MAKALAH PAKrev

42
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penyakit Akibat Kerja (PAK) adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja (Kep.Pres Nomor 22 Tahun 1993). Dengan demikian Penyakit Akibat Kerja merupakan penyakit artifisial atau man made disease. WHO membedakan empat kategori Penyakit Akibat Kerja yaitu: 1) Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya Pneumoconiosis. 2) Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya Karsinoma Bronkhogenik. 3) Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebabdi antara faktor-faktor penyebab lainnya, misalnya Bronkhitis khronis. 4) Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada sebelumnya, misalnya asma. Penyakit akibat kerja merupakan penyakit yang disebabkan oleh bebeerapa faktor (multikausa faktor), faktor penyebab tersebut tergantung pada bahan yang digunakan dalam proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja, dan lain-lain. Pada umumnya faktor penyebab dapat dikelompokkan dalam 5 faktor yaitu: 1

Transcript of MAKALAH PAKrev

Page 1: MAKALAH PAKrev

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Penyakit Akibat Kerja (PAK) adalah penyakit yang disebabkan oleh

pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja (Kep.Pres Nomor 22

Tahun 1993). Dengan demikian Penyakit Akibat Kerja merupakan penyakit

artifisial atau man made disease. WHO membedakan empat kategori Penyakit

Akibat Kerja yaitu:

1) Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya Pneumoconiosis.

2) Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya

Karsinoma Bronkhogenik.

3) Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebabdi antara faktor-

faktor penyebab lainnya, misalnya Bronkhitis khronis.

4) Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada

sebelumnya, misalnya asma.

Penyakit akibat kerja merupakan penyakit yang disebabkan oleh bebeerapa

faktor (multikausa faktor), faktor penyebab tersebut tergantung pada bahan yang

digunakan dalam proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja, dan lain-lain.

Pada umumnya faktor penyebab dapat dikelompokkan dalam 5 faktor yaitu:

1) Faktor fisik, terdiri dari: suara (bising), radiasi, iklim (panas/dingin), vibrasi

(getaran), dan pencahayaan.

2) Faktor kimia, yang terdiri dari bahan kimiawi yang digunakan dalam proses

kerja, maupun yang terdapat dalam lingkungan kerja, dapat berbentuk debu,

uap, gas, larutan, awan atau kabut.

3) Faktor biologis, terdiri dari bakteri, virus atau jamur, tumbuhan, hewan, dan

mikroorganisme hidup lainnya.

4) Faktor fisiologis merupakan faktor yang bersumber dari ketidaksesuaian,

ketidakharmonisan antara kondisi tenaga kerja dengan factor dan

lingkungan kerja.

5) Faktor psikososial, faktor yang ditimbulkan oleh adanya stress mental di

lingkungan kerja.

1

Page 2: MAKALAH PAKrev

Salah satu faktor penyebab terjadinya Penyakit Akibat kerja adalah faktor

fisiologi yang merupakan faktor yang berhubungan dengan cara kerja, posisi

kerja, alat kerja, lingkungan kerja, tata letak/layout kerja yang tidak ergonomis.

Faktor fisiologis ini dikenal juga dengan istilah ergonomi. Ergonomi

menurut ACGIH (American Conference of Governmental Industrial Hygiene)

didefinisikan sebagai aplikasi ilmu pengetahuan ke lapangan yang mempelajari

dan mendesain interaksi antara manusia dan mesin untuk mencegah kesakitan dan

injury dan untuk meningkatkan performa kerja dan untuk memastikan bahwa

pekerjaan dan tugas didesain sedemikian rupa untuk kesesuaian dengan

kemampuan manusia.

Jika cara kerja, posisi kerja, alat kerja, lingkungan kerja tidak ergonomis

atau tidak sesuai dengan kondisi pekerja maka akan menimbulkan efek negatif

terhadap pekerja tersebut. Efek yang ditimbulkan dari faktor fisiologis ini

diantaranya adalah kelelahan fisik, nyeri otot, deformitas tulang, perubahan

bentuk tulang, dan dislokasi. Salah satu penyakit akibat kerja yang ditimbulkan

dari faktor fisiologis ini adalah Musculoskeletal disorders (MSDs)

Musculoskeletal disorders (MSDs) adalah keluhan pada bagian-bagian

otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan yang sangat ringan

sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dalam

jangka waktu yang lama akan menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada

sendi, ligamen dan tendon (Grandjean, 1993).

Musculoskeletal disorders termasuk dari pembengkakan dan dampak

degenarif kondisi otot, tendon, ligament, sendi pembuluh perifer dan pembuluh

darah. Bagian utama tubuh yang terlibat adalah punggung, leher, bahu, lengan

bawah dan tangan (extrimitas bagian atas), meskipun bagian extrimitas bawah

perlu juga mendapatkan perhatian lebih.

Berdasarkan hasil survey Departemen Kesehatan RI dalam profil masalah

kesehatan tahun 2005 menunjukkan bahwa sekitar 40,5% penyakit yang diderita

pekerja berhubungan dengan pekerjaannya, gangguan kesehatan yang dialami

pekerja menurut studi yang dilakukan terhadap 482 pekerja di 12 kabupaten/kota

di Indonesia, umumnya berupa gangguan MSDs (16%), kardiovaskuler (8%),

gangguan syaraf (6%), gangguan pernafasan (3%) dan gangguan THT (1.5%)

2

Page 3: MAKALAH PAKrev

(Depkes RI, 2005). Sedangkan hasil studi laboratorium Pusat Studi Kesehatan

dan Ergonomi ITB pada tahun 2006-2007, diperoleh data bahwa sebanyak 40-

80% pekerja melaporkan keluhan pada musculoskeletal sesudah bekerja (dalam

Mega Octarisya, 2009).

Banyak studi mengenai faktor yang turut berkontribusi terhadap MSDs

pada pekerjaan pengelasan, salah satunya disebabkan oleh posisi yang buruk

(jongkok, berlutut dan over head), berat alat yang tidak standar, posisi leher dan

bahu statis dengan mendongak ke atas (Humantech 2003). Fakta mengenai risiko

yang ditimbulkan dari faktor pekerjaan, menurut Grandjen (1993) adalah sikap

kerja yang tidak alamiah pada umumnya akan menyebabkan terjadinya keluhan

otot skeletal.

Jenis pekerjaan yang masih menggunakan tenaga manusia (manual

handling) merupakan salah satu jenis pekerjaan yang berisiko terhadap MSDs.

Hal ini disebakna karena jenis pekerjaan tersebut melakukan kegiatan yang

berulang, penggunaan tenaga berlebih, vibrasi, tekanan mekanis, dan postur tubuh

Pekerjaan memanen kelapa sawit termasuk salah satu jenis pekerjaan yang

berisiko terkena MSDs.

Hasil penelitian Hendra dan Suwandi (2008), diketahui bahwa pekerjaan

pemanenan kelapa sawit dan pemuatannya ke atas truk mempunyai skor REBA

antara 8–10 atau risiko tinggi yang memerlukan tindakan perbaikan segera.

Keluhan MSDs terbanyak dialami pada bagian leher dan punggung bawah, yaitu

masing-masing sebanyak 98 responden. Sedangkan keluhan paling sedikit adalah

pada bagian pantat/bokong.

Indonesia sebagai negara yang masih mengandalkan sektor pertanian

sebagai penyumbang devisa negara juga berpotensi mempunyai persoalan

kesehatan kerja di sektor pertanian. Data mengenai kasus kecelakaan dan

gangguan kesehatan akibat kerja pada industri pertanian masih sangat terbatas

khususnya perkebunan kelapa sawit. Aktivitas kerja di perkebunan kelapa sawit

khususnya pekerjaan pemanenan masih dilakukan secara manual dan

mengandalkan tenaga manusia. Kondisi ini tentu saja berpotensi untuk

menimbulkan permasalahan khususnya MSDs terhadap pekerja pemanenan.

Sampai saat ini belum ada data yang tercatat dengan lengkap khususnya

3

Page 4: MAKALAH PAKrev

mengenai gangguan MSDs yang dialami oleh pekerja panen sawit sebagai

dampak dari pekerjaannya. Oleh sebab itu diperlukannya kegiatan HIRAC

(Hazard, Identification, and Risk Assesment) untuk kegiatan deteksi dini MSDs

pada lingkungan kerja yang berisiko terkena MSDs. Selain itu pengelolaan

manajemen K3 juga diperlukan untuk tindakan pengendalian dan pencegahan

MSDs di suatu perusahaan kelapa sawit. Disamping itu, dengan belum

diketahuinya tingkat risiko pekerjaan pemanenan dan permasalahan lain yang

terkait dengan keluhan MSDs pada pekerja pemanenan mendorong penulis untuk

meneliti mengenai tingkat risiko fisiologi/ergonomik pekerjaan pemanenan dan

hubungannya dengan keluhan MSDs di PT. Cipta Futura Palembang

I.2. Tujuan

1. Mengetahui faktor penyebab fisiologi terjadinya Musculoskletal Disorders.

2. Mengetahui bagaimana menentukan HIRAC Musculoskletal Disorders di

PT. Cipta Futura Palembang.

3. Menentukan pengelolaan management yang tepat terhadap keluhan

Musculoskletal Disorders pada pekerja.

4. Memberikan rekomendasi management beruba hazard ellimination,

substitution, engineering control, adminstrative control serta penggunaan

APD dalam penanggulangan dan pencegahan terjadinya Musculoskletal

Disorders pada pekerja.

4

Page 5: MAKALAH PAKrev

BAB II

PEMBAHASAN

II.1. Musculoskeletal Disorders (MSDs)

MSDs adalah cidera atau penyakit pada sistem syaraf atau jaringan seperti

otot, tendon, ligament, tulang sendi, tulang rawan atapun pembuluh darah. Rasa

sakit yang akibat MSDs dapat digambarkan seperti kaku, tidak fleksibel,

panas/terbakar, kesemutan, mati rasa, dingin dan rasa tidak nyaman. Keluhan

muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian otot skeletal yang dirasakan oleh

seseorang dari mulai keluhan ringan hingga keluhan yang terasa sangat sakit.

Apabila otot statis menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu

yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi,

ligamen dan tendon. Hal inilah yang menyebabkan rasa sakit, keluhan ini disebut

keluhan musculoskeletal disorders (MSDs) atau cedera pada sistem

Musculoskeletal (Humantech, 2003).

Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang

berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi

pembebanan yang panjang. Menurut Katharine et al. (2005), Cummulative

Trauma Disorders (CTD) atau biasa juga disebut MSDs adalah nyeri

muskuloskeletal yang tetap dan selalu muncul akibat trauma setelah 6 (enam)

minggu dengan tingkat keluhan: ‘mild’, ‘moderate’ dan ‘severe discomfort’.

II.1.1. Jenis – Jenis MSDs

Secara garis besar keluhan otot dapat dibagi menjadi dua yaitu:

1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi saat otot

menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera

hilang apabila pembebanan di hentikan.

2. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap,

walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot

terus berlanjut. Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena

kontraksi otot yang terlalu berlebihan akibat pembebanan kerja yang terlalu

panjang dengan durasi pembebanan yang panjang. Sebaliknya, keluhan

5

Page 6: MAKALAH PAKrev

otot kemungkinan tidak terjadi apabila kontraksi otot berkisar antara 15-

20% dari kekuatan otot maksimum. Namun apabila kontraksi otot melebihi

20% maka peredaran darah ke otot berkurang menurut tingkat kontraksi

yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang diperlukan. Suplai oksigen ke

otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan sebagai

akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang menyebabkan timbulnya

rasa nyeri otot (Suma‟mur,1996).

Berikut akan dijelaskan berbagai macam jenis-jenis keluhan

Musculoskeletal Disorders diantara lain:

1. Sakit Leher

Sakit leher adalah penggambaran umum terhadap gejala yang mengenai

leher, peningkatan tegangan otot atau myalgia, leher miring atau kaku leher.

Pengguna komputer yang terkena sakit ini adalah pengguna yang

menggunakan gerakan berulang pada kepala seperti menggambar dan

mengarsip, serta pengguna dengan postur yang kaku.

2. Nyeri Punggung

Nyeri punggung merupakan istilah yang digunakan untuk gejala nyeri

punggung yang spesifik seperti herniasi lumbal, arthiritis, ataupun spasme

otot. Nyeri punggung juga dapat disebabkan oleh tegangan otot dan postur

yang buruk saat menggunakan komputer;

3. Carpal Turner Syndrome

Merupakan kumpulan gejala yang mengenai tangan dan pergelangan tangan

yang diakibatkan iritasi dan nervus medianus. Keadaan ini disebabkan oleh

aktivitas berulang yang menyebabkan penekanan pada nervus medianus.

Keadaan berulang ini antara lain seperti mengetik, arthritis, fraktur

pergelangan tangan yang penyembuhannya tidak normal, atau kegiatan apa

saja yang menyebabkan penekanan pada nervus medianus;

4. De Quervains Tenosynovitis

Penyakit ini mengenai pergelangan tangan, ibu jari, dan terkadang lengan

bawah, disebabkan oleh inflamasi tenosinovium dan dua tendon yang

berasa di ibu jari pergelangan tangan. Aktivitas berulang seperti

mendorong space bardengan ibu jari, menggenggam, menjepit, dan

6

Page 7: MAKALAH PAKrev

memeras dapat menyebabkan inflamasi pada tenosinovium. Gejala yang

timbul antara lain rasa sakit pada sisi ibu jari lengan bawah yang dapat

menyebar ke atas dan ke bawah;

5. Thoraic Outlet Syndrome

Merupakan keadaan yang mempengaruhi bahu, lengan, dan tangan yang

ditandai dengan nyeri, kelemahan, dan mati rasa pada daerah tersebut.

Terjadi jika lima saraf utama dan dua arteri yang meninggalkan leher

tertekan. Thoracic Outlet Syndrome disebabkan oleh gerakan berulang

dengan lengan diatas atau maju kedepan. Pengguna komputer beresiko

terkena sindrom ini karena adanya gerakan berulang dalam

menggunakan keyboard dan mouse;

6. Tennis Elbow

Tennis elbow adalah suatu keadaan inflamasi tendon ekstensor, tendon yang

berasal dari siku lengan bawah dan berjalan keluar ke pergelangan

tangan.Tennis elbow disebabkan oleh gerakan berulang dan tekanan pada

tendon ekstensor.

7. Low Back Pain

Low back pain terjadi apabila ada penekanan pada daerah lumbal yaitu L4

dan L5. Apabila dalam pelaksanaan pekerjaan posisi tubuh membungkuk

ke depan maka akan terjadi penekanan pada discus.Hal ini berhubungan

dengan posisi duduk yang janggal, kursi yang tidak ergonomis, dan

peralatan lainnya yang tidak sesuai dengan antopometri pekerja.

II.1.2. Gejala-Gejala MSDs

Menurut Suma‟mur (1996), gejala-gejala MSDs yang biasa dirasakan oleh

seseorang adalah:

1. Leher dan punggung terasa kaku.

2. Bahu terasa nyeri, kaku ataupun kehilangan fleksibelitas.

3. Tangan dan kaki terasa nyeri seperti tertusuk.

4. Siku ataupun mata kaki mengalami sakit, bengkak dan kaku.

5. Tangan dan pergelangan tangan merasakan gejala sakit atau nyeri

disertai bengkak.

7

Page 8: MAKALAH PAKrev

6. Mati rasa, terasa dingin, rasa terbakar ataupun tidak kuat.

7. Jari menjadi kehilangan mobilitasnya, kaku dan kehilangan kekuatan

serta kehilangan kepekaan.

8. Kaki dan tumit merasakan kesemutan, dingin, kaku ataupun sensasi

rasa panas.

II.1.3. Faktor – Faktor Timbulnya Keluhan MSDs

MSDs merupakan kumpulan penyakit yang disebabkan oleh beberapa

faktor risiko, beberapa faktor risiko tersebut bisa diklasifikasikan dalam tiga

kategori yaitu pekerjaan, lingkungan dan manusia atau pekerja (Pheasant, 1991;

Oborne, 1995).

1. Faktor Pekerjaan

a. Postur Kerja

Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan bagian

tubuh bergerak menjauhi posisi alamiahnya. Semakin jauh posisi bagian tubuh

dari pusat gravitasi, semakin tinggi pula terjadi keluhan otot skeletal. Sikap kerja

tidak alamiah pada umumnya karena ketidaksesuaian pekerjaan dengan

kemampuan pekerja (Grandjen, 1993). Berdasarkan hasil penilitian Hendra dan

Raharjo (2008), diperoleh bahwa skor risiko (REBA) pada pekerjaan pemuatan

kelapa sawit ke dalam truk sebesar 8-10/high risk, dan 83,7% dari 117 pekerja

merasakan keluhan MSDs pada leher dan punggung bawah.

Ada dua aspek dari postur tubuh yang dapat menyebabkan keluhan

muskuloskeletal. Pertama berhubungan dengan posisi tubuh. Sebaga contoh

bekerja dengan tubuh yang membungkuk kedepan, kebelakang, atau tubuh yang

berkelok-kelok. Contoh lain posisi tubuh yang berbahaya termasuk mengjangkau

benda diatas bahu, menjangkau benda dibelakang tubuh, memutar lengan,

membengkokkan pergelangan tangan ke depan, belakang, atau kesamping. Jika

salah satu bagian tubuh dekat dengan tubuh dari jarak jangkaunya, maka tidak

akan terjadi penarikan dan tekanan pada tendon dan saraf. Pengunaan posisi tubuh

tertentu dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan keluhan muskuloskeletal.

Aspek kedua yang memiliki kontribusi terhadap keluhan muskuloskeletal

yaitu meletakkan leher dan bahu pada posisi tertentu. Untuk melakukan

8

Page 9: MAKALAH PAKrev

pergerakan pada lengan, otot-otot pada leher dan bahu akan berkontraksi dan akan

terus berkontraksi selama pekerjaan tersebut berlangsung. Kontraksi yang terjadi

akan menekan pembuluh darah yang menyebabkan berkurangnya aliran darah

pada otot-otot tangan yang sedang bekerja. Bagaimanapun, dalam kondisi

demikian demikian dibutuhkan darah yang banyak karena kerja otot yang terus-

menerus. Dua hal dapat terjadi disini. Otot-otot leher atau bahu akan menjadi

sangat lelah meskipun hanya melakukan sedikit gerakan atau tidak ada gerakan

sama sekali. Pada saat yang bersamaan pengurangan aliran darah ke tangan akan

mempercepat kelelahan yang terjadi pada otot. Kedua hal ini akan memudahkan

terjadinya cedera

Adapun posisi-posisi janggal adalah sebagai berikut:

b. Pengulangan yang Berkali-kali (Repetition Injury)

Resiko MSDs meningkat jika salah satu bagian tubuh yang sama

digunakan secara berulang-ulang. Pekerjaan yang dilakukan secara berulang-

ulang akan menyebabkan kelelahan, kerusakan jaringan, dan kadang-kadang nyeri

dan rasa tidak nyaman (discomfort). Hal ini dapat terjadi bahkan ketika tenaga

yang digunakan sedikit dan postur yang tidak terlalu berbahaya. Dalam

melakukan pekerjaan yang berulang-ulang, tidak cukup hanya memperitungkan

berapa seringnya pekerjaan itu diulangi, tetapi juga mencakup:

berapa lama seserorang melakukan pekerjaan tersebut,

posture yang diperlukan, dan

jumlah tenaga yang diberikan.

9

Page 10: MAKALAH PAKrev

c. Durasi

Durasi adalah jumlah waktu terpajan faktor risiko. Durasi didefinisikan

sebagai durasi singkat jika < 1 jam per hari, durasi sedang yaitu 1-2 jam per hari,

dan durasi lama yaitu > 2 jam per hari. Durasi terjadinya postur janggal yang

berisiko bila postur tersebut dipertahankan lebih dari 10 detik (Brief Survey

Methode dalam Humantech, 2003). Berdasarkan hasil studi Octarisya (2009),

diketahui bahwa 59,3% pekerja yang mengalami keluhan MSDs diakibatkan oleh

aktifitas mengangkat/manual handling dengan total waktu kerja selama 6 jam

setiap hari.

d. Beban Kerja

Beban merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya

gangguan otot rangka. Berat beban yang direkomendasikan adalah 23-25 kg,

sedangkan menurut Departemen Kesehatan (2009) mengangkat beban sebaiknya

tidak melebihi dari aturan yaitu lakilaki dewasa sebesar 15-20 kg dan wanita (16-

18 tahun) sebesar 12-15 kg. Berdasarkan studi oleh European Campaign On

Musculoskeletal Disorders terhadap 235 juta pekerja di beberapa negara Eropa

pada tahun 2008, diperoleh 18% pekerja telah mengalami MSDs diakibatkan

pekerjaan memindahkan benda berat dari container setiap harinya.

e. Tenaga Kerja Berlebihan

Kerja yang dipaksa menunjuk pada berapa banyak otot melakukan

pekerjaan dan berapa banyak tekanan yang diberikan pada tubuh. Semua

pekerjaan membutuhkan kerja dari otot dengan tingkat tekanan yang berbeda-

beda. Meskipun sutu pekerjaan memberikan tekanan yang berbeda-beda pada

setiap otot, hal ini dapat sangat berbahaya pada bagian otot yang lain yang dapat

menyebabkan kerusakan pada otot atau tendonnya, persendian atau jaringan lunak

lainnya. Cidera yang terjadi dapat disebabkan oleh satu jenis gerakan saja atau

gerakan yang sangat berbahaya. Cidera tersebut paling sering disebabkan karena

tekanan pada otot dari yang sedang hingga yang berat yang dilakukan secara

terus-menerus dalam jangka waktu yang lama dan/atau posisi tubuh yang tidak

sesuai.

10

Page 11: MAKALAH PAKrev

Beberapa pekerjaan dapat memberikan resiko yang berbeda-beda pada

setiap bagian tubuh. Misalnya, mengangkat beban berat yang jauh dari tubuh

meningkatkan tekanan pada diskus vertebra dan tulang belakang pada punggung

bawah. Hal ini berpotensi mengakibatkan kerusakan pada diskus vertebra dan

tulang belakang itu sendiri.

f. Alat Perangka/Genggaman

Menurut Tarwaka (2004) pada saat tangan harus memegang alat ataupun

menekan tombol, maka jaringan otot tangan yang lunak akan menerima tekanan

langsung dari pegangan alat, apabila hal ini sering terjadi dapat menyebabkan rasa

nyeri otot menetap. Berdasarkan hasil studi Susan et al. (2004), permasalahan

ergonomi pada operator mesin dan assembler adalah ketika tangan digunakan

untuk menghidupkan mesin (seperti mendorong tombol dan menekan panel),

menggenggam besi untuk membuka kotak, memegang benda atau pun alat kerja

dengan ujung jari (Susan, 2005).

2. Faktor Lingkungan

a. Getaran

Getaran dengan frekuensi yang tinggi akan menyebabkan kontraksi otot

bertambah. Kontraksi statis ini akan menyebabkan peredaran darah tidak lancar,

penimbunan asam laktat meningkat dan akibatnya menimbulkan rasa nyeri otot

(NIOSH, 1997). Hal yang sama ditemukan oleh John (2007) bahwa getaran yang

berlebihan menyebabkan rasa sakit pada otot, sendi dan organ-organ internal;

menyebabkan mual dan trauma ke tangan, lengan, kaki dan kaki.Getaran diukur

dengan arah, kecepatan dan frekuensi pada tubuh.

b. Mikroklimat

Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan,

kepekaan dan kekuatan pekerja, sehingga gerakannya menjadi lamban, sulit

bergerak yang disertai dengan menurunnya kekuatan otot (NIOSH, 1997).

Berdasarkan hasil penelitian John (2007), sebuah rentang suhu nyaman pada

umumnya adalah 68-74 derajat Fahrenheit dan dipengaruhi juga oleh beban kerja

fisik dengan kelembaban antara 20 sampai 60 persen.

3. Faktor Pekerja

a. Usia

11

Page 12: MAKALAH PAKrev

Menurut Oborne (1995) keluhan otot skeletal biasanya dialami seseorang

pada usia kerja yaitu 24-65 tahun. Keluhan pertama biasa dialami pada usia 35

tahun dan tingkat keluhan akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur.

Sedangkan menurut Bridger (2003), sejalan dengan meningkatnya usia akan

terjadi degenerasi pada tulang dan keadaan ini mulai terjadi di saat seseorang

berusai 30 tahun. Pada usia 30 tahun terjadi degenerasi yang berupa kerusakan

jaringan, penggantian jaringan menjadi jaringan parut, pengurangan cairan

sehingga hal tersebut menyebabkan stabilitas pada tulang dan otot menjadi

berkurang.

b. Jenis Kelamin

Dalam pendesainan suatu beban tugas harus diperhatikan jenis kelamin

pemakainya bahwa kekuatan otot wanita hanya 60% dari kekuatan otot pria,

keluhan otot juga lebih banyak dialami wanita dibandingkan pria (Oborne, 1995).

Menurut Michael (2001) dalam hasil studinya menemukan bahwa pekerja wanita

memiliki asosiasi kuat dalam munculnya keluhan MSDs. Berdasarkan laporan

yang diterimanya, pekerja wanita mempunyai risiko lebih dari dua kali lipat.

c. Waktu Kerja

Penentuan waktu dapat diartikan sebagai teknik pengukuran kerja untuk

mencatat jangka waktu dan perbandingan kerja mengenai suatu unsur pekerjaan

tertentu yang dilaksanakan dalam keadaan tertentu pula serta untuk menganalisa

keterangan itu hingga ditemukan waktu yang diperlukan untuk pelaksanaan

pekerjaan itu pada tingkat prestasi tertentu. Berdasarkan hasil studi mengenai

keluhan MSDs pada supir bis yang dilakukan oleh Karuniasih (2009), diketahui

bahwa supir yang telah bekerja/mengendarai lebih dari 2 jam merasakan

pegalpegal pada punggung dan leher.

d. Masa Kerja

Ohlssson et al (1989) melaporkan bahwa terjadinya peningkatan derajat

keeratan (OR) antara nyeri pada leher dan bahu dengan masa kerja yang

bergantung pada usia kerja. Derajat peningkatan keluhan MSDs semakin

bertambah ketika masa kerja seseorang semakin lama. Berdasarkan penilitian

yang dilakukan Octarisya (2009), didapatkan bahwa sebesar 66,7% pekerja yang

12

Page 13: MAKALAH PAKrev

IDENTIFIKASI

RISK ASSESSMENT

PENGENDALIAN

EVALUASI

MONITORING

berumur lebih dari 15 tahun telah mengalami MSDs, diantaranya pada bagian

bahu kanan dan kiri, leher dan punggung bawah.

e. Indeks Masa Tubuh

Indeks masa tubuh dapat digunakan sebagai indikator kondisi status gizi

pekerja. Dihitung dengan rumus BB2/TB, adapun menurut WHO (2005)

dikategorikan menjadi tiga yaitu kurus (< 18,5) normal (18,5-25) dan gemuk (25-

30) serta obesitas (> 30). Kaitan IMT dengan MSDs adalah semakin gemuk

seseorang makan bertambah besar risikonya untuk mengalami MSDs. Hal ini

dikarenakan seseorang dengan kelebihan berat badan akan berusaha untuk

menyangga berat badan dari depan dengan mengontraksikan otot punggung

bawah. Dan bila ini berlanjut terus menerus, akan meyebabkan penekanan pada

bantalan saraf tulang belakang yang mengakibatkan hernia nucleus pulposus (Tan

HC dan Horn SE. 1998).

II.2. HIRAC Musculoskletal Disorders

II.1.1. Hazard, Identification, and Risk Assessment (HIRAC)

Hazard, Identification, and Risk Assessment (HIRAC) adalah salah satu

kegiatan penerapan kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di perusahaan,

merupakan dasar dalam menyusun dasar kerja K3 yang berupaya untuk

mengidentifikasi bahaya dan risiko, serta upaya mengurangi faktor bahaya secara

terarah dan penerapan.

Kegiatan ini merupakan salah satu pendekatan dalam penanganan faktor

gangguan K3 di tempat kerja yang bertujuan untuk meminimalisir kecelakaan

kerja dan timbulnya penyakit akibat kerja sehingga tercapai efektivitas dan

produktivitas perusahaan. Kegiatan HIRAC ini terdiri dari:

13

Page 14: MAKALAH PAKrev

II.2.2. Identifikasi Hazard dan Risiko Pada Pekerja Pemanaen Kelapa Sawit

PT. Cipta Futura Palembang

PT. Cipta Futura Palembang merupakan salah satu perusahaan kelapa

sawit yang terletak di Palembang. Aktifitas produksi hingga menghasilkan

produk CPO (crude palm oil) bermutu tinggi dijalankan melalui beberapa tahapan

mulai dari pembukaan lahan perkebunan, pembibitan kelapa sawit, pengelolaan

kebun sehingga dapat memproduksi produksi tandan buah segar (TBS),

pengolahan TBS menjadi CPO di pabrik pengolahan kelapa sawit, analisis kadar

minyak CPO hingga siap dijual ke konsumen.

Pengidentifikasian hazard dan risiko pada PT. Cipta Futura Palembang

dapat dilihat dari aktivitas – aktivitas produksi yang dilakukan, hal ini disebabkan

karena pada setiap tahap produksi terdapat kemungkinan munculnya risiko bahaya

terhadap pekerja terkait dengan alat kerja, postur tubuh, tata tempatr kerja dan

lain-lain. Salah satu aktivitas atau tahap yang memiliki risiko tinggi terhadap

keluhan MSDs adalah tahap pemanenan kelapa sawit.

Aktivitas pemanenan kelapa sawit yang dilakukan secara manual berisiko

untuk menyebabkan gangguan otot rangka atau musculoskeletal disorders

(MSDs). Hal ini dikarenakan bekerja secara manual, pohon sawit yang tinggi,

tandan buah segar (TBS) sawit yang berat, dan kondisi lingkungan. Pekerjaan

terdiri dari pemanenan (memotong pelepah dan TBS, memasukkan TBS ke dalam

angkong, dan mendorong angkong berisi TBS ke tempat penampungan hasil

(TPH) dan pemuatan TBS ke truk pengangkut. Dapat dikategorikan bahwa

pekerjaan memanen kelapa sawit memiliki risiko tinggi terhadap munculmya

MSDs.

Hal ini dapat dilihat dari proses kerja pemanenan kelapa sawit yang dapat

dijelaskan sebagai berikut:

(1) Sebelum melakukan pemanenan TBS, buruh panen terlebih dahulu

membersihkan pelepah yang sudah mati dan yang menghalangi TBS yang

akan dipotong.

(2) Pada saat penelitian dilakukan, kondisi kebun sudah berumur lebih dari 15

tahun, dengan demikian tinggi pohon kelapa sawit rata-rata di atas 3 meter.

14

Page 15: MAKALAH PAKrev

(3) Tahap pemanenan, yang terdiri dari pemotongan pelepah dan TBS,

memasukkan TBS ke dalam angkong, dan membawa TBS dengan angkong

ke TPH . TBS yang telah jatuh didekat pohon atau sekitar piringan,

dikumpulkan di dekat ‘angkong’ yang digunakan untuk mengangkut TBS

dari dalam kebun ke tempat pengumpulan hasil (TPH). Pemanen memuat

angkong dengan 2-3 TBS, tergantung ukuran dan berat TBS. Umumnya

berat TBS berkisar antara 15 – 50 kg. Apabila TBS ukuran besar, maka satu

angkong hanya berisi 2 TBS, tetapi untuk TBS ukuran kecil, angkong dapat

diisi 3 TBS.

(4) TBS yang dikumpulkan di TPH ditandai (dinomori) dengan kode tertentu

yang menunjukkan blok/petak dan inisial pemanen. memperlihatkan

pemanen mengumpulkan TBS di dalam kebun dan memasukkan ke dalam

angkong untuk dibawa ke TPH.

(5) Setelah TBS terkumpul di TPH, maka tukang muat akan memuat TBS ke

atas truk. Proses pemuatan ini sering dilakukan oleh 2 (dua) orang tukang

muat karena berat TBS bias mencapai 50 kg. Apabila berat TBS masih di

bawah 30 kg satu orang pemuat mampu mengangkat TBS tersebut ke atas

truk. Alat bantu yang digunakan adalah “tojok”.

15

Page 16: MAKALAH PAKrev

Dibawah ini merupakan gambar beberapa aktivitas pemanenan kelapa

sawit:

16

Page 17: MAKALAH PAKrev

Berdasarkan deskripsi proses kerja memanen dan memuat sawit di atas

dapat dilihat bahwa pekerjaan memanen sawit termasuk pekerjaan yang memiliki

risiko tinggi tehadap timbulnya MSDs. Faktor fisiologi/ergonomi merupakan

salah satu faktor utama munculnya keluhan MSDs pada pekerja pemanen kelapa

sawit, hal tersebut diantaranya postur tubuh pekerja yang salah, beban kerja yang

berat, lingkungan kerja yang tidak sesuai dengan kondisi pekerja, dan sebagainya.

Pada umumnya keluhan yang dirasakan oleh sebagian besar pekerja adalah

pada bagian leher dan punggung bawah. Sedangkan keluhan yang paling sedikit

dirasakan adalah keluhan pada bagian pantat/bokong.

Berikut adalah beberapa faktor fisiologi yang menyebabkan timbulnya

keluhan Musculoskletal Disorders pada pekerja pemanen kelapa sawit:

1. Tingginya pohon sawit sehingga saat melakukan pemotongan pelepah dan

TBS pekerja melakukan pekerjaan sambil menengadah (overhead job)

2. Ukuran TBS yang besar dengan berat mencapai 50 kg menyulitkan pekerja

untuk mengangkat dan memindahkan TBS

3. Alat bantu kerja yang masih tradisional memaksa pekerja untuk

mengeluarkan tenaga yang besar untuk melakukan pekerjaan.

4. Aktivitas pemuatan TBS ke dalam truk dengan cara mengangkut,

menunduk. memutar pinggang dan melempar yang dilakukan berulang –

ulang merupakan posisi tubuh yang dapat menimbulkan keluhan MSDs.

17

Page 18: MAKALAH PAKrev

II.2.3. Tabel Identifikasi Penilaian Risiko dan Perencanaan Pengendalian K3

PT. Cipta Futura Palembang

Name of Company : PT. Cipta Futura Palembang

Type of Industry : Oil Palm Company

SAFETY MANAGEMENT

HAZARD IDENTIFICATION AND RISK ASSESSMENT

Work Place/Processing Unit: Pemanenan Kelapa Sawit Number of Workers : 10

Work Activity: memotong pelepah daun

TBS, mengumpulkan TBS yang jatuh,

mengangkut TBS ke dalam

angkong,memindahkan TBS ke truk dengan

cara melempar.

No.Faktor

Penyebab

HI

(Gangguan/Bahaya)

RA Level

Risiko

Upaya yang

sudah

dilakukan

Rekomendasi/

Saran

1. Fisiologi

/Ergonomi:

- Posisi

tubuh saat

bekerja

- Aktivitas

pemuatan TBS

ke dalam truk

dengan cara

mengangkut,

menunduk.

memutar

pinggang dan

melempar yang

dilakukan

berulang –

ulang.

- Menurun-kan konsen-trasi kerja

- Timbul rasa lelah pada pung-gung dan pinggang

- Bahu terasa pegal dan nyeri.

- Menim-bulkan ketega-ngan otot sehingga bahu,

B2- Pengatu-

ran waktu istirahat.

- Penggu-naan APD berupa sarung tangan dan rompi/pelindung bahu.

- Melakukan rotasi kerja secara rutin.

- Melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin dan berkala.

- Mengadakan training mengenai posisi yang benar dan tepat dalam mengangkut beban yang berat.

- Memberikan pelatihan mengankat beban yang aman.

18

Page 19: MAKALAH PAKrev

- Beban

kerja yang

berat

pung-gung dan pinggang terasa sakit.

- Low Back Pain

- Mengatur jarak antara lokasi TPH dengan truk pengangkut agar tidak terlalu jauh, sehingga jarak yang ditempuh dapat dipersingkat.

- Aktivitas

pemotongan

pelepah TBS

yang tinggi

sehingga

melakukan

pekerjaan

sambil

mengadah

(overhead job).

- Menim-

bulkan

kelela-

han pada

leher.

- Timbul

ketega-

ngan otot

dan

mening-

katkan

tekanan

pada

syaraf.

B2 - Pengatu-ran waktu istirahat.

- Melaku-kan program shift kerja.

- Melakukan rotasi kerja secara rutin.

- Melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin dan berkala.

- Ukuran TBS

yang besar dan

berat mencapai

50 kg

menyulitkan

pekerja untuk

mengangkut dan

memindahkan

TBS.

- Menurun-kan konsen-trasi kerja.

- Timbul rasa lelah pada pada bahu dan pung-gung.

- Timbul rasa lelah

B2 - Pengatu-ran waktu istirahat.

- Penggu-naan alat bantu mekanis tradisio-nal.

- Melakukan rotasi kerja secara rutin.

- Melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin dan berkala.

- Mengatur jarak antara lokasi TPH dengan truk pengangkut agar tidak

19

Page 20: MAKALAH PAKrev

seluruh badan.

- Menim-bulkan ketega-ngan otot dan timbul rasa sakit pada otot rangka.

- Low Back Pain

terlalu jauh, sehingga jarak yang ditempuh dapat dipersingkat.

- Penggunaan alat bantu mekanis modern.

II.3. Rekomendasi Management Pengendalian Risiko Bahaya MSDs

II.3.1. Hazard Elimination

Hazard elimination merupakan upaya pengendalian hazard dengan cara

menghilangkan/mengurangi faktor bahaya dan risiko yang mungkin timbul.

Upaya hazard elimination ini harus sejalan dan tidak mengurangi efektivitas dan

efisiensi proses produksi. Hazard elimination yang dapat dilakukan untuk

mengurangi atau menghilangkan munculnya keluhan Musculoskeltal Disordes

diantaranya:

20

Page 21: MAKALAH PAKrev

1. Mengurangi intensitas pemakaian alat penggenggam tangan seperti tang,

atau tombol panel.

2. Hindari penggunaan alat yang memiliki getaran yang tinggi.

3. Jangan membuat tombol/switch yang hanya dioperasikan dengan satu atau

beberapa ujung jari. Melakukan penekanan dengan satu atau beberapa

ujung jari berulang-ulang untuk jangka yang lama akan mengakibatkan rasa

lelah dan rasa kaku pada jari-jari tangan. Desain tombol/swit yang

digenggam atau berbentuk lempeng panjang akan lebih baik daripada yang

menggunakan cara penekanan dengan satu atau beberapa ujung jari.

4. Kurangi gerakan kepala yang berlebihan. Objek yang terletak diluar

lapangan penglihatan binokuler, mengakibatkan kepala harus banyak

bergerak untuk membatasi situasi tersebut. Dengan menata posisi pekerja

yang tepat, atau penyesuaian bangku kerja dapat mengatasi masalah ini.

5. Kurangi kompresi pada jaringan tubuh. Ujung pegangan peralatan kerja,

misal kape/penggaruk sisa cat tembok yang kurang memadai dapat

menekan a. ulnaris yang terletak dipangkal pergelangan tangan, sehingga

menimbulkan rasa nyeri dan kesemutan dijari manis dan klingking.

Memodifikasi pegangan peralatan tersebut dengan menambah tonjolan

yang terletak diantara ibu jari dan telunjuk, menyebabkan beban utama

tekanan akan berpindah ketempat ini yang relatif bebas dari aliran

pembuluh darah.

6. Kurang berat beban yang diangkat.

7. Kurangi jarak dan frekuensi pengankutan beban.

8. Memastikan ada tidak ada hambatan antara pekerja dan beban diangkat.

II.3.2. Subtitution

Subtitusi adalah upaya pengendalian gangguan K3 melalui penggantian

peralatan/bahan kerja dan/atau penggantian tempat kerja. Syarat dari substitusi ini

sendiri ada;ah tidak mengurangi kualitas dan kuantitas produksi hasil kerja. Upaya

substitusi yang dapat dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan

munculnya keluhan Musculoskeltal Disordes diantaranya:

1. Ubah atau memodifikasi peralatan, terutama peralatan yang menimbulkan

getaran berlebihan.

21

Page 22: MAKALAH PAKrev

2. Ubah atau modifikasi area kerja untuk mencegah agar kulit tidak terkena

tepian yang tajam.

II.3.3. Engineering Control

Engineering control adalah upaya pengendalian yang dilakukan pada

sumbernya. Tindakan ini dilakukan jika hazard tidak dapat dieliminasi maupun

disubstitusi, engineering control yang dapat dilakukan untuk mengurangi atau

menghilangkan munculnya keluhan Musculoskeltal Disordes diantaranya:

1. Mengatur tata letak tempat kerja atau mesin sehingga pekerja dapat

berpindah tempat secara efisien.

2. Modifikasi proses kerja, seperti pengaturan shift kerja, pengaturan waktu

istirahat, rotasi tempat kerja, dan sebagainya.

3. Atur lokasi awal dan akhir pengangkutan beban, untuk membatasi jarak

yang ditempuh selama pengangkutan beban.

4. Sediakan ruang kerja yang leluasa sehingga gerakan atau postur tubuh

pekerja tidak terbatas (menghindari postur janggal).

5. Pastikan lantai tempat kerja dalam keadaan yang baik dan aman.

6. Menggunakan alat bantu/peralatan mekanis untuk mengangkut beban yang

berat seperti lift table, hoist, trolley,crane, conveyor, hand truck, dan

sebagainya.

7. Sediakan tempat istirahat di setiap workstation, untuk menghilangkan rasa

lelah.

II.3.4. Adminstrative Control

Adminstrative control merupakan upaya yang mendukung program

pengendalian hazard K3 dan meningkatkan keberhasilan program. Adminstrative

control yang dapat dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan munculnya

keluhan Musculoskeltal Disordes diantaranya:

1. Mengatur jadwal kerja, disini termasuk jadwal istirahat pekerja.

2. Mengatur shift kerja.

3. Melakukan rotasi kerja secara rutin.

22

Page 23: MAKALAH PAKrev

4. Mengadakan pemeriksaan kesehatan secara rutin.

5. Memperbaiki perencanaan tugas kerja atau job redesign. Kemampuan

seseorang yang ditugaskan untuk pekerjaan dengan aktivitas mengangkat

beban harus selaras dengan kebutuhan proporsi fisik tugas kerja, oleh

karena itu perlu dilaksanakan pemeriksaan sebelum bekerja (Pre

Employment Health Examination) dan pemeriksaan untuk penempatan

tenaga kerja yang seksama.

6. Mengadakan evaluasi terhadap kinerja pekerja yang disesuaikan dengan

kemampuannya.

7. Mengadakan pendidikan dan pelatihan (training) terhadap pekerja

mengenai bagaimana postur tubuh yang baik dan ergonomis dalam

mengangkut barang dan sebagainya.

8. Pelatihan cara mengangkat beban yang aman, perbaikan sistem kerja dan

aplikasi teknologi baru untuk mengatasi penyimpangan perilaku dan tugas

kerja yang kurang memadai, harus dilaksanakan pada seluruh pekerja yang

ditugaskan untuk pekerjaan denga aktivitas mengangkat beban.

9. Memberikan pendidikan kepada pekerja agar mengenakan APD ketika

mengangkut beban.

II.3.5. Alat Pelindung Diri (APD)

Alat pelindung diri (APD) merupakan upaya pengendalian hazard K3

terakhir dan/atau bersama strategi control hazard lainnya. Hal yang perlu

diperhatikan dalam pengelolaan APD ini adalah pemilihan APD secara tepat,

dipakai dengan benar, digunakan ketika dibutuhkan, dipelihara secara rutin, dan

disimpan dengan aman. APD yang dapat dilakukan untuk mengurangi atau

menghilangkan munculnya keluhan Musculoskeltal Disordes diantaranya:

1. Penyediaan APD berupa sarung tangan untuk mengangkat beban dan

pelindung lutut ketika berlutut kepada pekerja dan memastikan agar

pekerja menggunakannya ketika bekerja.

2. Penyediaan APD berupa pelindung bahu ketika pekerja mengankut beban

di bahu dan memastikannya pekerja menggunakannya ketika mengangkat

beban.

23

Page 24: MAKALAH PAKrev

3. Menyimpan dan memelihara APD secara rutin dan berkala.

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

III.1. Kesimpulan

Salah satu faktor penyebab terjadinya Penyakit Akibat kerja adalah faktor

fisiologi yang merupakan faktor yang berhubungan dengan cara kerja, posisi

kerja, alat kerja, lingkungan kerja, tata letak/layout kerja yang tidak ergonomis.

Faktor fisiologis ini dikenal juga dengan istilah ergonomi.

24

Page 25: MAKALAH PAKrev

Jika cara kerja, posisi kerja, alat kerja, lingkungan kerja tidak ergonomis

atau tidak sesuai dengan kondisi pekerja maka akan menimbulkan efek negatif

terhadap pekerja tersebut. Efek yang ditimbulkan dari faktor fisiologis ini

diantaranya adalah kelelahan fisik, nyeri otot, deformitas tulang, perubahan

bentuk tulang, dan dislokasi. Salah satu penyakit akibat kerja yang ditimbulkan

dari faktor fisiologis ini adalah Musculoskeletal disorders (MSDs)

Musculoskeletal disorders (MSDs) adalah keluhan pada bagian-bagian

otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan yang sangat ringan

sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dalam

jangka waktu yang lama akan menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada

sendi, ligamen dan tendon (Grandjean, 1993).

Faktor penyebab MSDs ini diantaranya: beban kerja yang berat, postur

tubuh yang salah/janggal ketika bekerja, aktivitas mengangkat beban (manual

handling) yang dilakukan berulang-ulang/repetition injury, penggunaan tenaga

yang berlebih, dan sebagainya. Jenis – jenis MSDs ini diantaranya adalah sakit

leher, Nyeri Punggung, Carpal Turner Syndrome (CTS), Low Back Pain, Tennis

Elbow, dan sebagainya. Dampak panjang dari MSDs ini adalah akan menurunkan

produktivitas dan kinerja pekerja.

II.2. Saran

Pengelolaan management Musculoskletal Disorders secara umum

dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Mengurangi atau mengeliminasi kondisi yang berpotensi bahaya

menggunakan pengendalian teknik.

2. Mengubah dalam praktek kerja dan kebijkan manajemen yang sering

disebut pengendalian administratif.

3. Menggunakan alat pelindung diri.

25

Page 26: MAKALAH PAKrev

Pembuatan HIRAC pada suatu perusahaan sangat perlu untuk

mengidentifikasi dan menilai hazard dan risiko yang mungkin timbul. Sehingga

dapat mengurangu atau menghilangkan hazard yang terjadi. Jadi untuk

mengurangi keluhan MSDs yang disebabkan faktor fisiologi yang harus dilakukan

adalah mengadakan HIRAC di setiap tempat kerja (processing unit), kemudian

melakukan pengelolaan hazard dan risiko melalui pengelolaan K3.

DAFTAR PUSTAKA

Harianto, Sulistyo, Rachmawaty, dkk. Pola Kerja Sebagai Faktor Risiko

Terjadinya Occupational Overuse Syndrome Pada Pekerja Pria Perusahaan

Bubuk Detergen. 2006. Jurnal Universitas Medicina, Volume 25 Nomor 2.

http://www.univmed.org/wp-content/uploads/2012/04/Ridwan.pdf

26

Page 27: MAKALAH PAKrev

News medical. 2012. Apakah Carpal Tunnel Syndrome itu. From http://medical-

dictionary.thefreedictionary.com/carpal+tunnel+syndrome (diakses

tanggal 19 Desember 2012)

Rahardjo, Suwandi dan Hendra. 2009. Risiko Ergonomi dan Keluhan

Musculoskletal Disorders Pada Pekerja Panen Kelapa Sawit. Prosiding

Seminar Nasional ergonomi IX Universitas Diponogoro Semarang. .

http://staff.ui.ac.id/internal/132255817/publikasi/D11.pdf. (diakses 18

Desember 2012).

Sulistomo, Astrid. Diagnosis Penyakit Akibat kerja dan Sistem Rujukan.

2002. Cermin Dunia Kedokteran No. 136.

http://datastudi.files.wordpress.com/2010/02/kesehatan-kerja-

datastudi.pdf. (diakses 18 Desember 2012).

Tips for Eliminating and Controlling MSD Hazards, Workplace Safety North: A

Health&Safety Ontario Partner.

http://www.ohcow.on.ca/uploads/SudburyClinic/PDF/MSD_Prevention_

Toolbox_Part_3a_Getting_Started.pdf. (diakses 18 Desember 2012).

Yuli Ambarkati, Arum. 2012. Penyakit Akibat Kerja pada Perusahaan Garmen.

From http://olah-raga-indonesia.blogspot.com/2012/04/pak-pada-perusah

aan-garmen.html. (diakses tanggal 19 Desember 2012)

Yuniardi, Dewa. 2012. Pemilihan PKS yang Ideal Dalam Manajemen Kelapa

Sawit. From http://informasi-

kelapasawit.blogspot.com/2012/10/pemilihan-pks-yang-ideal-dalam.html

(diakses tanggal 19 Desember 2012)

Zulfiqor, Muhammad Taufik. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keluhan

Muculoskletal Disorders Pada Welder Di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar

Indonesia Tahun 2010. 2010. Skripsi Program Studi Kesehatan

27

Page 28: MAKALAH PAKrev

Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

http://perpus.fkik.uinjkt.ac.id/file_digital/SKRIPSI%20MUHAMAD%20T

AUFIK%20ZULFIQOR.pdf. (diakses 18 Desember 2012).

28