makalah NE !!!
-
Upload
fathurachman-suardi -
Category
Documents
-
view
38 -
download
0
Transcript of makalah NE !!!
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Tekanan darah adalah daya yang dihasilkan oleh darah terhadap setiap
satuan luas dinding pembuluh (Guyton,2006 :172). Tekanan darah biasanya
digambarkan sebagai rasio tekanan sistolik terhadap tekanan diastolik.
Sebagai contoh, tekanan darah pada angka 120/80 menunjukkan tekanan
sistolik pada nilai 120 mmHg, dan tekanan diastolic pada nilai 80 mmHg.
Nilai tekanan darah pada orang dewasa normalnya berkisar dari100/60
sampai 140/90. Rata-rata tekanan darah normal biasanya 120/80 (Smeltzer&
Bare, 2001 dalam Yanti: 2012).
Tekanan darah dalam kehidupan seseorang bervariasi secara alami. Bayi
dan anak-anak secara normal memiliki tekanan darah yang jauh lebih rendah
daripada dewasa. Tekanan darah juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik, dimana
akan lebih tinggi pada saat melakukan aktivitas dan lebih rendah ketika
beristirahat. Tekanan darah dalam satu hari juga berbeda; paling tinggi di
waktu pagi hari dan paling rendah pada saat tidur malam hari
(Wikipedia:2012).
Atas dasar perbedaan nilai tekanan darah yang tergantung aktivitas inilah
dan pentingnya seorang mahasiswa keperawatan mengetahui cara menghitung
tekanan darah dengan berbagai posisi dan aktivitas maka praktikum “
pengukuran tekanan darah arteri secara tidak langsung” sangat penting untuk
dilakukan.
Gambar 1. Pembuluh darah
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana ada perbedaan tekanan darah pada posisi duduk, berdiri,
setelah melakukan aktivitas otot dan berbaring ?
2. Bagaimana mengukur arteri brachialis melalui auskultasi dan palpasi ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
1. Memahami cara mengukur tekanan darah pada berbagai posisi
2. Memahami cara mengukur arteri brachialis melalui auskultasi dan
palpasi
3. Memahami perbedaan tekanan darah pada posisi duduk, berdiri,
setelah melakukan aktivitas otot dan berbaring
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengukur tekanan darah arteri brachialis melalui auskultasi dan palpasi
2. Mengukur tekanan darah brachialis pada berbagai posisi
3. Membandingkan ukuran tekanan darah sebelum dan sesudah kerja otot
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi :
a. Masyarakat agar mengetahui dan mengembangkan cara
pengukuran tekanan darah yang efektif.
b. Saya dalam melakukan penelitian-penelitian berikutnya agar lebih
baik dan optimal.
2
1.5 Metode Penelitian
Dalam pembuatan makalah ini menggunakan metode studi pustaka dengan
mencari materi tentang penyakit menurun dan buta warna melalui buku sumber
dan internet.
3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Tekanan darah
Tekanan darah adalah daya yang dihasilkan oleh darah terhadap setiap
satuan luas dinding pembuluh (Guyton,2006 :172). Tekanan darah arteri rata-
rata adalah gaya utama yang mendorong darah ke jaringan. Tekanan ini harus
diatur secara ketat karena dua alasan. Pertama, tekanan tersebut harus cukup
tinggi untuk menghasilkan gaya dorong yang cukup. Kedua, tekanan tidak
boleh terlalu tinggi, sehinga menimbulkan beban kerja tambahan bagi jantung
dan meningkatkan risiko kerusakan pembuluh darah serta kemungkinan
rupturnya pembuluh-pembuluh halus.
2.2 Faktor – Faktor Tekanan Darah
1. Faktor Jenis Kelamin
Terdapat beberapa penelitian yang mengungkapkan perbedaan jenis
kelamin berpengaruh terhadap kerja sistem kardioaskuler. Dibandingkan
dengan laki-laki dengan usia yang sama, wanita premenopause memiliki massa
ventriel kiri jantung yang lebih kecil terhadap body mass ratio, yang mungkin
mencerminkan afterload jantung yang lebih rendah pada wanita. Hal ini
mungkin akibat dari tekanan darah arteri yang lebih rendah, kemampuan
complince aorta yang lebih besar dan kemampuan peningkatan penginduksian
mekanisme vasodilatasi.
Perbedaan ini dianggap berhubungan dengan efek protektif estrogen dan
mungkin dapat menjelaskan mengapa pada wanita premenopause memiliki
resiko lebih rendah menderita penyakit kardiovaskular. Tetapi, setelah
menopause perbedaan jenis kelamin tidak akan berpengaruh pada
kemungkinan terderitanya penyakit kardiovaskular. Hal ini mungkin
disebabkan karena berkurangnya jumlah estrogen pada wanita yang sudah
menopause.
4
2. Faktor Gravitasi
Tekanan darah akan meningkat dengan 10 mmhg setiap 12 cm di bawah
jantung karena pengaruh gravitasi. Di atas jantung, tekanan darah akan
menurun dengan jumlah yang sama. Jadi dalam keadaan berdiri, maka tekanan
darah sistole adalah 210 mmHg di kaki tetapi hanya 90 mmHg di otak. Dalam
keadaan berbaring kedua tekanan ini akan sama (Green, 2008 dalam Anggita,
2012).
Tekanan darah dalam arteri pada orang dewasa dalam keadaan duduk atau
posisi berbaring pada saat istirahat kira-kira 120/70 mmHg. Karena tekanan
darah adalah akibat dari curah jantung dan resistensi perifer, maka tekanan
darah dipengaruhi oleh keadaan-keadaan yang mempengaruhi setiap atau dan
isi sekuncup. Besarnya isi sekuncup ditentukan oleh kontraksi miokard dan
volume darah yang kembali ke jantung.
Gambar 2. Hubungan gravitasi dengan tekanan darah
5
a. Berbaring
Ketika seseorang berbaring, maka jantung akan berdetak lebih sedikit
dibandingkan saat ia sedang duduk atau berdiri. Hal ini disebabkan saat orang
berbaring, maka efek gravitasi pada tubuh akan berkurang yang membuat lebih
banyak darah mengalir kembali ke jantung melalui pembuluh darah. Jika darah
yang kembali ke jantung lebih banyak, maka tubuh mampu memompa lebih
banyak darah setiap denyutnya. Hal ini berarti denyut jantung yang diperlukan
per menitnya untuk memenuhi kebutuhkan darah, oksigen dan nutrisi akan
menjadi lebih sedikit.
Pada posisi berbaring darah dapat kembali ke jantung secara mudah tanpa
harus melawan kekuatan gravitasi. Terlihat bahwa selama kerja pada posisi
berdiri, isi sekuncup meningkat secara linier dan mencapai nilai tertinggi pada
40% -- 60% VO2 maksimal. VO2 max adalah volume maksimal O2 yang
diproses oleh tubuh manusia pada saat melakukan kegiatan yang intensif. Pada
posisi berbaring, dalam keadaan istirahat isi sekuncup mendekati nilai
maksimal sedangkan pada kerja terdapat hanya sedikit peningkatan. Nilai pada
posisi berbaring dalam keadaan istirahat hampir sama dengan nilai maksimal
yang diperoleh pada waktu kerja dengan posisi berdiri. Jumlah isi sekuncup
pada orang dewasa laki-laki mempunyai variasi antara 70 -- 100 ml. Makin
besar intensitas kerja (melebihi batas 85% dari kapasitas kerja) makin sedikit
isi sekuncup; hal ini disebabkan memendeknya waktu pengisian diatole akibat
frekuensi denyut jantung yang meningkat (bila mencapai 180/menit maka 1
siklus jantung hanya berlangsung selama 0,3 detik dan pengisian diastole
merupakan bagian dari 0,3 detik tersebut) (Guyton, 2002 dalam Anggita, 2012)
b. Berdiri
Detak jantung akan meningkat saat seseorang berdiri, karena darah yang
kembali ke jantung akan lebih sedikit. Kondisi ini yang mungkin menyebabkan
adanya peningkatan detak jantung mendadak ketika seseorang bergerak dari
posisi duduk atau berbaring ke posisi berdiri.
6
Pada posisi berdiri, maka sebanyak 300-500 ml darah pada pembuluh
”capacitance” vena anggota tubuh bagian bawah dan isi sekuncup mengalami
penurunan sampai 40%. Berdiri dalam jangka waktu yang lama dengan tidak
banyak bergerak atau hanya diam akan menyebabkan kenaikan volume cairan
antar jaringan pada tungkai bawah. Selama individu tersebut bisa bergerak
maka kerja pompa otot menjaga tekanan vena pada kaki di bawah 30 mmHg
dan alir balik vena cukup (Ganong, 2002 dalam Anggita, 2012 )
Pada posisi berdiri, pengumpulan darah di vena lebih banyak. Dengan
demikian selisih volume total dan volume darah yang ditampung dalam vena
kecil, berarti volume darah yang kembali ke jantung sedikit, isi sekuncup
berkurang, curah jantung berkurang, dan kemungkinan tekanan darah akan
turun. Jantung memompa darah ke seluruh bagian tubuh. Darah beredar ke
seluruh bagian tubuh dan kembali ke jantung begitu seterusnya. Darah sampai
ke kaki, dan untuk kembali ke jantung harus ada tekanan yang mengalirkannya.
Untuk itu perlu adanya kontraksi otot guna mengalirkan darah ke atas. Pada
vena ke bawah dari kepala ke jantung tidak ada katup, pada vena ke atas dari
kaki ke jantung ada katup. Dengan adanya katup, maka darah dapat mengalir
kembali ke jantung. Jika pompa vena tidak bekerja atau bekerja kurang kuat,
maka darah yang kembali ke jantung berkurang, memompanya berkurang,
sehingga pembagian darah ke sel tubuh pun ikut berkurang. Banyaknya darah
yang di keluarkan jantung itu menimbulkan tekanan, bila berkurang maka
tekanannya menurun. Tekanan darah berkurang akan menentukan kecepatan
darah sampai ke bagian tubuh yang dituju. Ketika berdiri darah yang kembali
ke jantung sedikit. Volume jantung berkurang maka darah yang ke luar dan
tekanan menjadi berkurang (Guyton dan Hall, 2002 dalam Anggita, 2012)
c. Duduk
`Sikap atau posisi duduk membuat tekanan darah cenderung stabil. Hal ini
dikarenakan pada saat duduk sistem vasokonstraktor simpatis terangsang dan
sinyal-sinyal saraf pun dijalarkan secara serentak melalui saraf rangka menuju
ke otot-otot rangka tubuh, terutama otot-otot abdomen. Keadaan ini akan
meningkatkan tonus dasar otot-otot tersebut yang menekan seluruh vena 7
cadangan abdomen, membantu mengeluarkan darah dari cadangan vaskuler
abdomen ke jantung. Hal ini membuat jumlah darah yang tersedia bagi jantung
untuk dipompa menjadi meningkat. Keseluruhan respon ini disebut refleks
kompresi abdomen (Guyton dan Hall, 2002 dalam Anggita, 2012)
Pada beberapa individu terutama orang tua, perubahan posisi yang cepat
misalnya dari berbaring ke berdiri bisa menyebabkan tubuh menjadi pusing
atau bahkan pingsan. Karena gerakan cepat ini membuat jantung tidak dapat
memompa darah yang cukup ke otak.
Saat terjatuh atau pingsan sebaiknya berada dalam posisi berbaring, yang
mana merupakan posisi menguntungkan bagi jantung karena efek gravitasi
berkurang dan lebih banyak darah yang mengalir ke otak.
3. Faktor-faktor lain
Faktor Patologis Mempengaruhi Tekanan Darah:
a. Aktivitas fisik : Aktivitas fisik membutuhkan energi sehingga butuh
aliran yang lebih cepat untuk suplai O2 dan nutrisi (tekanan darah
naik).
b. Temperatur : menggunakan sistem renin-angiontensin vasokontriksi
perifer.
c. Usia : semakin bertambah umur semakin tinggi tekan darah
(berkurangnya elastisitas pembuluh darah).
d. Emosi : Emosi Akan menaikan tekanan darah karena pusat pengatur
emosi akan menset baroresepsor untuk menaikan tekanan darah.
Faktor Fisiologis
a. Pengembalian darah melalui vena/jumlah darah yang kembali ke
jantung melalui vena. Jika darah yang kembali menurun, otot
jantung tidak akan terdistensi, kekuatan ventrikular pada fase
sistolik akan menurun dan tekanan darah akan menurun. Hal ini
bisa disebabkan oleh perdarahan berat. Pada keadaan tidur atau
berbaring dimana tubuh dalam keadaan posisi horizontal,
8
pengembalian darah ke jantung melalui vena bisa dipertahankan
dengan mudah. Tapi, ketika berdiri aliran darah vena kembali ke
jantung mengalami tahanan lain, yaitu gravitasi. Tedapat tiga
mekanisme membantu pengembalian darah melalui vena, yakni
konstriksi vena, pompa otot rangka, dan pompa respirasi.
b. Frekuensi dan kekuatan kontraksi jantung. Secara umum, apabila
frekuensi dan kekuatan kontraksi jantung meningkat, tekanan darah
ikut meningkat. Inilah yang terjadi saat exercise. Akan tetapi,
apabila jantung berdetak terlalu kencang, ventrikel tidak akan terisi
sepenuhnya diantara detakan, sehingga curah jantung dan tekanan
darah akan menurun.
c. Resistensi perifer. Yaitu resisitensi dari pembuluh darah bagi aliran
darah. Arteri dan vena biasanya sedikit terkonstriksi, sehingga
tekanan darah diastol normal.
d. Elastisitas arteri besar. Saat ventrikel kanan berkontraksi, darah
yang memasuki arteri besar akan membuat dinding arteri
berdistensi. Dinding arteri bersifat elastis dan dapat menyerap
sebagain gaya yang dihasilkan aliran darah. Elastisitas ini
menyebabkan tekanan diastol yang meningkat dan sistol yang
menurun. Saat ventrikel kiri berelaksasi, dinding arteri juga akan
kembali ke ukuran awal, sehingga tekanan diastol tetap berada di
batas normal.
e. Viskositas darah. Viskositas darah normal bergantung pada
keberadaan sel darah merah dan protein plasma, terutama albumin.
Kadar sel darah merah yang terlalu tinggi pada seseorang, sehingga
menyebabkan peningkatan viskositas darah dan tekanan darah,
sangatlah jarang, akan tetapi masih dapat terjadi pada kondisi
polisitemia vena dan perokok berat. Kekurangan sel darah merah,
seperti pada kondisi anemia, akan menyebabkan kondisi berbalik
dari sebelumnya. Pada saat kekurangan, mekanisme penjaga
9
tekanan darah seperti vasokonstriksi akan terjadi untuk
mempertahankan tekanan darah normal.
f. Kehilangan darah. Kehilangan darah dalam jumlah kecil, seperti
saat donor darah, akan menyebabkan penurunan tekanan darah
sementara, yang akan langsung dikompensasi dengan peningkatan
tekanan darah dan peningkatan vasokonstriksi. Akan tetapi, setelah
perdarahan berat, mekanisme kompensasi ini takkan cukup untuk
mempertahankan tekanan darah normal dan aliran darah ke otak.
Walaupun seseorang dapat selamat dari kehilangan 50% dari total
darah tubuh, kemungkinan terjadinya cedera otak meningkat
karena banyaknya darah yang hilang dan tidak dapat diganti
segera.
g. Hormon. Beberapa hormon memiliki efek terhadap tekanan darah.
Contohnya, pada saat stress, medula kelenjar adrenal akan
menyekresikan norepinefrin dan epinefrin, yang keduanya akan
menyebabkan vasokonstriksi sehingga meningkatkan tekanan
darah. Selain dari vasokonstriksi, epinefrin juga berfungsi
meningkatkan heart rate dan gaya kontraksi. Hormon lain yang
berperan adalah ADH yang disekresikan oleh kelenjar hipofisis
posterior saat tubuh mengalami kekurangan cairan. ADH akan
meningkatkan reabsorpsi cairan pada ginjal sehingga tekanan darah
tidak akan semakin turun. Hormon lain, aldosteron, memiliki efek
serupa pada ginjal, dimana aldosteron akan mempromosikan
reabsorpsi Na+, lalu air akan mengikuti ion Na+ ke darah.
2.3 Metode Klinis untuk Mengukur Tekanan Sistolik dan Tekanan
Diastolik
a. Cara Auskultasi
Guyton (2007 : 182) mengemukakan bahwa cara auskultasi sebagai berikut.
10
Para klinisi menentukan tekanan sistolik dan tekanan diastolic secara
tidak langsung, biasanya menggunakan cara auskultasi. Sebuah
stetoskop diletakkan di atas arteri yang terdapat di area lipat siku
(antecubiti) dan di sekelilingi lengan atas dipasang sebuah manset
tekanan darah digembungkan. Selama manset menekan lengan dengan
tekanan yang terlalu kecil untuk menyumbat arteri brakialis, tidak ada
bunyi yang terdengar dari arteri tersebut melalui stetoskop. Namun bila
tekanan dalam manset itu cukup besar untuk menyumbat arteri selama
sebagian siklus tekanan arteri, bunyi akan terdengar pada setiap pulsasi.
Bunyi – bunyi ini disebut bunyi Korotkoff.
Penyebab pasti dari bunyi korotkoff ini masih diperdebatkan namun
ada anggapan bahwa penyebabnya terutama adalah semburan darah
yang melewati pembuluh yang mengalami hambatan parsial. Semburan
darah ini menimbulkan aliran turblen di dalam pembuluh yang terletak
di luar area manset dan keadaan ini akan menimbulkan getaran yang
terdengar melalui stetoskop.
Dalam menentukan tekanan darah dengan cara auskultasi, tekanan
dalam manset mula – mula dinaikkan sampai di atas tekanan sistolik
arteri. Selama tekanan manset lebih tinggi daripada tekanan sistolik,
arteri brakialis akan tetap kolaps dan tidak akan ada darah yang
mengalir ke dalam arteri yang lebih distal selama siklus penekanan.
Oleh karena itu, tidak akan terdengar bunyi korotkoff di arteri yang
lebih distal. Namun kemudian tekanan dalam manset secara bertahap
dikurangi. Begitu tekanan dalam manset turun di bawah tekanan
sistolik, darah akan mulai mengalir melalui arteri yang terletak di
bawah manset selama puncak tekanan sistolik, dan mulai mendengar
bunyi berdetak dari arteri antekubiti yang sinkron dengan denyut
jantung. Begitu bunyi itu terdengar nilai tekanan yang ditunjukkan oleh
manometer yang terhubung dengan manset kira – kira sama dengan
tekanan sistolik.
11
Bila tekanan dalam manset diturunkan lebih lanjut, terjadi perubahan
kualitas bunyi korotkoff, kualitas detaknya menjadi berkurang dan
bunyinya menjadi lebih berirama dan lebih kasar. Kemudian akhirnya
sewaktu tekanan manset turun mencapai tekanan diastolik, arteri
tersebut tidak tersumbat lagi yang berarti bahwa faktor dasar yang
menyebabkan timbulnya bunyi tidak ada lagi. Oleh karena itu bunyi
tersebut berubah menjadi redam dan kemudian menghilang seluruhnya
setelah tekanan manset diturunkan lagi sebanyak 5 sampai 10
milimeter. Mencatat tekanan pada manometer ketika bunyi korotkoff
berubah menjadi redam nilai tekanan yang tercatat ini kurang lebih
sama dengan tekanan diastolik. Cara auskultasi untuk menentukan
tekanan sistolik dan diastolik ini tidak seluruhnya akurat namun
biasanya hanya berbeda 10 persen dari nilai yang diperoleh dengan
pengukuran katerisasi langsung dari dalam arteri.
b. Cara Palpasi
Hanya untuk mengukur tekanan sistolik. Manset tensimeter
yang mengikat lengan dipompa dengan udara berangsur-angsur
sampai denyut nadi pergelangan tangan tak teraba lagi. Kemudia
tekanan didalam manset diturunkan. Amati tekanan dalam tensi
meter. Waktu denyut nadi teraba kembali, kita baca tekanan
dalam tensi meter, tekanan ini adalah tekanan sistolik.
12
BAB III PENUTUP
3.1 Ringkasan
Tekanan darah adalah daya yang dihasilkan oleh darah terhadap setiap
satuan luas dinding pembuluh (Guyton,2006 :172). Tekanan darah biasanya
digambarkan sebagai rasio tekanan sistolik terhadap tekanan diastolik.
Sebagai contoh, tekanan darah pada angka 120/80 menunjukkan tekanan
sistolik pada nilai 120 mmHg, dan tekanan diastolic pada nilai 80 mmHg.
Nilai tekanan darah pada orang dewasa normalnya berkisar dari100/60
sampai 140/90. Rata-rata tekanan darah normal biasanya 120/80 (Smeltzer&
Bare, 2001 dalam Yanti: 2012).
Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah terdiri faktor patologis
dan faktor fisiologis. Kemudian metode klinis untuk mengukur tekanan darah
ini terdiri dari metode auskultasi dam metode palpasi.
3.2 Kegiatan Praktek
Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Waktu : Kamis, 19 Desember 2013
Tempat : Perum Griya Ciranjang Indah, Blok A No.4, RT 05/10, Ciranjang,
Cianjur.
13
Gambar 3. Orang yang sedang mengukur tekanan darah
Alat dan Bahan
1. Sphigmomanometer
Gambar 4. Sphigmomanometer
2. Stetoskop
Gambar 5. Stetoskop
3. Alat Tulis
14
Gambar 6. Alat tulis
Cara Kerja
Cara memasang manset yang benar
1. Lengan baju digulung setinggi mungkin sehingga tidak
terlilit manset
2. Tepi bawah manset berada pada 2 – 3 cm di atas fossa
cubiti
3. Pipa karet jangan menutupi fossa cubiti
4. Manset diikat dengan cukup ketat
5. Stetoskop diafragma terletak tepat di atas denyut arteri
brachialis
Pengukuran tekanan darah pada berbagai posisi
Cara Kerja :
1. Naracoba berbaring telentang selama 10 menit
2. Pasang manset sphigmomanometer padalengan kanan atas
naracoba
3. Temukan denyut arteri brachialis pada fossa cubiti dan
arteri radialis pada pergelangan tangan memalui palpasi.
4. Sambil meraba arteri radialis, pompa manset sampai arteri
radialis tidak teraba lagi ( mencapai tekanan sistolik). Bila
arteri radialis tidak teraba, manset terus dipompa sampai
±30 mmHg di atas tekanan sistolik.
5. Letakkan stetoskop di atas denyut arteri brachialis.
15
6. Turunkan tekanan udara dalam manset ( buka klep udara)
secara perlahan sambil mendengarkan adanya bunyi
pembuluh ( penurunan tekanan 2- 3 mmHg per denyut).
7. Tentukan ke – 5 fase Korotkoff
8. Ulangi pengukuran ( no. 4 – 7)sampai 3 kali untuk
mendapat nilai rata – rata, catat hasislnya. ( sebelum
mengulang, yakinkan bahwa tekanan manset kembali ke
nol )
9. Naracoba duduk, tunggu 3 menit, lakukan pemeriksaan
tekanan darah seperti prosedur di atas. (posisi lengan atas
sedikit merapat batang tubuh ).
10. Naracoba berdiri, tunggu 3 menit, lakukan pemeriksaan
tekanan darah seperti prosedur di atas. (posisi lengan atas
sedikit merapat batang tubuh).
11. Bandingkan tekanan darah pada tiga posisi tersebut.
Tekanan darah secara palpasi
Cara kerja :
1. Naracoba berada pada posisi duduk, lengan bawah
berpangku di atas paha, pergelangan supinasi.
2. Lakukan pemeriksaan tekanan darah dengan
auskultasi seperti percobaan A, tentukan tekanan
sistoli dan diastolic
3. Turunkan tekanan manset sampai posisi nol.
16
4. Sambil meraba arteri radialis, naikkan tekanan
manset sampai denyut arteri radialis tidak teraba.
Tekanan terus dinaikkan sampai 30 mmHg
diatasnya.
5. Tanpa mengubah letak jari, turunkan tekanan
manset sampai denyut arteri radialis kembali teraba.
Pada saat arteri radialis teraba, manometer Hg
menunjukkan tekanan sistolik.
6. Bandingkan dengan tekanan sistolik melalui
auskultasi.
Tekanan Darah Setelah Aktivitas Otot
Cara kerja :
1. Ukur tekanan darah sistolik dan diastolic arteri brachialis
pada posisi duduk seperti percobaan A
2. Tanpa melepas manset, naracoba berlari di tempat ± 120
lompatan permenit selama 2 menit. Segera setelah berlari,
naracoba langsung duduk dan ukur tekanan darah.
3. Ulangi pengukuran tiap 1 menit sampai tekanan kembali ke
nilai semula.
3.3 Hasil Praktikum pengukuran tekanan darah di berbagai posisi:
No Nama Naracoba Umur L/PBerbaring Duduk Berdiri
S D S D S D
1. Ahmad Badru N. 19 L 110 60 130 70 130 90
2. Asep Rachmat S. 19 P 110 70 120 80 110 90
3. Fahad Mansyur S. 19 P 110 70 110 60 110 80
4. Irpan Maulana 19 L 110 70 100 70 110 80
17
5. Julian Insan Kamil 19 P 90 70 100 80 110 85
6. Muhammad Iqbal F. 19 L 110 80 100 90 110 80
7. Niko Okta M. 19 P 100 80 100 80 110 80
8. Sigit Dwiantoro 19 L 130 90 130 110 130 70
9. Yudi Nugraha 19 L 90 60 110 80 120 80
10. Zia Ulhaq D. 19 L 110 70 110 80 110 80
B. Hasil percobaan secara palpasi
No Nama Naracoba Umur L/PPalpasi
S
1. Ahmad Badru N. 19 L 120
2. Asep Rachmat S. 19 P 120
3. Fahad Mansyur S. 19 P 110
4. Irpan Maulana 19 L 100
5. Julian Insan Kamil 19 P 100
6. Muhammad Iqbal F. 19 L 100
7. Niko Okta M. 19 P 90
8. Sigit Dwiantoro 19 L 130
9. Yudi Nugraha 19 L 110
10. Zia Ulhaq D. 19 L 110
C.Hasil Pengamatan Tekanan darah setelah aktivitas otot
18
No Nama Naracoba Umur L/PTO1 TO2
S D S D
1. Ahmad Badru N. 19 L 150 90 140 80
2. Asep Rachmat S. 19 P 140 90 130 80
3. Fahad Mansyur S. 19 P 130 80 120 70
4. Irpan Maulana 19 L 140 90 120 80
5. Julian Insan Kamil 19 P 110 85 100 80
6. Muhammad Iqbal F. 19 L 120 90 120 90
7. Niko Okta M. 19 P 130 80 120 80
8. Sigit Dwiantoro 19 L 130 70 130 110
9. Yudi Nugraha 19 L 120 80 110 80
10. Zia Ulhaq D. 19 L 130 80 120 80
3.4 Pembahasan
Pada praktikum ini, tekanan darah diukur dengan metode tidak langsung
dan pengukuran dilakukan pada lengan bagian atas. Tekanan darah dari masing-
masing praktikan diukur dalam beberapa keadaan, yaitu pada saat duduk, berdiri,
setelah exercise dan berbaring. Sebelum praktikan melakukan kegiatan (istirahat)
praktikan diukur tekanan darahnya dengan menggunakan spigmomanometer.
Kemudian praktikan melakukan sejumlah aktivitas otot yaitu berlari kecil di
tempat dan Pengukuran tekanan darah dengan spigmomanometer ini memperoleh
hasil yang sangatlah beragam antara 100/60 mmHg sampai 160/90 mmHg.
Berdasarkan pada referensi dan literatur, seluruh data yang dihasilkan tersebut
masih menunjukkan range tekanan darah yang normal. Tekanan darah sistolik
yang dianggap normal untuk orang dewasa adalah adalah 90-130 mmHg,
sedangkan tekanan diastolik yang normal untuk orang dewasa adalah sebesar 60-
90 mmHg. Angka yang ditunjukkan dalam tekanan sistolik selalu lebih besar dari
angka diastolik karena selama sistol, ventrikel kiri jantung memaksa darah untuk
masuk ke aorta dengan fase ejeksi (penyemprotan). Hal tersebut terjadi akibat
adanya perbedaan tekanan antara ventrikel dengan aorta. Sehingga ketika katup
yang membatasi atrium dengan aorta terbuka maka terjadi perpindahan darah dari
atrium ke aorta dengan ejeksi dan tekanan yang besar.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tekanan darah yaitu, jenis
kelamin, usia, aktivitas, obesitas, kondisi kesehatan, stress,obat – obatan dll.
Namun, pada praktikum ini hanya dibahas faktor aktivitas dan jenis kelamin dan
umur. Apabila dibandingkan dengan hasil pengukuran sebelum beraktivitas otot,
ternyata data menunjukkan bahwa tekanan darah setelah melakukan aktivitas otot
cenderung akan lebih tinggi.Dari hasil pengukuran rata-rata didapatkan setelah
melakukan exercise tekanan darah lebih tinggi daripada berdiri, tekanan saat
berdiri lebih tinggi dari pada duduk dan tekanan saat duduk lebih tinggi duduk
lebih tinggi daripada berbaring. Hal tersebut dikarenakan semakin tinggi aktivitas
yang dilakukan maka akan semakin tinggi pula aktivitas dari kerja jantung yang
harus mengeluarkan tenaga yang tinggi sehingga tekanan darah juga meningkat.
19
. Tekanan darah yang meningkat ini dipengaruhi oleh tingkatan aktivitas.
Tekanan darah setelah beraktivitas lebih besar dibandingkan dengan tekanan
darah pada saat istirahat. Hal tersebut diakibatkan karena pada saat beraktivitas sel
tubuh memerlukan pasokan O2 yang banyak akibat dari metabolisme sel yang
bekerja semakin cepat pula dalam menghasilkan energi. Sehingga peredaran darah
di dalam pembuluh darah akan semakin cepat dan curah darah yang dibutuhkan
akan semakin besar. Akibat adanya vasodilatasi pada otot jantung dan otot rangka
serta vasokontriksi arteriol yang menyebabkan arteriol menyempit dan kerja
jantung tiap satuan waktu pun bertambah sehingga volume darah pada arteriol
akan meningkat dan tekanannya pun akan meningkat. Dapat dikatakan bahwa
volume darah yang masuk dari arteri ke jantung meningkat. Pada organ-organ
tersebut dan menyebabkan aliran darah ke saluran pencernaan dan ginjal
berkurang. Persentase darah yang dialirkan ke organ-organ tersebut untuk
menunjang peningkatan aktivitas metabolik keduanya. Kerja jantung juga akan
semakin cepat dalam memompa darah. Namun demikian, denyut jantungnya tetap
dalam keadaan normal. Sedangkan terdapat praktikan lain yang memiliki tekanan
darah yang hampir mendekati ambang bawah tidak normal yaitu sebesar 100/70
mmHg pada saat istirahat. Berdasarkan dua hal tersebut, dapat diketahui bahwa
salah satu faktor yang mempengaruhi tinggi-rendahnya tekanan darah adalah
besar aktivitas atau jenis aktivitas yang dilakukan.
3.5 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan dari praktikum kali ini, dapat disimpulkan
bahwa:
1. Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan pada lengan atas.
20
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah yaitu, aktivitas fisik,
jenis kelamin, usia, dll.
3. Pengukuran tekanan darah dapat menggunakan metode tidak langsung
dengan auskultasi dan palpasi yang bisa menggunakan spigmomanometer
(manual atau digital) dan stetoskop.
4. Semakin berat aktivitas tubuh , semakin cepat curah jantung karena
adanya vasodilatasi di otot rangka dan jantung serta vasokontriksi di
arteriol pada organ-organ tersebut dan menyebabkan aliran darah ke
saluran pencernaan dan ginjal berkurang.berdasarkan hasil pengukuran
tekanan darah setelah exercise lebih tinggi dibandingkan saat berdiri,
tekanan darah saat berdiri lebih tinggi daripada saat duduk, saat duduk
tekanan darah lebih tinggi dari pada berbaring.
DAFTAR PUSTAKA
Guyton,Arthur C dan Hall, John E.2007.Buku ajar Fisiologi Kedokteran. EGC:
Jakarta [21 Desember 2013]
http://id.wikipedia.org/wiki/Tekanan_darah [21 Desember 2013]
21
http://www.scribd.com/doc/90447671/PENGUKURAN-TEKANAN-DARAH [21
Desember 2013]
http://www.scribd.com/doc/56191664/Faktor-Jenis-Kelamin-Dan-Gravitas [21
Desember 2013]
http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/4s1kedokteran/207311011/BAB%20II.pdf [21
Desember 2013]
22