Makalah pancasila

23
BAB I PENDAHULUAN Negara indonesia terdiri dari berbagai macam suku, ras, bangsa, dan agama yang tersebar di berbagai wilayah indonesia dan menjadikan bangsa indonesia sebagai negara multikultural. Bangsa Indonesia yang kaya dengan keragaman yang dimiliki masyarakatnya menempatkan dirinya sebagai masyarakat yang plural. Masyarakat yang plural juga berpotensi dan sangat rentan kekerasan etnik, baik yang dikonstruksi secara kultural maupun politik. Bila etnisitas,agama, atau elemen premordial lain muncul di pentas politik sebagai prinsippaling dominan dalam pengaturan negara dan bangsa, apalagi berkeinginan merubah sistem yang selama ini berlaku, bukan tidak mungkin ancaman disintegrasi bangsa dalam arti yang sebenarnya akan terjadi di Indonesia Makalan ini berjudul ‘akankah sepakbola dan aec mengancam keutuhan NKRI?’ yang akan menjelaskan secara mendalam tentang apa itu ancaman distegrasi bangsa, ancaman distegrasi bangsa yang pernah terjadi di Indonesia, dan segala hal yang berkaitan dengan hal tersebut. Penulis masih jauh dari kata sempurna untuk makalah ini karena masih banyak kekurangan dalam makalah ini yang ditulis berdasarkan buku-buku dan website tentang hal yang terkait. 1.2 Rumusan Masalah a. Apa potensi disintegrasi di indonesia? 1

description

pancasila

Transcript of Makalah pancasila

BAB I

PENDAHULUAN

Negara indonesia terdiri dari berbagai macam suku, ras, bangsa, dan agama yang tersebar di

berbagai wilayah indonesia dan menjadikan bangsa indonesia sebagai negara multikultural.

Bangsa Indonesia yang kaya dengan keragaman yang dimiliki masyarakatnya menempatkan dirinya sebagai

masyarakat yang plural. Masyarakat yang plural juga berpotensi dan sangat rentan kekerasan etnik, baik yang

dikonstruksi secara kultural maupun politik. Bila etnisitas,agama, atau elemen premordial lain muncul

di pentas politik sebagai prinsippaling dominan dalam pengaturan negara dan bangsa, apalagi

berkeinginan merubah sistem yang selama ini berlaku, bukan tidak mungkin ancaman disintegrasi bangsa

dalam arti yang sebenarnya akan terjadi di Indonesia

Makalan ini berjudul ‘akankah sepakbola dan aec mengancam keutuhan NKRI?’ yang

akan menjelaskan secara mendalam tentang apa itu ancaman distegrasi bangsa, ancaman

distegrasi bangsa yang pernah terjadi di Indonesia, dan segala hal yang berkaitan dengan hal

tersebut.

Penulis masih jauh dari kata sempurna untuk makalah ini karena masih banyak

kekurangan dalam makalah ini yang ditulis berdasarkan buku-buku dan website tentang hal

yang terkait.

1.2           Rumusan Masalah

a. Apa potensi disintegrasi di indonesia?

b. Apa saja peristiwa disintegrasi di indonesia?

c. Apa saja gejala disintegrasi yang dapat mengancam keutuhan NKRI?

d. Akankah sepakbola menjadi biang perpecahan di indonesia?

e. Potensi Asean Economy Community 2015 dapatkah memunculkan adanya

disintegrasi?

1

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 APA ITU DISINTEGRASI?

Berbicara tentang disintegrasi pasti akan terlintas dalam pikiran kita berbagai kasus

yang mengancam stabilitas, persatuan, dan keutuhan suatu bangsa. Lalu apa itu disintegrasi?

Disintegrasi berarti kebalikan dari kata integrasi, yaitu suatu keadaan yang terpecah belah

dari kesatuan yang utuh menjadi terpisah-pisah (perpecahan) . Ancaman Disintegrasi Bangsa

berarti ancaman akan cerai berainya suatu bangsa. Di Indonesia sendiri, pada awal-awal

kemerdekaanya, masih banyak ancaman-ancaman disintegrasi bangsa.

Bila dicermati adanya gerakan pemisahan diri sebenarnya sering berangkat dari

idealisme untuk berdiri sendiri akibat dari ketidak puasan yang mendasar dari perlakuan

pemerintah terhadap wilayah atau kelompok minoritas seperti masalah otonomi daerah,

keadilan sosial, keseimbangan pembangunan, pemerataan dan hal-hal yang sejenis.

Kekhawatiran tentang perpecahan (disintegrasi) bangsa di tanah air ini yang dapat

digambarkan sebagai penuh konflik dan pertikaian, gelombang reformasi yang tengah

berjalan menimbulkan berbagai kecenderungan dan realitas baru.  Segala hal yang terkait

dengan Orde Baru termasuk format politik dan paradigmanya dihujat dan dibongkar.

Bermunculan pula aliansi ideologi dan politik yang ditandai dengan menjamurnya partai-

partai politik baru. Seiring dengan itu lahir sejumlah tuntutan daerah-daerah diluar Jawa agar

mendapatkan otonomi yang lebih luas atau merdeka yang dengan sendirinya makin

menambah problem, manakala diwarnai terjadinya konflik dan benturan antar etnik dengan

segala permasalahannya.

2.2 GEJALA DISINTEGRASI

Disintegrasi dalam masyarakat Indonesia ditandai oleh beberapa gejala, yang antara lain:

2

1. Tidak adanya persamaan pandangan (persepsi) antara anggota masyarakat mengenai

tujuan yang semula dijadikan patokan oleh masing-masing anggota masyarakat.

2. Perilaku para warga masyarakat cenderung melawan/melanggar nilai-nilai dan norma-

norma yang telah disepakati bersama.

3. Kerap kali terjadi pertentangan antara norma-norma yang ada di dalam masyarakat

4. Nilai-nilai dan norma-norma yang ada di masyarakat tidak lagi difungsikan dengan

baik dan maksimal sebagaimana mestinya.

5. Tidak adanya konsistensi dan komitmen bersama terhadap pelaksanaan sanksi bagi

mereka yang melanggar norma-norma yang ada di masyarakat.

6. Kerap kali terjadinya proses-proses sosial di masyarakat yang bersifat disosiatif ,

seperti persaingan tidak sehat, saling fitnah, saling hasut, pertentangan antarindividu

maupun kelompok, perang urat syaraf, dan seterusnya.

2.3 POTENSI DISINTEGRASI DI INDONESIA

A.   Ancaman dari dalam negeri.

Potensi yang dihadapi dari dalam negeri, antara lain :

a.        Disintegrasi bangsa, melalui gerakan-gerakan separatis berdasarkan sentimen

kesukuan atau pemberontakan akibat ketidakpuasan daerah terhadap kebijakan

pemerintah pusat.

b.        Keresahan sosial akibat ketimpangan kebijakan ekonomi dan pelanggaran Hak

Azasi Manusia yang pada gilirannya dapat menyebabkan huru hara/kerusuhan massa.

c.        Upaya penggantian ideologi pancasila dengan ideologi lain yang ekstrim atau tidak

sesuai dengan jiwa dan semangat perjuangan bangsa Indonesia.

d.        Potensi konflik antar kelompok/golongan baik perbedaan pendapat dalam masalah

politik, maupun akibat masalah SARA.

e.        Makar atau penggulingan pemerintah yang sah dan konstitusional.

Di masa transisi ke arah demokrasi sesuai tuntutan reformasi, potensi konflik

antar kelompok/golongan dalam masyarakat sangatlah besar. Perbedaan pendapat justru

adalah esensi dari demokrasi akan menjadi potensi konflik yang serius apabila salah

3

satu pihak berkeras dalam mempertahankan pendapat atau pendiriannya, sementara

pihak yang lain berkeras memaksakan kehendaknya. Contoh kasus FPI dengan Aliansi

Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKB). Namun cara yang

sesungguhnya merupakan ciri khas budaya bangsa Indonesia itu tampaknya sudah

dianggap kuno. Masalahnya, cara pengambilan keputusan melalui pengambilan suara

terbanyakpun (yang dianggap sebagai cara yang paling demokratis dalam

menyelesaikan perbedaan pendapat) seringkali menimbulkan rasa tidak puas bagi pihak

yang ”kalah”, sehingga mereka memilih cara pengerahan massa atau melakukan tindak

kekerasan untuk memaksakan kehendaknya.

B.   Ancaman dari luar negeri.

Dengan berakhirnya Perang Dingin pada awal tahun 1990an, maka ketegangan

regional di dunia umumnya, dan di kawasan Asia Tenggara khususnya dapat dikatakan

berkurang. Meskipun masih terdapat potensi konflik perbatasan khususnya di wilayah

Laut Cina Selatan, misalnya sengketa kepulauan Spratly yang melibatkan beberapa

negara di kawasan tersebut, namun diperkirakan semua pihak terkait tidak akan

menyelesaikan masalah tersebut melalui kekerasan bersenjata. Dapat dikatakan bahwa

ancaman dalam bentuk agresi dari luar relatif kecil. Potensi ancaman dari luar

tampaknya akan lebih berbentuk upaya menghancurkan moral dan budaya bangsa

melalui disinformasi, propaganda, peredaran narkoba, film-film porno atau berbagai

kegiatan kebudayaan asing yang mempengaruhi bangsa Indonesia, terutama generasi

muda, dan merusak budaya bangsa. Potensi ancaman lainnya adalah dalam bentuk

”penjarahan” sumber daya alam melalui eksploitasi sumber daya alam yang tidak

terkontrol sehingga merusak lingkungan, seperti illegal loging, illegal fishing, dsb.

2.4 BEBERAPA PERISTIWA DISINTEGRASI DI INDONESIA

Berbagai macam kejadian yang mengancam keutuhan NKRI pernah terjadi di indonesia,

Mulai dari kasus pemberontakan PKI (PKI Madiun dan G30S/PKI), PRRI/PERMESTA,

Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII), Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Republik

Maluku Selatan (RMS), Organisasi Papua Merdeka, Fretilin di Timor-Timur, Kerusuhan

4

Lampung, Situbondo, Tasikmalaya, Pekalongan, Purwakarta dan Tanjung Priok atau gerakan

Riau Merdeka, Sulawesi Merdeka, atau Andalas Merdeka. Juga banyak kasus konflik antar

etnis dan atau agama, seperti Kasus Dayak/Melayu versus Madura di Kalimantan (Pontianak,

Sampit, Sambas, dan tempat-tempat lainnya), konflik agama di Poso, konflik agama di

Ambon, kekerasan terhadap etnis Cina, dan konflik-konflik lainnya yang jumlahnya puluhan

bahkan mungkin ratusan.

Baru-baru ini tindak kekerasan dan intoleransi beragama terjadi di Sleman, Daerah

Istimewa Yogyakarta. Jemaat Santo Fransiscus Agung Gereja Banteng, Ngaglik, Sleman,

yang sedang beribadah diserang oleh sekelompok pria bergamis bersenjata tajam. Kejadian

itu terjadi pada Kamis malam, 29 Mei 2014. Acara kebaktian digelar di rumah Direktur

Galang Press Julius Felicianus, 54 tahun, di Perumahan YKPN Tanjungsari, Desa Sukoharjo,

Kecamatan Ngaglik, Yogyakarta. Julius dikeroyok oleh banyak orang bergamis. Akibatnya,

ia mengalami luka di kepala dan tulang punggungnya retak. "Luka sudah dijahit, tulang

punggung sebelah kiri patah, dirawat di Rumah Sakit Panti Rapih," kata Julius, Jumat, 30

Mei 2014. (Tempo.co, 30 Mei 2014)

Dari berita di atas dapat dilihat bahwa sudah semakin turunnya tingkat toleransi

masyarakat terhadap keberagaman baik itu budaya maupun agama. Berita tersebut

menunjukan semakin terkikisnya rasa tenggang rasa antar sesama umat beragama. Kebebasan

memeluk agama yang terdapat dalam UUD 1945 pasal 29 telah banyak tidak terjalankan

dengan baik. Tidak hanya Bapak Julius saja yang di serang dan diusik ketika melakukan

ibadah, tetapi juga beberapa kejadian lalu seperti jemaat Ahmadiah, jemaat Kristen di Bekasi

yang kebebasan mereka di usik karena kepentingan akan pemikiran seseorang yang merusak

keharmonisan dalam hidup beragama yang plural dalam suatu negara.

Konflik mengenai isu sara yang terjadi, bukanlah hal pertama di Indonesia. Bukti-

buktiadanya konflik sulit di tepis, kasus antara Madura dan Dayak, kasus minoritas

(Tionghoa) dan 2 mayoritas (Jawa Sunda), kasus agama di Poso dan Maluku, maupun yang

belakangan munculkonflik antar Ahmadiyah dan kelompok muslim garis keras (Front

Pembela Islam, Forum Umat dan Ulama Indonesia, Islam Reformis dan sekelompok Islam

ideologis keras lainnya). Fakta bahwa Indonesia termasuk negara multikultural sangat nyata.

Akan tetapi, sampai saat ini pemerintah dan rakyat sangat sulit mengatasi konflik-konflik

horizontal yang sangat mungkin timbul. Tampak jelas pemerintah belum memiliki konsep

serta cara yang jelas dan tegas tentang bagaimana mencegah potensi konflik yang sewaktu-

waktu dapat muncul. Kebijakan Orde Baru di dalam menangani konflik dengan cara yang

represif belum membawa pemecahan yang nyata, malah membawa dan menanamkan potensi

5

konflik yang baru. Sebaga contoh adalah lepasnya Timor-Timur yang menjadi negara baru

yaitu Timor Leste. Kemudian Gerakan Aceh Merdeka (GAM) diakomodir jadi salah satu

partai politik lokal dan turut dalam pemilu lokal di Aceh. Meskipun separatisme di NAD

dapat diselesaikan, tetapi separatisme di Papua Barat menjadi kendala besar negara.

Keterangan tersebut mengingatkan bahwa Indonesia tidak dalam keadaan yang

baikbaik saja. Tidak hanya isu agama, isu kebudayaan dan gerakan-gerakan lainnya yang

ingin memisahkan diri dengan Indonesia menjadi sejarah maupun tantangan Indonesia

kedepannya. Potensi sebagai negara multikultural menjadikan Indonesia harus tetap berjuang

untuk mempersatukan mereka yang tercerai dan tersingkirkan. Multikulturalisme mungkin

menjadi konsep yang sangat sempurna ketika ini diberlakukan di Indonesia. Akar kata

multikulturalisme adalah kebudayaan. Secara etimologis, multikulturalisme dibentuk dari

kata multi (banyak), kultur (budaya), dan isme (aliran atau paham). Secara hakiki, kata

tersebut mengandung pengakuan akan martabat manusia yang hidup dalam komunitasnya

dengan kebudayaan masing-masing yang unik. Dengan demikian setiap individu merasa

dihargai sekaligus bertanggung jawab untuk hidup bersama komunitasnya. Pengertian

kebudayaan diantara para ahli harus di persamakan atau setidaknya tidak dipertentangkan

antara satu konsep dengan konsep yang lainnya. Karena multikulturalisme itu adalah sebuah

ideologi dan sebuah alat atau wahana untuk meningkatkan derajat manusia dan

kemanusiaannya, maka konsep kebudayaan harus dilihat dalam perspektif fungsinya bagi

kehidupan manusia.

Bangsa Indonesia termasuk menganut multikulturalisme yang tercermin dalam simbol

Bhinneka Tunggal Ika yang merupakan suatu pengakuan terhadap heterogenitas etnik,

budaya, ras, agama dan gender. Multikulturalisme menjadi suatu kebutuhan bersama apabila

kita mengakui realitas heterogenitas dalam masyarakat. Dalam konteks inilah peran serta

masyarakat sangat penting untuk mendorong agar kemajemukan di Indonesia dapat tampil

sebagai kekuatan untuk membangun bangsa dan negara.

Multikulturalisme berbeda dari konsep pluralisme, dimana pluralisme menekankan

keanekaragaman suku dan budaya sehingga setiap kebudayaan dipandang sebagai entitas

yang distinktif, sedangkan multikulturalisme lebih menekankan relasi antar kebudayaan,

dengan pengertian bahwa keberadaan suatu kebudayaan harus mempertimbangkan

keberadaan kebudayaan yang lain.Konsep Multikulturalisme yang dijelaskan tersebut juga

sejalan dengan adanya Pancasila di Indonesia.

6

Namun, bagaimana dengan adanya kasus-kasus yang membuat multikulturalisme ini

menjadi angan-angan belaka bagi Indonesia. Khususnya dengan pemberitaan mengenai

penyerangan oleh sekelompok orang kepada mereka yang sedang beribadah. Sedangkan

multikulturalisme sendiri lebih menekankan relasi antar kebudayaan maupun antar umat

beragama. Perkembangan paham multikulturalisme sangat memprihatinkan sekali. Kasus-

kasus konflik yang kerap mewarnai pemberitaan media cukup membuktikan bahwa

sesungguhnya bangsa Indonesia belum punya kesadaran akan hal toleransi terhadap budaya

lain. Hendaknya ditingkatkan lagi untuk membuat Indonesia sadar bahwa keberagaman yang

menjadi salah satu potensi yang kuat jika digunakan dan di manfaatkan dengan baik.

2.5 POTENSI DISINTEGRASI YANG MUNGKIN AKAN TERJADI

Seperti yang telah dibahas sebelumnya, ada 2 potensi asal terjadinya disintegrasi yaitu

disintegrasi dari dalam negeri dan disintegrasi dari luar negeri. Dalam hal ini saya akan

membahas potensi dari yang berasal dari dalam negeri maupun yang berasal dari luar negeri.

Ada banyak hal yang dapat mengancam keutuhan NKRI sebagai bentuk disintegrasi bangsa

yang diakibatkan oleh kebijakan pemerintah, munculnya gerakan gerakan separatis, ekonomi

dan bahkan dari sektor olahraga.

Mengkaji potensi dari dalam negeri

Potensi olahraga, akankah sepakbola menjadi biang perpecahan di indonesia?

Olahraga sekarang ini telah berkembang sampai begitu banyak macamnya. Dengan

olahraga kita bisa menambah banyak pengalaman dan banyak teman. Tak sedikit juga dengan

media olahraga dapat mempersatukan berbagai jenis suku bangsa dalam satu kesatuan yang

pada masa sekarang ini kesatuan suatu bangsa telah banyak dilupakan oleh masyarakat.

Hanya beberapa macam olahraga yang tidak pernah dilupakan oleh banyak orang. Seperti

halnya olahraga sepak bola yang merupakan salah satu alat pemersatu bangsa. Sebaiknya kita

sebagai penerus dan pengemban amanat bangsa ini kita berharap dapat memajukan segala

aspek olahraga sebagai sarana pemersatu bangsa.

Bicara tentang olahraga tentunya tidak akan lepas dari cabang olahraga yang benama

sepakbola. Olahraga ini memiliki penggemar tersendiri baik pria maupun wanita. Dan bicara

tentang sepakbola tentunya tidak akan lepas dari yang namanya pendukung atau suporter.

Suporter bisa diistilahkan sebagai pemain ke 12, Selain menambah moral untuk pemain-

7

pemain diklub saat bermain dikandang, suporter juga dibutuhkan untuk menambah finansial

klub dari tiket masuk yang dibeli. dengan fanatismenya suporter menjadi salah satu elemen

penting dalam sepakbola.

Namun fanatisme supporter persepakbolaan Indonesia dari hari ke hari semakin

meresahkan. Hal ini bukan hanya disebabkan oleh seringnya terjadi tawuran

antar supporter pasca pertandingan sepakbola berlangsung, tapi yang lebih parahnya lagi hal

itu sudah menjurus kepada fanatisme rasial yang mengkhawatirkan. 

Indonesia yang mempunyai wilayah teritorial yang luas juga terdapat banyak klub

sepak bola. Dari ujung timur sampai ujung barat Indonesia terdapat klub sepak bola dengan

kumpulan suporter fanatiknya. Suporter sepak bola memang tidak mengenal usia, baik dari

anak-anak sampai orangtua bisa tergabung dalam suporter sepak bola asal memiliki rasa

kecintaan terhadap klub yang dukungnya. Sudut-sudut negeri inipun juga memiliki fanatisme

terhadap olah raga sepakbola yang luar biasa. Geliat anak-anak negeri ini bersemangat untuk

membela tim kesayangannya. Namun fenomena yang mengkhawatirkan adalah sikap

fanatisme yang salah kaprah. Fanatisme salah kaprah dengan menutup mata dari esensi

sportifitas dan respect terhadap suporter ataupun hasil permainan yang dilakukan. Klub kalah

tidak terima dan klub menang melakukan rasis terhadap klub ataupun suporter klub yang

kalah. Sportif dan Respect jauh panggang dari api, hal tersebut tercermin dari perilaku oknum

suporter di Indonesia.

Dampak fanatisme buta terhadap salah satu team sepak bola yang tidak terkendali

seperti itu, kemungkinan besar akan menjadi ancaman besar bagi kesatuan dan persatuan

negara Indonesia yang pada hakikatnya tersusun dari berbagai suku dan ras.

Setiap wilayah di indonesia memiliki klub sepakbola yang mewakili daerah tersebut dan tentu

saja memiliki suporter atau pendukung yang loyal. Setiap klub diindonesia membawa unsur

kedaerahannya masing-masing. Sebut saja PSMS Medan sangat identik dengan orang batak,

lalu orang palembang dengan SRIWIJAYA FC nya. Di pulau jawa sendiri ada PERSIB

BANDUNG yang sangat identik dengan orang sunda, PERSIJA klub ibu kota yang sangat

erat kaitannya dengan orang betawi dan masih banyak lagi klub yang ada diindonesia dan

menjadi simbol suatu daerah.

Ketika fanatisme buta antar supporter tumbuh di setiap lapisan masyarakat, keamanan

antar daerah menjadi taruhannya. Orang Bandung (yang belum tentu anggota Viking

PERSIB) yang tengah mengunjungi Jakarta seringkali menjadi korban pengeroyokan Jack

Mania, begitu juga sebaliknya. Bahkan sering terjadi hanya sekedar karena baju kaos yang

8

dipakai bercorak warna identitas suatu team (atau berlogo dan bertuliskan salah-satu team)

bisa menjadi korban pengeroyokan suporter team yang memushinya. Indonesia dalam wajah

seperti ini seakan bukan lagi negeri yang ramah dan penun rasa persaudaraan. Bahkan

permusuhan suporter diindonesia bagaikan perang dunia karena memiliki blok-blok

permusuhan.

Bayangkan jika setiap suporter suatu klub mempunyai musuh dan setiap pertandingan

superter tersebut terus mengeluarkan yel-yel yang bernada rasis, mengejek ras ataupun suku

tertentu yang menjadi ciri khas klub tersebut. Buka hanya akan terjadi perkelahian ataupun

tawuran, namun hal ini juga bisa menyebabkan perpecahan akibat adanya saling ejek dengan

membawa ras, suku, ataupun agama dalam sepakbola. Bahkan di benua Eropa yang

merupakan kiblat sepakbola modern dunia saat ini juga memiliki sejarah kelamnya. Tak

jarang sepakbola di benua eropa menjadi simbol perlawanan, perbandingan kasta, dan simbol

keagamaan.

Di spanyol, kita mengenal perseteruan dua klub sepakbola yang dibumbui dengan

adanya agenda politik di dalamnya. Pertemuan antara klub Real Madrid bertemu dengan

semangat nasionalisme Catalan yang diusung Barcelona. Real madrid merupakan simbol

pemerintahan dan kerajaan spanyol dan barcelona merupakan simbol perjuangan dan

semangat suku catalan. Barcelona, sampai sekarang, adalah ibukota dari Provinsi Catalonia�

(Catalunya), yang sebagian besar penduduknya adalah dari suku bangsa Catalan dan Basque.

Bagi rakyat Catalan, ada istilah semacam ‘El Barca Es Mas Que Un Club’ (Barca bukan

hanya sekedar klub), namun lebih dari itu. Barcelona merupakan cerminan dari dendam

‘pemberontakan’ dan perjuangan social-politik kaum tertindas, terpinggirkan, terjajah di

sebuah wilayah kekuasaan yang bernama kerajaan Spanyol. Gambaran perlawanan yang

paling jelas adalah kalimat ‘Catalonia is Not Spain’ yang selalu menghiasi spanduk fans

Barcelona ketika kesebelasan kesayangan mereka bertanding-hadapan melawan Real Madrid,

yang sudah sejak tahun 1930-an, pada zaman Jenderal Franco yang kejam, merupakan klub

favorit pemerintah Spanyol. Hal ini menggambarkan bagaimana berpengaruh dan kentalnya

sentimen kedaerahan dalam sepakbola.

Berbeda dengan barca dan realmadrid, di skotlandia ada persaingan antara Glasgow

Ranger dengan Glasgow Celtic yang terkait dengan isu keagamaan. Celtics dianggap

merefleksikan Katolik yang erat dengan bangsa Romawi (musuh besar bangsa Scotland),

sementara Rangers mewakili kubu Protestan yang merupakan tradisi lama skotlandia.

Kekerasan sangat lazim terjadi pada derby ini, menurut penelitian yang dilakukan oleh aktivis

pemuda Skotlandia, tingkat hunian di rumah sakit meningkat sebanyak sembilan kali lipat

9

pada pekan dimana laga Old Firm mentas! Dalam rentang 1996 sampai dengan tahun 2003

saja tercatat 8 kematian yang berkaitan langsung dengan derby ini. Belum lagi sebanyak

ratusan ribu laporan tindak kekerasan dan penganiayaan yang terjadi tiap laga ini selesai.

Sepakbola sebenarnya bisa menjadi alat pemersatu yang sangat efektif, jangan

menjadikan sepakbola pemecah silaturahmi dikarenakan perbedaan kelompok favorit dalam

olahraga. Jangan hanya karena bada pendapat dan beda paham yang seharusnya olahraga

menjadi media pemersatu bangsa malah menjadi alat pemecahan bangsa. Sekarang

seharusnya semua lapisan masyarakat harus saling memahami dan menghormati sehingga

olahraga sebagai ajang atau media pemersatu bangsa berjalan dengan baik dan lancar tanpa

adanya kekerasan yang dapat memecahkan persatuan bangsa. Efek yang lebih

mengkhawatirkan lagi, perilaku salah kaprah tersebut menular kapada anak-anak bangsa ini.

Anak-anak bangsa ini terlanjur disuguhi teladan yang buruk oleh orang yang lebih dewasa.

Anak-anak tidak seharusnya mengeluarkan kata-kata kotor demi usaha menunjukan

fanatismenya terhadap klub kesayangannya. Perilaku tersebut dikhawatirkan semakin

merebak dan menganggu misi pendidikan karakter. Edukasi tentang fanasitme dalam dunia

sepak bola sepertinya sudah menjadi hal yang urgen untuk diaplikasikan, jika tidak maka ana-

anak kita semakin terpuruk. Orang dewasa baik secara kultural ataupun secara formal

seharusnya sadar akan fenomenatersebut dan bangkit untuk segera mengedukasi anak-anak

kita tentang esensi fanatisme. Fanatisme  yang berlandaskan sportifitas dan respect

mengagumkan jika diresapi dalam sikap hidup anak penerus bangsa dan dapat menjaga

keutuhan bangsa ini.

Mengkaji potensi dari luar negeri

Potensi Asean Economy Community 2015 dapat memunculkan adanya disintegrasi

Apa itu Asean Economy Community? Apakah Asean Economy Community bisa

memperburuk multikulturalisme yang ada di indonesia? Asean Economic Community 2015

bertujuan tidak lain untuk meningkatkan stabilitas perekonomian di kawasan ASEAN.

Dengan terbentuknya ASEAN Community diharapkan akan bisa mengatasi masalah-masalah

dalam bidang perekonomian antar negara ASEAN. ASEAN Economic Community yang

dibentuk dengan misi menjadikan perekonomian di ASEAN menjadi lebih baik serta mampu

10

bersaing dengan negara-negara yang perekonomiannya lebih maju dibandingkan dengan

kondisi Negara ASEAN saat ini. Selain itu juga dengan terwujudnya ASEAN Community

yang dimana di dalamnya terdapat AEC, dapat menjadikan posisi ASEAN menjadi lebih

strategis di kancah internasional, kita mengharapkan dengan dengan terwujudnya komunitas

masyarakat ekonomi ASEAN ini dapat membuka mata semua pihak, sehingga terjadi suatu

dialog antar sektor yang dimana nantinya juga saling melengkapi diantara para stakeholder

sektor ekonomi di negara-negara ASEAN ini sangat penting.

AEC akan diarahkan kepada pembentukan sebuah integrasi ekonomi kawasan dengan

mengurangi biaya transaksi perdagangan, memperbaiki fasilitas perdagangan dan bisnis, serta

meningkatkan daya saing sektor UMKM. Pemberlakuan AEC 2015 bertujuan untuk

menciptakan pasar tunggal dan basis produksi yang stabil, makmur, berdaya saing tinggi, dan

secara ekonomi terintegrasi dengan regulasi efektif untuk perdagangan dan investasi, yang di

dalamnya terdapat arus bebas lalu lintas barang, jasa, investasi, dan modal serta

difasilitasinya kebebasan pergerakan pelaku usaha dan tenaga kerja Salah satu dari tiga pilar

AEC adalah mengenai Socio Cultural di ASEAN.

Tujuan dibentuknya Komunitas Sosial dan Budaya ASEAN untuk memajukan dan

mensejahterakan antar negara ASEAN dalam bidang sosial, kebudayaan, pendidikan, ilmu

pengetahuan, kesehatan dan masalah seputar sosial budaya. Selain itu Komunitas Sosial dan

Budaya ASEAN ini juga akan menciptakan masyarakat yang beradab, saling menjaga

toleransi antar negara ASEAN, saling menghormati, menciptakan rasa persodaraan yang

lebih kuat serta menjungjung tinggi rasa kemanusiaan antar negara ASEAN. Jadi dengan

terbentuknya Komunitas Sosial dan Budaya ASEAN diharapkan akan menjawab

permasalahan yang ada. Misalkan kasus klaim kebudayaan suatu bangsa antar negara

ASEAN, hal tersebut akan diselesaikan dengan Komunitas Sosial dan Budaya ASEAN.

Asean Economic Community 2015 yang per 1 Januari 2015 nanti akan berlangsung.

AEC 2015 menjadikan ruang lingkup negara semakin tidak terbatas. Begitu banyak orang-

orang dari negara di ASEAN akan berdatangan ke Indonesia dan Yogyakarta secara

khususnya. Budaya serta agama yang banyak di Indonesia saja masih sering terjadi konflik,

dan bagaimana Indonesia ketika menghadapi AEC 2015 yang sangat mungkin budaya lain

masuk ke daerah Indonesia. Semakin banyak dan berkembang tentunya. Akankah terjadi

konflik? Atau bahkan akan memunculkan disiintegrasi? Hal ini masih menjadi teka-teki akan

bagaimana Indonesia menghadapinya. Kejadian yang serupa tidak akan terjadi ketika banyak

pihak yang turut ikut campur dalam mendidik Indonesia menjaga martabat baik dengan sikap

11

toleransi, menghargai dan tenggang rasa terhadap budaya maupun agama orang lain yang

nantinya akan lebih banyak bermunculan budaya dan agama di luar Indonesia.

AEC 2015 yang akan segera berlaku ini menjadi dua sisi mata uang yang akan

memberikan keuntungan ataupun kerugian bagi Indonesia. Tanpa melihat bagaimana

pertumbuhan ekonomi, sudut pandang yang akan lebih di bahas mengenai sosial dan budaya

yang akan terjadi di Indonesia. Pertengkaran antar sesama rakyat Indonesia yang beda agama,

suku dan ras masih sering terjadi, bagaimana dengan suku, agama dan ras dari berbagai

negara ASEAN yang nantinya akan keluar masuk di Indonesia. Mungkin akan terjadi

penggusuran, perkelahian, penghinaan, dan penghujatan terhadap satu budaya, suku, ras dari

salah satu negara di ASEAN yang datang ke Indonesia.

Ketakutan akan semakin menurunnya rasa toleransi dan menghormati terhadap

budaya, agama, suku dan ras dapat membuat Indonesia lepas kontrol dan mungkin akan

membuat negara-negara lain takut untuk berkunjung ke Indonesia karena banyaknya konflik

yang menyangkut budaya, agama, suku dan ras. Hal ini patut untuk menjadi refleksi bersama

bagaimana untuk melakukan tindakan preventif sebelum AEC 2015 berlangsung. Pemikiran

kritis terhadap tindakan preventif ini harus direalisasikan dengan baik agar nantinya dapat

melakukan pencegahan sehingga apa yang dikhawatirkan tidak dapat terjadi. Sebagai

kawasan yang pluralistik, multi-etnik, dan multi-agama, Asia Tenggara merupakan kawah

candra di muka dalam pengelolaan keberagamaan agama dan multikulturalisme. Di satu sisi,

agama bisa menjadi modal social bagi upaya mewujudkan transformasi sosial yang positif di

kawasan ini. Tapi di sisi lain, semakin kuatnya pengaruh agama di ranah publik

memunculkan persoalan sosial seperti intoleransi, diskriminasi, kekerasan, dan bahkan

konflik sosial-keagamaan.

12

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Dalam menghadapi disintegrasi dari dalam negeri khususnya dalam kasus olahraga

sebagai biang perpecahan di indonesia seyogyanya kita sebagai warga negara harus

mampu membedakan yang mana persaingan dilapangan olahraga. Sepak bola

memang mampu untuk memecah rasa persatuan dan kesatuan bangsa ini jika kita

memiliki fanatisme buta ataupun berlebihan, namun sepakbola mampu menumbuhkan

semangat nasionalis yang hampir pudar bahkan terasa sudah mati di negara ini.

Semangat yang menumbuhkan perasaan ber-Bhineka Tunggal Ika. Semangat yang

mampu membuat para pejuang bangsa mengusir penjajah yang hampir seper-empat

abad lamanya menjajah dan memperkosa ibu pertiwi, kini semangat itu mulai tumbuh

dan perlahan menjalar ke berbagai lapisan masyarakat bangsa kita, tak peduli dari

suku manapun kita, tak peduli kau muda, tua atau masih minum susu dan tak peduli

bagaimanapun cara hidup kita, dipungkiri atau tidak, semangat sepak bola mampu

menyatukan mereka semua.

Dalam menghadapi disinterasi dari luar negeri diperlukan paradigma baru yang lebih

toleran, yaitu paradigma pendidikan multikultural. Pendidikan berparadigma

multikulturalisme tersebut penting, sebab akan mengarahkan anak didik untuk

bersikap dan berpandangan toleran dan inklusif terhadap realitas masyarakat yang

beragam, baik dalam hal budaya, suku, ras, etnis maupun agama. Paradigma ini

dimaksudkan bahwa kita hendaknya apresiatif terhadap budaya orang lain, perbedaan

dan keragaman merupakan kekayaan dan khazanah bangsa kita. Dengan adanya

pandangan tersebut, diharapkan sikap ekslusivisme yang selama ini bersemayam

dalam fikiran kita dan sikap membenarkan pandangan sendiri, dengan menyalahkan

pandangan dan pilihan orang lain dapat dihilangkan atau diminimalisir. Pendidikan

multikultural disini, dimaksudkan bahwa manusia dipandang sebagai makhluk makro

dan sekaligus tidak akan terlepas dari akar budaya bangsa dan kelompok etnisnya.

13

Ciri-ciri pendidikan multikulturalisme, diantaranya:

1. Tujuannya membentuk manusia budaya dan menciptakan masyarakat berbudaya

(peradaban)

2. Materinya mengajarkan nilai-nilai luhur kemanusiaan, nilai-nilai bangsa dan

nilainilai kelompok etnis (kultural).

3. Metodenya demokratis, yang menghargai aspek-aspek perbedaan dan keberagaman

budaya bangsa dan kelompok etnis (multukulturalis).

4. Evaluasinya ditentukan pada penilaiaan terhadap tingkah laku anak didik yang

meliputi persepsi, apreseasi dan tindakan terhadap budaya lain.

Dari ciri-ciri tersebut dapat menjadi patokan bagi mereka yang ingin mengembangkan

dan mendidik masyarakat mengenai multikulturalisme. Dari semua tindakan prefentif yang

dilakukan diharapkan dapat membuat Indonesia menjadi kuat dan dapat melewati AEC 2015

tanpa ragu dan tetap menjunjung tinggi keberagaman yang bertoleransi. Jadi, pelajarilah

kemampuan diri dalam membangun relasi dengan orang lain. Tumbuhkan sikap toleransi,

saling menghormati terhadap budaya, ras, suku maupun agama yang berbeda. Perjuangkanlah

terus karena multikulturalisme hadir menjadi sebuah kebiasaan baik jika di mulai dari

sekarang.

14