MAKALAH PANCASILA

35
BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Di kebanyakan negara demokrasi, pemilihan umum dianggap lambang, sekaligus tolak ukur, dari demokrasi itu. Hasil pemilihan umum yang diselenggarakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap mencerminkan walaupun tidak begitu akurat, partisipasi dan kebebasan masyarakat. Sekalipun demikian, disadari bahwa pemilihan umum (PEMILU) tidak merupakan satu-satunya tolak ukur dan perlu dilengkapi dengan pengukuran beberapa kegiatan lain yang lebih bersifat berkesinambungan, seperti partisipasi dalam kegiatan partai, lobbying, dan sebagainya. Di banyak negara ketiga atau negara yang sedang berkembang beberapa kebebasan seperti yang dikenal di dunia barat kurang diindahkan. Seperti Indonesia, perkembangan demokrasi di Indonesia telah mengalami pasang surut. Selama 67 tahun berdirinya Republik Indonesia ternyata masalah pokok yang kita hadapi adalah bagaimana dalam masyarakat yang beraneka ragam pola budayanya dapat mempertinggi tingkat kehidupan ekonomi disamping membina suatu kehidupan sosial dan politik yang demokratis. Pada pokok masalah ini berkisar pada penyusunan suatu sistem politik dimana kepemimpinaan cukup kuat untuk melaksanakan pembangunan ekonomi serta nation 1

Transcript of MAKALAH PANCASILA

BAB IPENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG MASALAH Di kebanyakan negara demokrasi, pemilihan umum dianggap lambang, sekaligus tolak ukur, dari demokrasi itu. Hasil pemilihan umum yang diselenggarakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap mencerminkan walaupun tidak begitu akurat, partisipasi dan kebebasan masyarakat. Sekalipun demikian, disadari bahwa pemilihan umum (PEMILU) tidak merupakan satu-satunya tolak ukur dan perlu dilengkapi dengan pengukuran beberapa kegiatan lain yang lebih bersifat berkesinambungan, seperti partisipasi dalam kegiatan partai, lobbying, dan sebagainya. Di banyak negara ketiga atau negara yang sedang berkembang beberapa kebebasan seperti yang dikenal di dunia barat kurang diindahkan. Seperti Indonesia, perkembangan demokrasi di Indonesia telah mengalami pasang surut. Selama 67 tahun berdirinya Republik Indonesia ternyata masalah pokok yang kita hadapi adalah bagaimana dalam masyarakat yang beraneka ragam pola budayanya dapat mempertinggi tingkat kehidupan ekonomi disamping membina suatu kehidupan sosial dan politik yang demokratis. Pada pokok masalah ini berkisar pada penyusunan suatu sistem politik dimana kepemimpinaan cukup kuat untuk melaksanakan pembangunan ekonomi serta nation building, dengan partisipasi rakyat seraya menghindarkan timbulnya diktator. Pemilihan umum juga menunjukkan seberapa besar partisipasi politik masyarakat, terutama di negara berkembang. Kebanyakan negara ini ingin cepat mengadakan pembangunan untuk mengejar keterbelakangannya, karena dianggap bahwa berhasil-tidaknya pembangunan banyak bergantung pada partisipasi rakyat. Ikut sertanya masyarakat akan membantu penanganan masalah-masalah yang ditimbulkan oleh perbedaan-perbedaan etnis, budaya, status sosial, ekonomi, budaya, dan sebagainya. Integritas nasional, pembentukan identitas nasional, serta loyalitas terhadap negara diharapkan akan ditunjang pertumbuhannya melalui partisipasi politik. Di beberapa negara berkembang partisipasi yang bersifat otonom, artinya lahir dari mereka sendiri, masih terbatas. Di beberapa negara yang rakyatnya apatis, pemerintah menghadapi masalah bagaimana meningkatkan partisipasi itu, sebab jika partisipasi mengalami jalan buntu , dapat terjadi dua hal yaitu anomi atau justru revolusi. Maka melalui pemilihan umum yang sering didefenisikan sebagai pesta kedaulatan rakyat, masyarakat dapat secara aktif menyuarakan aspirasi mereka baik itu ikut berpartisipasi dalam kegiatan partai, ataupun menitipkan dan mempercayakan aspirasi mereka pada salah satu partai peserta PEMILU yang dianggap dapat memenuhi , serta menjalankan aspirasi masyarakat tyang telah dipercayakan pada partai tersebut. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang dan juga sebagai negara demokrasi yang sedang berusaha mencapai stabilitas nasional dan memantapkan kehidupan politik juga mengalami gejolak-gejolak sosial dan politik dalam proses pemilihan umum. Hal inilah yang menjadi latar belakang penulis dalam menulis makalah ini. Dalam perkembangan kehidupan politiknya, indonesia selalu berusaha memperbaharui sistem pemlihan umumbaik itu dengan mengadopsi sistem yang ada di dunia barat ( walaupun tidak semuanya bekerja efektif di dalam negeri kita) untuk mencapai stabilitas nasional dan politik.2. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang diatas, dapat diidentifikasi dan dirumuska masalah sebagai berikut :1) Apakah yang dimaksud dengan sistem pemilihan umum ?2) Bagaimanakah pemilihan umum di Indonesia apakah sudah berjalan sesuai yang diharapkan ?3) Bagaimanakah seharusnya sistem pemilihan umum yang cocok di Indonesia dengan berbagai keanekaragama masyarakatnya ?3. TUJUAN PENULISANAdapun tujuan dari penulisan makalah ini sebagai berikut:1) Untuk mengetahui pengertian dari Pemilihan Umum.2) Untuk lebih mengetahui bagaimana Pemilihan Umum di Indonesia.3) Untuk mengetahui sistem pemilihan umum yang cocok untuk Indonesia

BAB IITINJAUAN TEORI

2.1. Pengertian Pemilu Pemilihan umum adalah suatu proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu, seperti presiden, wakil presiden, wakil rakyat di berbagai tingkat pemerintahan, sampai yang paling sederhana atau paling kecil yaitu kepala desa. Pada konteks yang lebih luas, pemilihan umum juga dapat berarti proses mengisi jabatan jabatan tertentu. Pemilu merupakan salah satu usaha untuk mempengaruhi rakyat secara persuasif ( tidak memaksa).Atau Pemilihan umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.[1]Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang dasar negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD RI 1945) menentukan : Kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Dimana kedaulatan sama dengan makna kekuasaan tertinggi, yaitu kekuasaan yang dalam taraf terakhir dan tertinggi wewenang membuat keputusan. Tidak ada satu pasalpun yang menentukan bahwa negara Republik Indonesia adalah suatu negara demokrasi. Namun, karena implementasi kedaulatan rakyat itu tidak lain adalah demokrasi, maka secara implesit dapatlah dikatakan bahwa negara Republik Indonesia adalah negara demokrasi.Hal yang demikian wujudnya adalah, manakala negara atau pemerintah menghadapi masalah besar, yang bersifat nasional, baik di bidang kenegaraan, hukum, politik, ekonomi, sosial-budaya ekonomi, agama semua orang warga negara diundang untuk berkumpul disuatu tempat guna membicarakan, merembuk, serta membuat suatu keputusan. ini adalah prinsipnya.[2]

[1]Undang-undang Politik 2003, UU No. 12 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum, hal 35.[2]Soehino,Hukum Tata Negara Perkembangan Pengaturan dan Pelaksanaan Pemilihan umum di Indonesia,(Yogyakarta: UGM 2010),hlm.722.2 Sistem Pemilihan UmumDalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilihan umum, akan tetapi umumnya berkisar pada 2 prinsip pokok, yaitu :a. Single-member constituency (satu daerah memilih atau wakil; biasanya disebut Sistem Distrik). Sistem yang mendasarkan pada kesatuan geografis. Jadi setiap kesatuan geografis (yang biasanya disebut distrik karena kecilnya daerah yang diliputi) mempunyai satu wakil dalam dewan perwakilan rakyat.Sistem ini mempunyai beberapa kelemahan, diantaranya :1) Kurang memperhitungkan adanya partai kecil dan golongan minoritas, apalagi jika golongan ini terpencar dalam beberapa distrik.2) Kurang representatif dalam arti bahwa calon yang kalah dalam suatu distrik, kehilangan suara-suara yang telah mendukungnya.Disamping itu sistem ini juga mempunyai kelebihan, antara lain :1) Wakil yang terpilih dapat dikenal oleh penduduk distrik, sehingga hubungannya dengan penduduk distrik lebih erat.2) Lebih mendorong kearah integrasi partai-partai politik karena kursi yang diperebutkan dalam setiap distrik pemilihan hanya satu. Mendorong partai-partai untuk menyisihkan perbedaan-perbedaan yang ada dan mengadakan kerjasama.3) Berkurangnya partai dan meningkatnya kerjasama antara partai-partai yang mempermudah terbentuknya pemerintah yang stabil dan meningkatkan stabilitas nasional4) Sederhana dan mudah untuk diselenggarakanb. Multi-member constituency (satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil; biasanya dinamakan Proportional Representation atau Sistem Perwakilan Berimbang). Gagasan pokok dari sistem ini adalah bahwa jumlah kursi yang diperoleh oleh sesuatu golongan atau partai adalah sesuai dengan jumlah suara yang diperolehnya.Sistem ini ada beberapa kelemahan:a) Mempermudah fragmentasi partai dan timbulnya partai-partai barub) Wakil yang terpilih merasa dirinya lebih terikat kepada partai dan kurang merasakan loyalitas kepada daerah yang telah memilihnyac) Mempersukar terbentuknya pemerintah yang stabil, oleh karena umumnya harus mendasarkan diri atas koalisi dari dua-partai atau lebih.[3][3]Miriam Budiardjo,Dasar-dasar Ilmu Politik,(Jakarta:Ikrar Mandidrabadi,2007),hlm. 177Keuntungan system Propotional:a. System propotional di anggap representative, karena jumlah kursi partai dalm parlemen sesuai dengan jumlah suara masyarakat yang di peroleh dalam pemilu. b. System ini di anggap lebih demokatis dalam arti lebih egalitarian, karena praktis tanpa ada distorsi.[4]Di Indonesia pada pemilu kali ini, tidak memakai salah satu dari kedua macam sistem pemilihan diatas, tetapi merupakan kombinasi dari keduanya. Hal ini terlihat pada satu sisi menggunakan sistem distrik, antara lain pada Bab VII pasal 65 tentang tata cara Pencalonan Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dimana setiap partai Politik peserta pemilu dapat mengajukan calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/ Kota dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%.Disamping itu juga menggunakan sistem berimbang, hal ini terdapat pada Bab V pasal 49 tentang Daerah Pemilihan dan Jumlah Kursi Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dimana : Jumlah kursi anggota DPRD Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada jumlah penduduk provinsi yang bersangkutan dengan ketentuan :a. Provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 1000.000 (satu juta) jiwa mendapat 35 (tiga puluh lima) kursib. Provinsi dengan julam penduduk lebih dari 1.000.000 (satu juta) sampai dengan 3.000.000 (tiga juta) jiwa mendapat 45 (empat puluh lima) kursi;c. Provinsi dengan jumlah penduduk 3.000.000 (tiga juta) sampai dengan 5.000.000 (lima juta) jiwa mendapat 55 (lima puluh lima) kursi;d. Provinsi dengan jumlah penduduk 5.000.000 (lima juta) sampai dengan 7.000.000 (tujuh juta) jiwa mendapat 65 (enam puluh lima) kursi;e. Provinsi dengan jumlah penduduk 7.000.000 (tujuh juta) sampai dengan 9.000.000 (sembilan juta) jiwa mendapat 75 (tujuh puluh lima) kursi;f. Provinsi dengan jumlah penduduk 9.000.000 (sembilan juta) sampai dengan 12.000.000 (dua belas juta) jiwa mendapat 85 (delapan puluh lima) kursi;g. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jiwa mendapat 100 (seratus) kursi.[5]

[4]Miriam Budiardjo, edisi revisiDasar-dasar Ilmu Politik,(Jakarta:Gramedia Pustaka Utama,2008),hlm.467-468[5]Op Cit,hlm,58-642.3 Tujuan Pemilihan UmumTujuan diselenggarkannya Pemilihan Umum adalah untuk memilih wakil rakyat dan wakil daerah untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat dan memperoleh dukungan dari rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional.Pemilihan umum (pemilu) di Indonesia pada awalnya ditujukan untuk memilih anggota lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Setelah amandemen keempat UUD 1945 pada 2002, pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres), yang semula dilakukan oleh MPR, disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat sehingga pilpres pun dimasukkan ke dalam rezim pemilu. Pilpres sebagai bagian dari pemilu diadakan pertama kali pada Pemilu 2004. Pada 2007, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) juga dimasukkan sebagai bagian dari rezim pemilu. Pada umumnya, istilah "pemilu" lebih sering merujuk kepada pemilihan anggota legislatif dan presiden yang diadakan setiap 5 tahun sekali.

BAB IIIPEMBAHASAN

3.1 Pemilihan Umum di Indonesia1. Asas-asas Pemilihan UmumMeskipun Undang-Undang Politik tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) dari Pemilu ke Pemilu beberapa kali mengalami perubahan, perubahan itu ternyata tidak bersifat mendasar. Secara umum, asas-asas dari Pemilu ke Pemilu di Indonesia dapat digambarkan sebagai berikut.a. Langsung, yaitu rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan suaranya secara langsung, sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara.b. Umum, yaitu pada dasarnya semua warga negara yang memenuhi persyaratan sesuai dengan undang-undang berhak mengikuti Pemilu. Pemilihan yang bersifat umum menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua warga negara, tanpa diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, pekerjaan dan status sosial.c. Bebas, yaitu setiap warga negara yang berhak memilih bebas menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari pihak manapun. Di dalam melaksanakan haknya, setiap warga negara dijamin keamanannya, sehingga dapat memilih sesuai kehendak hati nuarani dan kepentingannya.d. Rahasia, yaitu dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalan apapun. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara tanpa dapat diketahui oleh orang lain kepada siapa pun suaranya diberikan.e. Jujur, yaitu setiap penyelenggara Pemilu, aparat pemerintah, peserta Pemilu, pengawas Pemilu, pemantau Pemilu, pemilih, serta semua pihak yang terkait harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.f. Adil, yaitu setiap pemilih dan peserta Pemilu mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak mana pun.Pengalaman rakyat Indonesia dengan pemilu sudah berusia lebih setengah abad. Pemilu pertama di awal kemerdekaan pada tahun 1955 tercatat dalam sejarah sebagai pemilu multipartai yang demokratis. Peserta pemilu terdiri dari partai politik dan perseorangan, serta diikuti lebih dari 30 kontestan. Hasil pemilu 1955 memberikan cetak biru bagi konfigurasi pengelompokan politik masyarakat yang tercermin dalam konfiguarsi elit. Setelah pemilu 1955, pemilu berikutnya terjadi di era Orde Baru. Penguasa orde baru berhasil menyelenggarakan pemilu secara teratur tiap lima tahun sekali. Tetapi kelemahan mendasarnya adalah pemilu-pemilu orde baru diselenggarakan dengan tidak memenuhi persyaratan sebuah pemilu yang demokratis. Rata-rata pemilu pemilu orde baru diikuti oleh lebih dari 80 % pemilih, bahkan nyaris mendekati 90 % pemilih. Sebuah tingkat partisipasi politik yang tidak dijumpai di negaran kampiun demokrasi seperti inggris dan Amerika Serikat. Namun aturan penyelenggaraan pemilu-pemilu tersebut memiliki cacat kronis.Pertama, tidak ada kompetisi yang sehat dan adil diantara peserta pemilu. Hal itu dilihat dari adanya undang undang yang membatasi jumlah partai peserta pemilu, yaitu hanya diikuti oleh 3 partai politik. Selain ketiga partai politik tersebut tidak boleh ikut pemilu, bahkan tidak boleh ada partai politik yang terbentuk selain ketiga partai tersebut. (PPP, Golongan Karya, PDIP).Kedua, tidak ada kebebasan dan keleluasaan bagi pemilih untuk mempertimbangkan dan menentukan pilihan-pilihannya. Secara sistematis, penguasa orde baru menggunakan jalur birokrasi untuk memenangkan pemilu. Bahkan pada pemilu 1971, Menteri Dalam Negeri ketika itu sempat membuat edaran agar pegawai negeri memiliki loyalitas tunggal hanya pada pemerintah, yang diterjemahkan sebagai loyal pada partai penguasa. Pegawai negeri dilarang terlibat dalam partai politik, tetapi tidak dilarang jika terlibat dalam partai penguasa saat itu.Ketiga, penyelenggara pemilu adalah pemerintah, terutama Departemen Dalam Negeri. Azas ketidakberpihakan penyelenggara pemilu tidak terpenuhi karena pemerintah adalah bagian dari partai berkuasa dan menjadi salah satu peserta pemilu pula. Dengan demikian besar peluang untuk terjadinya kecurangan dalam mekanisme teknis pemilu, yang tentu saja merugikan peserta pemilu lainnya (selain partai berkuasa). Sehingga syarat kompetitif yang adil dan bebas tidak terpenuhi. Partai berkuasa memiliki kesempatan untuk bersaing lebih baik dari pada partai-partai oposisi. Hasilnya pun bisa diduga. Partai berkuasa selalu menang dengan mayoritas mutlak, rata-rata memperoleh 80 % suara. Setelah berakhirnya secara formal kekuasaan Orde Baru, Indonesia memasuki periode peralihan dari situasi otoriter ke transisi demokrasi. Pengalaman banyak negara menunjukkan bahwa periode transisi demokrasi umumnya memakan waktu lama, sampai satu atau dua dekade tergantung dari intensitas transisi yang berakibat pada perubahan mendasar dalam sistem politik dan juga sistem ekonomi. Tak terkecuali bagi Indonesia.Perubahan itu diawali dengan penyelenggaraan pemilu sebagai mekanisme demokratis untuk melakukan sirkulasi elit. Pejabat lama yang tidak dipercaya perlu diganti dengan pejabat baru yang dapat lebih dipercaya dan accountable melalui pemilu yang demokratis. Pemilu yang dilaksanakan pada masa transisi adalah pemilu yang strategis karena merupakan sarana untuk membersihkan elemen otoriterisme dalam kekuasaan secara evolutif. Pemilu masa transisi juga menjadi sarana bagi pemikiran pemikiran, gagasan gagasan atau kader kader baru yang segar dan tidak koruptif ke dalam lingkar kekuasaan. Jika pemilu masa transisi berhasil melembagakan proses sirkulasi elit secara demokratis, maka situasi transisi akan berubah menuju konsolidasi demokrasi. Sementara jika tidak berhasil, maka ada peluang besar bagi elemen otoriterisme untuk menkonsolidasi diri dan menunggu kesempatan untuk berkiprah kembali dalam pentas politik.Oleh karena itu, mengingat arti penting pemilu pada masa transisi, terutama pemilu 2004 yang lalu, maka semua penggerak demokrasi serta warga yang peduli akan tercapainya konsolidasi demokrasi di Indonesia, perlu meneguhkan komitmen untuk menjaga Pemilu 2004 agar dapat menjadi batu loncatan ke arah pemilu selanjutnya yang diharapkan lebih demokratis. Walaupun diakui pula bahwa perangkat UU Pemilu, Partai Politik dan aturan pemilu lainnya yang dihasilkan DPR masih belum sempurna dan mengandung sejumlah permasalahan. Sebaliknya, tanpa keberhasilan mengawal Pemilu 2004, maka sulit mengharapkan pemilu selanjutnya dapat memberikan hasil yang lebih baik bagi terjadinya sirkulasi elit dan pelembagaan demokrasi.Berikut ini nomor urut dan nama parpol pemilu 20091.Partai Hati Nurani Rakyat (HANURA)2. Partai Kebangkitan Peduli Bangsa (PKPB)3. Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia (P-PPI)4. Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN)5. Partai gerakan Indonesia Raya (GERINDRA)6. Partai Barisan Nasional7. Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI)8. Partai Keadilan Sejahtera (PKS)9. Partai Amanat Nasional (PAN)10. Partai Perjuangan Indonesia Baru (PPIB)11. Partai Kedaulatan12. Partai Persatuan Daerah (PPD)13. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)14. Partai Pemuda Indonesia15. Partai Nasionalisme Indonesia-Marhaenisme (PNI-Marhaenisme)16. Partai Demokrasi Pembaruan (PDP)17. Partai Karya Perjuangan (PKP)18. Partai Matahari Bangsa (PMB)19. Partai Penegak Demokrasi Indonesia20. Partai Demokrasi Kebangsaan21. Partai Republika Nusantara (RepublikaN)22. Partai Pelopor23. Partai Golongan Karya (Golkar)24. Partai Persatuan Pembangunan (PPP)25. Partai Damai Sejahtera (PDS)26. Partai Nasional Benteng Kemerdekaan Indonesia (PNBKI)27. Partai Bulan Bintang (PBB)28. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)29. Partai Bintang Reformasi (PBR)30. Partai Patriot31. Partai Demokrat (PD)32. Partai Kasih Demokrasi Indonesia (PKDI)33. Partai Indonesia Sejahtera (PIS)34. Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU)Dari 34 partai politik tersebut, terdapat 16 parpol lama dan 18 parpol baru yaitu:

Parpol lama (PAN PBR PBB PDS PDIP PDK PD Golkar PKPB PKPI PKS PKB -PNI marhaenisme P Pelopor PPDI PPP)

Parpol baru (Partai Barnas PDP Gerindra Hanura PIS PKP PKDI PKNU P Kedaulatan PMB PNBK P Patriot PBRN PPI PPPI PPIB PPD PRN).

SYARAT PEMILU DEMOKRATISDisepakati bahwa pemilu merupakan sarana demokrasi untuk membentuk kepemimpinan negara. Dua cabang kekuasaan negara yang penting, yaitu lembaga perwakilan rakyat ( badan legislatif) dan pemerintah (badan eksekutif), umumnya dibentuk melalui pemilu. Walau pemilu merupakan sarana demokrasi, tetapi belum tentu mekanisme penyelenggaraannya pun demokratis. Sebuah pemilu yang demokratis memiliki beberapa persyaratan.Pertama, pemilu harus bersifat kompetitif, artinya peserta pemilu baik partai politik maupun calon perseorangan harus bebas dan otonom. Baik partai politik yang sedang berkuasa, maupun partai-partai oposisi memperoleh hak hak politik yang sama dan dijamin oleh undang undang (UU), seperti kebebasan berbicara, mengeluarkan pendapat, berkumpul dan berserikat.Syarat kompetitif juga menyangkut perlakuan yang sama dalam menggunakan sarana dan prasarana publik, dalam melakukan kampanye, yang diatur dalam UU. Misalnya stasiun televisi milik negara harus memberikan kesempatan yang besar pada partai politik yang berkuasa, sementara kesempatan yang sama tidak diberikan pada partai-partai peserta pemilu lainnya.Kedua, pemilu harus diselenggarakan secara berkala. Artinya pemilihan harus diselenggarakan secara teratur dengan jarak waktu yang jelas. Misalnya setiap empat, lima, atau tujuh tahun sekali. Pemilihan berkala merupakan mekanisme sirkulasi elit, dimana pejabat yang terpilih bertanggung jawab pada pemilihnya dan memperbaharui mandat yang diterimanya pada pemilu sebelumnya. Pemilih dapat kembali memilih pejabat yang bersangkutan jika merasa puas dengan kerja selama masa jabatannya. Tetapi dapat pula menggantinya dengan kandidat lain yang dianggap lebih mampu, lebih bertanggung jawab, lebih mewakili kepemimpinan, suara atau aspirasi dari pemilih bersangkutan. Selain itu dengan pemilihan berkala maka kandidat perseorangan atau kelompok yang kalah dapat memperbaiki dan mempersiapkan diri lagi untuk bersaing dalam pemilu berikut.Ketiga, pemilu haruslah inklusif. Artinya semua kelompok masyarakat baik kelompok ras, suku, jenis kelamin, penyandang cacat, lokalisasi, aliran ideologis, pengungsi dan sebagainya harus memiliki peluang yang sama untuk berpartisipasi dalam pemilu. Tidak ada satu kelompok pun yang didiskriminasi oleh proses maupun hasil pemilu. Hal ini diharapkan akan tercermin dalam hasil pemilu yang menggambarkan keanekaragaman dan perbedaan perbedaan di masyarakat.Keempat, pemilih harus diberi keleluasaan untuk mempertimbangkan dan mendiskusikan alternatif pilihannya dalam suasana yang bebas, tidak dibawah tekanan, dan akses memperoleh informasi yang luas. Keterbatasan memperoleh informasi membuat pemilih tidak memiliki dasar pertimbangan yang cukup dalam menetukan pilihannya. Suara pemilih adalah kontrak yang (minimal) berusia sekali dalam periode pemilu (bisa empat, lima, atau tujuh tahun). Sekali memilih, pemilih akan teken kontrak dengan partai atau orang yang dipilihnya dalam satuperiode tersebut. Maka agar suara pemilih dapat diberikan secara baik, keleluasaan memperoleh informasi harus benar-benar dijamin.Kelima, penyelenggara pemilu yang tidak memihak dan independen. Penyelenggaraan pemilu sebagian besar adalah kerja teknis. Seperti penentuan peserta pemilu, Pembuatan kertas suara, kotak suara, pengiriman hasilpemungutan suara pada panitia nasional, penghitungan suara, pembagian cursi dan sebagainya. Kerja teknis tersebut dikoordinasi oleh sebuah panitia penyelenggara pemilu. Maka keberadaan panitia penyelenggara pemilu yang tidak memihak, independen, dan profesional Sangay menentukan jalannya proses pemilu yang demokratis. Jika penyelenggara merupakan bagian dari partai politik yang berkuasa, atau berasal dari partai politik peserta pemilu, maka azas ketidakberpihakan tidak terpenuhi. Otomatis nilai pemilu yang demokratis juga tidak terpenuhi.

3.2 Pelaksanaan pemilihan Umum di IndonesiaSejak kemerdekaan hingga tahun 2004 bangsa Indonesia telah menyelenggarakan Sembilan kali pemilhan umum, yaitu pemilihan umum 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, dan 2004. Dari pengalaman sebanyak itu, pemilihan umum 1955 dan 2004 mempunyai kekhususan di banding dengan yag lain.Semua pemilihan umum tersebut tidak diselenggarakan dalam situasi yang vacuum, melainkan berlangsung di dalam lingkungan yang turut menentuka hasil pemilhan umum yang cocok untuk Indonesia.[6]Pemilu diselenggarakan oleh suatu Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Komisi ini memiliki tanggung jawab penuh atas penyelenggaraan pemilu, dan dalam menjalankan tugasnya, KPU menyampaikan laporan kepada Presiden dan DPR.

[6]Op Cit,hlm,473Menurut Pasal 25 UU No. 12 Tahun 2003, tugas dan wewenang KPU adalah:a. Merencanakan penyelenggaraan KPU.b. Menetapkan organisasi dan tata cara semua tahapan pelaksanaan pemilu.c. Mengkoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan pelaksanaan pemilu.d. Menetapkan peserta pemilu.e. Menetapkan daerah pemilihan, jumlah kursi, dan calon anggota DPR,DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.f. menetapkan waktu, tanggal, tata cara pelaksanaan kampanye, dan pemungutan suara.g. menetapkan hasil pemilu dan mengumumkan calon terpilih anggota DPR,DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.h. melakukan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan pemilu.i. melaksanakan tugas dan kewenangan lain yang diatur undang-undang.[7]Dalam Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945) dijelaskan bahwa kedaulatan rakyat dipegang oleh suatu badan, bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia (Vertretungsorgan des Willens des Staatsvolkes). Majelis ini bertugas mempersiapkan Undang-undang Dasar dan menetapkan garis-garis besar haluan negara. MPR juga mengangkat Kepala Negara (Presiden) dan wakilnya (Wakil Presiden). MPR adalah pemegang kekuasaan tertinggi dalam negara, sedangkan Presiden bertugas menjalankan haluan Negara menurut garis-garis besar yang telah ditetapkan oleh MPR. Di sini, peran Presiden adalah sebagai mandataris MPR, maksudnya Presiden harus tunduk dan bertanggung jawab kepada MPR.[8]Menurut Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 hasil Amandemen keempat tahun 2002, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang dipilih melalui pemilihan umum. Hal ini juga tercantum dalam Pasal 19 ayat (1) UUD 1945 hasil Amandemen kedua tahun 2000 yang berbunyi:Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum.serta Pasal 22C UUD 1945 hasil Amandemen ketiga tahun 2001 yang berbunyi: Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum. Dalam Pasal 6A

[7]UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilu DPR, DPD, dan DPRD. hlm.18[8]Tim Eska Media.Edisi Lengkap UUD 1945. (Jakarta: Eska Media. 2002). Hlm.74UUD 1945 yang merupakan hasil Amandemen ketiga tahun 2001 dijelaskan mengenai pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang lengkapnya berbunyi:a. Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.b. Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.c. Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden[9]UUD 1945 yang merupakan Konstitusi Negara Republik Indonesia mengatur masalah pemilihan umum dalam Bab VIIB tentang Pemilihan Umum Pasal 22E sebagai hasil Amandemen ketiga UUD 1945 tahun 2001. Secara lengkap, bunyi Pasal 22E tersebut adalah:a. Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.b. Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.c. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.d. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah perseorangan.e. Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.f. Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang.[10]

2. Pelaksanaan Penyelenggaraan Pemilihan Umuma. Pemilu 1995Pemilihan Umum Indonesia 1955 adalah pemilihan umum pertama di Indonesia dan diadakan pada tahun 1955. Pemilu ini sering dikatakan sebagai pemilu Indonesia yang paling demokratis.

[9]Ibid,hlm. 36-37[10]Ibid. hlm.51.Pemilu tahun 1955 ini dilaksanakan saat keamanan negara masih kurang kondusif. Beberapa daerah dirundung kekacauan oleh DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) khususnya pimpinan Kartosuwiryo. Dalam keadaan seperti ini, anggota angkatan bersenjata dan polisi juga memilih. Mereka yang bertugas di daerah rawan digilir datang ke tempat pemilihan. Pemilu ini bertujuan untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante. Jumlah kursi DPR yang diperebutkan berjumlah 260, sedangkan kursi Konstituante berjumlah 520 (dua kali lipat kursi DPR) ditambah 14 wakil golongan minoritas yang diangkat pemerintah. Pemilu ini dipersiapkan di bawah pemerintahan Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo. Namun, Ali Sastroamidjojo mengundurkan diri dan pada saat pemungutan suara, kepala pemerintahan telah dipegang oleh Perdana Menteri Burhanuddin Harahap.b. Pemilu Orde Baru1) Pemilu 1971Diikuti oleh 10 Organisasi Peserta Pemilu (OPP), yakni 9 partai politik dan satu Golongan Karya. UU yang menjadi landasan hukumnya adalah UU No. 15 tahun 1969 tentang Pemilu dan UU No. 16 tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan PR, DPR dan DPRD.2) Pemilu 1977Pemilu 1977 diselenggarkan dengan berlandaskan pada UU No. 4 tahun1975 tentang Pemilihan Umum pengganti UU No. 15 tahun 1969, dan UU No. 5 tahun 1975 pengganti UU No. 16 tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan PR, DPR dan DPRD. Selain kedua UU tersebut, Pemilu 1977 juga menggunakan UU No. 3 tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan karya. Berdasarkan ketiga UU itulah diselenggarakan Pemilu pada tanggal 3 Mei 1977 dengan diikuti oleh 3 OPP, yakni dua Partai Politik dan satu Golongan Karya.3) Pemilu 1982Dengan UU No. 2 tahun 1980 pengganti UU No. 4 tahun 1975 tentang Pemilihan Umum, Indonesia kembali menyelenggarakan Pemilihan Umumnya yang keempat pada tanggal 4 Mei 1982.4) Pemilu 1987Dengan UU No. 1 tahun 1985 pengganti UU No. 2 tahun 1980, Indonesia menyelenggarakan Pemilihan Umum yang kelima tahun 1987. Pemungutan suara Pemilu 1987 secara serentak dilaksanakan pada tanggal 23 April 1987.5) Pemilu 1992Mengingat UU No. 1 yahun 1985 ini dianggap masih sesuai dengan perkebangan politik Orde Baru, tahun 1992 diselenggarakan Pemilu keenam di Indonesia berdasarkan paying hokum yang sama dengan paying hokum Pemilu sebelumnya. Pemungutan suara diselenggarakan secara serentak pada tanggal 9 Juni 19926) Pemilu 1997Dengan paying hokum (undang-undang Pemilu) yang sama dengan Pemilun sebelumnya, Indonesia kembalinmenyelenggarakan Pemilu yang ketujuh.c. Pemilu Era ReformasiPasca jatuhnya pemerintahan Orde Baru tahun, 21 Mei 1998, rakyat Indonesia telah menyelenggarkan tiga kali Pemilu, yakni Pemilu 1999, Pemilu 2004 dan Pemilu 2009.1) Pemilu 1999Pemilu 1999 ditujukan untuk memilih anggota DPR dan DPRD, dilaksanakan pada tanggal 7 Juni 1999. Pemilu diikuti oleh 48 Partai dengan berlandaskan UU No. 2 tahun 1999 tentang Partai Politik dan UU No. 3 tahun 1999 tentang Pemilu. Pemilu 1999 ini disebut oleh banyak kalangan sebagai Pemilu paling Demokratis setelah Pemilu 1955. Cara pembagian kursi hasil Pemilu kali ini tetap menggunakan system proporsional dengan mengikuti Varian Roget. Dalam system ini, sebuah partai memperoleh kursi seimbang dengan suara yang diperolehnya di daerah pemilihan, termasuk perolehan kursi berdasarkan the largest remainder.2) Pemilu 2004Pemilu ini berbeda dengan pemilu sebelumnya, termasuk Pemilu 1999. Hal ini dikarenakan selain demokratis dan bertujuan memilih anggota DPR dan DORD, Pemilu 2004 juga memilih Dewan Perwakilan daerah (DPD) dan memilih Presiden dan Wakil Presiden tidak dilakukan secara terpisah. Pada Pemilu ini, yang terpilih adalah pasangan calon (pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden). Bukan calon Presiden dan calon Wakil Presiden secara terpisah. Pemilu ini dibagi menjadi maksimal tiga tahapan:a) Tahap pertama atau Pemilu Legislatif, Pemilu 2004 diikuti oleh 24 Partai politik dan dilaksanakan pada tanggal 5 April 2004. Pemilu ini bertujuan untuk memilih Partai Politik (sebagai persyaratan Pemilu Presiden) dan anggotanya untuk dicalonkan menjadi anggota DPR, DPRD dan DPD.b) Tahap kedua atau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden putaran pertama adalah untuk memilih pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden secara langsung. Tahap kedua ini dilaksanakan pada tanggal 5 Juli 2004.c) Tahap ketiga atau Pemilu Presidan dan Wakil Presiden tahap puturan kedua adalah babak terakir yang dilaksanakan hanya apabila pada tahap kedua, belum ada pasangan calon yang mendapatkan suara lebih dari 50% (bila keadaannya demikian, dua pasangan calon yang mendapatkan suara terbanyak akan diikutsertakan pada Pemilu Presiden putaran kedua. Akan tetapi apabila pada Pemilu Presiden putaran pertama sudah ada pasangan calon yang mendapatkan suara lebih dari 50 persen, pasangan calon tersebut akan langsung diangkat menjadi Presiden dan Wakil Presiden. Tahap ketiga ini dilaksanakan pada taggal 20 September 2004.3) Pemilu 2009Sama halnya dengan Pemilihan Umum 2004, Pemilihan Umum 2009 juga dibagi menjadi tiga tahapan.a) Tahap pertama merupakan Pemilihan Umum yang ditujuan untuk memilih anggota DPR, DPD dan DPRD, atau biasa disebut Pemilu Legislatif 2009. Pemilu ini diikuti oleh 38 partai yang memenuhi criteria untuk ikut serta dalam Pemilihan Umum 2009. Pemilu ini diselenggarakan secara serentak di hamper seluruh wilayah Indonesia pada Tanggal 9 April 2009, yang seharusnya dijadwalkan berlangsung tanggal 5 April 2009.b) Tahap kedua atau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden putaran pertama adalah untuk memilih pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden secara langsung. Tahap kedua ini dilaksanakan pada tanggal 8 Juli 2009.c) Tahap ketiga atau Pemilu Presidan dan Wakil Presiden tahap puturan kedua adalah babak terakir yang dilaksanakan hanya apabila pada tahap kedua, belum ada pasangan calon yang mendapatkan suara lebih dari 50% (bila keadaannya demikian, dua pasangan calon yang mendapatkan suara terbanyak akan diikutsertakan pada Pemilu Presiden putaran kedua. Akan tetapi apabila pada Pemilu Presiden putaran pertama sudah ada pasangan calon yang mendapatkan suara lebih dari 50 persen, pasangan calon tersebut akan langsung diangkat menjadi Presiden dan Wakil Presiden. Tahap ketiga ini dilaksanakan pada taggal 8 September 2009.4) Pemilu 2014Pelaksanaan pemilu legislatif tingkat nasional dan daerah dijadwalkan pada tanggal 9 April 2014. Pemilu presiden dijadwalkan untuk dilaksanakan pada bulan Juli 2014, dan, jika ronde kedua harus dilaksanakan, hal tersebut akan diadakan pada bulan September 2014. Pemilu presiden dan legislatif dilaksanakan tiap lima tahun, namun pemilihan kepala eksekutif tingkat sub-nasional/daerah (Pemilihan Kepala Daerah atau Pemilukada) dilaksanakan secara terputus di berbagai bagian Indonesia setiap waktu. Di Indonesia, akan selalu ada Pemilukada yang berlangsung.3.3 Jadwal Pelaksanaan Pemilu di Indonesia

Jika RUU Pemilu disahkan menjadi UU Pemilu maka:[11][12][13]

Keterangan:1. Tahun 2019 Pemilihan Umum dilakukan serentak untuk semua jenis di seluruh wilayah.2. Pilkada pada tahun 2017 serta 2018 dimundurkan dan tahun 2020 serta 2021 dimajukan pada tahun 2019 serta Setiap Tahun.Mahkamah Konstitusi memutuskan pemilihan umum untuk semua jenis digelar serentak pada tahun 2019.[12][13]Komponen sistem pemilu [14]

Penetapan hasil Pemilu

Jumlah Kepemimpinan yang dipilih rakyat

[11](Indonesia) Situs web Komisi Pemilihan Umum Pilkada digelar serentak[12](Indonesia) CETRO (Centre fo Electoral Reform) Pileg dan Pilpres digelar serentak[13] (Indonesia) Pemilu Indonesia Pileg dan Pilpres digelar serentak[14] Komponen sistem pemilu (halaman 54)3.4 Sistem pemilihan umum yang cocok dan mencakup keanekaragaman masyarakat Indonesia Pemilihan umum merupakan proses politik yang secara konstitusional bersifat nyata bagi negara demokrasi. Sebagai sistem, demokrasi nyata-nyatanya telah teruji dan diakui paling realistik san rasional untuyk mewujudkan tatanan soaial, politik, ekonomi yang populalis, adil dan beradab, kendati bukan tanpa kelemahan. Begitu tak terbantahkannya tesis-tesis demokrasi sehingga hampir semua penguasa otoriter dan tiran menyebut sitem yang digunakannya sebagai sistem demokratis.Disamping menjadi prasyarat demokrasi, pemilu juga menjadi pintu masuk atau tahap awal dari proses perkembangan demokratis. Perjalanan panjang Indonesia dalam menyelenggarakan pemilu sejak tahun 1955 memberi pelajaran berharga untuk menata kehidupan bangsa kedepan menuju kehidupan yang lebih baik. Bangsa Indonesia mempunyai komitmen yang kuat untuk menyelenggarakan pemilu 2004 dengan format berbeda dengan sebelumnya, sehingga azas langsung umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dapat dilaksanakan secara benar, konsekuen dan dapat dipertanggungjawabkan baik secara hukum, moral, maupun politis.Dilihat dari sisi keanekaragaman masyarakat Indonesia dan kondisinya saat ini sistem proporsional tertutup lebih cocok. Mengutip pendapat dari Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk pemilu dan demokrasi (PERLUDEM) bahwa sistem pemilu proprosional untuk fenomena politik Indonesia saat ini lebih menguntungkan. Walaupun sistem pemilu tidak ada yang terbaik untuk suatu negara, yang terpernting adalah mencari sistem pemilu yang cocok dan pas dengan suatu negara. Sebelum memutuskan hal tersebut , juga harus pas dengan instrumen yang lain. Dengan sistem proprosional tertutup nanti biaya bisa ditekan karena partai politik menjadi satu-satunya pengendali dana kampanye. Selain itu juga bisa menutup terbukanya peluang persaingan yang tidak sehat antara para caleg. Bukan berarti sistem proporsional tertutup itu tanpa prasyarat, kalau tidak nantinya akan terjadi oligarkhi. Meski dibilang tertutup bukan berarti publik tidak tahu sama sekali. Tetap ada daftar caleg yang disampaikan kepada KPU untuk diumumkan. Sistem parliamentary thresold (PT) akan mengurangi drastis jumlah partai di parlemen. Namun dalam multipartai sederhana tidak berkaitan dengan besaran parliamentary thresold . tujuan adanya PT adalah ingin menyederhanakan partai dan juga proprosionalitas.Yang diperketat untuk pemerintahan efektif adalah ambang batas fraksi di parlemen ketimbang angka PT tinggi. Makin tinggi PT maka indeks ketidak proporsionalan makin tinggi. Selain itu perlu adanya transparansi keuangan partai. Sebelumnya, memena setiap pemilu rasanya negeri ini diancam taring-taring perbedaan landasan yang menjadi basis setiap organisasi pesreta pemilu. Yang satu mengatasnamakan agama, yang satu mengatasnamakan pancasila dan yang satunya lagi mengatasnamakan nasionalis. Meski ketiganya juga bersikeras sebagai kekuatan politiik pancasila. Kompetensi politik dengan demikian lebih mempunyai potensi untuk terbentuknya konflik politik. Tidak ada yang lebih mengerikan bagi setiap negara berkembang daripada itu. Meski banyak ketidaksetujuan dan kekecewaan , toh langkah itu harus diterima sebagai kemajuan dan platform yang lebih baik bqagi setiap partai politik Indonesia.

BAB IVPENUTUP

4.1 KESIMPULANDi kebanyakan negara demokrasi, pemilu dianggap sebagai lambang dan tolak ukur demokrasi. Pemilu yang terbuka, bebas berpendapat dan bebas berserikat mencerminkan demokrasi walaupun tidak beguitu akurat. Pemilihan umum ialah suatu proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Dalam ilmu politik dikenal berbagai macam sistem pemilu dengan berbagai variasi, tetapi umumnya berkisdar pada dua prinsip pokok, yaitu : sistem distrik dan sistem proprosional. Sejak awal kemerdekaan Indonesia telah mengalami pasang surut dalam sistem pemilu. Dari pemilu terdahulu hingga sekarang dapat diketahui bahwa adanya upaya untuk mencari sistem pemilihan umum yang cocok untuk Indonesia. Melihat fenomena politik Indonesia, sistem pemilihan umum proprosinal tertutup memang lebih menguntungkan , tetapi harus diikuti dengan transparansi terhadap publik kalau tidak akan menimbulkan oligarki pemerintahan.Pada akhirnya konsilidasi partai politik dan sistem pemilihan umum sudah berjalan dengan baik. Akan tetapi, itu belum berarti kehidupan kepartaian Indonesia juga sudah benar-benar siap untuk memasuki zaman global. Sejumlah kelemahan yang bisa diinventarisir dari kepartaian kita adalah rekrutmen politik, kemandirian secara pendanaan, kohesivitas internal,dan kepemimpinan.

4.2 SARANPemilu dianggap sebagai bentuk paling riil dari demokrasi serta wujud paling konkret partisipasi rakyat dalam penyelenggaraan negara. Oleh sebab itu, sistem & penyelenggaraan pemilu hampir selalu menjadi pusat perhatian utama karena melalui penataan, sistem & kualitas penyelenggaraan pemilu diharapkan dapat benar-benar mewujudkan pemerintahan demokratis. Pemilu sangatlah penting bagi sebuah negara, dikarenakan:a. Pemilu merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat.b. Pemilu merupakan sarana bagi pemimpin politik untuk memperoleh legitimasi.c. Pemilu merupakan sarana bagi rakyat untuk berpartisipasi dalam proses politik.d. Pemilu merupakan sarana untuk melakukan penggantian pemimpin secarakonstitusional.DAFTAR PUSTAKAhttp://donitadn083.blogspot.com/.16-05-2014:7.45.http://en.wikipedia.org/wiki/pemilu.16-05-2014:9.15.www.rumahpemilu.org.15-05-2014:20.43.http://www.indonesia.go.id/en/.16-05-2014:9.40.http://www.wikipedia.org \wiki/pemilu\Pemilihan_umum_di_Indonesia.17-05-2014.13.3022