Makalah lingbis

42
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik untuk kepentingan pribadi, keluarga maupun makhluk hidup lain, dan tidak untuk diperdagangkan. Konsumen juga mempunyai perlindungan yang sering disebut perlindungan konsumen, pengertian perlindungan konsumen adalah jaminan yang seharusnya didapatkan oleh para konsumen atas setiap produk bahan makanan yang dibeli dari produsen atau pelaku usaha. Perlindungan konsumen merupakan bagian tak terpisahkan dari kegiatan bisnis yang sehat. Dalam kegiatan bisnis yang sehat terdapat keseimbangan perlindungan hukum antara konsumen dengan produsen. Tidak adana perlindungan yang seimbang menyebabkan konsumen 1

description

Lingkungan bisnis

Transcript of Makalah lingbis

Page 1: Makalah lingbis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan jasa yang tersedia dalam

masyarakat, baik untuk kepentingan pribadi, keluarga maupun makhluk hidup lain,

dan tidak untuk diperdagangkan. Konsumen juga mempunyai perlindungan yang

sering disebut perlindungan konsumen, pengertian perlindungan konsumen adalah

jaminan yang seharusnya didapatkan oleh para konsumen atas setiap produk bahan

makanan yang dibeli dari produsen atau pelaku usaha.

Perlindungan konsumen merupakan bagian tak terpisahkan dari kegiatan bisnis

yang sehat. Dalam kegiatan bisnis yang sehat terdapat keseimbangan perlindungan

hukum antara konsumen dengan produsen. Tidak adana perlindungan yang seimbang

menyebabkan konsumen pada posisi yang lemah. Kerugian-kerugian yang dialami

oleh konsumen dapat timbul sebagai akibat dari adanya hubungan hukum perjanjian

antara produsen dengan konsumen, maupun akibat dari adanya perbuatan melanggar

hukum yang dilakukan oleh produsen.

Saat ini ada saja para produsen yang tidak mementingkan kesehatan dan

keselamatan konsumennya karena sering kita jumpai pelanggaran-pelanggaran yang

dilakukan oleh pihak produsen kepada pihak konsumen.

Undang-undang tentang perlindungan konsumen ini memang telah di

terbitkan namun dalam proses pelaksanaan atau aplikasi dari undang-undang itu

1

Page 2: Makalah lingbis

sendiri belum maksimal atau dengan kata lain peraturan yang ada dalam undang

undang tidak sesuai dengan kenyataan. Dalam beberapa kasus banyak ditemukan

pelanggaran-pelanggaran yang merugikan para konsumen yang tentunya berkaitan

dengan tanggung jawab produsen (pelaku usaha) dalam tingkatan yang dianggap

membahayakan kesehatan bahkan jiwa dari para konsumen.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud konsumen ?

2. Apa Hak dan Kewajiban konsumen ?

3. Apa Azas dan Tujuan Perlindungan Konsumen ?

4. Apa sajakah Perbuatan yang dilarang bagi Pelaku Usaha ?

5. Apa sajakah Prinsip Konsumsi dalam Islam ?

6. Apa sajakah Gerakan Konsumen ?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian konsumen dan perlindungan konsumen.

2. Untuk mengetahui aplikasi hukum perlindungan konsumen.

3. Untuk mengetahui karakteristik dari hokum perlindungan konsumen.

4. Untuk mengetahui perbuatan yang dilarang pada produsen.

5. Untuk mengetahui Prinsip Konsumsi dalam Islam.

6. Untuk mengetahui maksud pada Gerakan Konsumen.

2

Page 3: Makalah lingbis

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Konsumen

Pengertian konsumen menurut aphilip kotler (2000) dalam bukunya principles

of marketing adalah semua individu dan rumah tangga yang membeli atau

memperoleh barang atau jasa untuk dikonsumsi pribadi. Konsumen itu sendiri

dibedakan menjadi dua :

a. Konsumen Akhir adalah Konsumen yang mengkonsumsi secara langsung produk

yang diperolehnya.

Menurut BPHN (Badan Pembinaan Hukum Nasional) :“Pemakai akhir dari

barang, digunakan untuk keperluan diri sendiri atau orang lain dan tidak

diperjualbelikan”.

Menurut YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia): “Pemakai Barang

atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, bagi keperluan diri sendiri atau

keluarganya atau orang lain dan tidak untuk diperdagangkan kembali”.

Menurut KUH Perdata Baru Belanda : “orang alamiah yang mengadakan

perjanjian tidak bertindak selaku orang yang menjalankan profesi atau perusahaan”.

b. Konsumen Antara adalah konsumen yang memperoleh produk untuk

memproduksi produk lainnya. Contoh: distributor, agen dan pengecer.

Ada dua cara untuk memperoleh barang, yakni :

3

Page 4: Makalah lingbis

1. Membeli, bagi orang yang memperoleh suatu barang dengan cara membeli, tentu

ia terlbiat dengan suatu perjanjian dengan pelaku usaha, dan konsumen

memperoleh perlindungan hukum melalui perjanjian tersebut.

2. Cara lain selain membeli, yakni adalah hadiah, hibah dan warisan. Untuk cara

yang kedua ini, konsumen tidak terlibat dalam suatu hubungan kontraktual dengan

pelaku usaha. Sehingga konsumen tidak mendapatkan perlindungan hukum dari

suatu perjanjian. Untuk itu diperlukan perlindungan dari negara dalam bentuk

peraturan yang melindungi keberadaan konsumen, dalam hal ini UU PK.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen, Konsumen didefinisikan sebagai “Setiap orang pemakai

barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,

keluarga, orang lain, maupun makhluk yang lain dan tidak untuk diperdagangkan”.

Tampaknya definisi ini mengandung kelemahan karena banyak hal yang tidak

tercakup sebagai konsumen, padahal seharusnya ia juga dilindungi, seperti baan

hukum, badan usaha, barang yang tidak ditawarkan dalam masyarakat dan adanya

batasan-batasan yang samar. Jika sekiranya badan usaha yang memperdagangkan

sebuah produk tidak masuk ke dalam kategori pengertian konsumen rasanya kurang

tepat, karena bagaimananapun badan ini adalah ‘konsumen antara’ yang

menjembatani antara produsen dengan masyarakat selaku konsumen akhir. Justru

karena itu agar badan usaha tidak terjebak dari perilaku produsen yang melawan

4

Page 5: Makalah lingbis

hokum, seyogianya dimasukkan pula ke dalam lingkup pengertian konsumen,

sehingga mereka juga patut mendapat perlindungan hukum.

Pendapat lain merumuskan, bahwa konsumen adalah setiap individu atau

kelompok yang menjadi pembeli atau pemakai akhir dari kepemilikan khusus,

produk, atau pelayanan dan kegiatan, tanpa memperhatikan apabila ia berasal dari

pedagang, pemasok, produsen pribadi atau public, atau apakah ia berbuat sendiri

ataukah secara kolektif.

Dalam Islam tampaknya belum di konkretkan secara definitive, siapakah

sebenarnya konsumen itu? Mengutip pendapat M. Abdul Mannan secara sempit

menyinggung bahwa konsumen dalam suatu masyarakat Islam hanya dituntun secara

ketat dengan sederatan larangan (yakni: makan daging babi, minum minuman keras,

mengenakan pakaian sutera dan cincin emas untuk pria, dan seterusnya).

Apa yang dikemukakan Mannan di atas jelas bukanlah sebuah rumusan

pengertian dari sebuah difinisi konsumen. Tetapi hanya menggambarkan secara

sederhana mengenai perilaku yang harus dipatuhi oleh seorang Konsumen Muslim.

Oleh karena itu sebagian gambaran, yang dimaksud Konsumen menurut penulis

adalah “setiap orang atau badan pengguna produk, baik berupa barang maupun jasa

dengan berpegang teguh pada ketentuan-ketentuan yang berlaku.” Bagi Konsumen

Muslim dalam mengkonsumsi sebuah produk bagaimanapun harus yang halal, baik,

dan aman. Karena itu disinilah arti pentingnya produsen melindungi kepentingan

5

Page 6: Makalah lingbis

konsumen sesuai dengan ketentuan yang bersumber dari ajaran agama yang mereka

anut tanpa mengabaikan aturan perundangan Negara yang berlaku.

2.2 Pencantuman Klausa Baku Dalam Perjanjian

Saat ini, hamper disetiap perjanjian seorang konsumen dihadapkan pada

kenyataan hadirnya “standard constacts” yaitu suatu perjanjian yang telah dibuat

secara sepihak sebelum ditandatangani perjanjian. Biasanya hal tersebut dilakukan

oleh pihak penjual atau pemberi jasa. Syarat-syarat tersebut berlaku bagi siapapun

yang mengikat diri dalam perjanjan atas prinsip “take it or leave it”, tanpa suatu

perundingan sebelumnya.

Dengan demikian, isis atau kaluasa perjanjian telah dibakukan atau dituangkan

terlebih dahulu secara sepihak oleh pengusaha yang dituangkan dalam bentuk

formulir (blanko). Konsumen tinggal membubuhkan tandatangan saja, apabila

bersedia menerima aturan atau ketentuan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan

ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pengusaha, tidak memberikan

kesempatan kepada konsumen untuk membicarakan lebih lanjut klausa yang

dimajukan pihak penguasa. Klausa baku tersebut mengikat dan wajib dipenuhi oleh

konsumen. Hal ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan yang sifatnya praktis dan

kolektif.

Saat seperti ini, kedudukan konsumen sangat lemah, sehingga menerima saja

aturan dan syarat-syarat yang disodorkan oleh pihak pengusaha, karena jika tidak

demikian tidak akan memperoleh barang/jasa dari pengusahanya. Ini menunjukan

ketidak seimbangan antara pengusaha dan konsumen di dalam membuat perjanjian.

6

Page 7: Makalah lingbis

Padahal menurut Pasal 1338 KUH Perdata, setiap orang diberi kebebasan untuk

membuat perjanjian dengan siapapun juga. Asas tersebut tidak dapat dilaksanakan

sepenuhnya dengan adanya perjanjian klausa baku.

Asas kebebasan berkontrak ini tidak lagi tampil dalam bentuk seutuhnya. Di

negara-negara yang menganut sistem hukum Common Law, banyak dilakukan

intervensi terhadap asas kebebasan berkontrak, baik melalui perundang-undangan

maupun putusan-putusan hakim. Kecenderungan untuk melakukan intervensi dan

rektrisi makin lama makin menguat. Sedangkan negara yang menganut sistem Civil

Law, perudang-undangan di bidang customer;s protection justru tidak begitu banyak

jumlahnya.

Saat ini dengan lahirnya UU No 8 Tahun 1999, pencantuman klausa baku

dalam dokumen atau perjanjian dibatasi guna menempatkan kedudukan konsumen

setara dengan pelaku usaha berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak. Pasal 18 UU

No 8 Tahun 1999 tersebut menyatakan bahwa pelaku usaha dalam menawarkan

barang/jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau

mencanumkan klausa baku pada setiap dokumen atau perjanjian apabila :

a. Letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas atau yang

pengungkapannya sulit dimengerti.

b. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha.

c. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang

yang dibeli konsumen.

7

Page 8: Makalah lingbis

d. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak pembayaran kembali uang

yang dibayarkan atas barang dan atau jasa yang dibeli oleh konsumen.

e. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pihak pelaku usaha secara

langsung atau tidak langsung untuk melakukan segala tindakan hukum sepihak

yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.

f. Mengatur periha pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan

jasa yang dibeli oleh konsumen.

g. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi yang manfaat jasa atau

mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa.

h. Menyatakan tunduknya konsumen terhadap aturan baru, tambahan, lanjutan dan

atau pengubahan lanjutan yang dibuat oleh pelaku usaha.

i. Menyatakan bahwa konsumen member kuasa kepada pelaku usaha untuk

membebankan hak tangguhan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang

dibeli oleh kosumen secara angsuran.

Sebagai konsekuensinya setiap klausa baku yang telah ditetapkan oleh pelaku

usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana

dimaksud

Diatas dinyatakan batal demi hukum. Oleh karena itu pelaku usaha diwaibkan untuk

menyesuaikan kalusa baku yang dibuatnya yang bertentangan dengan undang-

undang.

Dengan demikian sejak adanya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, maka

tidak boleh ada lagi klausa baku dalam perjanjian yang merugikan konsumen. Bagi

8

Page 9: Makalah lingbis

para hakim yang sudah selayaknya membatalkan perjanjian yang memuat klausa

baku yang merugikan konsumennya, konsumen terpaksa menyerujui klausa

perjanjian yang telah ditetapkan sepihak oleh penguasa. Saat itu konsumen dalam

kedudukan posisi yang lemah dibandingkan dengan pengusaha.

2.3 Hak dan Kewajiban Konsumen

Pada era globalisasi dan perdagangan bebas dewasa ini, sebagai dampak

kemajuan teknologi dan informasi, memberdayakan konsumen semakin penting.

Untuk pemberdayaan itu di Negara kita telah dibuat Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dalam hal ini ada

dua pasal yang perlu diperhatikan, yaitu yang mengatur hak-hak konsumen,

disamping kewajiban yang harus dilakukan.

A. Hak Konsumen Menurut (Pasal 4) yaitu :

1. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengonsumsi

barang, atau jasa.

2. Hak untuk memilih barang dan jasa serta mendapatkan barang dan jasa

tersebut sesuai dengan nilai tukar kondisi serta jaminan yang dijanjikan.

3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jamina

barang atau jasa.

4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang atau jasa yang

digunakan.

9

Page 10: Makalah lingbis

5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelasain

sengketa perlindungan konsumen secara patut.

6. Hak untuk pembinaan dan pendidikan konsumen.

7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif.

8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi atau penggantian, apabila

barang atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak

sebagaimana mestinya.

9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

B. Kewajiban Konsumen menurut (Pasal 5) yaitu :

1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakain atau

pemanfaatan barang atau jasa demi keamanan dan keselamatan.

2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang atau jasa.

3. Membayar sesuia dengan nilai tukar yang disepakati.

4. Mengikuti upaya penyelesaian hokum sengketa perlindungan konsumen.

Dengan terbitnya undang-undang tersebut maka diharapkan kepada para pelaku

bisnis untuk melakukan peningkatan dan pelayanan sehingga konsumen tidak merasa

dirugikan. Yang penting dalam hal ini adalah bagaimana sikap produsen agar

memberikan hak-hak konsumen yang seyogianya pantas diperoleh. Di samping agar

juga konsumen juga menyadari apa yang menjadi kewajibannya. Di sini dimaksudkan

agar kedua belah pihak saling memperhatikan hak dan kewajibannya masing-masing.

10

Page 11: Makalah lingbis

Apa yang menjadi hak konsumen merupakan kewajiban bagi produsen. Sebaliknya

apa yang menjadi kewajiban konsumen merupakan hak bagi produsen. Dengan saling

menghormati apa yang menjadi hak maupun kewajiban masing-masing, maka akan

terjadilah keseimbangan (tawazun) sebagaimana yang di ajarkan dalam ekonomi

islam. Dengan prinsip keseimbangan akan menyadarkan kepada setiap pelaku bisnis

agar segala aktivitasnya tidak hanya mementingkan dirinya sendiri, namun juga harus

memperhatikan kepentingan orang lain.

Salah satu wujud perlindungan pada orang lain, kepada produsen dituntut agar

setiap produk yang akan dihasilkan aman bahan bakunya, benar prosesnya dan halal

zatnya sehingga dengan demikian bisa menjawab pertanyaan Mannan sebagaimana

dikutip sebelum ini, yakni untuk siapakah barang dan jasa dihasilkan, barang dan jasa

apa yang akan dihasilkan, dan bagaimana cara menghasilkannya ?. Mampu menjawab

dan mempraktikkan pertyaan-pertayaan ini maka berarti para pelaku bisnis

(produsen) telah melindungi kepentingan konsumen sesuai yang di inginkan dalam

syariat Islam.

Hak untuk memilih barang yang didalam Islam dikenal dengan istilah khiyar,

disini dimaksudkan agar konsumen diberi kebebesan mendapatkan barang atau jasa

sesuai dengan selera (keinginannya). Selain itu juga perlu mendapat kualitas barang

sesuai dengan harga yang ditetapkan dan disepakati. Perlu dihindari adanya penipuan

oleh pelaku bisnis terhadap konsumen Karena bisa jadi barang yang telah diperoleh

tidak sesuai dengan harga yang dibayar. Contoh misalnya dalam hal timbangan

11

Page 12: Makalah lingbis

(ukuran), Islam melarang dengan ancaman keras sebagaimana firman Allah swt:

kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila

menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka

menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.

2.4 Azas dan Tujuan Perlindungan Konsumen

Perlindungan konsumen ini adalah jaminan yang seharusnya didapatkan oleh

para konsumen atas setiap produk bahan makanan yang dibeli dari produsen atau

pelaku usaha.

2.4.1 Azas Perlindungan Konsumen

Dalam Pasal 2 UU No. 8/ 1999, tentang Asas Perlindungan Konsumen :

“Perlindungan konsumen berdasarkan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan

dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum”.

Azas Perlindungan Konsumen:

1. Asas Manfaat

Mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan ini harus

memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha

secara keseluruhan.

2. Asas Keadilan

12

Page 13: Makalah lingbis

Partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan

kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan

melaksanakan kewajibannya secara adil.

3. Asas Keseimbangan

Memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan

pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual.

4. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen

Memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalarn

penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau

digunakan.

5. Asas Kepastian Hukum

Baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan

dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian

hukum.

2.4.2 Tujuan Perlindungan Konsumen

Sedangkan Pasal 3 UU No. 8/ 1999, tentang Tujuan Perlindungan Konsumen :

1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk

melindungi diri;

2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari

akses negatif pemakai barang dan/ atau jasa;

13

Page 14: Makalah lingbis

3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan

menuntut hak-haknya sebagai konsumen;

4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian

hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;

5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan

konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam

berusah;

6. Meningkatkan kualitas barang dan/ atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha

produksi barang dan/ atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan

keselamatan konsumen.

2.5 Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha Menurut Pasal 8

Adapun perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha yaitu :

a. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa yang :

Tidak sesuai dengan :

1. Standar yang dipersyaratkan;

2. Peraturan yang berlaku;

3. Ukuran, takaran, timbangan dan jumlah yang sebenarnya

Tidak sesuai dengan pernyataan dalam label, etiket dan keterangan lain

mengenai barang  dan/atau jasa yang menyangkut :

1. Berat bersih;

2. Isi bersih dan jumlah dalam hitungan;

3. Kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran;

14

Page 15: Makalah lingbis

4. Mutu, tingkatan, komposisi;

5. Proses pengolahan;

6. Gaya, mode atau penggunaan tertentu;

7. Janji yang diberikan;

Tidak mencantumkan :

1. Tanggal kadaluarsa/jangka waktu penggunaan/ pemanfaatan paling baik atas

barang tertentu;

2. Informasi dan petunjuk penggunaan dalam bahasa indonesia sesuai dengan

ketentuan yang berlaku

Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal sebagaimana pernyataan

"halal" yang dicantumkan   dalam label.

Tidak memasang label/membuat penjelasan yang memuat:

1. Nama barang;

2. Ukuran, berat/isi bersih, komposisi

3. Tanggal pembuatan;

4. Aturan pakai;

5. Akibat sampingan;

6. Nama dan alamat pelaku usaha;

7. Keterangan penggunaan lain yang menurut ketentuan harus dipasang atau

dibuat

Rusak, cacat atau bekas dan tercemar (terutama sediaan Farmasi dan

Pangan), tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.

15

Page 16: Makalah lingbis

b. Dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan barang dan/atau jasa

Secara tidak benar dan/atau seolah-olah barang tersebut :

1. Telah memenuhi standar mutu tertentu, potongan harga/harga khusus,

gaya/mode tertentu, sejarah atau guna tertentu.

2. Dalam keadaan baik/baru, tidak mengandung cacat, berasal dari daerah tertentu,

merupakan kelengkapan dari barang tertentu.

Secara tidak benar dan selah-olah barang dan/atau jasa tersebut :

1. Telah mendapatkan/memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu,

keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesoris tertentu.

2. Dibuat perusahaan yangmempunyai sponsor, persetujuan/afiliasi.

3. Telah tersedia bagi konsumen.

Langsung/tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain.

Menggunakan kata-kata berlebihan, secara aman, tidak berbahaya, tidak

mengandung resiko/efek samping tanpa keterangan lengkap.

Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.

Dengan harga/tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika

bermaksud tidak dilaksanakan.

Dengan menjanjikan hadiah cuma-cuma, dengan maksud tidak

memberikannya atau memberikan tetapi tidak sesuai dengan janji.

Dengan menjanjikan hadiah barang dan/atau jasa lain, untuk obat-obat

tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan dan jasa pelayanan

kesehatan.

16

Page 17: Makalah lingbis

c. Dalam menawarkan barang dan/atau jasa untuk diperdagangkan dilarang

mempromosikan,mengiklankan  atau membuat pernyataan tidak benar atau

menyesatkan mengenai :

1. Harga/tariff dan potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan.

2. Kondisi, tanggungan, jaminan, hak/ganti rugi atas barang dan/atau jasa.

3. Kegunaan dan bahaya penggunaan barang dan/atau jasa.

d. Dalam menawarkan barang dan/atau jasa untuk diperdagangkan dengan

memberikan hadiah dengan cara undian dilarang :

1. Tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu dijanjikan.

2. Mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa.

3. Memberikan hadiah tidak sesuai janji dan/atau menggantikannya dengan hadiah

yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan.

e. Dalam menawarkan barang dan/atau jasa, dilarang melakukan cara pemaksaan

atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan kepada konsumen baik secara

fisik maupun psikis.

f. Dalam hal penjualan melalui obral atau lelang, dilarang menyesatkan dan

mengelabui konsumen dengan :

1. Menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah memenuhi standar mutu

tertentu dan tidak mengandung cacat tersembunyi.

2. Tidak berniat menjual barang yang ditawarkan,melainkan untuk menjual barang

lain.

17

Page 18: Makalah lingbis

3. Tidak menyediaakan barang dan/atau jasa dalam jumlah tertentu/cukup dengan

maksud menjual barang lain.

4. Menaikkan harga sebelum melakukan obral.

Di samping itu, pelaku usaha bisa saja mempermainkan harga dengan jalan

menaikkannya (mark up) dari harga normal yang kadangkala tidak ketahui oleh calon

pembeli, berapakah harga yang sebenarnya. Permainan harga semacam ini pada

prinsipnya merupakan bagian dari permainan penjual yang memanfaatkan keawaman

calon pembeli tentang harga barang yang akan dibeli. justru krena itu Nabi saw dalam

sebuah haditsnya secara umum telah melarang mempermainkan harga:

“Barang siapa yang melakukan sesuatu untuk mempengaruhi harga-harga

barang kaum Muslimin dengan tujuan untuk menikkan harga tersebut, maka sudah

menjai hak Allah untuk menempatkannya di ‘Uzm (tempat besar) dalam neraka pada

hari kiamat (HR. Ahmad dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah) ”.

Factor yang mempengaruhi terjadinya harga yang tidak normal di masyarakat,

diantaranya:

a. Permainan harga yang disebabkan oleh praktik monopoli dan persaingan tidak

sehat (al ikhtikar),

b. Penyalahgunaan kelemahan konsumen seperti karena keluguannya-istirsal¸karena

tidak terpelajar, atau karena keadaan konsumen yang sedang terdesak untuk

memenuhi kebutuhannya-dharurah,

c. Karena penipuan dan informasi yang tidak akurat/informative-ghurur.

18

Page 19: Makalah lingbis

Untuk mengantisipasi permainan harga yang tidak wajar dalam pasar, fikih

Islam telah menawarkan beberapa solusi, antara lain larangan praktik ribawi,

larangan monopoli dan persaingan tidak sehat, pemberlakuan al-tas’ir (fixing price),

pemberlakuan khiyar al-ghubn al-fahisy (perbedaan nilai tukar menyolok),

pemberlakuan khiyar al-mustarsil (karena tidak tau harga sehingga ia membeli atas

kepercayaan pada pedagang), larangan jual beli an-najasy. Larangan jual beli talaqi

rukban dan jual beli al-hadhir li bad.

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, sanksi yang dikenakan pada

pelaku usaha secara garis besar dapat dibagi dua, yaitu administrative dan pidana.

2.4.1 Sanksi Administratif (pasal 60)

1. Badan Penyelesain Sengketa Konsumen berwenang menjatuhkan sanksi

administrative terhadap pelaku usaha yang melanggar Pasal 19 ayat (2) dan ayat

(3), Pasal 20, Pasal 25, dan Pasal 26;

2. Sanksi administrative berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp

200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);

3. Tata cara penetapan sanksi administrative sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan.

2.4.2 Sanksi Pidana

Pasal 61, berkaitan dengan sanksi pidana menegaskan bahwa penuntututan

pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya. Selanjutnya

dalam pasal 62 secara eksplisit dipertegas apa saja bentuk sanksi pidana tersebut.

19

Page 20: Makalah lingbis

1. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8,

Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b,

hruf c, huruf e, ayat (2), Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5

tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

2. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11,

Pasal 12, Pasal 13 (1), Pasal 14, Pasal 16, Pasal 17, ayat (1) huruf d dan huruf f

dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda

paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

3. Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap,

atau kematian, diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.

Berikut pasal 63, dikatakan :

Terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62, dapat

dijatuhkan hukuman tambahan, berupa :

a. Perampasan barang tertentu

b. Pengumuman keputusan hakim

c. Pembayaran ganti rugi

d. Perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian

konsumen

e. Kewajiban penarikan barang dari peredaran

f. Pencabutan izin usaha

Demikianlah sanksi yang dijatuhkan oleh kedua hukum, baik hokum syariah

maupun hokum positif (perundangan nasional), pada dasarnya sama-sama

20

Page 21: Makalah lingbis

berkomitmen untuk melindungi hak atau kepentingan konsumen. Perlakuan

perlindungan terhadap konsumen tidaklah berarti untuk merugikan pelaku usaha,

namun yang menjadi tujuan poko adalah ingin menciptakan keadilan antara kedua

belah pihak dengan prinsip saling menguntungkan. Itulah idealitas setiap peraturan

perundangan yang ingin mewujudkan keadilan, kearifan, kenyamanan, keamanan,

dan lain sebagainya. Bahkan yang lebih penting lagi adalah menciptakan kepastian

hokum bagi masyarakat dalam kehidupan.

2.5 Prinsip Konsumsi dalam Islam

Ada lima prinsip konsumsi dalam Islam sebagaimana yang dikemukakan M.

Abdul Mannan sebagai berikut:

a. Prinsip Keadilan

Prinsip ini mengandung arti yang mendasar sekali yang maksudnya, dalam

mencari rezeki seseorang harus dengan cara yang halal dan tidak dilarang hokum,

sebagaimana ditegaskan dalam al-Qur’an:

“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di

bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya

syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”.

Kata “Halal” dimaksudkan bahwa cara perolehannya harus sah secara hukum,

memperhatikan prinsip keadilan, dalam arti tidak menipu dan merampas hak orang

lain, karena apabila tidak, maka harta yang diperoleh dan dimakan tidak lebih dari

bangkai yang diharamkan.

21

Page 22: Makalah lingbis

b. Prinsip Kebersihan

Kata “bersih” disini dimaksudkan dalam arti lahir (fisik). Factor kebersihan

memang sangat di utamakan dalam ajaran Islam. Sedemikian pentingnya, sampai-

sampai kita di ingatkan bahwa memperhatikan kebersihan itu merupakan cermin

kualitas keimanan seorang hamba. Oleh karena itu arahan al-Qur’an dan Sunnah yang

berkaitan dengan makanan, hendaknya makanan itu harus yang baik dan layak untuk

dimakan, tidak kotor ataupun menjijikkan sehingga merusak selera. Secara tegas Nabi

saw menyatakan bahwa kebersihan dalam segala hal adalah sebagian dari iman.

Selain itu Rasullah saw mengatakan “makanan diberkahi jika kita mencuci tangan

sebelum dan sudah memakannya” (HR. Tirmizi). Namun demikian sisi lain yang

perlu disadari bahwa memelihara kebersihan merupakan sebuah keniscayaan sebagai

prakondisi yang harus diciptakan menuju tubuh yang sehat yang sangat dianjurkan

dalam ilmu medis.

c. Prinsip kesederhanaan

Menekankan agar dalam mengkonsumsi makanan dan

minuman tidak berlebih-lebihan, sesuai dengan firman-Nya: Hai anak

Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) mesjid, Makan dan

minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai

orang-orang yang berlebih-lebihan.

22

Page 23: Makalah lingbis

“Israf” yang berarti berlebihan, merupakan symbol keserakahan dalam segala

hal di dunia ini. Berlebihan dalam hal apapun, berarti seseorang berada dalam titik

ekstrem yang seringkali menimbulkan kesenjangan di tengah kehidupan.

d. Prinsip Kemurahan hati

Dengan mentaati perintah Islam, maka tidak aka nada bahaya maupun dosa

dalam mengonsumsi makanan dan minuman halal yang dikaruniakan Tuhan karena

kemurahan-Nya. Tetapi jika dalam keadaan terpaksa diluar batas kemampuan

manusia (darurat-emergency) ketentuan itu bisa saja disimpangi sesuai dengan

firman-Nya:

Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai,

darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut

(nama) selain Allah. Tetapi Barangsiapa dalam Keadaan terpaksa

(memakannya) sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula)

melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya

Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

e. Prinsip moralitas

Berakhlak dalam Islam tidak hanya di alamatkan pada sesama

manusia, tetapi juga kepada diri sendiri, lingkungan (alam) sekitar,

dan bahkan terhadap Tuhan sekalipun.

23

Page 24: Makalah lingbis

Bagi para pelaku bisnis yang berpegang teguh pada prinsip

moralitas merupakan prakondisi ketaatan mereka pada hukum

yang berlaku. Sebagai konsekuensinya, mereka akan selalu

melisendungi segala hak konsumen sebagai bagian dari ajaran

hukum apapun secara universal.

2.6 Gerakan Konsumen

Latar belakang lahirnya gerakan konsumen sebagaimana

dikemukakan A. Sonny Keraf sebagai berikut :

a. Banyaknya produsen berhati emas dan punya kesadaran moral

yang tinggi, namun hati dan kesadaran moralnya itu sering

dibungkam oleh keinginan untuk mendapatkan keuntungan atau

uang dalam waktu singkat dari pada mempedulikan hak

konsumen.

b. Di banyak Negara sedang berkembang, termasuk Indonesia,

para produsen lebih dilindungi oleh pemerintah karena mereka

di anggap punya jasa besar dalam menopang perekonomian

Negara tersebut. Akibatnya, kepentingan mereka lebih

diamankan pemerintah dari pada kepentingan konsumen.

24

Page 25: Makalah lingbis

c. Dalam system social politik dimana kepastian hokum tidak jalan,

pihak produsen akan dengan mudah membeli kekuasaan untuk

melindungi kepentingannya terhadap tuntutan konsumen.

Kalaupun konsumen menuntut, pihak prosusen selalu merasa diri

di atas angin.

d. Konsumen, (individual khususnya) merasa rugi kalau harus

menuntut produsen dank arena itu ia selalu berada dalam posisi

yang lemah. Masih beruntung bahwa kini media massa benar-

benar digunakan sebagai kekuatan konsumen dimana keluhan

mereka melalui rubric surat pembaca punya dampak efektif

mempengaruhi produsen.

Menurut Keraf, salah satu syarat bagi terpenuhi dan

terjaminnya hak-hak konsumen adalah perlunya pasar dibuka dan

dibebaskan bagi semua pelaku ekonomi, termasuk produsen dan

konsumen.

Selanjutnya, gerakan konsumen di Barat lahir karena berbagai

tertimbang, yaitu:

a. Kebutuhan akan informasi dan pedoman yang akurat tentang

berbagai produk yang beredar di masyarakat.

25

Page 26: Makalah lingbis

b. Kebutuhan akan informasi dari produk jasa yang semakin

terspesialisasi untuk membantu konsumen agar bisa mengambil

keputusan mana yang benar-benar dibutuhkan oleh mereka.

c. Adanya pengaruh iklan yang seringkali membuat konsumen

kebingungan dan tidak jarang menipu atau merugikan mereka.

d. Kurang perhatiannya keamanan produk secara serius oleh

produsen.

e. Kebutuhan konsumen akan wadah konsultasi, advokasi, dan

perlindungan untuk menuntut hak dan kepentingannya sesuai

dengan prinsip kontrak jual beli yang adil.

Dari kenyataan di atas dapat dipahami bagaimanapun

kehadiran sebuah institusi semacam lembaga konsumen ini tetap

dibutuhkan guna melindungi pihak yang selalu diposisikan ditempat

marjinal. Kehadiran institusi ini antara lain untuk menyeimbangkan

antara hak dan kewajiban produsen dan konsumen. Jika sekiranya

keseimbangan itu mulai terwujud maka dapat dikatakan bahwa

supremasi hukum

sudah mulai terbangun ditengah maraknya distorsi hukum yang

semakin memprihatinkan di era globalisasi seperti sekarang ini.

BAB III

KESIMPULAN

26

Page 27: Makalah lingbis

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas maka kami menyimpulkan bahwa hingga saat

ini perlindungan konsumen masih menjadi hal yang harus diperhatikan. Konsumen

sering kali dirugikan dengan pelanggaran-pelanggaran oleh produsen atau penjual.

Pelanggaran- pelanggaran yang terjadi saat ini bukan hanya pelanggaran dalam skala

kecil, namun sudah tergolong kedalam skala besar. Dalam hal ini seharusnya

pemerintah lebih siap dalam mengambil tindakan. Pemerintah harus segera

menangani masalah ini sebelum akhirnya semua konsumen harus menanggung

kerugian yang lebih berat akibat efek samping dari tidak adanya perlindungan

konsumen atau jaminan terhadap konsumen.

DAFTAR PUSTAKA

27

Page 28: Makalah lingbis

Elsi, Advendi, HUKUM DALAM EKONOMI, PT GRASINDO.Jakarta,2007.

Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta 2012.

Junaidi Abdullah, Aspek Hukum Dalam Bisnis, Nora Media Enterprise, Kudus, 2010.

Nina, Nurani. Hukum Bisnis Suatu Pengantar.Cv Insan Mandiri.2009

28