Makalah Konseling Lintas Budaya Pengertian Budaya dan Konseling Lintas Budaya
-
Upload
muhammad-hasby-jamil -
Category
Documents
-
view
5.348 -
download
13
description
Transcript of Makalah Konseling Lintas Budaya Pengertian Budaya dan Konseling Lintas Budaya
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Budaya dan Konseling Lintas Budaya
Definisi budaya ini “kabur”. Artinya tidak ada aturan yang baku
dan cepat untuk menentukan sebuah budaya atau siapa-siapa yang
temasuk dalam budaya tersebut. Dalam pengertian ini budaya adalah
sebuah konstruk sosiopsikologis , suatu kesamaan dalam sekelompok
orang dalam fenomena psikologis seperti nilai, sikap, keyakinan,
perilaku.1 Kultur dapat dipahami sebagai cara hidup seseorang atau
sekelompok orang.2
Budaya atau kebudayaan (culture) meliputi tradisi, kebiasaan,
nilai-nilai, norma, bahasa, keyakinan, dan berpikir yang telah terpola
dalam suatu masyarakat dan diwariskan dari generasi kegenerasi serta
memberikan identitas pada komuniats pendukungnya. Secara singkat
budaya juga bisa diartikan sebagai pandangan hidup sekelompok orang
atau dalam rumusan yang lebih umum adalah “cara kita hidup sehari-
hari seperti ini”, the way we are, yang diekspresikan dalam cara
(sekelompok orang) berpikir, mempersepsi, menilai, dan bertindak.3
Lintas budaya adalah memahami keragaman budaya ang ada di
dunia sekaligus dampak budaya tersebut terhadap kelangsungan
masyarakat social dalam lingkup budaya tertentu. Terdapatnya
perbedaan dalam latar belakang budaya biasa mengenal nilai-nilai,
gaya hidup, keyakinan, perilaku dan lain sebagainya.
Lintas budaya harus melingkupi pula seluruh bidang dari
kelompok-kelompok yang tertindas, bukan hanya orang kulit
berwarna, dikarenakan yang tertindas itu dapat berupa gender, kelas,
agama, keterbelaangan, bahsa, orientasi seksual, dan usia.4
1 David Matsumoto, Pengantar Psikologi Lintas Budaya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004) h.5
2 John McLeod, pengantar onseling teori dan kasus (Jakarta, kencana predana media grup: 2006) h. 274
3 Dedi Supriadi, Konseling Lintas Budaya Isu-Isu Dan Relevansinya Di Indonesia, (Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2001) h.5
Dalam mendefinisikan konseling lintas budaya, kita tidak dapat
terlepas dari istilah konseling dan budaya. Dalam konseling ada 4
elemen pokok: 1) adanya hubungan; 2) adanya dua individu atau lebih;
3) adanya proses; 4) membantu individu dalam memecahkan masalah
dan membuat keputusan.
Dalam pengertian budaya ada tiga elemen: 1) merupakan produk
budidaya manusia; 2) menentukan ciri seseorang; 3) manusia tidak
akan bisa dipisahkan dari budayanya.
Konseling lintas budaya (cross cultural counseling, counseling
across cultures) adalah konseling yang melibatkan konselor dan klien
yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda , dan karena itu
proses konseling yang sangat rawan oleh terjadinya bias-bias budaya
(kultural blasas pada pihak konselor yang mengakibatkan konseling
tidak berjalan efektif. 5
Menurut Mamat supriana konseling lintas budaya adalah berbagai
hubungan konseling yang melibatkan para peserta yang berbeda etnik
atau kelompok-kelompok minoritas, atau hubungan konseling yang
melibatan konselor dan klien yang secara rasial dan etnik sama, tetapi
memiliki perbedaan budaya yang dikarenakan variabel-variabel lain
seperti seks, orientasi seksual, factor sosio ekonomik, dan usia.6
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa konseling lintas budaya
adalah hubungan konseling yang terjadi antara konselor dan klien
yang memiliki latar belakang yang berbeda dari segi nilai, budaya dan
gaya hidup.
2. Pentingnya Konseling Lintas Budaya
Dalam konseling lintas budaya terlibat konselor dan klien yang
berasal dari latar belakang budaya yang berbeda, dan karena itu proses
konseling sangat rawan oleh terjadinya bias-bias budaya pada pihak
konselor yang mengakibatkan konseling tidak berjalan efektif. Agar
berjalan efektif , maka konselor dituntut untuk memiliki kepekaan
4 Mamat Supriana, Bimbingan dan Konseling Berbasis Kompetensi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011) h. 168
5 Dedi Supriadi, Konseling,… h.6 6 Mamat, Bimbingan,… h.168
budaya dan melepaskan diri dari bias-bias budaya, dan memiliki
keterampilan-keterampilan yang responsive, secara kultural.
Konseling lintas budaya akan dapat terjadi jika antara konselor dan
klien memiliki perbedaan. Antara konselor dan klien pasti mempunyai
perbedaan budaya yang sangat mendasar. Perbedaan itu biasanya
mengenai nilai-nilai, keyakinan, perilaku, dan lain sebagainya.
Perbedaan ini muncul karena antara konselor dan klien berasal dari
budaya yang berbeda. Konseling lintas budaya akan dapat terjadi jika
konselor kulit putih memberikan layanan konseling kepada klien kulit
hitam atau konselor orang Batak memberikan layanan kepada orang
yang berasal dari Ambon.
Layanan konseling lintas budaya tidak saja terjadi pada mereka
berasal dari dua suku bangsa yang berbeda. Tetapi layanan konseling
ini dapat pula muncul pada suatu suku bangsa yang sama. Sebagai
contoh, konselor yang berasal dari jawa Timur memberikan layanan
konseling pada klien yang berasal dari Jawa Tengah, mereka sama-
sama berasal dari suku atau etnis Jawa. Namun yang perlu diingat,
bahwa ada perbedaan mendasar antara orang Jawa Timur dengan orang
Jawa tengah. Mungkin orang Jwa imur terlihhat aga kasar sedangkan
orang Jawa Tengah lebih halus.
Konselor perlu menyadari akan nilai-nilai yang berlaku secara
umum. Kesadaran akan nilai-nilai yang berlaku bagi dirinya dan
masyarakat pada umumnya akan membuat konselor mempunyai
pandangan yang sama tentang sesuatu hal. Persamaan pandangan atau
persepsi ini merupakan langkah awal bagi konselor untuk melasanakan
konseling. Menurut Sue, konselor lintas budaya yang efektif adalah:7
1) Memahami nilai-nilai pribadi serta asumsinya tentang serta
asumsinya tentang perilaku manusia dan mengenali bahwa tiap
manusia itu berbeda. dalam melaksanakan konseling, konselor
7 http://komunikasiantarpribadi-triyono.blogspot.com/2011/12/konseling-lintas-budaya.html
tidak akan bisa melepaskan diri dari nilai-nilai yang dibawa
dari lingkungan tempatnya berada. Nilai-nilai ang dibawa dari
tempatnya berasal tidak aan bias dilepaskannya walaupun akan
berhubungan dengan klien yang berbeda latar belakangnya.
2) Sadar bahwa tidak ada teori yang netral secara politik don
moral.
3) Memahami bahwa kekuatan sosiopolitik akan mempengaruhi
dan akan menajamkan perbedaan budaya dalam kelompok
4) Berbagi pandangan dengan klien dan tidak tertutup.
Jadi, konseling lintas budaya ini sangat penting dipelajari
oleh seorang calon konselor maupun konselor agar, Konselor dapat
menyadari keberadaan budaya klien dan sensitif terhadap
kebudayaan klien, sehingga dapat menghargai perbedaan dan hal
itu dapat membuat konselor merasa nyaman dengan perbedaan
yang ada antara dirinya dan klien dalam bentuk ras, etnik,
kebudayaan, dan kepercayaan. Selain itu konselor juga dapat
memahami bagaimana ras, kebudayaan, etnik, dan sebagainya yang
mungkin mempengaruhi struktur kepribadian, pilihan karir,
manifestasi gangguan psikologis, perilaku mencari bantuan, dan
kecocokan dan ketidakcocokan dari pendekatan konseling.
3. Landasan konseling lintas budaya
a. Kajian Teoritis
Landasan konseling lintas budaya merupakan landasan yang
dapat memberikan pemahaman kepada konselor mengenai dimensi
kebudayaan. Sebagai faktor penyebab mempengaruhi faktor
individu kebudayaan akan bimbingan timbul karena terdapat faktor
rumitnya akan keadaan masyarakat dimana individu itu hidup.
Faktor tersebut seperti keuangan, pendidikan, dunia kerja,
komunikasi.
b. Tradisi psikologi, antropologi, dan sosiologi
Konseling sanngat dekat dengan psikologi, bahkan
sebagian besar muatan konseling sebagai suatu ilmu bersumber
dari psikologi. Kedekatan konseling dan psikologi membuat usaha
menyusuri asal-usul konseling lintas budaya juga tidak lepas dari
kaitannya dengan perkembangan psikologi.8 Tradisi pikologi juga
akrab dengan statistika dan pengukuran yang melahirkan sub
disiplin ilmu yang disebut psikometrika dan penerapan metode
esperimental untuk memahami perilaku manusia.
Kompleksitas perilaku manusia sebagai makhluk
individual, sosial, budaya, tidak dapat dijelaskan semata-mata dari
model pemahaman psikologi konvensional ang lebih memusatkan
diri pada individu. Tanpa bantuan-bantuan ilmu lain, psikologi
akan mengalami kesulitan ketia harus menjelaskan perilaku
manuisa dalam konteks lingkungan sosial-budayanya, sehingga ia
melirik antropologi dan sosiologi.
Setelah perkawinan atau sinergi antara berbagai bidang
ilmu tersebut, ketika tradisi ang ada pada masing-masing ilmu itu
tidak lagi mampu menjleaskan fenomena yang dihadapinya.
Psikologi lintas budaya lahir dari pertemuan antara psikologi
umum dan antropoogi. Fokus psikologi adalah individu, antropolgi
adalah kebudayaan masyarakat atau kelompok individu, sosiologi
adalah interaksi antara institusi-institusi sosial, psikologi sosial
adalah individu dalam masyarakat.
Konseling lintas budaya mewarisi berbagai tradisi dan
prinsip-prinsip keilmuan dari psikologi, antropologi, sosiologi,
psikologi social, dan ilmu-ilmu social lainnya.
c. Minat Terhadap Kajian Lintas Budaya
Dua dasawarsa terakhir, perhatian terhadap topik-topik
kajian yang sifatnya multi-,antar-, trans-, atau lintas budaya
semakin berkembang di banyak Negara. Banyak buku, artikel,
jurnal, , disertasi, dan penelitian dilakukan untuk menelaah soal ini.
Perkembangan yang cepat di negara-negara lain tersebut
nampaknya belum berimbas ke Indonesia
8 Dedi Supriadi, Konseling,... h.8
Melalui pencarian internet, hanya teridentifikasi beberapa
entries yang berkenaan dengan soal ini di Indonesia. Misalnya
tentang adanya mata kuliah konseling lintas budaya di fakultas
psikologi di UI dan UNAIR.9 Mungkin ada sejumlah penelitian dan
publikasi yang telah dibuat di Indonesia yang tidak di upload ke
internet, namun dapat dipastikan jumlahnya belum banyak.
d. Kesamaan dan Perbedaan Antar Manusia
Terhadap konseling lintas budaya, ada sementara pihak
dalam komunitas konseling yang menganggapnya tidak penting
dengan alasan yang paling penting adalah situasi konseling.
Pandangan ini menyatakan bahwa pada saat klien memasuki situasi
konseling, maka yang menjadi fokus adalah individu, bukan
budayanya; dan bahwa pada saat konseling, konselor tidak
berurusan dengan budaya klien dan tidak juga budaya konselor
melainkan dengan individu klien. Mereka sangat percaya pada
universalitas dan generalitas teori-teori dan prinsip-prinsip
konseling yang dapat melintasi batas-batas cultural. Pandangan ini
tidak dapat diterima karena secara sadar mengabaikan kuatnya
factor-faktor budaya yang membentuk perilaku klien. Disamping
itu pandangan ini berbahaya bagi proses konseling karena akan
tampil konselor yang tidak peka budaya, tidak empatik, dan sangat
mungkin memaksakan nilai-nilai budayanya sendiri kepada klien
yang dilayaninya.
Konseling lintas budaya yang sesungguhnya dan perlu
mendasari kerja konselor bergerak diantara titik-titik ekstrem
berikut: antara perspektif etik dan emik. Antara prinsip-oprinsip
yang berlaku secara universal untuk semua manusia (humany
universal) dengan yang unik budaya. Dalam situasi tertentu dan
untuk klien yang dari latar belakang budaya tertentu, mungkin
keunikan budaya sangat menonjol. Pada saat konselor menghadapi
klien dari suatu kelompok minoritas yang hidup ditengah
9 Dedi Supriadi, Konseling,... h.11
masyarakat mayoritas (misalnya orang batak yang hidup di
Bandung), maka penyesuaian autoplastic yang ditekankan, namun
jika ia berada di dalam komunitasnya sendiri maka penyesuaian
allplastik yang di dorong. Intinya adalah perlunya keseimbangan
dengan memperhatikan konteksnya.
4. Ruang lingkup konseling lintas budaya
Adapun ruang lingkup dari ilmu konseling lintas budaya adalah:
a. Pewarisan dan Perkembangan Budaya
b. Budaya dan Diri (Self)
c. Bahasa
menurut matsumoto dalam pengertian luas psikologi lintas budaya
terkait dengan pemahaman apakah kebenaran dan prinsip-prinsip
psikologi bersifat universal atau khas budaya. Beberapa kebutuhan
untuk mempelajari psikologi lintas budaya, yaitu :
1. Adanya perubahan demografi masyarakat secara keseluruhan
2. Adanya perubahan demografi mahasiswa universitas
3. Adanya perubahan demografi pengajar dan peneliti psikologi
4. Adanya peningkatan kesadaran akan etnosentrisme
5. Adanya pengakuan akan nilai penting dan kegunaan penelitian
lintas budaya