Makalah pancasila
-
Upload
bagaskara-tamayudha -
Category
Documents
-
view
18 -
download
1
description
Transcript of Makalah pancasila
BAB I
PENDAHULUAN
Negara indonesia terdiri dari berbagai macam suku, ras, bangsa, dan agama yang tersebar di
berbagai wilayah indonesia dan menjadikan bangsa indonesia sebagai negara multikultural.
Bangsa Indonesia yang kaya dengan keragaman yang dimiliki masyarakatnya menempatkan dirinya sebagai
masyarakat yang plural. Masyarakat yang plural juga berpotensi dan sangat rentan kekerasan etnik, baik yang
dikonstruksi secara kultural maupun politik. Bila etnisitas,agama, atau elemen premordial lain muncul
di pentas politik sebagai prinsippaling dominan dalam pengaturan negara dan bangsa, apalagi
berkeinginan merubah sistem yang selama ini berlaku, bukan tidak mungkin ancaman disintegrasi bangsa
dalam arti yang sebenarnya akan terjadi di Indonesia
Makalan ini berjudul ‘akankah sepakbola dan aec mengancam keutuhan NKRI?’ yang
akan menjelaskan secara mendalam tentang apa itu ancaman distegrasi bangsa, ancaman
distegrasi bangsa yang pernah terjadi di Indonesia, dan segala hal yang berkaitan dengan hal
tersebut.
Penulis masih jauh dari kata sempurna untuk makalah ini karena masih banyak
kekurangan dalam makalah ini yang ditulis berdasarkan buku-buku dan website tentang hal
yang terkait.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa potensi disintegrasi di indonesia?
b. Apa saja peristiwa disintegrasi di indonesia?
c. Apa saja gejala disintegrasi yang dapat mengancam keutuhan NKRI?
d. Akankah sepakbola menjadi biang perpecahan di indonesia?
e. Potensi Asean Economy Community 2015 dapatkah memunculkan adanya
disintegrasi?
1
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 APA ITU DISINTEGRASI?
Berbicara tentang disintegrasi pasti akan terlintas dalam pikiran kita berbagai kasus
yang mengancam stabilitas, persatuan, dan keutuhan suatu bangsa. Lalu apa itu disintegrasi?
Disintegrasi berarti kebalikan dari kata integrasi, yaitu suatu keadaan yang terpecah belah
dari kesatuan yang utuh menjadi terpisah-pisah (perpecahan) . Ancaman Disintegrasi Bangsa
berarti ancaman akan cerai berainya suatu bangsa. Di Indonesia sendiri, pada awal-awal
kemerdekaanya, masih banyak ancaman-ancaman disintegrasi bangsa.
Bila dicermati adanya gerakan pemisahan diri sebenarnya sering berangkat dari
idealisme untuk berdiri sendiri akibat dari ketidak puasan yang mendasar dari perlakuan
pemerintah terhadap wilayah atau kelompok minoritas seperti masalah otonomi daerah,
keadilan sosial, keseimbangan pembangunan, pemerataan dan hal-hal yang sejenis.
Kekhawatiran tentang perpecahan (disintegrasi) bangsa di tanah air ini yang dapat
digambarkan sebagai penuh konflik dan pertikaian, gelombang reformasi yang tengah
berjalan menimbulkan berbagai kecenderungan dan realitas baru. Segala hal yang terkait
dengan Orde Baru termasuk format politik dan paradigmanya dihujat dan dibongkar.
Bermunculan pula aliansi ideologi dan politik yang ditandai dengan menjamurnya partai-
partai politik baru. Seiring dengan itu lahir sejumlah tuntutan daerah-daerah diluar Jawa agar
mendapatkan otonomi yang lebih luas atau merdeka yang dengan sendirinya makin
menambah problem, manakala diwarnai terjadinya konflik dan benturan antar etnik dengan
segala permasalahannya.
2.2 GEJALA DISINTEGRASI
Disintegrasi dalam masyarakat Indonesia ditandai oleh beberapa gejala, yang antara lain:
2
1. Tidak adanya persamaan pandangan (persepsi) antara anggota masyarakat mengenai
tujuan yang semula dijadikan patokan oleh masing-masing anggota masyarakat.
2. Perilaku para warga masyarakat cenderung melawan/melanggar nilai-nilai dan norma-
norma yang telah disepakati bersama.
3. Kerap kali terjadi pertentangan antara norma-norma yang ada di dalam masyarakat
4. Nilai-nilai dan norma-norma yang ada di masyarakat tidak lagi difungsikan dengan
baik dan maksimal sebagaimana mestinya.
5. Tidak adanya konsistensi dan komitmen bersama terhadap pelaksanaan sanksi bagi
mereka yang melanggar norma-norma yang ada di masyarakat.
6. Kerap kali terjadinya proses-proses sosial di masyarakat yang bersifat disosiatif ,
seperti persaingan tidak sehat, saling fitnah, saling hasut, pertentangan antarindividu
maupun kelompok, perang urat syaraf, dan seterusnya.
2.3 POTENSI DISINTEGRASI DI INDONESIA
A. Ancaman dari dalam negeri.
Potensi yang dihadapi dari dalam negeri, antara lain :
a. Disintegrasi bangsa, melalui gerakan-gerakan separatis berdasarkan sentimen
kesukuan atau pemberontakan akibat ketidakpuasan daerah terhadap kebijakan
pemerintah pusat.
b. Keresahan sosial akibat ketimpangan kebijakan ekonomi dan pelanggaran Hak
Azasi Manusia yang pada gilirannya dapat menyebabkan huru hara/kerusuhan massa.
c. Upaya penggantian ideologi pancasila dengan ideologi lain yang ekstrim atau tidak
sesuai dengan jiwa dan semangat perjuangan bangsa Indonesia.
d. Potensi konflik antar kelompok/golongan baik perbedaan pendapat dalam masalah
politik, maupun akibat masalah SARA.
e. Makar atau penggulingan pemerintah yang sah dan konstitusional.
Di masa transisi ke arah demokrasi sesuai tuntutan reformasi, potensi konflik
antar kelompok/golongan dalam masyarakat sangatlah besar. Perbedaan pendapat justru
adalah esensi dari demokrasi akan menjadi potensi konflik yang serius apabila salah
3
satu pihak berkeras dalam mempertahankan pendapat atau pendiriannya, sementara
pihak yang lain berkeras memaksakan kehendaknya. Contoh kasus FPI dengan Aliansi
Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKB). Namun cara yang
sesungguhnya merupakan ciri khas budaya bangsa Indonesia itu tampaknya sudah
dianggap kuno. Masalahnya, cara pengambilan keputusan melalui pengambilan suara
terbanyakpun (yang dianggap sebagai cara yang paling demokratis dalam
menyelesaikan perbedaan pendapat) seringkali menimbulkan rasa tidak puas bagi pihak
yang ”kalah”, sehingga mereka memilih cara pengerahan massa atau melakukan tindak
kekerasan untuk memaksakan kehendaknya.
B. Ancaman dari luar negeri.
Dengan berakhirnya Perang Dingin pada awal tahun 1990an, maka ketegangan
regional di dunia umumnya, dan di kawasan Asia Tenggara khususnya dapat dikatakan
berkurang. Meskipun masih terdapat potensi konflik perbatasan khususnya di wilayah
Laut Cina Selatan, misalnya sengketa kepulauan Spratly yang melibatkan beberapa
negara di kawasan tersebut, namun diperkirakan semua pihak terkait tidak akan
menyelesaikan masalah tersebut melalui kekerasan bersenjata. Dapat dikatakan bahwa
ancaman dalam bentuk agresi dari luar relatif kecil. Potensi ancaman dari luar
tampaknya akan lebih berbentuk upaya menghancurkan moral dan budaya bangsa
melalui disinformasi, propaganda, peredaran narkoba, film-film porno atau berbagai
kegiatan kebudayaan asing yang mempengaruhi bangsa Indonesia, terutama generasi
muda, dan merusak budaya bangsa. Potensi ancaman lainnya adalah dalam bentuk
”penjarahan” sumber daya alam melalui eksploitasi sumber daya alam yang tidak
terkontrol sehingga merusak lingkungan, seperti illegal loging, illegal fishing, dsb.
2.4 BEBERAPA PERISTIWA DISINTEGRASI DI INDONESIA
Berbagai macam kejadian yang mengancam keutuhan NKRI pernah terjadi di indonesia,
Mulai dari kasus pemberontakan PKI (PKI Madiun dan G30S/PKI), PRRI/PERMESTA,
Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII), Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Republik
Maluku Selatan (RMS), Organisasi Papua Merdeka, Fretilin di Timor-Timur, Kerusuhan
4
Lampung, Situbondo, Tasikmalaya, Pekalongan, Purwakarta dan Tanjung Priok atau gerakan
Riau Merdeka, Sulawesi Merdeka, atau Andalas Merdeka. Juga banyak kasus konflik antar
etnis dan atau agama, seperti Kasus Dayak/Melayu versus Madura di Kalimantan (Pontianak,
Sampit, Sambas, dan tempat-tempat lainnya), konflik agama di Poso, konflik agama di
Ambon, kekerasan terhadap etnis Cina, dan konflik-konflik lainnya yang jumlahnya puluhan
bahkan mungkin ratusan.
Baru-baru ini tindak kekerasan dan intoleransi beragama terjadi di Sleman, Daerah
Istimewa Yogyakarta. Jemaat Santo Fransiscus Agung Gereja Banteng, Ngaglik, Sleman,
yang sedang beribadah diserang oleh sekelompok pria bergamis bersenjata tajam. Kejadian
itu terjadi pada Kamis malam, 29 Mei 2014. Acara kebaktian digelar di rumah Direktur
Galang Press Julius Felicianus, 54 tahun, di Perumahan YKPN Tanjungsari, Desa Sukoharjo,
Kecamatan Ngaglik, Yogyakarta. Julius dikeroyok oleh banyak orang bergamis. Akibatnya,
ia mengalami luka di kepala dan tulang punggungnya retak. "Luka sudah dijahit, tulang
punggung sebelah kiri patah, dirawat di Rumah Sakit Panti Rapih," kata Julius, Jumat, 30
Mei 2014. (Tempo.co, 30 Mei 2014)
Dari berita di atas dapat dilihat bahwa sudah semakin turunnya tingkat toleransi
masyarakat terhadap keberagaman baik itu budaya maupun agama. Berita tersebut
menunjukan semakin terkikisnya rasa tenggang rasa antar sesama umat beragama. Kebebasan
memeluk agama yang terdapat dalam UUD 1945 pasal 29 telah banyak tidak terjalankan
dengan baik. Tidak hanya Bapak Julius saja yang di serang dan diusik ketika melakukan
ibadah, tetapi juga beberapa kejadian lalu seperti jemaat Ahmadiah, jemaat Kristen di Bekasi
yang kebebasan mereka di usik karena kepentingan akan pemikiran seseorang yang merusak
keharmonisan dalam hidup beragama yang plural dalam suatu negara.
Konflik mengenai isu sara yang terjadi, bukanlah hal pertama di Indonesia. Bukti-
buktiadanya konflik sulit di tepis, kasus antara Madura dan Dayak, kasus minoritas
(Tionghoa) dan 2 mayoritas (Jawa Sunda), kasus agama di Poso dan Maluku, maupun yang
belakangan munculkonflik antar Ahmadiyah dan kelompok muslim garis keras (Front
Pembela Islam, Forum Umat dan Ulama Indonesia, Islam Reformis dan sekelompok Islam
ideologis keras lainnya). Fakta bahwa Indonesia termasuk negara multikultural sangat nyata.
Akan tetapi, sampai saat ini pemerintah dan rakyat sangat sulit mengatasi konflik-konflik
horizontal yang sangat mungkin timbul. Tampak jelas pemerintah belum memiliki konsep
serta cara yang jelas dan tegas tentang bagaimana mencegah potensi konflik yang sewaktu-
waktu dapat muncul. Kebijakan Orde Baru di dalam menangani konflik dengan cara yang
represif belum membawa pemecahan yang nyata, malah membawa dan menanamkan potensi
5
konflik yang baru. Sebaga contoh adalah lepasnya Timor-Timur yang menjadi negara baru
yaitu Timor Leste. Kemudian Gerakan Aceh Merdeka (GAM) diakomodir jadi salah satu
partai politik lokal dan turut dalam pemilu lokal di Aceh. Meskipun separatisme di NAD
dapat diselesaikan, tetapi separatisme di Papua Barat menjadi kendala besar negara.
Keterangan tersebut mengingatkan bahwa Indonesia tidak dalam keadaan yang
baikbaik saja. Tidak hanya isu agama, isu kebudayaan dan gerakan-gerakan lainnya yang
ingin memisahkan diri dengan Indonesia menjadi sejarah maupun tantangan Indonesia
kedepannya. Potensi sebagai negara multikultural menjadikan Indonesia harus tetap berjuang
untuk mempersatukan mereka yang tercerai dan tersingkirkan. Multikulturalisme mungkin
menjadi konsep yang sangat sempurna ketika ini diberlakukan di Indonesia. Akar kata
multikulturalisme adalah kebudayaan. Secara etimologis, multikulturalisme dibentuk dari
kata multi (banyak), kultur (budaya), dan isme (aliran atau paham). Secara hakiki, kata
tersebut mengandung pengakuan akan martabat manusia yang hidup dalam komunitasnya
dengan kebudayaan masing-masing yang unik. Dengan demikian setiap individu merasa
dihargai sekaligus bertanggung jawab untuk hidup bersama komunitasnya. Pengertian
kebudayaan diantara para ahli harus di persamakan atau setidaknya tidak dipertentangkan
antara satu konsep dengan konsep yang lainnya. Karena multikulturalisme itu adalah sebuah
ideologi dan sebuah alat atau wahana untuk meningkatkan derajat manusia dan
kemanusiaannya, maka konsep kebudayaan harus dilihat dalam perspektif fungsinya bagi
kehidupan manusia.
Bangsa Indonesia termasuk menganut multikulturalisme yang tercermin dalam simbol
Bhinneka Tunggal Ika yang merupakan suatu pengakuan terhadap heterogenitas etnik,
budaya, ras, agama dan gender. Multikulturalisme menjadi suatu kebutuhan bersama apabila
kita mengakui realitas heterogenitas dalam masyarakat. Dalam konteks inilah peran serta
masyarakat sangat penting untuk mendorong agar kemajemukan di Indonesia dapat tampil
sebagai kekuatan untuk membangun bangsa dan negara.
Multikulturalisme berbeda dari konsep pluralisme, dimana pluralisme menekankan
keanekaragaman suku dan budaya sehingga setiap kebudayaan dipandang sebagai entitas
yang distinktif, sedangkan multikulturalisme lebih menekankan relasi antar kebudayaan,
dengan pengertian bahwa keberadaan suatu kebudayaan harus mempertimbangkan
keberadaan kebudayaan yang lain.Konsep Multikulturalisme yang dijelaskan tersebut juga
sejalan dengan adanya Pancasila di Indonesia.
6
Namun, bagaimana dengan adanya kasus-kasus yang membuat multikulturalisme ini
menjadi angan-angan belaka bagi Indonesia. Khususnya dengan pemberitaan mengenai
penyerangan oleh sekelompok orang kepada mereka yang sedang beribadah. Sedangkan
multikulturalisme sendiri lebih menekankan relasi antar kebudayaan maupun antar umat
beragama. Perkembangan paham multikulturalisme sangat memprihatinkan sekali. Kasus-
kasus konflik yang kerap mewarnai pemberitaan media cukup membuktikan bahwa
sesungguhnya bangsa Indonesia belum punya kesadaran akan hal toleransi terhadap budaya
lain. Hendaknya ditingkatkan lagi untuk membuat Indonesia sadar bahwa keberagaman yang
menjadi salah satu potensi yang kuat jika digunakan dan di manfaatkan dengan baik.
2.5 POTENSI DISINTEGRASI YANG MUNGKIN AKAN TERJADI
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, ada 2 potensi asal terjadinya disintegrasi yaitu
disintegrasi dari dalam negeri dan disintegrasi dari luar negeri. Dalam hal ini saya akan
membahas potensi dari yang berasal dari dalam negeri maupun yang berasal dari luar negeri.
Ada banyak hal yang dapat mengancam keutuhan NKRI sebagai bentuk disintegrasi bangsa
yang diakibatkan oleh kebijakan pemerintah, munculnya gerakan gerakan separatis, ekonomi
dan bahkan dari sektor olahraga.
Mengkaji potensi dari dalam negeri
Potensi olahraga, akankah sepakbola menjadi biang perpecahan di indonesia?
Olahraga sekarang ini telah berkembang sampai begitu banyak macamnya. Dengan
olahraga kita bisa menambah banyak pengalaman dan banyak teman. Tak sedikit juga dengan
media olahraga dapat mempersatukan berbagai jenis suku bangsa dalam satu kesatuan yang
pada masa sekarang ini kesatuan suatu bangsa telah banyak dilupakan oleh masyarakat.
Hanya beberapa macam olahraga yang tidak pernah dilupakan oleh banyak orang. Seperti
halnya olahraga sepak bola yang merupakan salah satu alat pemersatu bangsa. Sebaiknya kita
sebagai penerus dan pengemban amanat bangsa ini kita berharap dapat memajukan segala
aspek olahraga sebagai sarana pemersatu bangsa.
Bicara tentang olahraga tentunya tidak akan lepas dari cabang olahraga yang benama
sepakbola. Olahraga ini memiliki penggemar tersendiri baik pria maupun wanita. Dan bicara
tentang sepakbola tentunya tidak akan lepas dari yang namanya pendukung atau suporter.
Suporter bisa diistilahkan sebagai pemain ke 12, Selain menambah moral untuk pemain-
7
pemain diklub saat bermain dikandang, suporter juga dibutuhkan untuk menambah finansial
klub dari tiket masuk yang dibeli. dengan fanatismenya suporter menjadi salah satu elemen
penting dalam sepakbola.
Namun fanatisme supporter persepakbolaan Indonesia dari hari ke hari semakin
meresahkan. Hal ini bukan hanya disebabkan oleh seringnya terjadi tawuran
antar supporter pasca pertandingan sepakbola berlangsung, tapi yang lebih parahnya lagi hal
itu sudah menjurus kepada fanatisme rasial yang mengkhawatirkan.
Indonesia yang mempunyai wilayah teritorial yang luas juga terdapat banyak klub
sepak bola. Dari ujung timur sampai ujung barat Indonesia terdapat klub sepak bola dengan
kumpulan suporter fanatiknya. Suporter sepak bola memang tidak mengenal usia, baik dari
anak-anak sampai orangtua bisa tergabung dalam suporter sepak bola asal memiliki rasa
kecintaan terhadap klub yang dukungnya. Sudut-sudut negeri inipun juga memiliki fanatisme
terhadap olah raga sepakbola yang luar biasa. Geliat anak-anak negeri ini bersemangat untuk
membela tim kesayangannya. Namun fenomena yang mengkhawatirkan adalah sikap
fanatisme yang salah kaprah. Fanatisme salah kaprah dengan menutup mata dari esensi
sportifitas dan respect terhadap suporter ataupun hasil permainan yang dilakukan. Klub kalah
tidak terima dan klub menang melakukan rasis terhadap klub ataupun suporter klub yang
kalah. Sportif dan Respect jauh panggang dari api, hal tersebut tercermin dari perilaku oknum
suporter di Indonesia.
Dampak fanatisme buta terhadap salah satu team sepak bola yang tidak terkendali
seperti itu, kemungkinan besar akan menjadi ancaman besar bagi kesatuan dan persatuan
negara Indonesia yang pada hakikatnya tersusun dari berbagai suku dan ras.
Setiap wilayah di indonesia memiliki klub sepakbola yang mewakili daerah tersebut dan tentu
saja memiliki suporter atau pendukung yang loyal. Setiap klub diindonesia membawa unsur
kedaerahannya masing-masing. Sebut saja PSMS Medan sangat identik dengan orang batak,
lalu orang palembang dengan SRIWIJAYA FC nya. Di pulau jawa sendiri ada PERSIB
BANDUNG yang sangat identik dengan orang sunda, PERSIJA klub ibu kota yang sangat
erat kaitannya dengan orang betawi dan masih banyak lagi klub yang ada diindonesia dan
menjadi simbol suatu daerah.
Ketika fanatisme buta antar supporter tumbuh di setiap lapisan masyarakat, keamanan
antar daerah menjadi taruhannya. Orang Bandung (yang belum tentu anggota Viking
PERSIB) yang tengah mengunjungi Jakarta seringkali menjadi korban pengeroyokan Jack
Mania, begitu juga sebaliknya. Bahkan sering terjadi hanya sekedar karena baju kaos yang
8
dipakai bercorak warna identitas suatu team (atau berlogo dan bertuliskan salah-satu team)
bisa menjadi korban pengeroyokan suporter team yang memushinya. Indonesia dalam wajah
seperti ini seakan bukan lagi negeri yang ramah dan penun rasa persaudaraan. Bahkan
permusuhan suporter diindonesia bagaikan perang dunia karena memiliki blok-blok
permusuhan.
Bayangkan jika setiap suporter suatu klub mempunyai musuh dan setiap pertandingan
superter tersebut terus mengeluarkan yel-yel yang bernada rasis, mengejek ras ataupun suku
tertentu yang menjadi ciri khas klub tersebut. Buka hanya akan terjadi perkelahian ataupun
tawuran, namun hal ini juga bisa menyebabkan perpecahan akibat adanya saling ejek dengan
membawa ras, suku, ataupun agama dalam sepakbola. Bahkan di benua Eropa yang
merupakan kiblat sepakbola modern dunia saat ini juga memiliki sejarah kelamnya. Tak
jarang sepakbola di benua eropa menjadi simbol perlawanan, perbandingan kasta, dan simbol
keagamaan.
Di spanyol, kita mengenal perseteruan dua klub sepakbola yang dibumbui dengan
adanya agenda politik di dalamnya. Pertemuan antara klub Real Madrid bertemu dengan
semangat nasionalisme Catalan yang diusung Barcelona. Real madrid merupakan simbol
pemerintahan dan kerajaan spanyol dan barcelona merupakan simbol perjuangan dan
semangat suku catalan. Barcelona, sampai sekarang, adalah ibukota dari Provinsi Catalonia�
(Catalunya), yang sebagian besar penduduknya adalah dari suku bangsa Catalan dan Basque.
Bagi rakyat Catalan, ada istilah semacam ‘El Barca Es Mas Que Un Club’ (Barca bukan
hanya sekedar klub), namun lebih dari itu. Barcelona merupakan cerminan dari dendam
‘pemberontakan’ dan perjuangan social-politik kaum tertindas, terpinggirkan, terjajah di
sebuah wilayah kekuasaan yang bernama kerajaan Spanyol. Gambaran perlawanan yang
paling jelas adalah kalimat ‘Catalonia is Not Spain’ yang selalu menghiasi spanduk fans
Barcelona ketika kesebelasan kesayangan mereka bertanding-hadapan melawan Real Madrid,
yang sudah sejak tahun 1930-an, pada zaman Jenderal Franco yang kejam, merupakan klub
favorit pemerintah Spanyol. Hal ini menggambarkan bagaimana berpengaruh dan kentalnya
sentimen kedaerahan dalam sepakbola.
Berbeda dengan barca dan realmadrid, di skotlandia ada persaingan antara Glasgow
Ranger dengan Glasgow Celtic yang terkait dengan isu keagamaan. Celtics dianggap
merefleksikan Katolik yang erat dengan bangsa Romawi (musuh besar bangsa Scotland),
sementara Rangers mewakili kubu Protestan yang merupakan tradisi lama skotlandia.
Kekerasan sangat lazim terjadi pada derby ini, menurut penelitian yang dilakukan oleh aktivis
pemuda Skotlandia, tingkat hunian di rumah sakit meningkat sebanyak sembilan kali lipat
9
pada pekan dimana laga Old Firm mentas! Dalam rentang 1996 sampai dengan tahun 2003
saja tercatat 8 kematian yang berkaitan langsung dengan derby ini. Belum lagi sebanyak
ratusan ribu laporan tindak kekerasan dan penganiayaan yang terjadi tiap laga ini selesai.
Sepakbola sebenarnya bisa menjadi alat pemersatu yang sangat efektif, jangan
menjadikan sepakbola pemecah silaturahmi dikarenakan perbedaan kelompok favorit dalam
olahraga. Jangan hanya karena bada pendapat dan beda paham yang seharusnya olahraga
menjadi media pemersatu bangsa malah menjadi alat pemecahan bangsa. Sekarang
seharusnya semua lapisan masyarakat harus saling memahami dan menghormati sehingga
olahraga sebagai ajang atau media pemersatu bangsa berjalan dengan baik dan lancar tanpa
adanya kekerasan yang dapat memecahkan persatuan bangsa. Efek yang lebih
mengkhawatirkan lagi, perilaku salah kaprah tersebut menular kapada anak-anak bangsa ini.
Anak-anak bangsa ini terlanjur disuguhi teladan yang buruk oleh orang yang lebih dewasa.
Anak-anak tidak seharusnya mengeluarkan kata-kata kotor demi usaha menunjukan
fanatismenya terhadap klub kesayangannya. Perilaku tersebut dikhawatirkan semakin
merebak dan menganggu misi pendidikan karakter. Edukasi tentang fanasitme dalam dunia
sepak bola sepertinya sudah menjadi hal yang urgen untuk diaplikasikan, jika tidak maka ana-
anak kita semakin terpuruk. Orang dewasa baik secara kultural ataupun secara formal
seharusnya sadar akan fenomenatersebut dan bangkit untuk segera mengedukasi anak-anak
kita tentang esensi fanatisme. Fanatisme yang berlandaskan sportifitas dan respect
mengagumkan jika diresapi dalam sikap hidup anak penerus bangsa dan dapat menjaga
keutuhan bangsa ini.
Mengkaji potensi dari luar negeri
Potensi Asean Economy Community 2015 dapat memunculkan adanya disintegrasi
Apa itu Asean Economy Community? Apakah Asean Economy Community bisa
memperburuk multikulturalisme yang ada di indonesia? Asean Economic Community 2015
bertujuan tidak lain untuk meningkatkan stabilitas perekonomian di kawasan ASEAN.
Dengan terbentuknya ASEAN Community diharapkan akan bisa mengatasi masalah-masalah
dalam bidang perekonomian antar negara ASEAN. ASEAN Economic Community yang
dibentuk dengan misi menjadikan perekonomian di ASEAN menjadi lebih baik serta mampu
10
bersaing dengan negara-negara yang perekonomiannya lebih maju dibandingkan dengan
kondisi Negara ASEAN saat ini. Selain itu juga dengan terwujudnya ASEAN Community
yang dimana di dalamnya terdapat AEC, dapat menjadikan posisi ASEAN menjadi lebih
strategis di kancah internasional, kita mengharapkan dengan dengan terwujudnya komunitas
masyarakat ekonomi ASEAN ini dapat membuka mata semua pihak, sehingga terjadi suatu
dialog antar sektor yang dimana nantinya juga saling melengkapi diantara para stakeholder
sektor ekonomi di negara-negara ASEAN ini sangat penting.
AEC akan diarahkan kepada pembentukan sebuah integrasi ekonomi kawasan dengan
mengurangi biaya transaksi perdagangan, memperbaiki fasilitas perdagangan dan bisnis, serta
meningkatkan daya saing sektor UMKM. Pemberlakuan AEC 2015 bertujuan untuk
menciptakan pasar tunggal dan basis produksi yang stabil, makmur, berdaya saing tinggi, dan
secara ekonomi terintegrasi dengan regulasi efektif untuk perdagangan dan investasi, yang di
dalamnya terdapat arus bebas lalu lintas barang, jasa, investasi, dan modal serta
difasilitasinya kebebasan pergerakan pelaku usaha dan tenaga kerja Salah satu dari tiga pilar
AEC adalah mengenai Socio Cultural di ASEAN.
Tujuan dibentuknya Komunitas Sosial dan Budaya ASEAN untuk memajukan dan
mensejahterakan antar negara ASEAN dalam bidang sosial, kebudayaan, pendidikan, ilmu
pengetahuan, kesehatan dan masalah seputar sosial budaya. Selain itu Komunitas Sosial dan
Budaya ASEAN ini juga akan menciptakan masyarakat yang beradab, saling menjaga
toleransi antar negara ASEAN, saling menghormati, menciptakan rasa persodaraan yang
lebih kuat serta menjungjung tinggi rasa kemanusiaan antar negara ASEAN. Jadi dengan
terbentuknya Komunitas Sosial dan Budaya ASEAN diharapkan akan menjawab
permasalahan yang ada. Misalkan kasus klaim kebudayaan suatu bangsa antar negara
ASEAN, hal tersebut akan diselesaikan dengan Komunitas Sosial dan Budaya ASEAN.
Asean Economic Community 2015 yang per 1 Januari 2015 nanti akan berlangsung.
AEC 2015 menjadikan ruang lingkup negara semakin tidak terbatas. Begitu banyak orang-
orang dari negara di ASEAN akan berdatangan ke Indonesia dan Yogyakarta secara
khususnya. Budaya serta agama yang banyak di Indonesia saja masih sering terjadi konflik,
dan bagaimana Indonesia ketika menghadapi AEC 2015 yang sangat mungkin budaya lain
masuk ke daerah Indonesia. Semakin banyak dan berkembang tentunya. Akankah terjadi
konflik? Atau bahkan akan memunculkan disiintegrasi? Hal ini masih menjadi teka-teki akan
bagaimana Indonesia menghadapinya. Kejadian yang serupa tidak akan terjadi ketika banyak
pihak yang turut ikut campur dalam mendidik Indonesia menjaga martabat baik dengan sikap
11
toleransi, menghargai dan tenggang rasa terhadap budaya maupun agama orang lain yang
nantinya akan lebih banyak bermunculan budaya dan agama di luar Indonesia.
AEC 2015 yang akan segera berlaku ini menjadi dua sisi mata uang yang akan
memberikan keuntungan ataupun kerugian bagi Indonesia. Tanpa melihat bagaimana
pertumbuhan ekonomi, sudut pandang yang akan lebih di bahas mengenai sosial dan budaya
yang akan terjadi di Indonesia. Pertengkaran antar sesama rakyat Indonesia yang beda agama,
suku dan ras masih sering terjadi, bagaimana dengan suku, agama dan ras dari berbagai
negara ASEAN yang nantinya akan keluar masuk di Indonesia. Mungkin akan terjadi
penggusuran, perkelahian, penghinaan, dan penghujatan terhadap satu budaya, suku, ras dari
salah satu negara di ASEAN yang datang ke Indonesia.
Ketakutan akan semakin menurunnya rasa toleransi dan menghormati terhadap
budaya, agama, suku dan ras dapat membuat Indonesia lepas kontrol dan mungkin akan
membuat negara-negara lain takut untuk berkunjung ke Indonesia karena banyaknya konflik
yang menyangkut budaya, agama, suku dan ras. Hal ini patut untuk menjadi refleksi bersama
bagaimana untuk melakukan tindakan preventif sebelum AEC 2015 berlangsung. Pemikiran
kritis terhadap tindakan preventif ini harus direalisasikan dengan baik agar nantinya dapat
melakukan pencegahan sehingga apa yang dikhawatirkan tidak dapat terjadi. Sebagai
kawasan yang pluralistik, multi-etnik, dan multi-agama, Asia Tenggara merupakan kawah
candra di muka dalam pengelolaan keberagamaan agama dan multikulturalisme. Di satu sisi,
agama bisa menjadi modal social bagi upaya mewujudkan transformasi sosial yang positif di
kawasan ini. Tapi di sisi lain, semakin kuatnya pengaruh agama di ranah publik
memunculkan persoalan sosial seperti intoleransi, diskriminasi, kekerasan, dan bahkan
konflik sosial-keagamaan.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dalam menghadapi disintegrasi dari dalam negeri khususnya dalam kasus olahraga
sebagai biang perpecahan di indonesia seyogyanya kita sebagai warga negara harus
mampu membedakan yang mana persaingan dilapangan olahraga. Sepak bola
memang mampu untuk memecah rasa persatuan dan kesatuan bangsa ini jika kita
memiliki fanatisme buta ataupun berlebihan, namun sepakbola mampu menumbuhkan
semangat nasionalis yang hampir pudar bahkan terasa sudah mati di negara ini.
Semangat yang menumbuhkan perasaan ber-Bhineka Tunggal Ika. Semangat yang
mampu membuat para pejuang bangsa mengusir penjajah yang hampir seper-empat
abad lamanya menjajah dan memperkosa ibu pertiwi, kini semangat itu mulai tumbuh
dan perlahan menjalar ke berbagai lapisan masyarakat bangsa kita, tak peduli dari
suku manapun kita, tak peduli kau muda, tua atau masih minum susu dan tak peduli
bagaimanapun cara hidup kita, dipungkiri atau tidak, semangat sepak bola mampu
menyatukan mereka semua.
Dalam menghadapi disinterasi dari luar negeri diperlukan paradigma baru yang lebih
toleran, yaitu paradigma pendidikan multikultural. Pendidikan berparadigma
multikulturalisme tersebut penting, sebab akan mengarahkan anak didik untuk
bersikap dan berpandangan toleran dan inklusif terhadap realitas masyarakat yang
beragam, baik dalam hal budaya, suku, ras, etnis maupun agama. Paradigma ini
dimaksudkan bahwa kita hendaknya apresiatif terhadap budaya orang lain, perbedaan
dan keragaman merupakan kekayaan dan khazanah bangsa kita. Dengan adanya
pandangan tersebut, diharapkan sikap ekslusivisme yang selama ini bersemayam
dalam fikiran kita dan sikap membenarkan pandangan sendiri, dengan menyalahkan
pandangan dan pilihan orang lain dapat dihilangkan atau diminimalisir. Pendidikan
multikultural disini, dimaksudkan bahwa manusia dipandang sebagai makhluk makro
dan sekaligus tidak akan terlepas dari akar budaya bangsa dan kelompok etnisnya.
13
Ciri-ciri pendidikan multikulturalisme, diantaranya:
1. Tujuannya membentuk manusia budaya dan menciptakan masyarakat berbudaya
(peradaban)
2. Materinya mengajarkan nilai-nilai luhur kemanusiaan, nilai-nilai bangsa dan
nilainilai kelompok etnis (kultural).
3. Metodenya demokratis, yang menghargai aspek-aspek perbedaan dan keberagaman
budaya bangsa dan kelompok etnis (multukulturalis).
4. Evaluasinya ditentukan pada penilaiaan terhadap tingkah laku anak didik yang
meliputi persepsi, apreseasi dan tindakan terhadap budaya lain.
Dari ciri-ciri tersebut dapat menjadi patokan bagi mereka yang ingin mengembangkan
dan mendidik masyarakat mengenai multikulturalisme. Dari semua tindakan prefentif yang
dilakukan diharapkan dapat membuat Indonesia menjadi kuat dan dapat melewati AEC 2015
tanpa ragu dan tetap menjunjung tinggi keberagaman yang bertoleransi. Jadi, pelajarilah
kemampuan diri dalam membangun relasi dengan orang lain. Tumbuhkan sikap toleransi,
saling menghormati terhadap budaya, ras, suku maupun agama yang berbeda. Perjuangkanlah
terus karena multikulturalisme hadir menjadi sebuah kebiasaan baik jika di mulai dari
sekarang.
14