ANALISA STRATEGI SITUASI DAN KONDISI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN.docx
MAKALAH MKDU KEWARGANEGARAAN.docx
-
Upload
donny-ang-bencii-pengkhianat -
Category
Documents
-
view
79 -
download
1
description
Transcript of MAKALAH MKDU KEWARGANEGARAAN.docx
MAKALAH MKDU KEWARGANEGARAAN
“PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA”
Disusun oleh :
Dede Chrisna Fe. H
J500100101
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pancasila adalah jiwa raga seluruh rakyat Indonesia, yang memberikan kontribusi atau
kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta membimbing dan mengajarkan nilai nilai
kehidupan yang makin baik untuk menciptakan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.
Pancasila telah ditetapkan sebagai dasar negara dan telah diterima oleh seluruh warga
negara indonesia seperti yang tercantum pada pembukaan Undang- Undang dasar 1945 yaitu
merupakan kepribadian negara dan cara pandang hidup bangsa, yang telah diuji kebenaran,
kemampuannya, sehingga tak ada satu kekuatan apapun dan mananappun juga yang mampu
memisahkan Pancasila dan Indonesia dari kehidupan masyarakat Indonesia.
B. RUMUSAN MASALAH
Untuk menghidari adanya kesimpangsiuran dalam penyusunan makalah ini, maka
penulis membatasi masalah-masalah yang akan di bahas diantaranya :
1. Sejarah Pancasila ?
2. Pancasila sebagai dasar negara ?
3. Perkembangan Pancasila sebagai dasar negara ?
4. Pancasila di masa saat ini ?
C. TUJUAN
1. Mengetahui sejarah Pancasila.
2. Memberikan pengertian tentang Pancasila sebagai dasar negara.
3. Untuk mengetahui perkembangan Pancasila sebagai dasar negara.
4. Untuk mengetahui Pancasila di masa saat ini.
PEMBAHASAN
A. Sejarah Pancasila
Dalam rapat BPUPKI tanggal 1 juni 1945, Dalam maklumat itu sekaligus dimuat
dasar pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI). Tugas badan ini adalah menyelidiki dan mengumpulkan usul-usul untuk
selanjutnya dikemukakan kepada pemerintah Jepang untuk dapat dipertimbangkan bagi
kemerdekaan Indonesia.
Keanggotaan badan ini dilantik pada tanggal 28 Mei 1945, dan mengadakan sidang
pertama pada tanggal 29 Mei 1945 – 1 Juni 1945. Dalam sidang pertama ini yang dibicarakan
mengenai calon dasar negara untuk Indonesia. Pada sidang pertama itu, banyak anggota yang
berbicara, dua di antaranya adalah Muhammad Yamin dan Bung Karno, yang masing-masing
mengusulkan calon dasar negara untuk Indonesia merdeka. Muhammad Yamin mengajukan
usul mengenai dasar negara yang terdiri atas lima hal, yaitu:
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat
Selain itu Muhammad Yamin juga mengajukan usul secara tertulis yang juga terdiri
atas lima hal, yaitu:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Usulan ini diajukan pada tanggal 29 Mei 1945, kemudian pada tanggal 1 Juni 1945,
Bung Karno mengajukan usul mengenai calon dasar negara yang terdiri atas lima hal, yaitu:
1. Nasionalisme (Kebangsaan Indonesia)
2. Internasionalisme (Perikemanusiaan)
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan Yang Berkebudayaan
Kelima hal ini oleh Bung Karno diberi nama Pancasila. Lebih lanjut Bung Karno
mengemukakan bahwa kelima sila tersebut dapat diperas menjadi Trisila, yaitu:
1. Sosio Nasionalisme
2. Sosio Demokrasi
3. Ketuhanan
Berikutnya tiga hal ini menurutnya juga dapat diperas menjadi Ekasila yaitu Gotong
Royong.
Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan rapat gabungan antara Panitia Kecil, dengan para
anggota BPUPKI yang berdomisili di Jakarta. Hasil yang dicapai antara lain disetujuinya
dibentuknya sebuah Panitia Kecil Penyelidik Usul-Usul/Perumus Dasar Negara, yang terdiri
atas sembilan orang, yaitu:
1. Ir. Soekarno
2. Drs. Muh. Hatta
3. Mr. A.A. Maramis
4. K.H. Wachid Hasyim
5. Abdul Kahar Muzakkir
6. Abikusno Tjokrosujoso
7. H. Agus Salim
8. Mr. Ahmad Subardjo
9. Mr. Muh. Yamin
Panitia Kecil yang beranggotakan sembilan orang ini pada tanggal itu juga
melanjutkan sidang dan berhasil merumuskan calon Mukadimah Hukum Dasar, yang
kemudian lebih dikenal dengan sebutan “Piagam Jakarta”.
Untuk pengesahan Preambul, terjadi proses yang cukup panjang. Sebelum
mengesahkan Preambul, Bung Hatta terlebih dahulu mengemukakan bahwa pada tanggal 17
Agustus 1945 sore hari, sesaat setelah Proklamasi Kemerdekaan, ada utusan dari Indonesia
bagian Timur yang menemuinya.
Intinya, rakyat Indonesia bagian Timur mengusulkan agar pada alinea keempat
preambul, di belakang kata “ketuhanan” yang berbunyi “dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dihapus. Jika tidak maka rakyat Indonesia bagian
Timur lebih baik memisahkan diri dari negara RI yang baru saja diproklamasikan. Usul ini
oleh Muh. Hatta disampaikan kepada sidang pleno PPKI, khususnya kepada para anggota
tokoh-tokoh Islam, antara lain kepada Ki Bagus Hadikusumo, KH. Wakhid Hasyim dan
Teuku Muh. Hasan. Muh. Hatta berusaha meyakinkan tokoh-tokoh Islam, demi persatuan dan
kesatuan bangsa.
Oleh karena pendekatan yang terus-menerus dan demi persatuan dan kesatuan,
mengingat Indonesia baru saja merdeka, akhirnya tokoh-tokoh Islam itu merelakan
dicoretnya “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” di
belakang kata Ketuhanan dan diganti dengan “Yang Maha Esa” hingga akhirnya menjadi
Pancasila seperti saat ini.
B. Pancasila Sebagai Dasar Negara
Pengertian Pancasila sebagai dasar negara diperoleh dari alinea keempat Pembukaan
UUD 1945 dan sebagaimana tertuang dalam Memorandum DPR-GR 9 Juni 1966 yang
menandaskan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa yang telah dimurnikan dan
dipadatkan oleh PPKI atas nama rakyat Indonesia menjadi dasar negara Republik Indonesia.
Memorandum DPR-GR itu disahkan pula oleh MPRS dengan Ketetapan
No.XX/MPRS/1966. Ketetapan MPR No.V/MPR/1973 dan Ketetapan MPR
No.IX/MPR/1978 yang menegaskan kedudukan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber
hukum atau sumber dari tertib hukum di Indonesia.
Inilah sifat dasar Pancasila yang pertama dan utama, yakni sebagai dasar negara
(philosophische grondslaag) Republik Indonesia. Pancasila yang terkandung dalam alinea
keempat Pembukaan UUD 1945 tersebut ditetapkan sebagai dasar negara pada tanggal 18
Agustus 1945 oleh PPKI yang dapat dianggap sebagai penjelmaan kehendak seluruh rakyat
Indonesia yang merdeka. Dengan syarat utama sebuah bangsa menurut Ernest Renan:
kehendak untuk bersatu (le desir d’etre ensemble) dan memahami Pancasila dari sejarahnya
dapat diketahui bahwa Pancasila merupakan sebuah kompromi dan konsensus nasional
karena memuat nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh semua golongan dan lapisan masyarakat
Indonesia.
Maka Pancasila merupakan intelligent choice karena mengatasi keanekaragaman
dalam masyarakat Indonesia dengan tetap toleran terhadap adanya perbedaan. Penetapan
Pancasila sebagai dasar negara tak hendak menghapuskan perbedaan (indifferentism), tetapi
merangkum semuanya dalam satu semboyan empiris khas Indonesia yang dinyatakan dalam
seloka “Bhinneka Tunggal Ika”.
Mengenai hal itu pantaslah diingat pendapat Prof.Dr. Supomo: “Jika kita hendak
mendirikan Negara Indonesia yang sesuai dengan keistimewaan sifat dan corak masyarakat
Indonesia, maka Negara kita harus berdasar atas aliran pikiran Negara (Staatside)
integralistik. Negara tidak mempersatukan diri dengan golongan yang terbesar dalam
masyarakat, juga tidak mempersatukan diri dengan golongan yang paling kuat, melainkan
mengatasi segala golongan dan segala perorangan, mempersatukan diri dengan segala lapisan
rakyatnya”
Penetapan Pancasila sebagai dasar negara itu memberikan pengertian bahwa negara
Indonesia adalah Negara Pancasila. Hal itu mengandung arti bahwa negara harus tunduk
kepadanya, membela dan melaksanakannya dalam seluruh perundang-undangan. Mengenai
hal itu, Kirdi Dipoyudo (1979:30) menjelaskan: “Negara Pancasila adalah suatu negara yang
didirikan, dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan
mengembangkan martabat dan hak-hak azasi semua warga bangsa Indonesia (kemanusiaan
yang adil dan beradab), agar masing-masing dapat hidup layak sebagai manusia,
mengembangkan dirinya dan mewujudkan kesejahteraannya lahir batin selengkap mungkin,
memajukan kesejahteraan umum, yaitu kesejahteraan lahir batin seluruh rakyat, dan
mencerdaskan kehidupan bangsa (keadilan sosial).”
Pandangan tersebut melukiskan Pancasila secara integral (utuh dan menyeluruh)
sehingga merupakan penopang yang kokoh terhadap negara yang didirikan di atasnya,
dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan mengembangkan
martabat dan hak-hak azasi semua warga bangsa Indonesia. Perlindungan dan pengembangan
martabat kemanusiaan itu merupakan kewajiban negara, yakni dengan memandang manusia
qua talis, manusia adalah manusia sesuai dengan principium identatis-nya.
Pancasila seperti yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 dan ditegaskan
keseragaman sistematikanya melalui Instruksi Presiden No.12 Tahun 1968 itu tersusun secara
hirarkis-piramidal. Setiap sila (dasar/ azas) memiliki hubungan yang saling mengikat dan
menjiwai satu sama lain sedemikian rupa hingga tidak dapat dipisah-pisahkan. Melanggar
satu sila dan mencari pembenarannya pada sila lainnya adalah tindakan sia-sia. Oleh karena
itu, Pancasila pun harus dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh, yang tidak
dapat dipisah-pisahkan. Usaha memisahkan sila-sila dalam kesatuan yang utuh dan bulat dari
Pancasila akan menyebabkan Pancasila kehilangan esensinya sebagai dasar negara.
Sebagai alasan mengapa Pancasila harus dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat
dan utuh ialah karena setiap sila dalam Pancasila tidak dapat diantitesiskan satu sama lain.
Secara tepat dalam Seminar Pancasila tahun 1959, Prof. Notonagoro melukiskan sifat
hirarkis- piramidal Pancasila dengan menempatkan sila “Ketuhanan Yang Mahaesa” sebagai
basis bentuk piramid Pancasila. Dengan demikian keempat sila yang lain haruslah dijiwai
oleh sila “Ketuhanan Yang Mahaesa”. Secara tegas, Dr. Hamka mengatakan: “Tiap-tiap
orang beragama atau percaya pada Tuhan Yang Maha Esa, Pancasila bukanlah sesuatu yang
perlu dibicarakan lagi, karena sila yang 4 dari Pancasila sebenarnya hanyalah akibat saja dari
sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa Pancasila sebagai dasar negara
sesungguhnya berisi:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang
ber-Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta ber-Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Ketuhanan yang maha esa, yang
ber-Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan ber-Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
3. Persatuan Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan
yang adil dan beradab, ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil
dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang
mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan
Indonesia, dan ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan.
C. Perkembangan Pancasila Sebagai Dasar Negara
Jepang menjanjikan kemerdekaan Indonesia di kemudian hari melalui pembentukan
BPUPKI dan PPKI. Generasi Soekarno-Hatta menunjukan ketajaman intelektual dengan
merumuskan gagasan vital seperti yang tercantum di Pembukaan UUD 1045 dimana
Pancasila ditegaskan sebagai kesatuan integral dan integratif. Prof. Notonagoro sampai
menyatakan Pembukaan UUD 1945 adalah dokomen kemanusiaan terbesar setelah American
Declaratiom of Independence (1776).
Isi Pembukaan UUD 1945 adalah nilai-nilai luhur yang universal sehingga Pancasila
di dalamnya merupakan dasar yang kekal dan abadi bagi kehidupan bangsa. Gagasan vital
yang menjadi isi Pancasila sebagai dasar negara merupakan jawaban kepribadian bangsa
sehingga dalam kualitas awalnya Pancasila merupakan dasar negara, tetapi dalam
perkembngannya menjadi ideologi dari berbagai kegiatan yang berimplikasi positif atau
negatif. Pancasila bertolak belakang dengan kapitalisme ataupun komunisme. Pancasila justru
merombak realitas keterbelakangan yang diwariskan Belanda dan Jepang untuk mewujudkan
masyarakat adil dan makmur. Pancasila sudah berkembang menjadi berbagai tahap semenjak
ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945, yaitu :
1. Tahun 1945-1948 merupakan tahap politis. Orientasi Pancasila diarahkan pada
nation and character building. Semangat perstuan dikobarkan demi keselamatan
NKRI terutama untuk menanggulangi ancaman dalam negeri dan luar negeri. Di
dalam tahap dengan atmosfer politis dominan, perlu upaya memugar Pancasila
sebagai dasar negara secara ilmiah filsafati. Pancasila mampu dijadikan pangkal
sudut pandangan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan yang dalam karya-
karyanya ditunjukkan segi ontologik, epismologik dan aksiologiknya sebagai
raison d’etre bagi Pancasila (Notonagoro, 1950). Resonansi Pancasila yang tidak
bisa diubah siapapun tecantum pada Tap MPRS No. XX/MPRS/1966. Dengan
keberhasilan menjadikan “Pancasila sebagai asas tunggal”, maka dapatlah
dinyatakan bahwa persatuan dan kesatuan nasional sebagai suatu state building.
2. Tahun 1969-1994 merupakan tahap pembangunan ekonomi sebagai upaya
mengisi kemerdekaan melalui Pembangunan Jangka Panjang Pertama (PJP I).
Orientasinya diarahkan pada ekonomi, tetapi cenderung ekonomi menjadi
“ideologi”. Secara politis pada tahap ini bahaya yang dihadapi tidak sekedar
bahaya latent sisa G 30S/PKI, tetapi efek PJP 1 yang menimbulkan
ketidak merataan pembangunan dan sikap konsumerisme. Hal ini menimbulkan
kesenjangan sosial yang mengancam pada disintegrasi bangsa. Distorsi di
berbagai bidang kehidupan perlu diantisipasi dengan tepat tanpa perlu
mengorbankan persatuan dan kesatuan nasional. Tantangan memang trerarahkan
oleh Orde Baru, sejauh mana pelakasanaan “Pancasila secara murni dan
konsekuen” harus ditunjukkan. Komunisme telah runtuh karena adanya krisis
ekonomi negara “ibu” yaitu Uni Sovyet dan ditumpasnya harkat dan martaba
tmanusia beserta hak-hak asasinya sehingga perlahan komunisme membunuh
dirinya sendiri. Negara-negara satelit mulai memisahkan diri untuk mencoba
paham demokrasi yang baru. Namun, kapitalisme yang dimotori Amerika Serikat
semakin meluas seolah menjadi penguasa tunggal. Oleh karena itu, Pancasila
sebagai dasar negara tidak hanya sekedar dihantui oleh bahaya subversinya
komunis, melainkan juga harus berhadapan dengan gelombang aneksasinya
kapitalisme
3. Tahun 1995-2020 merupakan tahap “repostioning” Pancasila. Dunia kini sedang
dihadapkan pada gelombang perubahan yang cepat sebagai implikasi arus
globalisasi. Globalisasi sebagai suatu proses pada hakikatnaya telah berlangsung
jauh sebelum abad ke-20 sekarang, yaitu secara bertahap, berawal “embrionial” di
abad 15 ditandai dengan munculnya negara-negara kebangsaan, munculnya
gagasan kebebasan individu yang dipacu jiwa renaissance dan aufklarung. Hakikat
globalisasi sebagai suatu kenyataan subyektif menunjukkan suatu proses dalam
kesadran manusia yang melihat dirinya sebagai partisipan dalam masyarakat dunia
yang semakin menyatu, sedangkana kenyataan obyektif globlaisasi merupakan
proses menyempitnya ruang dan waktu, “menciutnya” dunia yang berkembang
dalam kondisi penuh paradoks. Menghadapi arus globalisasi yang semakin pesat,
keurgensian Pancasila sebagai dasar negara semakin dibutuhkan. Pancasila
dengan sifat keterbukaanya melalui tafsir-tafsir baru kita jadikan pengawal dan
pemandu kita dalam menghadapi situasi yang serba tidak pasti. Pancasila
mengandung komitmen-komitmen transeden yang memiliki “mitosnya” tersendiri
yaitu semua yang “mitis kharismatis” dan “irasional” yang akan tertangkap arti
bagi mereka yang sudah terbiasa berfikir secara teknis-positivistik dan pragmatis
semata.
D. Pancasila di masa saat ini
Sebagai contoh warga Indonesia yang aktif di organisasi "Persaudaraan" ini menyebut
tidak adanya keadilan sosial. Para pemimpin negara yang semestinya memakmurkan rakyat,
tapi ternyata tidak. Kekayaan rakyat dicuri, dirongrong dan semua amburadul. Indonesia
sekarang banyak menghadapi problem besar. Korupsi semakin merajalela. Hukum
dimanipulasi, bukan digunakan untuk melindungi kepentingan rakyat, tapi untuk melindungi
penjahat-penjahat atau koruptor-koruptor di kalangan para penguasa negara, dan juga
terorisme. Kerukunan beragama yang sebenarnya dituntut oleh Pancasila, juga jauh dari
kenyataan di Indonesia saat ini. Dengan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa seyogyanya
masyarakat bebas beragama, tapi kenyataannya tidak demikian.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas maka menulis menyimpulkan beberapa inti dari materi di
atas yakni bahwa Pancasila adalah suatu landasan yang terdiri dari lima sila (pancasila) ,yang
mengundung nilai-nilai luhur kebudayaan yang tertanam dalam darah daging perjuangan
kebangsaan dan kenegaraan. Dalam bahasa Sansekerta kata Pancasila memiliki dua macam
arti secara leksikal, yaitu : Panca artinya lima Syila artinya batu sendi, dasar, atau Syiila
artinya peraturan tingkah laku yang baik/senonoh.
Pancasila sebagai pandangan hidup suatu bangsa dan dasar negara Republik
Indonesia. Pancasila telah melekat dan men-darah daging pada masyarakat Indonesia. Maka
masyarakat Indonesia menjadikan Pancasila sebagai pedoman hidup ataupun menjadikan
Pancasila sebagai perjuangan utama oleh masyarakat banggsa Indonesia. Oleh karena itu,
setiap warga negara mulai menerapkan nilai- nilai pada Pancasila tersebut baik di daerah
maupun di pusat.
SARAN
Berdasarkan wacana diatas kita dapat menyadari betapa pentingnya Pancasila sebagai
pedoman bangsa Indonesia. Maka kita harus menjunjung tinggi dan mengamalkan sila- sila
pancasila tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Astrid S., Susanto. S. 1999. Masyarakat Indonesia Memasuki Abad Ke Dua Puluh
Satu. Jakarta: Ditjen Dikti.
Kaelan, DR, M.S., 2004 (edisi kedelapan), Pendidikan Pancasila ( edisi reformasi
2004), Paradigma: Yogyakarta
Kansil, C.S.T.1992. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Jakarta: Pradnya
Pramita.
Pancasila Sebagai Dasar Negara http://ruhcitra.wordpress.com/2008/11/01/pancasila-
sebagai-dasar-negara/ Accessed: [25 juli, 2013]
Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia
http://www.sarjanaku.com/2011/05/pancasila-sebagai-dasar-negara-republik.html Accessed:
[25 Juli, 2013]
Pasha, M.K. 2002. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education). Yogyakarta :
Cipta Karya Mandiri.
Sejarah Lahirnya Pancasila Sebagai Ideologi dan Dasar Negara http://www.g-
excess.com/4397/sejarah-lahirnya-pancasila-sebagai-ideologi-dan-dasar-negara/ Accessed:
[ 25 Juli, 2013]
Setiady Elly M, Panduan Kuliah Pendidikan Pancasila, Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.