Makalah Konsep Dasar Gizi Fix

47
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar be lakang Keberh asilan pembangu nan nasion al suatu bangsa diten tukan oleh ket ersediaan sumber day a man usia (SDM) ya ng ber kualitas, ya itu SDM yang memiliki ketangguhan fisik, mental yang kuat dan kesehatan prima disamping penguasaan terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTK) (!alal "##$)% Salah satu upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah ter&iptanya pembangunan kesehatan yang adil dan merata, yang mengupayakan agar masyarakat berada dalam keadaan sehat se&ara optimal, baik fisik, mental, dan so&ial serta mampu menjadi generasi yang  produktif (Depkes '')% Pemban gunan kes eha tan jug a mel ipu ti pemban gunan ber aasan keseh ata n, pemb erd ayaan ma syara kat dan keluar ga ser ta pe lay anan kese hat an (De pke s ' ')% *er bag ai mas alah kes eha tan ya ng terj adi di masya rakat turut mempengar uhi upay a pelak sanaan penin gkata n derajat kesehatan masyarakat, salah satunya adalah masalah gi+i% Ketidakseimbangan gi+i dapat menurunkan kualitas sumber daya manusia (atief "###)% Masalah gi+i utama di Indonesia masih di dominasi oleh masalah gi+i kurang yaitu Kurang nergi Protein (KP), -nemia *esi, .angguan -kibat Kekurangan /o dium (.-K/) dan kurang 0i tamin - (K0- )% Disamping itu  juga terdapat masalah gi+i mikro lainnya s eperti defisiensi +ink yang sampai saat ini belum terungkap karena adanya keterbatasan ilmu pengetahuan dan teknologi gi+i (Supariasa '')% 1paya perbaikan gi+i masyarakat sebagaimana disebutkan di dalam undang2undang 3o 45 tahun '# bertujuan untuk meningkatkan mutu gi+i  perseorangan dan masyarakat, antara lain melalui perbaikan pola konsumsi makanan, perbaikan perilaku sadar gi+i dan peningkatan akses dan mutu  pelayanan gi+i dan kesehatan sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi% -danya anak dengan asupan gi+i tidak baik dan tumbuh kembang yang tidak 1

description

Konsep gizi masyarakat

Transcript of Makalah Konsep Dasar Gizi Fix

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki ketangguhan fisik, mental yang kuat dan kesehatan prima disamping penguasaan terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) (Jalal 1998). Salah satu upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah terciptanya pembangunan kesehatan yang adil dan merata, yang mengupayakan agar masyarakat berada dalam keadaan sehat secara optimal, baik fisik, mental, dan social serta mampu menjadi generasi yang produktif (Depkes 2002).

Pembangunan kesehatan juga meliputi pembangunan berwawasan kesehatan, pemberdayaan masyarakat dan keluarga serta pelayanan kesehatan (Depkes 2002). Berbagai masalah kesehatan yang terjadi di masyarakat turut mempengaruhi upaya pelaksanaan peningkatan derajat kesehatan masyarakat, salah satunya adalah masalah gizi. Ketidakseimbangan gizi dapat menurunkan kualitas sumber daya manusia (Latief 1999).Masalah gizi utama di Indonesia masih di dominasi oleh masalah gizi kurang yaitu Kurang Energi Protein (KEP), Anemia Besi, Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) dan kurang Vitamin A (KVA). Disamping itu juga terdapat masalah gizi mikro lainnya seperti defisiensi zink yang sampai saat ini belum terungkap karena adanya keterbatasan ilmu pengetahuan dan teknologi gizi (Supariasa 2002). Upaya perbaikan gizi masyarakat sebagaimana disebutkan di dalam undang-undang No 36 tahun 2009 bertujuan untuk meningkatkan mutu gizi perseorangan dan masyarakat, antara lain melalui perbaikan pola konsumsi makanan, perbaikan perilaku sadar gizi dan peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi dan kesehatan sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi. Adanya anak dengan asupan gizi tidak baik dan tumbuh kembang yang tidak normal disebabkan karena banyaknya orang tua yang kurang mengerti dan memahami pentingnya asupan gizi.

Pada tahun 2007 Indonesia termasuk di antara 36 negara di dunia yang memberi 90 persen kontribusi masalah gizi dunia (UN-SC on Nutrition 2008). Walaupun pada tahun 2010 prevalensi gizi kurang dan pendek menurun menjadi masing-masing 17,9 persen dan 35,6 persen, tetapi masih terjadi disparitas antar provinsi yang perlu mendapat penanganan masalah yang sifatnya spesifik di wilayah rawan (Riskesdas, 2010). Data UNICEF tahun 1999 menunjukkan 10-12 juta (50-69,7%) anak balita di Indonesia 4 juta diantaranya di bawah satu tahun berstatus gizi sangat buruk dan mengakibatkan kematian, malnutrisi berkelanjutan meningkatkan angka kematian anak. Setiap tahun diperkirakan 7% anak balita Indonesia (sekitar 300.000 jiwa) meninggal, ini berarti setiap 2 menit terjadi kematian satu anak balita dan 170.000 anak (60%) diantaranya akibat gizi buruk. Dari seluruh anak usia 4-24 bulan yang berjumlah 4,9 juta di Indonesia, sekitar seperempatnya sekarang berada dalam kondisi kurang gizi (Asta Qauliyah, 2008). Demikian pula data yang diperoleh dari Jawa Timur menunjukkan bahwa sebanyak 5000 balita dinyatakan mengalami masalah gizi yang disebabkan karena masih tingginya jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Timur (Siswono, 2008).

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 secara tegas telah memberikan arah Pembangunan Pangan dan Gizi yaitu meningkatkan ketahanan pangan dan status kesehatan dan gizi masyarakat. Selanjutnya dalam Instruksi Presiden No. 3 tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang berkeadilan yang terkait dengan Rencana Tindak Upaya Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs), ditegaskan perlunya disusun dokumen Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi (RAN-PG) 2011-2015 dan Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi (RAD-PG) 2011-2015 di 33 provinsi. Keluaran rencana aksi diharapkan dapat menjembatani pencapaian MDGs yang telah disepakati dalam RPJMN 2010-2014 yaitu menurunnya prevalensi gizi kurang anak balita menjadi 15,5 persen, menurunnya prevalensi pendek pada anak balita menjadi 32 persen, dan tercapainya konsumsi pangan dengan asupan kalori 2.000 Kkal/orang/hari. Dengan makalah ini kami berharap, masyarakat akan menjadi lebih sadar lagi akan pentingnya gizi bagi kebutuhan tubuh mereka. 1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana konsep dasar gizi masyarakat di Indonesia?1.2.2 Bagaimana gizi dan pembangunan manusia di Indonesia?1.2.3 Apa saja kasus gizi yang ada di Indonesia?1.2.4 Bagaimana upaya penanggulangan masalah gizi yang ada di Indonesia?1.3 Tujuan

1.3.1 Mahasiswa mampu memahami tentang konsep dasar gizi masyarakat di Indonesia.1.3.2 Mahasiswa mampu memahami tentang gizi dan pembangunan manusia di Indonesia.1.3.3 Mahasiswa dapat mengetahui kasus kasus gizi yang ada di Indonesia.1.3.4 Mahasiswa dapat mengetahui upaya untuk penanggulangan kasus gizi di Indonesia.1.4 Manfaat

1.4.1 Dapat membantu mahasiswa untuk lebih memahami tentang konsep dasar gizi masyarakat di Indonesia.1.4.2 Dapat membantu mahasiswa memahami tentang gizi dan pembangunan manusia di Indonesia.1.4.3 Dapat membantu mahasiswa mengetahui dan memahami kasus kasus gizi yang ada di Indonesia. 1.4.4 Dapat membantu mahasiswa untuk mengetahui upaya penanggulangan kasus gizi di Indonesia. BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gizi dan Pembangunan Manusia di Indonesia

2.1.1 Pengertian Ilmu Gizi

Ilmu gizi (nutrition science) adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang makanan dalam hubungannya dengan kesehatan optimal. Ilmu pengetahuan tentang gizi (nutrisi) membahas sifat-sifat nutrien (zat gizi) yang terkandung dalam makanan, pengaruh metaboliknya, serta akibat yang ditimbulkan bila terdapat kekurangan (ketidakcukupan) zat gizi. (Merryana, 2012)Gizi adalah senyawa kimia yang terkandung dalam makanan yang pada gilirannya diserap dan diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu :

a. Menghasilkan energi.

b. Membangun dan memelihara jaringan.

c. Mengatur proses kehidupan.

Makanan adalah bahan makanan selain obat yang mengandung zat gizi dan unsur atau ikatan kimia yang dapat diubah menjadi zat gizi oleh tubuh, yang berguna bila dimasukkan dalam tubuh. Bahan makanan adalah makanan dalam keadaan mentah. Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi.

Secara klasik, gizi tidak hanya berhubungan dengan kesehatan saja tetapi juga berhubungan dengan perkembangan otak, kemampuan belajar, produktivitas kerja. Di Indonesia dihubungkan dengan upaya untuk memacu pembangunan kualitas sumber daya manusia (SDM).2.1.2 Fungsi Zat Gizi1. Memberi energi

a. Zat gizi yang memberikan energi adalah karbohidrat, protein, dan lemak dengan melalui proses oksidasi.

b. Karbohidrat, protein, lemak paling banyak dalam bahan makanan.

2. Pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh

a. Jaringan tubuh terbuat dari protein, mineral dan air.

b. Diperlukan untuk membentuk sel sel baru dan memelihara mengganti sel sel yang rusak.

3. Mengatur proses tubuh. Terdiri dari protein, mineral, vitamin dan air:

a. Protein digunakan untuk :

1) Keseimbangan air dalam sel

2) Antibodi (penangkal organisme yang inefektif dan bahan makanan asing yang masuk dalam tubuh)

b. Mineral dan vitamin digunakan untuk :

1) Pengatur proses oksidasi

2) Fungsi normal saraf dan otot

3) Proses lain termasuk pertumbuhan dan penuaan

c. Air digunakan untuk :

1) Melarutkan bahan bahan dalam tubuh seperti darah, cairan pencernaan dan jaringan

2) Mengatur suhu tubuh

3) Mengatur peredaran darah

4) Mengatur pembuangan sisa sisa (ekskresi).

2.1.3 Pengelompokan Zat Gizi

1. Karbohidrat

a. Fungsi :

1) Sumber energi

2) Pemberi rasa manis

3) Penghemat protein

4) Pengatur metabolisme lemak

5) Membantu pengeluaran feses

b. Klasifikasi :

1) KH sederhana : monoksida, disakarida, oligosakarida.

2) KH kompleks : polisakarida (pati), polisakarida nonpati atau serat.

c. Sumber : padi, umbi, gula, bahan olahan (bihun, mie, roti).

2. Lemak

a. Fungsi :

1) Pelarut vitamin.

2) Menghemat protein.

3) Sebagai pelumas.

4) Memelihara suhu tubuh.

5) Pelindung organ-organ tubuh.

b. Klasifikasi :

1) Lipida sederhana : lemak netral, ester lemak.

2) Lipida majemuk : fosfolipid, lipoprotein.

3) Lipida turunan : asam lemak, sterol (misal : kolesterol)

c. Sumber : Minyak tumbuhan (minyak kelapa, minyak kelapa sawit), mentega, margarin, hewan lemak (daging, ayam berlemak, susu, krim), makanan yang dimasak dengan lemak atau minyak, buah avokad.

3. Protein

a. Fungsi :

1) Untuk pertumbuhan dan pemeliharaan.

2) Membantu pembentukan ikatan esensial tubuh.

3) Mengatur keseimbangan air.

4) Memelihara netralisasi tubuh.

5) Pembentukan antibodi dan sebagai sumber energi.

b. Jenis protein :

1) Asam amino esensial.

2) Asam amino non-esensial.

c. Sumber : jumlah dan mutu baik (telur, susu), nabati (kacang-kacangan), hewani (daging, ikan dan hasil laut lainnya).

4. Energi

a. Fungsi :

1) Metabolisme basal (BMR = basal metabolism rate).

2) Aktivitas fisik.

3) Efek makanan.

b. Sumber energi : lemak dan minyak mengandung enrgi tertinggi, kacang-kacangan, sumber karbohidrat.

5. Vitamin

Vitamin adalah zat organik kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah kecil dan pada umumnya tidak dapat dibentuk oleh tubuh, sehingga harus ada dalam makanan.

a. Kelompok vitamin :

1) Vitamin larut dalam lemak.

2) Vitamin larut dalam air.

b. Fungsi :

1) Berperan dalam beberapa tahap reaksi metabolisme energi.

2) Untuk pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh.

3) Sebagai koenzim atau sebagai bagian dari enzim.

2.1.4 Status GiziMenurut Robinson & Weighley, status gizi adalah keadaan kesehatan yang berhubungan dengan penggunaan makanan oleh tubuh.

Faktor faktor yang memengaruhi status gizi :

1. Faktor langsung :

a. Asupan berbagai makanan

b. Penyakit

2. Faktor tidak langsung :

a. Ekonomi keluarga, penghasilan keluarga merupakan faktor yang memengaruhi kedua faktor yang berperan langsung terhadap status gizi.

b. Produksi pangan, peranan pertanian dianggap penting karena kemampuannya menghasilkan produk pangan.

c. Budaya, masih ada kepercayaan untuk memantang makanan tertentu yang dipandang dari segi gizi sebenarnya mengandung zat gizi yang baik.

d. Kebersihan lingkungan, kebersihan lingkungan yang jelek akan memudahkan anak menderita penyakit tertentu seperti ISPA, infeksi saluran pencernaan.

e. Fasilitas pelayanan kesehatan sangat penting untuk menyokong status kesehatan dan gizi anak.

2.1.5 Gizi Seimbang

Kebutuhan gizi adalah banyaknya zat gizi yang dibutuhkan oleh seseorang untuk mencapai dan mempertahankan status gizi adekuat.

KGA : Kecukupan Gizi yang Dianjurkan.

RDA : Recommonded Dietary Allowance (angka kecukupan zat gizi untuk rata rata penduduk atau masyarakat di suatu negara).

DKGA : Daftar Kecukupan Gizi yang Dianjurkan.

Kegunaan DKGA :

1. Memberikan gambaran konsumsi zat gizi rata - rata yang dianggap cukup untuk dikonsumsi.

2. Menilai kecukupan gizi yang dicapai melalui konsumsi makanan.

3. Perencanaan pemberian makanan balita.

4. Perencanaan penyediaan pangan tingkat regional dan nasional.

Dasar Menyusun menu seimbang :

1. Sumber zat tenaga (makanan pokok) sumber karbohidrat.

2. Sumber zat pembangun (protein nabati dan hewani).

3. Sumber zat pengatur.

Dalam penanganan masalah gizi, beberapa faktor yang mempengaruhi, antara lain, adalah masih tingginya angka kemiskinan; rendahnya kesehatan lingkungan; belum optimalnya kerjasama lintas sektor dan lintas program, melemahnya partisipasi masyarakat; terbatasnya aksesibilitas pangan pada tingkat keluarga terutama pada keluarga miskin; masih tingginya penyakit infeksi; belum memadainya pola asuh ibu; dan rendahnya akses keluarga terhadap pelayanan kesehatan dasar.

Pangan Dan Gizi Sebagai Investasi Pembangunan

2.1.6 Pembangunan suatu bangsa bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan setiap warga negara. Peningkatan kemajuan dan kesejahteraan bangsa sangat tergantung pada kemampuan dan kualitas sumberdaya manusianya. Ukuran kualitas sumberdaya manusia dapat dilihat pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM), sedangkan ukuran kesejahteraan masyarakat antara lain dapat dilihat pada tingkat kemiskinan dan status gizi masyarakat. Pangan dan gizi merupakan salah satu faktor yang mempunyai peran yang sangat penting dalam pencapaian IPM dari suatu negara. Peran pangan dan gizi sebagai modal pembangunan bangsa, seperti ulasan berikut :1. Pangan dan Gizi untuk Pertumbuhan dan KecerdasanPenelitian telah menunjukkan peran penting zat gizi tidak saja pada pertumbuhan fisik tubuh tetapi juga dalam pertumbuhan otak, perkembangan perilaku, motorik, dan kecerdasan (Jalal, 2009). Martorell pada tahun 1996 telah menyimpulkan kekurangan gizi pada masa kehamilan dan anak usia dini menyebabkan keterlambatan dalam pertumbuhan fisik, perkembangan motorik, dan gangguan perkembangan kognitif.

Gizi sangat diperlukan pada ibu hamil saat mengandung untuk perkembangan otak janin sampai anak berusia 2 tahun. Air susu ibu juga sangat diperlukan bagi bayi untuk tumbuh kembang. Pemberian air susu ibu (ASI) ekslusif selama 6 bulan sampai anak berusia 24 tahun membuktikan adanya perbedaan tumbuh kembang anak yang baik secara sosial dan kognitif. Sebaliknya jika kekurangan gizi dapat berdampak pada perubahan perilaku sosial serta menurunnya kemampuan belajar dan berfikir. Anak yang memiliki status gizi kurang atau buruk (underweight) berdasarkan pengukuran berat badan terhadap umur (BB/U) dan pendek atau sangat pendek (stunting) berdasarkan pengukuran tinggi badan terhadap umur (TB/U) yang sangat rendah dibanding standar WHO mempunyai resiko kehilangan tingkat kecerdasan atau intelligence quotient (IQ) sebesar 10-15 poin.

2. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan dan Produktivitas

Status gizi masyarakat merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas hidup dan produktivitas kerja. Berbagai penelitian baik yang dilakukan di luar negeri maupun di Indonesia menunjukkan bahwa keadaan kurang gizi dapat menghambat aktivitas kerja yang akan menurunkan produktivitas kerja. Hal ini disebabkan karena kemampuan kerja seseorang sangat dipengaruhi oleh jumlah energi yang tersedia, dimana energi tersebut diperoleh dari makanan sehari-hari dan bilamana jumlah makanan sehari-hari tak memenuhi kebutuhan tubuh, maka energi didapat dari cadangan tubuh (Rachmad Soegih dkk, 1987).

Keadaan gizi seseorang merupakan gambaran apa yang dikonsumsinya dalam jangka waktu yang cukup lama. Bila kekurangan itu ringan, tidak akan dijumpai penyakit defisiensi yang nyata, tetapi akan timbul konsekwensi fungsional yang lebih ringan dan kadang-kadang tidak disadari kalau hal tersebut karena faktor gizi (Ari Agung, 2002). Kekurangan zat gizi, khususnya energi dan protein, pada tahap awal menimbulkan rasa lapar dalam jangka waktu tertentu berat badan menurun yang disertai dengan penurunan kemampuan (produktivitas) kerja. Kekurangan yang berlanjut akan mengakibatkan keadaan gizi kurang dan gizi buruk. Bila tidak ada perbaikan konsumsi energi dan protein yang mencukupi akhirnya akan mudah terserang infeksi (penyakit) (Drajat Martianto, 1992).

Contohnya pada penelitian dampak anemia pada kelompok penduduk dewasa ternyata juga mengurangi produktivitas kerjanya (Husaini et al, 1984). Hal ini akan berakibat serius mengingat pada saat yang sama, penderita anemia pada usia produktif yang berjumlah hampir 52 juta jiwa akan menurunkan produktivitas kerja 20-30 persen.

3. Pangan dan Gizi sebagai Penentu Daya Saing BangsaThe Global Competitiveness Report 2010-2011 yang dikeluarkan World Economic Forum pada September 2010 menyebutkan, peringkat daya saing Indonesia meningkat dengan sangat bermakna. Indonesia dinilai sebagai salah satu negara dengan prestasi terbaik. Tentu saja prestasi ini harus dipertahankan bahkan terus ditingkatkan diantaranya dengan melakukan upaya perbaikan kualitas pangan dan gizi masyarakat. Jika tingkat konsumsi makanan seimbang dan bergizi baik maka akan meningkatkan status kesehatan yang merupakan salah satu indikator penting bersama pendidikan dalam menentukan daya saing bangsa.

Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan pangan dalam rumah tangga terutama pada ibu hamil dan anak balita akan berakibat pada kekurangan gizi yang berdampak pada lahirnya generasi muda yang tidak berkualitas. Apabila masalah ini tidak diatasi maka dalam jangka menengah dan panjang akan terjadi kehilangan generasi (generation lost) yang dapat mengganggu kelangsungan berbagai kepentingan bangsa dan negara. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta tangkas dan cerdas. Bukti empiris menunjukkan bahwa hal ini sangat ditentukan oleh status gizi yang baik, dan status gizi yang baik ditentukan oleh jumlah dan kualitas asupan pangan yang dikonsumsi. Masalah gizi kurang dan buruk dipengaruhi langsung oleh faktor konsumsi makanan dan penyakit infeksi. Secara tidak langsung dipengaruhi oleh pola asuh, ketersediaan dan konsumsi pangan beragam, faktor sosial-ekonomi, budaya dan politik. Gizi kurang dan gizi buruk yang terus terjadi dapat menjadi faktor penghambat dalam pembangunan nasional.

Investasi gizi berperan penting untuk memutuskan lingkaran setan kemiskinan dan kurang gizi sebagai upaya peningkatan kualitas SDM. Beberapa dampak buruk kurang gizi adalah rendahnya produktivitas kerja, kehilangan kesempatan sekolah, dan kehilangan sumber daya karena biaya kesehatan yang tinggi.2.1.7 Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi secara langsung menurut Supariasa (2001) dapat dilakukan dengan:

1) Antropometri

Antropometri adalah ukuran tubuh manusia. Sedangkan antropometri gizi adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dan tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri secara umum digunakan untuk melihat keseimbangan asupan protein dan energi.Menurut Depkes RI (2005) Parameter berat badan / tinggi badan berdasarkan kategori Z-Score diklasifikasikan menjadi 4 yaitu:

1) Gizi Buruk ( Sangat Kurus) : 18 tahun dan tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan. Untuk mengetahui nilai IMT, dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

IMT = Berat Badan (Kg)

Tinggi Badan2 (m)

Batas ambang IMT ditentukan dengan merujuk ketentuan FAO/WHO, yang membedakan batas ambang untuk laki-laki dan perempuan. Disebutkan bahwa batas ambang normal untuk laki-laki adalah: 20,1-25,0 dan untuk perempuan adalah : 18,7-23,8. Untuk kepentingan pemantauan dan tingkat defesiensi kalori ataupun tingkat kegemukan, lebih lanjut FAO/WHO menyarankan menggunakan satu batas ambang antara laki-laki dan perempuan. Ketentuan yang digunakan adalah menggunakan ambang batas laki-laki untuk kategori kurus tingkat berat dan menggunakan ambang batas pada perempuan untuk kategorigemuk tingkat berat. Untuk kepentingan Indonesia, batas ambang dimodifikasi lagi berdasarkan pengalam klinis dan hasil penelitian dibeberapa negara berkembang. Pada akhirnya diambil kesimpulan, batas ambang

IMT untuk Indonesia adalah sebagai berikut :

Kategori IMT yaitu sebagai berikut :

Kurus yaitu :

a. Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0

b. Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,0- 18,4

c. Normal 18,5-25,0

Gemuk yaitu :

a. Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,- 27,0

b. Kelebihan berat badan tingkat berat > 27,0

Jika seseorang termasuk kategori :

1. IMT < 17,0 : keadaan orang tersebut disebut kurus dengan kekurangan berat badan tingkat berat atau Kurang Energi Kronis (KEK) berat.

2. IMT 17,0 - 18,4 : keadaan orang tersebut disebut kurus dengan kekurangan berat badan tingkat ringan atau KEK ringan.

3. IMT 18,5 - 25,0 : keadaan orang tersebut termasuk kategori normal.

4. IMT 25,1 - 27,0 : keadaan orang tersebut disebut gemuk dengan kelebihan berat badan tingkat ringan.

5. IMT > 27,0 : keadaan orang tersebut disebut gemuk dengan kelebihan berat badan tingkat berat

b. Lingkar Lengan Atas

Disribusi lemak dalam tubuh dapat diketahui dengan menggunakan pengukuran lingkar lengan atas (LLA), pengukuran lingkar panggul / pinggang, dan melihat ciri fisik bentuk tubuh. Lemak yang berada di sekitar perut memberikan resiko kesehatan yang lebih tinggi

dibandingkan lemak di daerah paha atau bagian tubuh.yang lain. Suatu metoda yang sederhana namun cukup akurat untuk mengetahui hal tersebut adalah lingkar pinggang.

c. Basal Metabolic Rate, BMR (Marks et al 2000)

Laju metabolisme dasar adalah ukuran energi yang diperlukan untuk mempertahankan hidup : fungsi paru dan ginjal, kerja pompa jantung, pemeliharaan gradien ion lintas membran, berbagai reaksi biokimia, dan seterusnya. BMR biasanya ditentukan dari pengukuran kecepatan konsumsi oksigen atau produksi panas oleh seseorang dalam keadaan istirahat, yang baru terjaga pada pagi hari seteah berpuasa paling sedikit selama 12 jam. Dengan demikian, pada prakteknya BMR sebenarnya adalah laju metabolisme istirahat (resting metabolic rate, RMR).

Untuk menentukan BMR pada manusia, para dokter biasanya menggunakan berat badan untuk penghitungan karena mudah diukur dan dapat diandalkan. Banyak persamaan untuk memperkirakan BMR berdasarkan berat badan membedakan pri dan wanita. Perbedaan-perbedaan yang berkaitan dengan jenis kelamin ini dapat dihilangkan apabila BMR berdasarkan massa bebas-lemak (free fat mass, FFM), yang setara dengan masa tubuh total dikurangi massa jaringan adiposa. Dengan FFM, BMR dihitung menggunakan persamaan BMR = 186 + FFM x 23,6 kkal/kg/hari. Rumus ini dapat diterapkan untuk kedua jenis kelamin dan serupa dengan rumus yang digunakan untu memperoleh perkiraan kasar BMR.

Faktor yang mempengaruhi BMR :

a. Jenis kelamin (pria lebih besar daripada wanita)

b. Suhu tubuh (meningkat pada demam)

c. Suhu ingkungan (meningkat pada cuaca dingin)

d. Status tiroid (meningkat pada hipertiroidisme)

e. Kehamilan dan menyusui (meningkat)

f. Usia (meningkat pada masa anak-anak)

Metode untuk menghitung BMR

a. Persamaan Owan

BMR wanita = 795 + (7,18 x BB dalam Kg)

BMR pria = 879 + (10,2 x BB Kg)

b. Persamaan Harris dan Benedict

BMR wanita = 65 + (9,6 x BB) + (1,8 x TB) (4,7 U)

BMR pria = 66 + (13,7 x BB) + (5 x TB) (6,8 x U)

BB : berat badan (kg), TB : tinggi badan (cm), U : usia (tahun)Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks (Kemenkes, 2010)

IndeksKaregori Status GiziAmbang Batas

(Z-Score)

Berat Badan menurut Umur

(BB/U)

Anak Umur 0-60 BulanGizi Buruk< -3 SD

Gizi Kurang-3 SD s/d < -2 SD

Gizi Baik-2 SD s/d 2 SD

Gizi Lebih> 2 SD

Panjang Badan menurut Umur

(PB/U) atau

Tinggi Badan menurut Umur

(TB/U)

Anak Umur 0-60 bulanSangat Pendek < -3 SD

Pendek-3 SD s/d 2 SD

Berat Badan menurut Panjang Badan (BB/PB)

Atau

Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB)

Anak Umur 0-60 bulanSangat Kurus< -3 SD

Kurus-3 SD s/d < -2 SD

Normal-2 SD s/d 2 SD

Gemuk> 2 SD

Indeks Massa Tubuh menurut Umur

(IMT/U)

Anak Umur 0-60 bulanSangat Kurus< -3 SD

Kurus-3 SD s/d < -2 SD

Normal-2 SD s/d 2 SD

Gemuk> 2 SD

Indeks Massa Tubuh menurut Umur

(IMT/U)

Anak Umur 5-18 TahunSangat Kurus< -3 SD

Kurus-3 SD s/d < -2 SD

Normal-2 SD s/d 1 SD

Gemuk> 1 SD s/d 2 SD

Obesitas> 2 SD

Tabel 1. Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak

Kemenkes 2010

2) Klinis

Pemeriksaan klinis adalah metode untuk menilai status gizi berdasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi, seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.

3) Biokimia

Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratories yang dilakukan pada berbagai macam jaringan. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot.

4) Biofisik

Penilaian status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melibat kemamapuan fungsi dan melihat perubahan struktur dari jaringan.

Penilaian status gizi secara tidak Iangsung menurut Supariasa, IDN (2001) dapat dilakukan dengan:

1) Survey Konsumsi Makanan

Survey konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat dan gizi yang dikonsumsi. Kesalahan dalam survey makanan bisa disebabkan oleh perkiraan yang tidak tepat dalam menentukan jumlah makanan yang dikonsumsi balita, kecenderungan untuk mengurangi makanan yang banyak dikonsumsi dan menambah makanan yang sedikit dikonsumsi ( The Flat Slope Syndrome), membesar-besarkan konsumsi makanan yang bernilai sosial tinggi, keinginan melaporkan konsumsi vitamin dan mineral tambahan kesalahan dalam mencatat (food record).

2) Statistik Vital

Yaitu dengan menganalisis data beberapa statistik kesebatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian karena penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.

3) Faktor Ekologi

Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi antara beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dan keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi, dan lain-lain.2.2 Kasus Gizi di Indonesia

2.2.1 Anemia Gizi BesiAnemia gizi besi adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan cadangan besi dalam hati, sehingga jumlah hemoglobin darah menurun dibawah normal. Sebelum terjadi anemia gizi besi, diawali lebih dulu dengan keadaan kurang gizi besi (KGB). Apabila cadangan besi dalam hati menurun tetapi belum parah, dan jumlah hemoglobin masih normal, maka seseorang dikatakan mengalami kurang gizi besi saja (tidak disertai anemia gizi besi). Keadaan kurang gizi besi yang berlanjut dan semakin parah akan mengakibatkan anemia gizi besi, dimana tubuh tidak lagi mempunyai cukup zat besi untuk membentuk hemoglobin yang diperlukan dalam sel-sel darah yang baru (Soekirman, 2000). Anemia ini disebabkan karena kekurangan zat besi sebagai penyebab utamanya. Pada pemeriksaan darah jika kadar hemoglobin kurang dari batas sesuai umur atau keadaan fisiologis dan kadar serum feritin kurang dari 12 mcq/dL (Samdjaja & Atmarita, 2009).

Anemia Gizi Besi (AGB). Penyakit ini dikenal dengan penyakit kurang darah. Penyakit ini adalah (Adiningsih, 2010):

1. Karena konsumsi zat besi yang terkandung dalam makanananya tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari;

2. Kehilangan zat gizi besi yang meningkat disebabkan oleh investasi cacing (cacingan)

Tanda-tanda AGB adalah 5L, yaitu Lesu, Lemah, Leth, Lelah, dan Lunglai. Pencegahan yang dapat dilakukan dengan mengonsumsi sumber makanan yang kaya akan zat besi seperti hati, daging, kuning telur, udang, sayuran hijau tua, dan lain-lain. Walaupun tidak mengandung zat besi air jeruk dapat diberikan sebagai penambah vitamin C yang dapat membantu penyerapan zat besi(Adiningsih, 2010).

Anemia gizi besi terjadi karena kurangnya intake (konsumsi) zat besi (Fe) dari angka kecukupan yang dianjurkan dan absorbsi (penyerapan) zat besi yang rendah. Gejala yang timbul antara lain tubuh lesu atau lemah, daya tahan tubuh menurun, serta mudah sakit (terutama terkena infeksi) sehingga badan terus melemah dan akhirnya tidak memiliki nafsu makan. Keadaan anemia gizi secara perlahan-lahan akan mengakibatkan penderita mudah terkena penyakit karena daya tahan tubuhnya menurun, pertumbuhan dan kesegaran fisik menurun, serta interaksi sosial dengan lingkungannya juga menurun.

Makanan yang dianjurkan untuk dikonsumsi oleh penderita anemia zat besi, yaitu makanan sumber protein hewani karena mudah diserap di dalam tubuh, seperti hati, daging sapi, telur, dan ikan. Makanan lain yang juga kaya zat besi diantaranya gandum, jagung, kentang, ubi jalar, beras merah atau putih, ketan hitam, kacang-kacangan, tahu, kurma, apel, jambu, belimbing, dan avokad (Wirakusumah, 2010).Anemia atau penyakit kurang darah sering dianggap sebagai penyakit yang tidak membahayakan. Biasanya dalam tahap ringan, anemia seringkali tidak menimbulkan gangguan yang berarti. Hal tersebut membuat penyakit ini cenderung diabaikan. Padahal, jika dibiarkan berlarut-larut, anemia bukan saja menurunkan kualitas hidup, melainkan juga membawa kematian(Wirakusumah, 2010).

Siklus biologis membuat wanita lebih rentan terserang anemia dibandingkan pria. Hal lain yang membuat wanita berisiko terkena anemia adalah siklus haid atau menstruasi yang tidak normal (Wirakusumah, 2010).1. Faktor risiko untuk anemia (Gibney, dkk, 2009)1) Simpanan zat besi yang buruk

Simpanan zat besi dalam tubuh orang-orang Asia memiliki jumlah yang tidak besar, terbukti dari rendahnya kadar hemosiderin dalam sumsum tulang dari rendahnya simpanan zat besi yang buruk, maka defisiensi ini akan semakin parah pada bayi yang hanya mendapat ASI saja dalam periode waktu yang lama.

2) Ketidakcukupan gizi

Penyebab utama anemia karena defisiensi zat besi, khususnya di negara berkembang, adalah konsumsi gizi yang tidak memadai. Banyak orang bergantung hanya pada makanan nabati yang memiliki absorbsi zat besi yang buruk dan terdapat beberapa zat dalam makanan tersebut yang memengaruhi absorbsi besi.

3) Peningkatan kebutuhan

Terdapat peningkatan kebutuhan zat besi selama kehamilan. Pertumbuhan yang cepat selama masa bayi dan kanak-kanak meningkatkan pula kebutuhan zat besi. Kebutuhan zat besi, juga mengalami peningkatan kebutuhan yang cukup besar selama pubertas, pada remaja putri, awal menstruasi memberikan beban ganda.2. Pencegahan dan pengendalian anemia karena defisiensi zat besi

Prinsip dasar dalam pencegahan anemia karena defisiensi zat besi adalah memastikan konsumsi zat besi secara teratur untuk memenuhi kebutuhan tubuh dan untuk meningkatkan kandungan serta bioavailabilitas zat besi dalam makanan. Ada empat pendekatan utama (Gibney, dkk, 2009):

1) Penyediaan suplemen zat besi

2) Fortifikasi bahan pangan yang biasa dikonsumsi dengan zat besi

3) Edukasi gizi

4) Pendekatan berbasis horrikultur untuk memperbaiki ketersediaan hayati zat besi pada bahan pangan yang umum.

3. Prevalensi

Anemia karena defisiensi zat besi menyerang lebih dari 2 milyar penduduk di dunia. Di negara berkembang, terdapat 370 juta wanita yang menderita anemia karena defisiensi zat besi. Prevalensi rata-rata lebih tinggi pada ibu hamil (51%) dibandingkan pada wanita yang tidak hamil (41%). Prevalensi di antara ibu hamil bervariasi dari 31% di Amerika Selatan hingga 64% di Asia bagian selatan (Gibney, dkk, 2009).Kasus anemia di Indonesia terdapat 19,7% perempuan, 13,1% laki-laki dan 9,8% anak yang mengalami anemia. Sebanyak 60,2% dari anemia tersebut adalah anemia mikrositik hipokrom (sel yang kecil dengan jumlah hemoglobin yang sedikit dalam sel), yang paling banyak disebabkan oleh anemia defisiensi besi ( Riskesdas 2007). Sedangkan berdasarkan Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2010 yaitu sementara lebih dari 10 % anak usia sekolah di Indonesia mengalami anemia (Riskesdas, 2010).

Anemia defisiensi besi paling sering dijumpai pada bayi, anak dan remaja karena pertumbuhan yang cepat membutuhkan banyak besi dan diet yang mengandung besi . Anemia di Indonesia masih merupakan salah satu masalah gizi utama disamping kekurangan kalori protein (KKP), defisiensi vitamin dan yodium. Sekitar 40 % anak Indonesia usia 1-14 tahun menderita anemia. Sedangkan dari hasil penelitian oleh Dinas kesehatan Jawa Tengah tahun2007, prevalensi penderita anemia anak usia sekolah di provinsi Jawa Tengah menunjukan sekitar 55,6 % anak usia sekolah yang mengalami anemia defisiensi besi (Dinas Kesehatan Jawa Tengah, 2007 ).

Anemia, merupakan masalah yang seringdialami oleh penduduk Indonesia.Anemia memang dianggap sepele oleh penduduk Indonesia, oleh sebab itu Anemia menjadi masalah terbanyak yang ditangani mulai dari puskesmas hingga rumahsakit.Ada banyak masalah gizi pada anak-anak di Indonesia, namun yang dianggap memiliki dampak paling luas dan jangka panjang yaknianemia. Jika tidak diatasi, keduanya bisa memicu masalah kesehatan yang lain (Anas, 2013). Kekurangan zat besi mempengaruhi sekitar dua miliar orang di seluruh dunia dan menghasilkan lebih dari 500 juta kasus anemia. Di sub Sahara Afrika, prevalensi anemia defisiensi besi diperkirakan sekitar 60% dengan 40 sampai 50% anak di bawah usia lima tahun di Negara berkembang menjadi kekurangan zat besi.(Aguilar dkk, 2012) Anemia gizi merupakan salah satu masalah gizi utama di indonesia. Prevalensi anemia gizi besi pada balita sebagian besar disebabkan kekurangan zat besi dalam makanan. Akibat nyata dari anemia gizi terhadap kualitas sumber daya manusia tergambar pada angka kematian ibu danbayi, menurunkan prestasi belajar anaksekolah dan produktifitas pekerja. Dari aspek konsumsi masalah yang belum terselesaikan adalah rendahnya konsumsi oleh masyarakat kelompok ekonomi rendah.Dampak anemia pada anak sekolah adalah meningkatnya angka kesakitan dan kematian, terhambatnya pertumbuhan fisik dan otak, terhambatnya perkembangan motorik, mental dan kecerdasan. Anak- anak yang menderita anemia terlihat lebih penakut, dan menarik diri dari pergaulan sosial, tidak bereaksi terhadap stimulus, lebih pendiam (Ratih, 2012).

Anemia defesiensi besi merupakan masalah gizi yang paling lazim di dunia dan menjangkiti lebih dari 600 juta manusia. Perkiraan prevalensi anemia secara globaladalah sekitar 51 %. Bandingkan dengan prevalensi untuk balita yang sekitar 43 %, anak usia skolah 37%, pria dewasa hanya 18%, dan wanita tidak hamil 33%, yang menyengsarakan sekitar 44% wanita di seluruh negara sedang berkembang (kisaran angka 13,4-87,5%). Angka tersebut terus membengkak hingga 74% yang bergerak dari 13,4% (Thailand) ke 85,5% (India) (Arisman, 2009). Data di Indonesia menunjukan sekitar 3,5 juta anak di Indonesian menderita anemia. Berdasarkan data survey kesehatan rumah tangga tahun 2005 prevalensi anemia pada anak usia sekolah mencapai 26,5%. Sedangkan survey yayasan kusuma bangsa di 10 SD di Jakartaditemukan 34,1% anak menderita anemia. Pemeriksaan juga menemukan bahwa 4 sekolah dari 10 SD yan gdi periksa terdapat 50-70% anak mengalami anemia. Kondisi kurang darah ini lebih banyak di temukan padaanak perempuan (55%). Berdasarkan beberapa hasil penelitian di Sulawesi Utara, prevalensi anemia pada anak sekolah usia 6-12 tahun sebesar 62,8% dan pada tahun 2000 berdasarkan penelitian di Bolaang Mongondow prevalensi anemia pada anak umur 10-15 tahun sebesar 40%.

2.2.2 Malnutrisi (KEP dan Obesitas)A. KEP (Kekurangan Energi Protein)1. Definisi KEPKekurangan Energi Protein (KEP) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan kelainan patologi yang diakibatkan oleh karena defisiensi protein saja atau defesiensi energi saja atau protein dan energi baik secara kuantitatif atau kualitatif yang biasanya sebagai akibat/berhubungan dengan penyakit infeksi.

Kekurangan Energi Protein (KEP) adalah keadaan kurang gizi yang disebabkanrendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari, sehingga tidakmemenuhi angka kecukupan gizi. (H. Boerhan. I. Roedi. & H. Siti Nurul, 2006, p. 175).Berdasarkan proses terjadinya dapat dibedakan menjadi :

1. KEP Primer : bila terjadinya akibat tidak tersedianya zat gizi/bahan makanan.2. KEP Sekunder : bila terjadinya karena adanya kelainan/menderita penyakit.Pada anak-anak, KEP dapat :Menghambat pertumbuhan, Rentan terhadap penyakit infeksi, Mengakibatkan rendahnya tingkat kecerdasan.

Pada orang dewasa, KEP dapat : Menurunkan produktifitas kerja, Menurunkan derajat kesehatan, Rentan terhadap serangan penyakit.

Bentuk Kekurangan Energi Proein (KEP), berdasarkan penyebab dan gambaran klinisnya dibedakan menjadi :

1) Marasmus

Marasmus adalah suatu keadaan kebutuhan minimal akan energi atau kalori tidak dapat dipenuhi oleh pemberian makanan dalam waktu yang lama.

Gejala klinis marasmus adalah wajah menyerupai orang tua, sangat kurus karena hilangnya lemak dan otot-ototnya, perubahan mental, anak menangis terus, kulit kering dan kendur, rambut rontok, lemak bawah kulit berkurang, otot atrofi sehingga tulang terlihat lebih jelas, diare atau konstipasi, kelainan jantung, tekanan darah rendah, frekuensi napas berkurang, serta anemia (Devi, 2010).

Gambar 1. Marasmus

(http://collections.infocollections.org/ukedu/en/d/Jwh11ge/7.6.html)

2) Kwasiorkor

Gejala klinis kwasiorkor adalah penampilan seperti anak gemuk bilamana diet energi cukup tapi kurang protein, gangguan pertumbuhan, perubahan mental, edema, lemah, anoreksia (hilang nafsu makan), perubahan warna rambut, kulit bintik merah/hitam, hati membesar, dan anemia (Devi, 2010).

Gambar 2. Kwashiorkor(http://collections.infocollections.org/ukedu/en/d/Jwh11ge/7.6.html)

3) Marasmus-Kwashiorkor

Gejala Klinis Kurang Energi Protein (KEP) dari Marasmus-kwashiorkor pada dasarnya adalah campuran dari gejala marasmus dan kwashiorkor, cirri khas yang dapat terlihat secara klinis yakni :

a. Beberapa gejala klinik marasmus, terlihat sangat buruk dalam hal Berat Badan (BB/U) berada dibawah < -3 SD dan bila di konfirmasi dengan BB/TB dikategorikan sangat kurus: BB/TB < 3 SD).

b. Kwashiorkorm secara klinis terlihat disertai edema yang tidak mencolok pada kedua punggung kaki.

Menurut baku median WHO NCHS, KEP dibagi beberapa tingkatan yaitu: (http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkmgizi-evawany.pdf)1. KEP Ringan bila berat badan menurut umur (BB/U) 70-80 % dan/atau berat badanmenurut tinggi badan (BB/TB) 70-80% baku median WHO-NCHS.

2. KEP Sedang bila BB/U 60-70% baku median WHO-NCHS dan/atau BB/TB 60-70% baku median WHO-NCHS.

3. KEP Berat bila BB/U