Makalah MKA Ibu Endang
-
Upload
ista-ayuh-paramita -
Category
Documents
-
view
208 -
download
8
Embed Size (px)
Transcript of Makalah MKA Ibu Endang

Manajemen Kualitas Air – Biodegradasi Limbah Minyak dengan Menggunakan Bakteri
1. Pendahuluan
Minyak dan gas bumi sampai saat ini masih merupakan sumber
energi yang menjadi pilihan utama untuk digunakan pada industri,
transportasi dan rumah tangga. Peningkatan akan permintaan minyak bumi
di seluruh dunia telah mengakibatkan pertumbuhan dan ekspansi pada
kegiatan eksplorasi dan pengolahan minyak mentah di berbagai negara,
termasuk Indonesia. Namun demikian, kita selalu dihadapkan pada dilema
antara peningkatan produksi dengan pelestarian sumberdaya alam
lingkungan serta dampak yang ditimbulkan dari proses produksi tersebut.
Hal ini berarti perkembangan industri baik pengolahan minyak bumi
maupun industri yang menggunakan minyak bumi, ternyata merupakan
salah satu sumber pencemar lingkungan (Astri Nugroho, 2006).
Industri minyak bumi memiliki potensi sebagai sumber dampak
terhadap pencemaran air, tanah dan udara baik secara langsung maupun
tidak langsung. Minyak yang merembes ke dalam tanah dapat
menyebabkan tertutupnya suplai oksigen dan meracuni mikroorganisme
tanah sehingga mengakibatkan kematian mikroorganisme tersebut.
Tumpahan minyak di lingkungan dapat mencemari tanah dan perairan
hingga ke daerah sub-surface dan lapisan aquifer air tanah. Jumlah tanah
yang terkontaminasi minyak bumi yang dihasilkan dalam proses produksi
minyak telah meningkat ribuan ton setiap tahun di Indoesia (Bambang
Yudono et al. 2009).
Chator dan Somerville (1978), menjelaskan bahwa pencemaran
minyak bumi di tanah merupakan ancaman yang serius bagi kesehatan
manusia. Minyak bumi yang mencemari tanah dapat mencapai lokasi air
tanah, danau atau sumber air yang menyediakan air bagi kebutuhan
domestik maupun industri sehingga menjadi masalah serius bagi daerah
yang mengandalkan air tanah sebagai sumber utama kebutuhan air bersih
atau air minum. Pencemaran minyak bumi memiliki potensi sebagai
sumber dampak terhadap pencemaran air, tanah dan udara baik secara
langsung maupun tidak langsung, meskipun dengan konsentrasi
1

Manajemen Kualitas Air – Biodegradasi Limbah Minyak dengan Menggunakan Bakteri
hidrokarbon yang sangat rendah dapat berpengaruh terhadap bau dan rasa
air tanah.
Beberapa senyawa organik yang terbentuk di alam dapat
didegradasi oleh mikroorganisme bila kondisi lingkungan menunjang
proses degradasi tersebut. Artinya, pencemaran lingkungan oleh polutan-
polutan organik dapat dengan sendirinya dipulihkan. Namun pada
beberapa lokasi terdapat senyawa organik alami yang resisten terhadap
biodegradasi sehingga senyawa tersebut akan terakumulasi di dalam perut
bumi (Atlas, R.M., 1981). Hidrokarbon minyak bumi merupakan
kontaminan yang paling luas yang mencemari lingkungan. Kecelakaan
tumpahan minyak yang terjadi sering mengakibatkan kerusakan
lingkungan yang serius. Tingkat pencemaran yang berat mampu
membunuh berbagai jenis organism air atau tanah dan menyebabkan
lingkungan mengalami kerusakan yang bersifat permanen (Prince et. al.
2003).
Pengelolaan limbah pada kegiatan industri minyak pada dasarnya
adalah untuk menyelamatkan lingkungan dari kemungkinan penurunan
kualitas lingkungan. Limbah minyak merupakan kotoran minyak yang
terbentuk dari proses pengumpulan dan pengendapan kontaminan minyak.
Limbah minyak mengandung minyak, zat padat, air, dan logam berat.
Limbah minyak ini merupakan bahan pencemar yang dapat menimbulkan
dampak negatif bagi lingkungan oleh sebab itu harus segera ditanggulangi.
Berbagai upaya yang dilakukan untuk mengatasi pencemaran lingkungan
dengan perbaikan pada sistim penambangan, pengolahan, penyaluran
minyak dan pengolahan limbah. Upaya pencegahan tumpahan minyak di
lingkungan dapat dilakukan dengan mengusahan sekecil mungkin
tumpahan yang dapat terjadi (Dessy, Y., 2002).
Ketika minyak masuk ke lingkungan laut, maka minyak tersebut
dengan segera akan mengalami perubahan secara fisik dan kimia. Diantara
proses tersebut adalah membentuk lapisan (slick formation), menyebar
(dissolution), menguap (evaporation), polimerasi (polymerization),
emulsifikasi (emulsification), emulsi air dalam minyak ( water in oil
2

Manajemen Kualitas Air – Biodegradasi Limbah Minyak dengan Menggunakan Bakteri
emulsions ), emulsi minyak dalam air (oil in water emulsions), foto oksida,
biodegradasi mikorba, sedimentasi, dicerna oleh plankton dan bentukan
gumpalan.
Lapisan minyak yang terdispersi dipermukaan air lingkungan akan
mengganggu kehidupan organisme dalam air. Hal ini disebabkan oleh
Lapisan minyak pada permukaan air akan menghalangi difusi oksigen dari
udara ke dalam air sehingga jumlah oksigen yang terlarut di dalam air
menjadi berkurang. Kandungan oksigen yang menurun akan mengganggu
kehidupan hewan air. Adanya lapisan minyak pada permukaan air juga
akan menghalangi masuknya sinar matahari ke dalam air sehingga
fotosintesis oleh tanaman air tidak dapat berlangsung. Akibatnya, oksigen
yang seharusnya dihasilkan pada proses fotosintesis tersebut tidak terjadi.
Kandungan oksigen dalam air jadi semakin menurun. Tidak hanya hewan
air saja yang terganggu akibat adanya lapisan minyak pada permukaan air
tersebut, tetapi burung air pun ikut terganggu karena bulunya jadi lengket,
tidak bisa mengembang lagi terkena minyak. Selain dari pada itu, air yang
telah tercemar oleh minyak juga tidak dapat dikonsumsi oleh manusia
karena seringkali dalam cairan yang berminyak terdapat juga zat-zat yang
beracun, seperti senyawa benzene, senyawa toluene dan lain sebagainya.
Penanganan kondisi lingkungan yang tercemari minyak bumi dapat
dilakukan secara fisika, kimia, dan biologi. Penanganan secara fisika
biasanya dilakukan pada langkah awal yaitu dengan mengisolasi secara
cepat sebelum tumpahan minyak menyebar kemana-mana. Metode fisika
yang dapat digunakan ialah dengan mengambil kembali minyak bumi
yang tumpah dengan oil skimmer. Penanganan secara kimia lebih mudah
dilaksanakan yaitu tinggal mencari bahan kimia yang mampu
mendegradasi minyak bumi. Sedangkan penanganan limbah secara
biologi antara lain dengan
Melalui tulisan ini untuk dapat diperoleh gambaran sejauh mana
bakteri laut Indonesia mampu mendegradasi fenantren, maka dilakukan
penelitian ini.
3

Manajemen Kualitas Air – Biodegradasi Limbah Minyak dengan Menggunakan Bakteri
2. Tinjauan Pustaka
2.1 Komponen Pencemar Air
Komponen pencemar air dapat berupa bahan buangan padat,
organik, anorganik, olahan bahan makanan, cairan berminyak, zat kimia,
dan panas.
1. Bahan buangan padat/butiran.
a) Pelarutan bahan buangan padat menyebabkan perubahan warna.
Larutan pekat dan berwarna gelap mengurangi penetrasi sinar matahari
ke dalam air, fotosintesis dalam air terganggu sehingga jumlah oksigen
terlarut berkurang dan akan berpengaruh terhadap kehidupan
organisme dalam air.
b) Pengendapan bahan buangan padat akan menutupi permukaan dasar
air, menghalangi fotosintesis, menutupi sumber makanan dan telur
ikan di dasar air, sehingga jumlah ikan berkurang.
c) Pembentukan koloidal yang melayang dalam air menyebabkan keruh
dan menghalangi sinar matahari, fotosintesis terganggu dan jumlah
oksigen terlarut berkurang sehingga mempengaruhi kehidupan dalam
air.
2. Bahan buangan organik.
Berupa limbah yang dapat membusuk/terdegradasi oleh
mikroorganisme. Menyebabkan jumlah mikroorganisme bertambah dan
tumbuh bakteri patogen yang merugikan. Limbah ini dapat diproses
menjadi pupuk/kompos.
3. Bahan buangan anorganik.
Berupa limbah yang tidak dapat membusuk dan sulit didegradasi
oleh mikroorganisme sehingga dapat meningkatkan jumlah ion logam
dalam air. Limbah ini berasal dari industri yang melibatkan unsur logam
Pb, As, Cd, Hg, Cr, Ni, Ca, Mg, Co, misalnya pada industri kimia,
elektronika, elektroplating. Ion logam Ca dan Mg menyebabkan air sadah
yang mengakibatkan korosi pada alat besi, menimbulkan kerak/endapan
pada peralatan proses seperti tangki/bejana air, ketel uap, dan pipa
4

Manajemen Kualitas Air – Biodegradasi Limbah Minyak dengan Menggunakan Bakteri
penyalur. Ion logam Pb, As, Hg bersifat racun sehingga air tidak dapat
untuk minum.
4. Bahan buangan olahan bahan makanan (termasuk bahan organik).
Jika bahan mengandung protein dan gugus amin akan terdegradasi
menjadi senyawa yang mudah menguap dan berbau busuk sehingga air
mengandung mikroorganisme dan bakteri patogen.
5. Bahan buangan cairan berminyak.
Tidak larut dalam air, mengapung dan menutupi permukaan air. Jika
mengandung senyawa volatil akan menguap. Terdegradasi oleh
mikroorganisme dalam waktu lama.
Bahan ini mengganggu karena:
a) Menghalangi difusi oksigen dari udara ke dalam air.
b) Menghalangi sinar matahari sehingga fotosintesis terganggu.
c) Ikan di permukaan dan burung air terganggu, bulu burung lengket dan tak
bisa mengembang.
d) Air tak dapat dikonsumsi karena mengandung zat beracun seperti benzena,
dan senyawa toluena.
6. Bahan buangan zat kimia, misalnya:
a) Sabun, deterjen, shampoo, dan bahan pembersih lainnya. Bahan ini
mengganggu lingkungan karena:
i. Menaikkan pH air. Jika memakai bahan non-pospat menaikkan pH
menjadi 10,5 – 11.
ii. Bahan antiseptik yang ditambahkan akan dapat
membunuh/mengganggu mikroorganisme. Sebagian jenis
sabun/deterjen tak dapat terdegradasi.
b) Bahan pemberantas hama/insektisida. Bersifat racun dan tak dapat/sulit
terdegradasi (beberapa minggu sampai beberapa tahun). Insektisida
sering dicampur dengan senyawa minyak bumi sehingga permukaan
air akan tertutupi minyak.
5

Manajemen Kualitas Air – Biodegradasi Limbah Minyak dengan Menggunakan Bakteri
c) Zat pewarna. Bersifat racun dan cocarcinogenik (merangsang /
penyebab tumbuhnya kanker) dan dapat mempengaruhi kandungan
oksigen dan pH dalam air. Zat warna mengandung senyawa kimia
berbahaya chromogen dan auxsochrome.
d) Larutan penyamak kulit. Mengandung ion logam Cr, tidak dapat untuk
air minum. Sebagai pengganti Cr untuk bahan penyamak dipakai
enzym. Bersama lemak dan sisa kulit, enzym akan didegradasi
menghasilkan senyawa yang mudah menguap dan berbau busuk (hasil
peruraian protein dan senyawa amin). Populasi mikroorganisme akan
bertambah dan memungkinkan berkembang biaknya bakteri patogen
yang berbahaya.
e) Zat radioaktif. Penggunaan radiasi zat radioaktif di berbagai bidang
(pertanian, peternakan, kedokteran, hidrologi, farmasi, pertambangan,
industri) akan terbawa air ke lingkungan. Akibat radiasi dapat merusak
sel tubuh dan genetik.
6

Manajemen Kualitas Air – Biodegradasi Limbah Minyak dengan Menggunakan Bakteri
Hubungan antara bahan pencemar yang berupa gas, bahan terlarut,
dan partikulat terhadap lingkungan perairan dan kesehatan manusia dapat
ditunjukkan secara skematik sebagai berikut :
Gambar 1. Bagan Pengaruh Beberapa Jenis Bahan Pencemar terhadap
Lingkungan Perairan.
2.2 Bioremediasi
Bioremediasi memiliki konsep dasar pendaurulangan seluruh
material organik. Bakteri pengurai spesifik dapat diisolasi dengan
menebarkannya pada daerah yang terkontaminasi dan dengan
menambahkan nutrisi serta ketersediaan oksigen dapat mempercepat
penurunan polutan. Proses bioremediasi bergantung pada kemampuan
mikroorganisme yang digunakan dan sistem yang dioperasikan. Proses
bioremediasi akan bekerja maksimal pada pH dan suhu optimum serta
tersedianya oksigen yang cukup bagi mikroorganisme. Tanah sering diolah
atau diperlakukan dengan teknologi fase padat. Hal ini biasanya dilakukan
dengan menempatkan tanah yang sudah digali ke dalam suatu sistem
wadah. Perlakuan fase padat berguna untuk tanah yang terkontaminasi
minyak bumi (Crawford & Crawford 1996). Menurut Eweis et al. (1998),
7

Manajemen Kualitas Air – Biodegradasi Limbah Minyak dengan Menggunakan Bakteri
beberapa kelebihan teknik bioremediasi adalah murah, dapat
menghilangkan toksisitas dari senyawa pencemar berbahaya, sederhana,
dan bioremediasi secara in situ dapat dilakukan dengan aman. Faktor-
faktor yang memengaruhi efektivitas proses bioremediasi ialah keadaan
lingkungan, fisik, dan kimia. Faktor lingkungan meliputi suhu, pH,
ketersediaan oksigen, nutrisi, dan kelembapan. Faktor fisik terdiri atas
ketersediaan air, kesesuaian jumlah mikroorganisme dengan senyawa
pencemar, dan tersedianya suatu akseptor yang sesuai, misalnya oksigen.
Sementara faktor kimia terdiri atas bentuk struktur kimia dari senyawa
pencemar yang akan memengaruhi sifat fisik dan kimia pencemar tersebut
(Eweis et al. 1998).
2.3 Senyawa Hidrokarbon
1. Hidrokarbon Alifatik
Mikroorganisme pedegradasi hidrokarbon rantai lurus dalam
minyak bumi ini jumlahnya relatif kecil dibanding mikroba pendegradasi
hidrokarbon aromatik. Di antaranya adalah Nocardia, Pseudomonas,
Mycobacterium, khamir tertentu, dan jamur. Mikroorganisme ini
menggunakan hidrokarbon tersebut untuk pertumbuhannya. Penggunaan
hidrokarbon alifatik jenuh merupakan proses aerobik (menggunakan
oksigen). Tanpa adanya O2, hidrokarbon ini tidak didegradasi oleh
mikroba (sebagai pengecualian adalah bakteri pereduksi sulfat).
Langkah pendegradasian hidrokarbon alifatik jenuh oleh
mikroorganisme meliputi oksidasi molekuler (O2) sebagai sumber reaktan
dan penggabungan satu atom oksigen ke dalam hidrokarbon teroksidasi.
Reaksi lengkap dalam proses ini terlihat pada gambar 1.
8

Manajemen Kualitas Air – Biodegradasi Limbah Minyak dengan Menggunakan Bakteri
Gambar 1. Reaksi degradasi hidrokarbon alifatik
2. Hidrokarbon Aromatik
Banyak senyawa ini digunakan sebagai donor elektron secara
aerobik oleh mikroorganisme seperti bakteri dari genus Pseudomonas.
Metabolisme senyawa ini oleh bakteri diawali dengan pembentukan
Protocatechuate atau catechol atau senyawa yang secara struktur
berhubungan dengan senyawa ini. Kedua senyawa ini selanjutnya
didegradasi menjadi senyawa yang dapat masuk ke dalam siklus Krebs
(siklus asam sitrat), yaitu suksinat, asetil KoA, dan piruvat. Gambar 2
menunjukkan reaksi perubahan senyawa benzena menjadi catechol.
9

Manajemen Kualitas Air – Biodegradasi Limbah Minyak dengan Menggunakan Bakteri
Gambar 2. Reaksi degradasi hidrokarbon aromatik
2.4 Biodegradasi Minyak Bumi
Biodegradasi minyak bumi merupakan suatu proses yang
kompleks. Proses ini bergantung pada komunitas mikroba, kondisi
lingkungan, dan senyawa yang akan diurai. Dalam proses tersebut terjadi
penguraian hidrokarbon oleh bakteri yang telah beradaptasi dengan baik di
lingkungan tersebut (Udiharto et al. 1995).
Degradasi minyak bumi dapat dilakukan dengan memanfaatkan
mikroorganisme seperti bakteri, beberapa khamir, jamur, sianobakteria,
dan alga biru. Mikroorganisme ini mampu menguraikan komponen
minyak bumi karena kemampuannya mengoksidasi hidrokarbon dan
menjadikan hidrokarbon sebagai donor elektronnya.
Di dalam minyak bumi terdapat dua macam komponen yang dibagi
berdasarkan kemampuan mikroorganisme menguraikannya, yaitu
komponen minyak bumi yang mudah diuraikan oleh mikroorganisme dan
komponen yang sulit didegradasi oleh mikroorganisme. Komponen
minyak bumi yang mudah didegradasi oleh bakteri merupakan komponen
terbesar dalam minyak bumi atau mendominasi, yaitu alkana yang bersifat
lebih mudah larut dalam air dan terdifusi ke dalam membran sel bakteri.
10

Manajemen Kualitas Air – Biodegradasi Limbah Minyak dengan Menggunakan Bakteri
Jumlah bakteri yang mendegradasi komponen ini relatif banyak karena
substratnya yang melimpah di dalam minyak bumi. Isolat bakteri
pendegradasi komponen minyak bumi ini biasanya merupakan
pengoksidasi alkana normal.
Komponen minyak bumi yang sulit didegradasi merupakan
komponen yang jumlahnya lebih kecil dibanding komponen yang mudah
didegradasi. Hal ini menyebabkan bekteri pendegradasi komponen ini
berjumlah lebih sedikit dan tumbuh lebih lambat karena kalah bersaing
dengan pendegradasi alkana yang memiliki substrat lebih banyak. Isolasi
bakteri ini biasanya memanfaatkan komponen minyak bumi yang masih
ada setelah pertumbuhan lengkap bakteri pendegradasi komponen minyak
bumi yang mudah didegradasi.
2.5 Faktor Pembatas Biodegradasi
Kemampuan sel mikroorganisme untuk melanjutkan
pertumbuhannya sampai minyak bumi didegradasi secara sempurna
bergantung pada suplai oksigen yang mencukupi dan nitrogen sebagai
sumber nutrien. Seorang ilmuwan bernama Dr. D. R. Boone menemukan
bahwa nitrogen tetap merupakan nutrien yang paling penting untuk
degradasi bahan bakar. Selain itu keaktifan mikroorganisme pendegradasi
hidrokarbon juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti temperatur
dan pH. Kondisi lingkungan yang tidak sesuai menyebabkan mikroba ini
tidak aktif bekerja mendegradasi minyak bumi. Sebagai contoh,
penambahan nutrien anorganik seperti fosfor dan nitrogen untuk area
tumpahan minyak meningkatkan kecepatan bioremediasi secara signifikan.
2.6 Bakteri Hidrokarbonoklastik
Mikroorganisme, terutama bakteri yang mampu mendegradasi
senyawa yang terdapat di dalam hidrokarbon minyak bumi disebut bakteri
hidrokarbonoklastik. Bakteri ini mampu mendegradasi senyawa
hidrokarbon dengan memanfaatkan senyawa tersebut sebagai sumber
karbon dan energi yang diperlukan bagi pertumbuhannya. Mikroorganisme
ini mampu menguraikan komponen minyak bumi karena kemampuannya
11

Manajemen Kualitas Air – Biodegradasi Limbah Minyak dengan Menggunakan Bakteri
mengoksidasi hidrokarbon dan menjadikan hidrokarbon sebagai donor
elektronnya. Mikroorganisme ini berpartisipasi dalam pembersihan
tumpahan minyak dengan mengoksidasi minyak bumi menjadi gas karbon
dioksida (CO2), bakteri pendegradasi minyak bumi akan menghasilkan
bioproduk seperti asam lemak, gas, surfaktan, dan biopolimer yang dapat
meningkatkan porositas dan permeabilitas batuan reservoir formasi klastik
dan karbonat apabila bakteri ini menguraikan minyak bumi.
Bakteri hidrokarbonoklastik diantaranya adalah Pseudomonas,
Arthrobacter, Alcaligenes, Brevibacterium, Brevibacillus, dan Bacillus.
Bakteri-bakteri tersebut banyak tersebar di alam, termasuk dalam perairan
atau sedimen yang tercemar oleh minyak bumi atau hidrokarbon. Kita
hanya perlu mengisolasi bakteri hidrokarbonoklastik tersebut dari alam
dan mengkulturnya, selanjutnya kita bisa menggunakannya sebagai
pengolah limbah minyak bumi yang efektif dan efisien, serta ramah
lingkungan.
2.7 Penanggulangan Pencemaran Limbah Minyak Bumi
Ir. Ginting Perdana Dalam bukunya yang berjudul “Sistem
Pengelolaan Lingkungan dan Limbah Industri”, menerangkan bahwa pada
umumnya, teknik bioremediasi in-situ diaplikasikan pada lokasi tercemar
ringan, lokasi yang tidak dapat dipindahkan, atau karakteristik kontaminan
yang volatil. Sedangkan Bioremediasi ex-situ merupakan teknik
bioremediasi dimana lahan atau air yang terkontaminasi diangkat,
kemudian diolah dan diproses pada lahan khusus yang disiapkan untuk
proses bioremediasi. Beberapa teknik penanggulangan tumpahan minyak
diantaranya in-situ burning, penyisihan secara mekanis, bioremediasi,
penggunaan sorbent, penggunaan bahan kimia dispersan, dan washing oil.
In-situ burning adalah pembakaran minyak pada permukaan laut,
sehingga mengatasi kesulitan pemompaan minyak dari permukaan laut,
penyimpanan dan pewadahan minyak serta air laut yang terasosiasi.
Teknik ini membutuhkan booms (pembatas untuk mencegah penyebaran
minyak) atau barrier yang tahan api. Namun, pada peristiwa tumpahan
12

Manajemen Kualitas Air – Biodegradasi Limbah Minyak dengan Menggunakan Bakteri
minyak dalam jumlah besar sulit untuk mengumpulkan minyak yang
dibakar. Selain itu, penyebaran api sering tidak terkontrol. Penyisihan
minyak secara mekanis melalui 2 tahap, yaitu melokalisir tumpahan
dengan menggunakan booms dan melakukan pemindahan minyak ke
dalam wadah dengan menggunakan peralatan mekanis yang disebut
skimmer.
3. Materi dan Metode
Studi penelitian ini dilakukan di area pelabuhan Kumai,
Kalimantan Tengah. Sampel air laut tercemar diambil pada kedalaman
sekitar 2 meter dari pelabuhan Kumai Kalimantan Tengah. Bahan kimia
seperti fenantren ditambahkan sebagai nutrien pengkayaan digunakan
minyak mentah. Beberapa medium yang digunakan adalah swp broth yang
mengandung (NH4NO3, K2HPO4, Fe(III) sitrat, ekstrak yeast). Selain itu
digunakan medium agar-ONR7 yang mengandung NaCl, Na2SO4,
TAPSO, KCl, NH4Cl, Na2HPO4.7 H2O, NaBr, NaHCO3, H3BO3, NaF,
MgCl2, CaCl2, SrCl2 dan FeCl24H2O. Purifikasi dilakukan dengan
menggunakan medium marine-agar (2116 difco) yang mengandung yeast
peptone, casamino acid, dekstrose, soluble starch, sodium pyruvate dan
agar. Pelarut organik yang digunakan adalah diklorometan (Merck),
heksan (Merck), etil asetat (Merck). Peralatan yang digunakan untuk
identifikasi produk konversi adalah GC-Mass dengan kolom kapiler.
Tahapan yang dilakukan pada studi ini antara lain, isolasi mikroba,
uji tingkat biodegradasi, Isolasi bakteri pendegradasi, uji tingkat
biodegradasi, pemisahan senyawa hasil biodegradasi dan analisa produk
biodegradasi.
Isolasi Mikroba. Sampel air laut sebanyak 4 mL di tambahkan
nutrien fenantren 1000 ppm dan 1mL medium swp. Selanjutnya diinkubasi
selama 2-4 minggu menggunakan “shaker incubator” suhu 30oC.Sesudah 2
minggu larutan fermentasi diinokulasi kedalam media agar-onr7 dengan
konsentrasi 10-1 dan 10-2. Sebelum diinkubasi dilakukan sublimasi dengan
uap fenantren standar pada permukaan agar. Mikroba positif pendegradasi
13

Manajemen Kualitas Air – Biodegradasi Limbah Minyak dengan Menggunakan Bakteri
fenantren ditunjukkan dengan adanya zona bening disekitar koloni.
Selanjutnya dilakukan isolasi dan purifikasi.
Uji Tingkat Biodegradasi. Sebelumnya dibuat prakultur isolat
dalam 4mL medium “marine broth”, kemudian diinkubasi selama 2 hari,
sebanyak 3mL larutan prakultur ditambahkan kedalam 300mL medium
“marine broth” yang mengandung minyak mentah (1mL) dan diinkubasi
pada “rotary shaker” suhu 30oC. Sesudah 6 hari, kultur dipanen dan
disentrifuse untuk mendapatkan sel bakteri. Sel dipisahkan dari
“supernatant” dan ditimbang berat basahnya. Selanjutnya pellet bakteri
dilarutkan dalam 4 mL buffer fosfat pH 7,5 mL. Sebanyak 1 mL larutan
inokulum (1,08mg/mL) ditambahkan kedalam 150 mL medium ONR-7
yang masing-masing mengandung PAH fenantren 1000 ppm. Sebagai
kontrol abiotik digunakan medium ONR-7 yang mengandung PAH tanpa
diinokulasi dengan bakteri. Masing-masing eksperimen dilakukan secara
duplo. Kultur diinkubasi pada “rotary shaker” suhu 30oC, dan dilakukan
pengukuran pertumbuhan dengan spektrometer UV/visible panjang
gelombang 660 nm. Pemanenan dua kali dalam seminggu dilakukan untuk
mendeteksi konsentrasi fenantren yang tersisa. Kultivasi dihentikan ketika
grafik pertumbuhan sudah mengalami penurunan. Preparasi sampel yang
digunakan untuk analisis GC/GC-Mass dilakukan sebagai berikut,
sebanyak 5 mL larutan kultur diekstrak dengan diklorometan, kemudian
diambil fasa organiknya, selanjutnya untuk menghilangkan kandungan air
ditambahkan natrium sulfat. Fase organik dipekatkan hingga volume akhir
1 mL. Contoh siap dianalisis menggunakan GC dan GCMass. Analisis
“Gas Chromatography” dilakukan untuk mengetahui konsentrasi fenantren
sisa biodegradasi.Metode yang digunakan adalah metode Anonimous
1989. Detektor yang digunakan adalah FID, dengan kolom kapiler (HP1)
silika panjang 12 m, diameter 0,2 mm, tebal film 0,33 μm. Suhu oven
60oC kemudian dinaikkan hingga 280oC. Kecepatan alir 6mL/menit,
didiamkan selama 15 menit. Suhu detektor 300oC dan suhu injektor
240oC. Sebagai gas pembawa digunakan hidrogen.
14

Manajemen Kualitas Air – Biodegradasi Limbah Minyak dengan Menggunakan Bakteri
Pemisahan Senyawa Hasil Biodegradasi. Untuk menentukan
struktur senyawa hasil konversi, dilakukan pemanenan terhadap kultur
Pseudomonas sp KalP3b22 pada hari ke-29. Larutan kultur selanjutnya
diekstrak dengan pelarut diklorometan, kemudian dievaporasi dan ekstrak
difraksinasi menggunakan kromatografi kolom. Kromatografi kolom silika
gel dengan elusi gradien heksan-etil asetat digunakan untuk memisahkan
fraksifraksi produk konversi. Selanjutnya fraksi-fraksi hasil kromatografi
kolom dianalisis menggunakan kromatografi lapis tipis untuk menentukan
fraksi produk konversi. Sebagai penampak noda digunakan sinar UV.
Analisis Produk Biodegradasi. Untuk mengetahui produk konversi
hasil degradasi maka dilakukan analisis spektrofotometer infra merah dan
analisis GC-Mass. Fraksi–fraksi hasil pemisahan dengan kromatografi
kolom silika gel sesudah dikeringkan diambil sedikit dan dicampur dengan
serbuk KBr dan dihaluskan kemudian langsung dimasukkan “sample
plate” dan dilakukan pengukuran.
4. Hasil dan Pembahasan
Isolasi Bakteri Pendegradasi. Dari hasil skrining bakteri
pendegradasi fenantren, diperoleh isolat dengan warna krem yang
memberikan zona pada uji sublimasi dengan fenantren. Gambar 1 berikut
di bawah ini adalah profil dari isolat pendegradasi terpilih KalP3b22.
Identifikasi dengan analisis 16SrDNA dari isolat tersebut menunjukkan
jenis Pseudomonas sp KalP3b22.
Uji Biodegradasi. Analisis konsentrasi sisa fenantren hasil
biodegradasi Pseudomonas sp KalP3b22, dilakukan dengan menggunakan
Kromatografi Gas. Gambar 2 berikut adalah profil biodegradasi fenantren
oleh bakteri tersebut. Degradasi fenantren berlangsung cepat pada 2 hari
pertama kultivasi, dimana terjadi penurunan konsentrasi hingga 44,4%.
Selanjutnya hingga hari ke-29 penurunan konsentrasi fenantren mencapai
59,5%. Hasil tersebut membuktikan bahwa metabolisme fenantren pada
bakteri Pseudomonas sp KalP3b22 maksimal pada 2 hari kultivasi, pada
hari selanjutnya metabolisme fenantren sangat lambat. Hingga hari ke-29,
15

Manajemen Kualitas Air – Biodegradasi Limbah Minyak dengan Menggunakan Bakteri
bakteri ini tidak mampu mendegradasi fenantren secara total. Sehingga
untuk mendegradasi hidrokarbon secara sempurna, diperlukan optimasi
baik dari segi lingkungan (pH, nutrien, oksigen, suhu) maupun dari
mikrobanya sendiri dilakukan rekayasa genetika dan penggunaan
konsorsium .
Analisis Produk Konversi. Pemisahan senyawa hasil fermentasi
menggunakan kromatografi kolom menghasilkan 4 fraksi. Fraksi 1
menggunakan eluen heksan 100%, fraksi 2 heksan:etil asetat (5:1), fraksi 3
heksan:etil asetat (4:1) dan fraksi 4 heksan:etil asetat (1:1). Analisis TLC
fraksi 1 dan 2 mempunyai waktu retensi sama dengan fenantren (0,6),
sedangkan fraksi 3 dan 4 mempunyai waktu retensi (0,3). Terhadap fraksi
16

Manajemen Kualitas Air – Biodegradasi Limbah Minyak dengan Menggunakan Bakteri
tersebut dilakukan analisis GC-Mass. Di bawah ini adalah profil GC
senyawa hasil biodegradasi fenantren oleh bakteri Pseudomonas sp
kalp3b22. Analisis kromatogram GC-Mass senyawa hasil biodegradasi
fenantren menunjukkan 2 puncak penting, puncak 1 pada waktu retensi
15,16 menit dan puncak 2 pada waktu retensi 21,55 menit. Analisis spektra
massa menggunakan internal standar menunjukkan bahwa senyawa
dengan waktu retensi 15,16 menit adalah naftalenol sedangkan senyawa
dengan waktu retensi 21,55 menit adalah fenantren. Gambar 4 di bawah
ini merupakan spektra massa senyawa naftalenol.
Dari profil fragmentasi senyawa hasil biokonversi didapatkan
“base peak”m/z 144 yang menunjukkan berat molekul 1-naftalenol.
Puncak ion dengan m/z 115
17

Manajemen Kualitas Air – Biodegradasi Limbah Minyak dengan Menggunakan Bakteri
Gambar tersebut menunjukkan hilangnya ion =C-OH pada gugus
naftalenol, selanjutnya diikuti dengan hilangnya 2 atom C menghasilkan
puncak ion pada m/z 89. Pecahnya seluruh cincin aromatik ditandai
dengan hilangnya molekul =HC-CH= ,sehingga muncul ion molekul
dengan m/z 63. Dari hasil analisis tersebut memberikan bukti bahwa
bakteri Pseudomonas sp Kalp3b22 mampu mendegradasi fenantren
menjadi senyawa naftalenol. Gambar 5 berikut adalah struktur fenantren
dan 1-naftalenol. Jalur metabolik biodegradasi fenantren dengan naftalen
pada bakteri tertentu sangat berhubungan satu sama lain, sehingga
pembentukan senyawa turunan naftalen dalam hal ini naftalenol pada
metabolisme fenantren dapat terjadi. Selain itu Kiyohara juga melaporkan
bahwa jalur metabolisme fenantren pada jamur juga melibatkan serangan
naftaloksidatif pada posisi “K-region” fenantren, yang selanjutnya dapat
terbentuk senyawa turunan naftalen.
5. Kesimpulan
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa bakteri laut asal
Kumai pseudomonas sp KalP 3b22 merupakan jenis yang potensial untuk
dikembangkan menjadi bakteri biodegradator PAH. Dengan model
molekul fenantren terbukti bakteri ini mampu mendegradasi hingga tahap
18

Manajemen Kualitas Air – Biodegradasi Limbah Minyak dengan Menggunakan Bakteri
pembukaan cincin aromatik. Penelitian genetika, “functional gene” dan
enzimologi sangat diperlukan untuk mengetahui kemampuan
pendegradasiannya secara menyeluruh.
19

Manajemen Kualitas Air – Biodegradasi Limbah Minyak dengan Menggunakan Bakteri
DAFTAR PUSTAKA
Herdiyantoro, D. 2005. Biodegradasi Hidrokarbon Minyak Bumi oleh Bacillus sp. Galur ICBB 7859 dan ICBB 7865 dari Ekosistem Air Hitam Kalimantan Tengah dengan Penambahan Surfaktan. IPB Press
Syafrizal1, Devitra Saka Rani1,*, Sri Astuti Rahayu1. Pemanfaatan Surfaktan dalam Pengolahan Limbah Berminyak secara Bioproses. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi ”LEMIGAS”, Jakarta Selatan
Murniasih T. , et al. 2007. Biodegradasi Fenantren Oleh Bakteri Laut Pseudomonas sp KalP3b22 Asal Kumai Kalimantan Tengah. MAKARA, SAINS, VOL. 13, NO. 1, APRIL 2009: 77-80
Nursyirwani dan Amolle, K. C. 2007. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Hidrokarbonoklastik dari Perairan Dumai dengan Sekuen 16S rDNA. Jurusan Ilmu Kelautan, Faperika, Universitas Riau, Pekanbaru 28293
Yani, M. dan Akbar, Y. Tanpa tahun. Proses Biodegradasi Minyak Diesel oleh Campuran Bakteri Pendegradasi Hidrokarbon. Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Zam, S. I. Tanpa tahun. Optimasi Konsentrasi Inokulum, Rasio C:N:P Dan Ph Pada Proses Bioremediasi Limbah Pengilangan Minyak Bumi Menggunakan Kultur Campuran. Jurusan Pertanian Fakultas Pertanian dan Peternakan UIN Sultan Syarif Kasim Riau
20