Makalah Mandiri Pbl 24 (a. Hemo Imun)

download Makalah Mandiri Pbl 24 (a. Hemo Imun)

of 17

description

PBL

Transcript of Makalah Mandiri Pbl 24 (a. Hemo Imun)

Anemia Hemolitik AutoimunVincensia Priska Priscylla Babay10.2008.213Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJl. Terusan Arjuna Utara no 6, Jakarta [email protected]

A. PendahuluanAnemia hemolitik adalah anemia yang terjadi karena meningkatnya penghancuran sel darah merah. Dalam keadaan normal, sel darah merah mempunyai waktu hidup 120 hari. Jika menjadi tua, sel pemakan dalam sumsum tulang, limpa, dan hati dapat mengetahuinya dengan merusaknya. Jika suatu penyakit menghancurkan sel darah merah sebelum waktunya (hemolisis), sumsum tulang berusaha menggantinya dengan mempercepat pembentukan sel darah merah yang baru, sampai 10 kali kecepatan normal. Jika penghancuran sel darah merah melebihi pembentukannya, maka akan terjadi anemia hemolitik.1 Kadang-kadang sistem kekebalan tubuh mengalami gangguan fungsi dan menghancurkan selnya sendiri karena keliru mengenalinya sebagai bahan asing (reaksi autoimun). Jika suatu reaksi autoimun ditujukan kepada sel darah merah, akan terjadi anemia hemolitik autoimun.2Anemia hemolitik autoimun memiliki banyak penyebab, tetapi sebagian besar penyebabnya tidak diketahui (idiopatik). Diagnosis ditegakkan jika pada pemeriksaan laboratorium ditemukan antibodi (autoantibodi) dalam darah, yang terkait dan meberikan reaksi.1

B. Pembahasan 1. Anamnesa Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Anamnesis dapat dilakukan langsung kepada pasien, yang disebut autoanamnesis, atau dilakukan terhadap orang tua, wali, orang yang dekat dengan pasien, atau sumber lain, disebut sebagai aloanamnesis.2Anamnesis dimulai dengan menanyakan identitas, keluhan utama,riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu dan riwayat penyakit keluarga, kemudian kita menanyakan tentang penyakit yang berhubungan pada kasus.21) Identitas :2,3 Nama (+ nama keluarga) Umur/ usia Jenis kelamin Nama orang tua Alamat Umur/ pendidikan/ pekerjaan orang tua Agama dan suku bangsa2) Keluhan utama2,3 Keluhan/ gejala yang menyebabkan pasien dibawa berobat( keluhan mudah lelah )3) Riwayat penyakit sekarang2,3 Sejak kapan mulai terjadi keluhan ? Apakah sering merasa lemas? Apakah ada demam? Apaka sering mimisan? Apakah kurang nafsu makan? Apakah sering mengkonsumsi obat-obatan tertentu (metildopa, kuinidin, penisilin dll) Apakah ada penurunan nafsu makan? Apakah ada keluhan pusing/sakit kepala? Apakah ada mual/muntah? Apakah ada nyerih abdomen? Apakah urinnya berwarna gelap?4) Riwayat perjalanan penyakit :2,3 Cerita kronologis, rinci, jls ttg keadaan pasien sblm ada keluhan sampai dibawa berobat Pengobatan sebelumnya dan hasilnya (macam obat dll) Tindakan sebelumnya Reaksi alergi Perkembangan penyakit gejala sisa/ cacat5) Riwayat penyakit dahulu2,3 Apa ada riwayat penyakit yang sama sebelumnya?

2. Pemeriksaan fisik Keadaan umum : melihat pasien tampak sakit ringan, sedang atau berat. Juga melihat kesadaran pada pasien.3 Periksa tanda-tanda vital : Tekanan darah Nadi Frekuensi nafas Suhu3 Inspeksi Melakukan inspeksi pada wajah pasien untuk melihat apakah wajahnya terlihat pucat atau tidak, konjunctiva anemis atau tidak, sclera ikterik atau tidak.3 PalpasiPemeriksaan palpasi dengan cara meraba dilakukan pada thoraks, abdomen dan lien untuk melihat apakan ada pembesaran pada bagian-bagian tersebut atau masih dalam batas normal.3

3. Pemeriksaan penunjangPemeriksaan untuk mendeteksi autoantibodi pada eritrosit: Direct Antiglobulin Test (direct Coombs test): sel eritrosit pasien dicuci dari protein-protein yang melekat dan direaksikan dengan antiserum atau antibodi monoclonal terhadap berbagai imunoglobulin dan fraksi komplomen, terutama IgG dan C3d. Bila pada permukaan sel terdapat salah satu atau kedua IgG dan Cd3 maka akan terjadi aglutinasi.1 Indirect Antiglobulin Test (indirect Coombs test): untuk mendeteksi autoantibodi yang terdapat pada serum. Serum pasien direaksikan dengan sel-sel reagen. Imunoglobulin yang beredar pada serum akan melekat pada sel-sel reagen, dan dapat dideteksi dengan antiglobulin sera dengan terjadinya aglutinasi.1

4. Diagnosa kerjaa. Anemia hemolitik imunAnemia hemolitik imun (autoimmune hemolytic anemia = AIHA / AHA) merupakan suatu kelainan di mana terdapat antibodi terhadap sel-sel eritrosit sehingga umur eritrosit memendek.1Klasifikasi anemia hemolitik imunI. Anemia hemolitik autoimun (AIHA)a) AIHA tipe hangat idiopatik sekunder (karena cll, limfoma, SLE)b) AIHA tipe dingin Idiopatik Sekunder (infeksi mycoplasma, mononucleosis, virus, keganasan limforetokuler)c) Paroxysmal cold hemoglobinuri Idiopatik Sekunder (viral dan sifilis)d) AIHA atipik AIHA test antiglobulin negatif AIHA kombinasi tipe hangat dan dinginII. AIHA diinduksi obatIII. AIHA diinduksi aloantibodia) Reaksi hemolitik transfusib) Penyakit hemolitik pada bayi baru lahir1Anemia Hemolitik autoimun adalah kelainan dapatan dimana terbentuk Autoantibodi IgG , yang akan mengikat membran eritrosit. Antibodi ini biasanya langsung melawan komponen dasar sistem Rh yang terdapat pada semua eritrosit manusia. Ketika antibodi IgG melingkupi eritrosit, bagian Fc antibodi dikenali oleh makrofag lien, dan bagian yang lain dikenali oleh sistem retikuloendotelial. Interaksi antara makrofag lien dan eritrosit yang terlingkupi antibodi menyebabkan rusaknya membran eritrosit dan pembentukan sferosit karena penurunan rasio permukaan dengan volume eritrosit. Sel-sel sferosit ini mengalami penurunan kelenturan dan akan terjebak dalam pulpa merah lien , karena tidak mampu melewati fenetrasi yang berdiameter kecil. Jika pada eritrosit terdapat IgG dalam jumlah yang banyak, mungkin komplemen dapat menahannya. Lisis sel langsung jarang terjadi, namun adanya C3b pada permukaan menyebabkan sel kupffer dalam hepar ikut berperan dalam proses hemolitik karena pada sel Kupffer terdapat reseptor C3b.2,3Anemia hemolitik autoimun dibedakan dalam dua jenis utama, yaitu anemia hemolitik antibodi hangat (paling sering terjadi) dan anemia hemolitik antibodi dingin.:1 Antibodi tipe hangat (warm type) yang aktif pada suhu 37C (85%)Eritrosit biasanya dilapisi oleh imunoglobulin (Ig), yaitu umumnya imunoglobulin G (IgG) saja atau dengan komplemen dan karena itu, diambil oleh makrofag RE yang mempunyai reseptor untuk frakmen FCIgG. Bagian dari membran yang terlapis hilang sehingga sel makin sferis secara progresif untuk mempertahankan volume yang sama dan akhirnya dihancurkan secara prematur terutama di limpa. Jika sel dilapisi IgG dan komplemen (C3d, fragmen C3 yang terdegradasi) atau komplemen saja destruksi eritrosit menjadi lebih banyak dalam sistem RE.1 Gejala dan tanda: Onset penyakit tersamar, gejala anemia terjadi perlahan-lahan, ikterik, dan demam. Pada beberapa kasus dijumpai perjalanan penyakit mendadak, disertai nyeri abdomen, dan anemia berat. Urin berwarna gelap karena terjadi hemoglobinuri. Ikterik terjadi pada 40% pasien. Pada AIHA idiopatik splenomegali terjadi pada 50-60%, hepatomegali terjadi pada 30%, dan limfadenopati terjadi pada 25% pasien. Hanya 25% pasien tidak disertai pembesaran organ dan limfonodi.1 Antibodi tipe dingin (cold type) yang aktif pada suhu 4C (15%)Pada sindrom tersebut , autoantibodi, baik monoklonal (seperti pada sindrom hemaglutinin dingin idiopatik atau yang terkait dengan penyakit limfoproliferatif) atau poliklonal (seperti sesudah infeksi, mis. Mononukleosis infeksiosa atau pneumonia oleh mycoplasma) melekat pada eritrosit terutama pada sirkulasi perifer pada suhu darah yang mendingin. Antibodi biasanya adalah IgM dan paling baik berikatan dengan eritrosit pada suhu 40C . antibodi IgM sangat efisien untuk memfiksasi komplemen dan dapat terjadi hemolisis intravaskular dan ekstravaskular. Komplemen sendiri biasanya terdeteksis pada eritrosit, antibodinya telah mengalami elusi dari sel pada bagian sirkulasi yang lebih hangat. Yang menarik, pada hampir semua sindrom AIHA dingin ini, antibody ditujukan pada antigen I dipermukaan eritrosit. Pada mononukleosis infeksiosa, antibodynya adalah anti-i.1 gambaran klinik: sering terjadi aglutinisasi pada suhu dingin. Hemolisi berjalan kronik. Anemia biasanya ringan dengan Hb: 9-12 g/dl. Sering didapatkan akrosianosis, dan splenomegali.1

Paroxysmal Cold Hemoglobinuri Ini adalah bentuk anemia hemolitik yang jarang dijumpai, hemolisis terjadi secara masif dan berulang setelah terpapar suhu dingin. Dahulu penyakit ini sering ditemukan, karena berkaitan dengan penyakit sifilis. Pada kondisi ekstrim autoandibodi Donath-Landsteiner dan protein komplemen berikatan pada sel darah merah. Pada saat suhu kembali 37 C, terjadilah lisis karena propagasi pada protein-protein komplemen yang lain.1 gambaran klinis; AIHA (2-5%), hemolisis paroksismal disertai menggigil, panas, mialgia, sakit kepala, hemoglobinuri berlangsung beberapa jam. Sering disertai urtikaria laboratorium: hemoglobinuria, sferositosis, eritrofagositos. Coombs positif, antibodi Donath-Landsteiner terdisosiasi dari sel darah merah. Terapi: menghindari faktor pencetus. glukokortikoid dan splenektomi tidak ada manfaatnya.1

5. Diagnosa bandinga. Anemia hemolitik non imunAnemia hemolitik adalah kadar hemoglobin kurang dari kadar normal akibat kerusakan sel eritrosit yang lebih cepat dari kemampuan sumsum tulang untuk menggantikannya.4Ada dua faktor utama dan mendasar yang memegang peranan penting untuk terjadinya anemi hemolitik yaitu: Faktor instrinsik (Intra Korpuskuler). Biasanya merupakan kelainan bawaan, diantaranya yaitu : a) Kelainan membrane, b) Kelainan molekul hemoglobin, c) Kelainan salah satu enzym yang berperan dalam metabolisme sel eritrosit. Sebagai contoh: bila darah yang sesuai ditransfusikan pada pasien dengan kelainan intra korpuskuler maka sel eritrosi tersebut akan hidup secara normal, sebaliknya bila sel eritrosit dengan kelainan dengan kelainan intra korpuskuler tersebut ditransfusikan pada orang normal, maka sekeritrosit tersebut akan mudah hancur atau lisis.3,4 Kelainan faktor ekstrinsik (Ekstra Korpuskuler) Biasanya merupakan kelainan yang didapat (aquaired) dan selalu disebabkan oleh faktor immune dan non immune, bila eritrosit normal di transfusikan pada pasien ini, maka penghancuran sel eritrosit tersebut menjadi lebih cepat, sebaliknya bila eritrosit pasien dengan kelainan ekstra korpuskuler di transfusikan pada orang normal maka sel eritrosit akan secara normal. Umur sel eritrosit yang memendek tidak selalu dikaitkan dengan anemi hemolitik, ada beberapa penyakit yang menyebabkan anemi dengan umur eritrosit yang pendek namun tidak digolongkan kedalam anemi hemolitik, diantaranya yaitu : a. leukemia, b. limfoma malignum, c. gagal ginjal kronik, d. penyakit liver kronik, e. rheumatoid artheritis, f. anemi megaloblastik.3,4Hemolisis ditandai oleh ikterus disertai meningkatnya bilirubin serum yang belum berkonjungasi, meningkatnya urobilinogen dalam urin dan tinja, meningkatnya heptoglobin, dan retikulositosis. Pada apus darah bisa tampak polikromasia, sferosit, eritrosit mengkerut dan pecah menjadi fragmen-fragmen. Bisa tampak gambaran: Penghancuran eritrosit yang cepat, peningkatan hemoglobin plasma, methmalbuminemia, menurunnya heptoglobin, hemoglobinuria, dan hemosiderinuri Pembentukan eritrosit berlebihan retikulositosis, heperplasia eritroid dan meningkatnya kebutuhan folat4Sakit kuning (jaundice) dan air kemih yang berwarna gelap bisa terjadi karena bagian sel darah merah yang hancur masuk kedalam darah. Limpa membesar karena menyaring sejumlah besar sel merah yang hancur, kadang menyebabkan nyeri perut. Hemolisis yang berkelanjutan bias menyebabkan batu empedu yang berpigmen, dimana batu empedu berwarna gelap yang berasal dari pecahan sel darah merah.4Gejala dari anemia hemolitik mirip dengan anemia yang lainnya. Kadang-kadang hemolisis terjadi secara tiba-tiba dan berat, menyebabkan krisis hemolitik, yang ditandai dengan: demam menggigil nyeri punggung dan nyeri lambung perasaan melayang penurunan tekanan darah yang berarti.3

b. Anemia aplastikAnemia aplastik merupakan suatu pansitopenia pada hiposelularitas sum-sum tulang. Anemia aplastik didapat (Acquired aplastic anemia) berbeda dengan iatrogenic marrow aplasia, hiposelularitas sum-sum setelah chemotherapy sitotoksik intensif. Anemia aplastik dapat pula diturunkan : anemia Fancani genetic dan dyskeratosis congenital, dan sering berkaitan dengan anomaly fisik khas dan perkembangan pansitopenia terjadi pada umur yang lebih muda, dapat pula berupa kegagalan sum-sum pada orang dewasa yang terlihat normal. Anemia aplastik didapat seringkali bermanifestasi yang khas, dengan onset hitung darah yang rendah secara mendadak pada dewasa muda yang terlihat normal; hepatitis seronegatif atau pemberian obat yang salah dapat pula mendahului onset ini. Diagnosis pada keadaan seperti ini tidak sulit. Biasanya penurunan hitung darah moderat atau tidak lengkap, akan menyebabkan anemia, leucopenia, dan thrombositopenia atau dalam beberapa kombinasi tertentu.5Gejalannya pasien tampak pucat, lemah, mungkin timbul demam, purpura, dan perdarahan.5Pada pemeriksaan juga ditemukan pansitopenia, sumsum tulang kosong di ganti lemak, dan retikulosit menurun.5

c. Anemia drug inducedAda beberapa mekanisme yang menyebabkan hemolisis karena obat yaitu: hapten/penyerapan obat yang melibatkan antibodi tergantung obat, pembentukan kompleks ternary (mekanisme kompleks imun tipe innocent bystander), induksi autoantibodi yang bereaksi terhadap eritrosit tanpa ada lagi obat pemicu, serta oksidasi hemoglobin. Penyerapan/adsorpsi protein nonimunologis terkait obat akan menyebabkan tes Coomb positip tanpa kerusakan eritrosit.1,6Pada mekanisme hapten/absorpsi obat, obat akan melapisi eritrosit dengan kuat. Antibodi terhadap obat akan dibentuk dan bereaksi dengan obat pada permukaan eritrosit. Eritrosit yang teropsonisasi oleh obat tersebut akan dirusak di limpa. Antibodi ini bila dipisahkan dari eritrosit hanya bereaksi dengan reagen yang mengandung eritrosit berlapis obat yang sama (misal penisilin).6Mekanisme pembentukan kompleks ternary melibatkan obat atau metabolit obat, tempat ikatan obat permukaan sel target, antibodi, dan aktifasi komplemen. Antibodi melekat pada neoantigen yang terdiri dari ikatan obat dan eritrosit. Ikatan obat dan sel target tersebut lemah, dan antibodi akan membuat stabil dengan melekat pada obat ataupun membran eritrosit. Beberapa antibodi tersebut memiliki spesifisitas terhadap antigen golongan darah tertentu seperti Rh, Kell, Kidd, atau I/i. Pemeriksaan Coomb biasanya positif. Setelah aktifasi komplemen terjadi hemolisis intravaskuler, hemoglobinemia dan hemoglobinuri. Mekanisme ini terjadi pada hemolisis akibat obat kinin, kuinidin, sulfonamide, sulfonylurea, dan thiazide. 6Banyak obat menginduksi pembentukan autoantibodi terhadap eritrosit autolog, seperti contoh methyldopa. Methyldopa yang bersirkulasi dalam plasma akan menginduksi autoantibodi spesifik terhadap antigen Rh pada permukaan sel darah merah. Jadi yang melekat pada permukaan sel darah merah adalah autoantibodi, obat tidak melekat. Mekanisme bagaimana induksi formasi autoantibodi ini tidak diketahui.6Sel darah merah bisa mengalami trauma oksidatif. Oleh karena hemoglobin mengikat oksigen maka bisa mengalami oksidasi dan mengalami kerusakan akibat zat oksidatif. Eritrosit yang tua makin mudah mengalami trauma oksidatif. Tanda hemolisis karena proses oksidasi adalah dengan ditemukannya methemeglobin, sulfhemoglobin, dan Heinz bodies, blister cell, bites cell dan eccentrocytes. Contoh obat yang menyebabkan hemolisis oksidatif ini adalah nitrofurantoin, phenazopyridin, aminosalicylic acid.6Pasien yang mendapat terapi sefalosporin biasanya tes Coomb positip karena adsorpsi nonimunologis, immunoglobulin, komplemen, albumin, fibrinogen dan plasma protein lain pada membran eritrosit. Gambaran klinis: riwayat pemakaian obat tertentu positip. Pasien yang timbul hemolisis melalui mekanisme hapten atau autoantibodi biasanya bermanifestasi sebagai hemolisi ringan sampai sedang. Bila kompleks ternary yang berperan maka hemolis akan terjadi secara berat, mendadak dan disertai gagal ginjal. Bila pasien sudah pernah terpapar obat tersebut, maka hemolisis sudah dapat terjadi pada pemaparan dengan dosis tunggal. Laboratorium: anemia, retikulosis, MCV tinggi, tes Coomb positip. Lekopenia, trombositopenia, hemoglobinemia, hemoglobinuria sering terjadi pada hemolisis yang diperantarai kompleks ternary. Terapi: Dengan menghentikan pemakaian obat yang menjadi pemicu, hemolisis dapat dikurangi. Kortikosteroid dan transfusi darah dapat diberikan pada kondisi berat.1,6

d. Anemia defisiensi G6PDGlukosa 6 fosfat dehidrogenase (G6PD) berfungsi meredukasi nikotiamida adenine dinukleotida (NADPH) ssmbil mengoksidasi glukosa 6 fosfat. Ini adalah satu-satunya sumber NADPH dalan eritrosit dan NADPH deperlukan untuk produksi gluation tereduksi sehingga defisiensi enzim ini menyebabkan eritrosit rentan terhadap stress oksidatif.1NADPH penting bagi pemeliharaan hemoglobin yang fungsional, dihasilkan oleh katalisis glukosa 6 fosfat oleh G6PD. Defisiensi G6PD mengakibatkan terjadi anemia hemolitik. Defisiensi G6PD diakibatkan oleh mutasi berbagai alel pada gen strukturalnya. Gen yang mengkode G6PD terpaut kromososm X, sehingga lebih banyak ditemukan pada pria. Sebagian besar orang dengan defisiensi G6PD biasanya asimptomatik samoai terjadi serangan hemolitik akut yang dipicu oleh infeksi beberapa jenis obat (misalnya sulfanomik dan primakuin) dan setelah makan buncis (fava beans).1Hemolisis akut terjadi beberapa jam setelah terpajan oksidan, diikuti hemoglobinuria dan kolaps pembuluh darah perifer pada kasus yang berat.1Gambaran umum hemolisis ditemukan, badan Heinz (akibat denaturasi hemoglobin yang tidak stabil) ditemukan pada sel darah merah. Heinz bodies tampak pada hari pertama atau sampai ketika badan inklusi ini siap dikeluarkan oleh limpa sehingga membentuk bite cells. Aktivitas G6PD sel darah merah rendah (