi membawa pada

demonopolisasi tradisi-tradisi agama dan pada peningkatan peran rakyat jelata.

Sementara dikalangan teoritisi kritis seperti yang diwakili oleh Houtart, Habermas

atau Bourdieu menganalisis pluralisme agama bukan suatu tema yang menarik

perhatian, karena dalam tradisi Marxis, agama bukanlah penyebab penting bagi

perubahan struktural dan emansipasi manusia (Backford: 1989)

Seperti yang dikemukakan diatas, pemahaman pluralisme dalam bingkai

“Bhineka Tunggal Ika” dapat menjadi asset yang sangat menguntungkan bagi

proses pembelajaran dan pemahaman bahwa kita berbeda-beda tetapi hidup dalam

kesatuan sosial. Dalam arti belajar dari perbedaan yang ada akan memunculkan

pemahaman bahwa kita hidup dalam komunitas yang berbeda-beda tanpa harus

melihat perbedaan yang menjadi penghalang bagi suatu persahabatan dan

kerjasama. Tapi, pluralisme akan menjadi bencana, kalau masyarakat kita tidak

belajar dan berusaha memahami perbedaan yang ada. Akibatnya pluralisme akan

berubbah menjadi ‘bom waktu’ yang akan meledak kapan dan dimana saja. Inilah

dilema dari suatu pluralisme kalau tidak dikelola dan dipelihara dengan baik.

Pluralisme agama yang terungkap dalam kebebasan beragama berdasarkan

pada konsep individualistik tentang hak-hak universal dan persamaan prinsip

formal. Pluralisme agama diartikulasikan dalam hak-hak kolektif denominasi

dibangun atas d asar gagasan tentang hak-hak parsial dan hak-hak khusus

kelompok, dan mengandaikan ketidaksamaan formal (Baidhawy, 2002:23). Posisi

yang bertentangan ini mewakili kepentingan kelompok-kelompok sosial yang

berbeda, dan pertentangan ini menjadi dilema bagi pluralisme agama. Pluralisme

agama pada tingkat sosial tidak perlu memberi kebebasan beragama yang lebih

besar pada tingkat individu. Kebijakan mengenai toleransi dapat

menginstitusionalisasi organisasi-organisasi totaliter yang membatasi pilihan

6

Page 7: Makalah Pancasila Kel.2

individu. Dalam suatu agama, memperselisihkan perbedaan nilai-nilai yang ada

akan membatasi pluralisme internal agama-agama. Memperbedakan nilai-nilai

yang bertentangan dan kebenaran tunggal akan melahirkan konflik terbuka

dikalangan penganut agama-agama. Untuk itu, kedepan para penganut agama-

agama harus menyadari bahwa memperdebatkan nilai-nilai yang berbeda tidak

akan menciftakan ko-eksistensi dan perdamaian. Justru, yang harus dilakukan

adalah bagaimana mnegelola perbedaan dari nilai-nilai yang ada tidak sampai

merusak hubungan antar umat beragama, dengan begitu pluralisme agama tetap

terjaga dan tidak menjadi bencana bagi kelangsungan keberadaan pluralisme

agama.

Saat ini pluralisme yang difahami dan dipraktekkan oleh pemerintah dan

sebagian pemuka agama adalah “pluralisme semu”. Dimana pluralisme hanya

sebatas wacana dan belum sepenuhnya menjadi suatu entitas yang harus disadari

dan diakui sebagai keknyataan sosial dalam masyayrakat. Pluralisme semu adalah

bentuk pengakuan terhadap keragaman masyarakat yang terdiri dari budaya, suku,

dan agama yang berbeda-beda, namun tidak bersedia menyikapi dan menerima

suatu keberagaman sebagai kenyataan sejarah dan kenyataan sosio-kultural.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pluralisme semu

merupakan bentuk pengakuan atas perbedaan yang, namun penerimaan akan

adanya suatu perbedaan belum sepenuhnya nampak dari sebagian sikap para elit

agama maupun elit pemerintah. Sikap mendua atau standar ganda seperti yang

dikemukakan oleh Hugh Goddard (2000:3) dapat berimplikasi pada keretakan

hubungan antar umat beragama, yang lambat laun berpotensi melahirkan konflik

agama. Seyogyanya pluralisme harus difahami sebagai bentuk kesediaan

menerima kelompok lain secara sama sebagai suatu kesatuan. Dengan kata lain,

adanya komunitas-komunitas yang berbeda saja tidak cukup, sebab yang

terpennting adalah bahwa komunitas-komunitas iitu harus diperlakukan sama oleh

negara. Disinilah konsep pluralisme memberikan konstribusi nyata terhadap

agenda demokrasi dan anti diskriminasi. Perhatian yang besar terhadap persamaan

dan anti diskriminasi kaum minoritas telah menghubungkan pluralisme dengan

demokrasi.

7

Page 8: Makalah Pancasila Kel.2

Dalam konteks wacana ilmu sosial, pluralisme difahami sebagai pengakuan

terhadap keragaman dalam masyarakat dan sebagai prasyarat bagi pilihan dan

kebebasan individu. Dengan demikian pluralisme adalah gejala sosio-kultural

yang harus ditata dan dipelihara agar tidak menjadi potensi yang dapat merusak

suatu tatanan kehidupan masyarakat.

Pluralisme sekarang berbeda dengan pluralisme jaman dulu. Di mana

pluralisme saat ini bersifat aktif, dan membutuhkan perhatian yang serius

memahami dan mereponnya. Dengan kata lain, bahwa pluralisme saat ini, kalau

diabaikan maka akan memunculkan kerawanan-kerawanan sosial yang akan

mengarah pada konflik sosial.

Pluralisme bukan hanya mempresentasikan adanya kemajemukan

(suku/etnik, bahasa, budaya dan agama) dalam masyarakat yang berbeda-beda.

Tapi, pluralisme harus memberikan penegasan bahwa dengan segala

keperbedayaannya itu mereka adalah sama di dalam ruang publik. Dengan kata

lain, adanya komunitas-komunitas yang berbeda-beda saja tidak cukup, sebab

yang terpenting adalah bahwa komunitas-komunitas itu harus diperlakukan sama

oleh negara (pemerintah).

8

Page 9: Makalah Pancasila Kel.2

PEMBAHASAN

Berangakat dari hal-hal yang telah dikemukakan diatas dalam bentuk

landasan teori yang berisi tentang pengertian pluralisme serta beberapa pendapat

ahli mengenai pluralisme, terutama pluralisme agama yang ternyata banyak

menimbulkan konflik. Dan dari konflik-konflik tersebut dapat dikembangkan

menjadi suatu kenyataan bagaimana pengaruh pluralisme dalam menjaga

persatuan dan kesatuan suatu bangsa. Misalnya saja konflik yang disebabkan oleh

pluralisme ini, terutama pluralisme agama adalah dapat dilihat dari peristiwa

Ambon, poso, Sampit, Aceh, kalimantan dst.

Manusia adalah makhluk sosial. Ia tidak bisa hidup tanpa bermasyarakat.

Bermasyarakat merupakan salah satu kebutuhan hiidup. Sedang masyarakat

tersusun dari individu-individu yang kemudian berkomunitas. Suatu komunitas

akan mendapatkan bentuk kehidupan yang bagus jika setiap individu tidak

bermasalah, adanya persesuain. Persesuain tidak mesti berartikan kesamaan. Hal

itu dikarenakan kesamaan secara mutlak dalam bermasyarakat mustahil terwujud.

Setiap pribadi dalam masyarakat musti memiliki perbedaan. Perbedaan alami dan

wajar bersifat positif. Akan tetapi individu yang bermasalah akan menjadi kendala

bagi masyarakat sekitarnya, perbedaan non-alami yang negatif. Semakin minim

keberadaan individu bermasalah dalam sebuah komunitas akan semakin stabil

pula komunitas tersebut.

Kaitannya dengan hal tersebut diatas, dapat kita kaitkan dengan pluralisme

yang tidak lepas dari perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat untuk

menjadi masyarakat yang pluralis. Masyarakat pluralis adalah suatu masyarakat

yang terdiri atas berbagai unsur dengan subkulturnya masing-masing lalu

menjalin kesepakatan menampilkan diri sebagai suatu komunitas yang utuh.

Berbeda dengan masyarakat yang heterogen yang unsur-unsurnya tidak memiliki

komitmen ideologis yang kuat. Masyarakat pluralis tidak hanya sebatas mengakui

dan menerima kenyataan kemajmukan masyarakat, tetapi pluralisme harus

difahami sebagai suatu ikatan dan pertalian sejati sebagaimana disimbolkan dalam

Bhineka Tunggal Ika (bercerai-cerai tetapi tetap satu). Pluralisme juga harus

disertai dengan sikap yang tutlus menerima kenyataan kemajmukan itu sebagai

9

Page 10: Makalah Pancasila Kel.2

hikmah yang positif. Dalam sebuah masyarakat yang pluralis, yang dipadti oleh

multi etnik, bahasa, dan agama, apalagi terpisah-pisah oleh kepulauan seperti

Indonesia, maka disadari betul betapa perlunya menampilkan agama sebagai

faktor kekuatan daya penyatu (centripetal) bukan sebagai faktor kekuatan daya

pemecah belah (centrifugal). Sudah terbukti di dalam sejarah bahwa kekuatan ini

pernah menghimpun daya yang luar biasa untuk membangkitkan semangat juang

dan jihad warga bangsa Indonesia untuk meraih kemerdekaan dari penjajah.

Diawal orde baru, membicarakan masalah masyarakat madani bagaikan

penuh dengan ranjau. Orang-orang harus ekstra hati-hati karena salah sedikit

terjebak dalam perangkap SARA. Bayang subversif, fundamentalisme, komando

jihad, ekstrem kanan, black list, merupakan akronim yang menkautkan di masa itu

karena berpotensi untuk mematikan karier, bahkan mencelakakan seseorang.

Pusat pemerintahan (central power) yang begitu kuat selam masa orde baru

memang berhasil meredam konflik-kkonflik horizontal yang bertema SARA,

sehingga seolah-olah tercifta stabilitas dan kerukunan nasional. Akan tetapi,

ternyata stabilitas dan kerukunan yang terjadi adalah semu dan begitu central

power melemah mamka satu persatu ketegangan primordial bermunculan di

permukaan. Masa yang cukup panjang selama 32 tahun ternyata mengendapkan

akumulasi kekecewaan, bukannya digunakan untuk menuntaskan persoalan-

persoalan konseptual dalam kehidupan berbangsa.

Konflik yang sedang terjadi di dalam masyarakat kita, seperti kasus Ambon,

Poso, Kalimantan, dan Aceh sesungguhnya sebagai akibat langsung atau tidak

langsung dari sebuah konsep persatuan yang dipaksakan dari atas, bukaknnya

dibangun melalui proses dialogis dengan memperhatikan kondisi obyektif bangsa

Indonesia yang bukan saja puralistik tetapi juga heterogen. Konsep persatuan dan

kesatuan yang diterapkan selam ini penuh dengan rekayasa yang menguntungkan

kelompok-kelompok tertentu dan merugikan kelompok-kelompok lain.

Membangun visi yang sama di dalam masyarakat pluralisme bukan sesuatu yang

mudah, apalagi jika agama menjadi unsur terkuat didalam masyarakat pluralisme

tersebut. Indonesia adalah suatu bangsa yang dipadati oleh berbagai-bagai ikatan

10

Page 11: Makalah Pancasila Kel.2

primordial sebagai konsekuensi wilayahnya yang luas dan terdiri atas berbagai

pulau besar dan kecil, dengan keunikan bahasa dan budayanya masing-masing.

Dalam kondisi obyetif seperti ini, semua unsur sebaiknya terlibat secara

aktif mewujudkan visi itu. Persoalan yang sering muncul dalam pembentukan visi

bangsa yang pluralistik ialah masalah representasi. Biasanya kekuatan mayoritas

memperjuangkan value-nya lebih besar di dalm visi kebangsaan, sementara

kelompok-kelompok minoritas memperjuangkan unsur kebersamaan tanpa harus

menonjolkan faktor representasi. Di negara-negara barat misalnya, value Kristen

dan Yahudi muncul sebagai alternatif dominan di dalam masyarakat civil society

mereka. Value Islam di dalam masyarakat mayoritas muslim juga diperjuangkan

oleh kaum intelektual komunitas tersebut.

11

Page 12: Makalah Pancasila Kel.2

KESIMPULAN

Meskipun Indonesia bukan sebagai negara agama dan mazhab namun

Indonesia berdasarkan Undang-Undang dasar 1945 dan pancasila adalah negara

yang menjunjung tinggi norma-norma agama. Ini merupakan modal dasar untuk

penerapan konsep masyarakat religius pada bangsa Indonesia. Oleh karena itu,

semua gerakan dan pemikiran yang mengarah kepada agama-setisme tidak sesuai

dengan kepribadian bangsa dan negara Indonesia.

Indonesia bukanlah negara agama dan menjunjung tinggi nilai-nilai

keberagamaan. Namun, bukan berarti berbagai bentuk agama, sekte, mazhab,

ataupun aliran kepercayaan bisa masuk dengan mudah ke wilayah Indonesia. Hal

itu dikarenakan tidak semua golongan pemikiran agama atau sekte memuat

kebenaran dan sesuai dengan semangat keberagamaan bangsa.

12