Komunikasi Bisnis Lintas Budaya

31
1 ANALISIS KARAKTERISTIK KOMPETENSI BISNIS LINTAS BUDAYA JEPANG DAN AMERIKA (Studi kasus : Film Gung Ho) Arti Penting Komunikasi Antar Budaya Komunikasi merupakan sebuah bagian penting yang tidak dapat kita lepaskan di dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi kita sebagai makhluk sosial, tidak akan pernah bisa hidup sendiri tanpa adanya interaksi dengan orang lain. Lebih daripada sebuah interaksi, komunikasi merupakan sebuah proses dimana seorang komunikator dapat memberikan rangsangan kepada komunikan sehingga terciptanya sebuah kesepahaman. Inti dari sebuah proses komunikasi itu sendiri merupakan proses penyampaian pesan yang didalamnya terdapat sebuah tujuan- tujuan untuk mengubah sikap, pendapat, dan perilaku seorang individu. Proses komunikasi yang dilakukan antara komunikator dan komunikan tidak selalu berjalan dengan baik. Banyak faktor yang dapat menghambat proses komunikasi antara seorang komunikator dengan komunikan. Salah satunya yaitu perbedaan frame of reference dan field of experience antara para pelaku komunikasi. Apabila pesan-pesan yang disampaikan oleh komunikator tidak sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki oleh sang komunikan maka komunikasi yang mereka lakukan tidak akan berjalan dengan baik. Hal ini terjadi karena ketika kita berkomunikasi, tentunya kita akan mengeluarkan simbol-simbol

Transcript of Komunikasi Bisnis Lintas Budaya

Page 1: Komunikasi Bisnis Lintas Budaya

1

ANALISIS KARAKTERISTIK KOMPETENSI BISNIS LINTAS BUDAYA JEPANG DAN AMERIKA

(Studi kasus : Film Gung Ho)

Arti Penting Komunikasi Antar Budaya

Komunikasi merupakan sebuah bagian penting yang tidak dapat kita lepaskan di

dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi kita sebagai makhluk sosial, tidak akan pernah bisa

hidup sendiri tanpa adanya interaksi dengan orang lain. Lebih daripada sebuah interaksi,

komunikasi merupakan sebuah proses dimana seorang komunikator dapat memberikan

rangsangan kepada komunikan sehingga terciptanya sebuah kesepahaman. Inti dari sebuah

proses komunikasi itu sendiri merupakan proses penyampaian pesan yang didalamnya

terdapat sebuah tujuan-tujuan untuk mengubah sikap, pendapat, dan perilaku seorang

individu.

Proses komunikasi yang dilakukan antara komunikator dan komunikan tidak selalu

berjalan dengan baik. Banyak faktor yang dapat menghambat proses komunikasi antara

seorang komunikator dengan komunikan. Salah satunya yaitu perbedaan frame of reference

dan field of experience antara para pelaku komunikasi. Apabila pesan-pesan yang

disampaikan oleh komunikator tidak sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki oleh sang

komunikan maka komunikasi yang mereka lakukan tidak akan berjalan dengan baik. Hal ini

terjadi karena ketika kita berkomunikasi, tentunya kita akan mengeluarkan simbol-simbol

dengan orang lain dan apabila mereka memiliki latar belakang yang berbeda dengan kita

maka tentunya mereka tidak akan dapat memahami dengan jelas simbol-simbol yang kita

gunakan.

Berbicara mengenai perbedaan frame of references dan field of experiences para

pelaku komunikasi, maka hal ini sangat lekat dengan proses komunikasi antar budaya.

Dimana aktor-aktor yang bermain di dalam proses komunikasi ini memiliki latarbelakang

kerangka acuan dan pengalaman yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Lebih dari

itu, pemahaman mengenai komunikasi antar budaya yaitu sebuah proses interaksi simbolik

yang melibatkan invidu-individu atau kelompok-kelompok yang memiliki persepsi-persepsi

Page 2: Komunikasi Bisnis Lintas Budaya

2

dan cara-cara bertingkah laku yang berbeda sedemikian rupa, sehingga akan sangat

mempengaruhi cara berlangsungnya dan hasil dari komunikasi tersebut1.

Melihat pengertian komunikasi antar budaya tersebut, maka kita dapat membuat

kesimpulan bahwa ketika seorang komunikator melakukan sebuah interaksi secara simbolik

kepada seorang komunikan, yang memiliki latar belakang yang berbeda maka kondisi

tersebut akan sangat berpengaruh kepada hasil dari komunikasi itu sendiri. Kita dapat

mengatakan bahwa didalam sebuah komunikasi antarbudaya, semakin besar derajat

perbedaannya maka akan semakin besar pula kita kehilangan peluang untuk meramalkan

suatu ketidakpastian.

Derajat perbedaan antara komunikator dan komunikan inilah yang menjadi salah

satu faktor sebuah komunikasi dapat berjalan dengan efektif atau tidak. Ketika derajat

tersebut semakin besar, maka perbedaan komunikator dan komunikan dalam beberapa hal

seperti derajat pengetahuan, derajat ambiguitas, kebingungan, dan banyak hal yang sama

sekali tidak familiar juga akan semakin terasa antara si pembicara dengan lawan bicaranya.

Oleh karena itu didalam komunikasi antar budaya kita perlu memahami pentingnya

informasi-informasi terkait dengan isu-isu suatu budaya. Hal ini penting karena wawasan

tersebut yang nantinya akan kita butuhkan ketika kita berhadapan dengan orang yang

memiliki latar belakang budaya yang berbeda dengan diri kita.

Dimensi-Dimensi Budaya : 4 Variabilitas Hofstede

Berbicara mengenai budaya, maka sebelum itu kita juga perlu mengetahui beberapa

dimensi-dimensi kebudayaan yang dibagi menjadi 4 variabel budaya yang penting untuk kita

ketahui. Hal ini penting karena ketika kita membicarakan suatu budaya berarti kita sedang

membicarakan mengenai suatu hal yang kompleks. Oleh karena itu kita perlu mengenal

lebih jauh mengenai beberapa variabilitas budaya. Sebelum kita lebih dalam lagi membahas

mengenai hubungan antar budaya maka aspek-aspek terkait didalam variabilitas yang

1 Faules dan Alexander. 1978. Communication and social behavior: A symbolic interaction perspective.

Addison-Wesley Pub.Co. Hal 7

Page 3: Komunikasi Bisnis Lintas Budaya

3

diciptakan oleh Hofstede ini harus kita telaah terlebih dahulu. Variabilitas ini lah yang

nantinya akan memudahkan kita didalam membedakan dan mengelompokan berbagai

macam kebudayaan.

Pertama, perlu diketahui bahwa kebudayaan yang saat ini dibagi menjadi 2 level

yang utama yaitu Individualisme dan Kolektivisme. Variabilitas kebudayaan ini yang

nantinya dapat kita gunakan untuk menjelaskan persamaan dan perbedaan di dalam

komunikasi antar budaya. Didalam konteks kebudayaan individual, pencapaian tujuan

individu biasanya sangat ditekankan dan diutamakan ketimbang dengan pencapaian tujuan

suatu kelompok. Berbeda dengan kebudayaan kolektivis yang sangat menjunjung tinggi

kebersamaan dan pencapaian tujuan suatu kelompok dianggap menjadi suatu hal yang

sangat penting. Individualis-Kolektivis ini nantinya akan sangat berpengaruh terhadap

aturan dan norma sebagai identitas kelompok mereka antara ingrup dan outgrup.

Selain itu, Individualis dan kolektivis memberikan penjelasan kerangka pemikiran

untuk dapat mengerti persamaan dan perbedaan seseorang didalam ingroup. Gudykunts

dan Toomey (1988) membagi menjadi dua yaitu komunikasi low context dan high context,

dimana komunikasi yang bersifat low contex biasanya didominasi di dalam budaya

individualistik sedangkan komunikasi high-context biasanya berada didalam budaya

kolektivis. Komunikasi low context merupakan sebuah komunikasi dimana cara

berkomunikasinya sangat mementingkan kejelasan, straight to the point, tidak bertele-tele,

membicarakan inti pembicaraan secara langsung. Berbeda dengan komunikasi high context

yang sangat mementingkan sebuah proses pencapaian tujuan, hal ini dilakukan dengan cara

tidak menyakiti perasaan seseorang dan mengedepankan keharmonisan suatu kelompok.

Kedua, Penghindaran ketidakpastian (Uncertainty Avoidance) dimana didalam hal ini

diyakini bahwa setiap anggota budaya dalam berinteraksi dengan kebudayaan lain, selalu

mencoba untuk menghindari ketidakpastian yang terdapat diantara mereka yang memiliki

latar belakang kebudayaan yang berbeda. Namun, setiap budaya memiliki cara tersendiri

didalam melakukan penghindaran ketidakpastian ini. Individu yang berasal dari kelompok

kebudayaan yang memiliki penghindaran ketikpastian yang tinggi (high uncertainty

avoidance) maka biasanya mereka memiliki toleransi yang sangat kecil, mereka mengaggap

bahwa perbedaan merupakan sebuah ancaman yang berbahaya, dimata mereka setiap

Page 4: Komunikasi Bisnis Lintas Budaya

4

orang harus sama dan setara. Sedangkan orang yang berada pada budaya yang

penghilangan ketidakpastiannya rendah (low uncertainty avoidance) maka tingkat

toleransinya sangat tinggi, dan menurut kelompok kebudayaan ini bahwa perbedaan

merupakan sebuah tantangan untuk mereka dan norma yang berlaku di dalam kebudayaan

ini cenderung fleksibel.

Ketiga, kita berbicara mengenai jarak kekuasaan yang terdapat di dalam suatu

kelompok budaya. Jarak kekuasaan disini merupakan tingkat kesetaraan masyarakat di

dalam suatu kekuasaan. Dimana apabila di dalam suatu kebudayaan jarak kekuasaanya

tinggi maka perbedaan antara satu dengan yang lainnya akan sangat mencolok. Namun,

sebaliknya apabila di dalam suatu kelompok kebudayaan, jarak kekuasaannya rendah, maka

dapat dikatakan bahwa masyarakat didalamnya setara. Maka dari itu biasanya pada

kebudayaan yang memiliki jarak kekuasaan tinggi, masyarakatnya cenderung lebih disiplin

karena taat pada kekuasaan. Hal ini berbeda dengan kebudayaan yang jarak kekuasaannya

rendah, biasanya masyarakat cenderung lebih mudah didalam menerima tanggung jawab

karena mereka masyarakatnya setara sehingga mereka tidak perlu takut dengan kekuasaan.

Keempat, Maskulinitas dan Feminitas yang merupakan salah satu variabilitas budaya

yang perlu kita ketahui. Variabel ini berbicara mengenai gaya antara jenis kelamin. Kita

dapat melihat didalam suatu kebudayaan maskulin, ketegasan, sifat kompetitif, kerja keras

dan kegigihan sangatlah ditonjolkan. Sedangkan didalam suat kebudayaan yang cenderung

feminis maka nilai simpati menjadi faktor perhatian dan-negar ego sangat bermain

didalamnya, dimana didalam kebudayaan ini kelembutan, perhatian, kasih sayang, sangatlah

terasa didalamnya. Maka dari itu negara-negara yang mengut kebudayaan maskulinitas

sangat cocok sekali untuk produksi massal, industri berat dan lain-lain. Sedangkan negara-

negara yang menganut feminitas seperti swedia sangat cocok sekali untuk industri-industri

yang berkaitan dengan pelayanan pribadi, pertanian, perkebunan, dan lain-lain.

Page 5: Komunikasi Bisnis Lintas Budaya

5

Pentingnya Kompetensi Komunikasi Antar Budaya dalam Dunia Bisnis

Faktanya di dalam dunia bisnis, sering kali terjadi kegagalan di dalam membangun

kerjasama dengan mitra kerja yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda. Biasanya

ketika sebuah perusahaan mencoba untuk bekerjasama dengan perusahaan dari negara luar

dengan maksud untuk mengembangkan bisnis, seringkali mereka mengalami masalah

karena kurangnya pengetahuan perusahaan tersebut mengenai konteks kebudayaan mitra

asing yang mereka ajak kerjasama. Fakta ini juga sempat dijelaskan di beberapa seminar

mengenai kegagalan perusahaan terkait praktik bisnis yang mereka lakukan dengan mitra

asing dikarenakan kurangnya pengetahuan kompetensi komunikasi antar budaya.

Didalam sebuah seminar “Intercultural Business Communication- Communication in

International Joint Ventures” salah seorang pembicara yang bernama Francesca Bargiella

(Nottingham. Trent University, 2000) mengatakan bahwa mereka telah membuat suatu

penelitian yang menghasilkan sebuah laporan mengenai pengalaman kontak dan

komunikasi antara pekerja Inggris dan Australia. Didalam laporan tersebut dikatakan bahwa

mereka melihat adanya mekanisme kerja organisasi dan perbedaan itu bukan disebabkan

oleh struktur organisasi yang paten, tetapi diakibatkan oleh pengaruh budaya2. Didalam

laporan tersebut dikatakan bahwa banyak sekali perjanjian kerjasama yang terpaksa

dibatalkan dikarenakan para pekerjanya tidak dapat memahami kerjasama antarbudaya

yang baik.

Hasil laporan penelitian diatas menunjukan bahwa sebetulnya kompetensi

komunikasi antar budaya di dalam konteks bisnis merupakan suatu hal yang sangat penting

untuk kita pahami dan pelajari. Hambatan sebuah perusahaan di dalam berbisnis salah

satunya dikarenakan kurangnya pemahaman perusahaan tersebut didalam mengerti latar

belakang budaya. Hal ini menyebabkan terjadinya kegagalan ketika kita ingin membangun

sebuah kesepakatan ataupun kerjasama terhadap perusahaan lain yang memiliki latar

belakang budaya dengan perusahaan kita. Tentunya, peristiwa ini merupakan pelajaran

untuk para pelaku bisnis didalam membangun suatu usaha, bahwa kompetensi komunikasi

bisnis lintas budaya merupakan salah satu hal yang memang berul-betul perlu untuk kita

pahami.

2 Alo, Liliweri. 2002. Makna budaya dalam Komunikasi Antarbudaya. Jogjakarta : PT LkiS Pelangi Aksara. hal 29

Page 6: Komunikasi Bisnis Lintas Budaya

6

Mengapa kompetensi komunikasi antar budaya dirasa penting di dalam sebuah

bisnis? Karena perlu kita ketahui dewasa ini telah banyak tredapat ratusan perusahaan

internasional dan multinasional di Indonesia. Tidak hanya di Indonesia, namun di berbagai

macam negara dibelahan dunia juga telah dipenuhi oleh berbagai macam perusahaan

negara lain. Kegagalan bisnis yang ada saat ini, sering kali disebabkan oleh perbedaan antar

budaya. Oleh karena itu, penting bagi kita semua yang nantinya akan merasakan

pengalaman di dalam dunia bisnis untuk memahami budaya para mitra asing kita. Sebelum

kita lebih jauh membahas mengenai kompetensi komunikasi bisnis yang dilihat melalui

perspektif budaya, maka kita perlu mengetahui lebih dahulu tentang komunikasi bisnis

lintas budaya itu sendiri.

Komunikasi bisnis lintas budaya merupakan komunikasi yang biasanya digunakan di

dalam dunia bisnis baik komunikasi verbal maupun non verbal dengan memperhatikan

faktor-faktor budaya di suatu daerah, wilayah atau negara3. Budaya yang dimaksud didalam

hal ini merupakan sebuah budaya yang tumbuh dan berkembang di berbagai daerah di

dalam wilayah suatu negara. Untuk itu penting sekali bagi para pelaku bisnis untuk bisa

memahami kebudayaan mitra bisnisnya, terutama yang berasal dari daerah atau negara

lain. Hal ini dilakukan agar terciptanya komunikasi bisnis yang efektif diantara kedua belah

pihak yang melakukan bisnis.

Mempelajari lebih dalam mengenai komunikasi bisnis lintas budaya ini merupakan

sebuah hal yang sangat penting. Pentingnya komunikasi bisnis lintas budaya tentunya

sangat berpengaruh dengan kondisi yang saat terjadi dimana kran globalisasi telah

mengucur dengan sangat deras hingga batas-batas antar negara saat ini menjadi sangat

blur. Banyak masuknya perusahaan internasional dan multinasional ke dalam suatu negara

merupakan salah satu realita yang harus kita hadapi saat ini. Fakta ini menjadi suatu

tantangan besar untuk kita bahwa arena kompetisi telah dibuka dan persaingan antara

perusahaan asing dengan perusahaan lokal semakin ketat.

Selain itu, arus globalisasi yang begitu kencang saat ini ditandai pula dengan adanya

era perdagangan bebas. Saat ini hampir seluruh perusahaan mencoba untuk melakukan

bisnisnya secara global. Mereka berlomba-lomba untuk mengepakan sayapnya ke dalam

3 Djoko, Purwanto. 2003. Komunikasi bisnis Edisi Tiga. Jakarta : Erlangga. Hal 20

Page 7: Komunikasi Bisnis Lintas Budaya

7

kancah internasional untuk lebih mengembangkan usahanya. Pada umumnya perusahaan-

perusahaan besar saat ini menggunakan konsultan asing untuk membantu mereka didalam

mengembangkan bisnis perusahaanya ke berbagai negara. Melihat trend yang berkembang

saat ini, menunjukan kita akan pentingnya kompetensi komunikasi bisnis lintas budaya baik

secara lisan maupun tulisan.

Banyaknya kerjasama antar negara ini juga dibuktikan dengan berbagai macam

kesepakatan yang kita tahu akan sangat mempengaruhi kondisi bisnis di negara kita.

Misalnya saja kerjasama ekonomi di berbagai kawasan dunia seperti kawasan ASEAN yang

kita kenal dengan Asean Free Trade Area (AFTA), kawasan Asia Pasifik (APEC), kawasan

Amerika Utara terdapat North American Free Trade Area (NAFTA) dan masih banyak lagi

kesepakatan perjanjian kerjasama antar negara yang tentunya memaksa kita untuk dapat

menumbuhkan dan meningkatkan kompetensi komunikasi bisnis kita terhadap orang-orang

tersebut yang notabenenya memiliki latar budaya yang berbeda dengan Indonesia.

Perbedaan Budaya Mempengaruhi Praktek-Praktek Para Pelaku Bisnis

Didalam dunia bisnis, tentunya kita akan mendapatkan banyak sekali partner berbisnis

dari berbagai macam latar belakang budaya yang berbeda. Perbedaan budaya tersebut

misalnya seperti perbedaan suku, agama, ras, status, kewarganegaraan dan lain-lain. Hal ini

tentunya akan sangat berpengaruh terhadap gaya mereka didalam memimpin, megambil

keputusan, berkomunikasi, dan menafsirkan pesan-pesan yang disampaikan oleh orang lain.

Oleh karena itu kita perlu mamhami betul mengenai budaya di dalam suatu negara.

Menurut Djoko Purwanto didalam Buku Komunikasi Bisnis, Suatu perbedaan budaya

dapat mempengaruhi praktek-praktek pelaku bisnis, dapat kita lihat melalui beberapa aspek

yaitu nilai-nilai sosial, peran dan status, pengambilan keputusan, konsep waktu, konsep

jarak komunikasi, konteks budaya, bahasa tubuh, perilaku sosial, dan perilaku etis. Hal-hal

tersebut merupakan beberapa bentuk-bentuk praktek kebudayaan yang perlu kita telaah

dan pahami. Karena ketika seseorang ingin melakukan kerjasama bisnis dengan rekan bisnis

yang memiliki budaya yang berbeda, maka orang tersebut dapat berbicara efektif apabila

dirinya telah mempelajari terlebih dahulu budaya orang tersebut.

Page 8: Komunikasi Bisnis Lintas Budaya

8

Didalam melakukan komunikasi bisnis dengan partner bisnis kita nantinya, seorang

pelaku bisnis memerlukan seorang yang bisa dipercaya untuk bisa menjadi negosiator yang

baik agar dapat berkomunikasi secara efektif dengan mitra kerja yang memiliki latar

belakang budaya yang berbeda. Namun, akan lebih baik jika kita dapat memahami dan

mempelajari proses negosiasi yang baik dengan orang yang memiliki budaya yang berbeda,

sehingga di dalam menjalin kerjasama dan kesepakatan kita betul-betul bisa mengambil

sikap dan mengerti akan proses komunikasi yang efektif dengan mitra kerja kita yang

berasal dari kita perlu mengetahui kebudayaan yang berbeda.

Salah satu kompetensi komunikasi bisnis yang harus kita pahami yaitu proses

negosiasi lintas budaya. Saat ini kemampuan kita didalam bernegosiasi dengan orang lain

yang memiliki budaya berbeda merupakan suatu hal yang penting disaat kita berbisnis.

Keterampilan kita didalam berkomunikasi dapat diuji, seberapa baik kita dapat

berkomunikasi dengan lancar dan efektif kepada rekan bisnis kita yang berasal dari negara

lain. Oleh karena itu kita perlu untuk memahami lebih dalam mengenai proses negosiasi

beserta hambatan-hambatan didalamnya.

Arti Penting Proses Negosiasi di Dalam Komunikasi Bisnis Lintas Budaya

Negosiasi itu sendiri diartikan sebagai sebuah usaha untuk berdialog antara

beberapa pihak yang umumnya dilakukan untuk mendapatkan sesuatu yang spesifik dan

mencapai kondisi yang lebih baik. Setiap budaya tentunya memiliki cara bernegosiasi yang

berbeda antara satu budaya dengan budaya lain. Budaya timur biasanya akan melakukan

negosiasi yang tidak sama dengan budaya barat. Negosiator didalam tiap-tiap budaya

memiliki pendekatan negosiasi yang berbeda dan toleransi untuk suatu ketidaksetujuan

yang berbeda-beda4. Untuk itu pentingnya memahami terlebih dahulu budaya partner

bisnis kita nantinya akan memudahkan kita didalam bernegosiasi dengan mereka saat

menjalankan suatu bisnis. Bernegosiasi dengan orang yang berasal dari budaya yang

berbeda dengan kita tidaklah mudah, dikarenakan banyaknya perbedaan yang mendasari

setiap sikap dan komunikasi yang kita bangun.

4 Purwanto. Op. Cit. hal 65

Page 9: Komunikasi Bisnis Lintas Budaya

9

Etnosentrisme

Didalam sebuah proses negosiasi terdapat beberapa hal yang perlu kita pahami dan

kita pelajari terkait dengan kompleksnya proses komunikasi antar budaya itu sendiri. Salah

satu yang harus kita ketahui adalah mengenai etnosentrisme. Etnosentrisme berbicara

mengenai sebuah perasaan yang menekankan pada harga diri suatu budaya yang terdapat

didalam diri seseorang5. Harga diri didalam hal ini, dimaksudkan bahwa sebetulnya setiap

orang memiliki mental ataupun pandangan bahwa budaya merupakan budaya yang paling

baik, sehingga adakalanya beberapa individu tidak menyukai ketika budayanya disamakan

dengan budaya yang lain karena mereka menganggap bahwa budaya merekalah yang paling

baik.

Namun alangkah lebih baiknya apabila perasaan etnosentris ini dapat kita

minimalisisr sebaik mungkin ketika kita bernegosiasi dengan orang lain. Karena pandangan

subjektif semacam ini tentunya akan berimbas pada kondisi dimana para pihak yang terlibat

didalam negosiasi lebih memperhatikan terhadap ‘siapa yang berbicara’ dibandingkan

memperhatikan mengenai apa yang dibicarakan. Hal ini tentu saja akan merusak jalannya

proses negosiasi didalam suatu bisnis. Kemudian apabila perasaan ini tidak segera diredam

maka akan sangat mungkin dapat memicu adanya sebuah konflik dan nantinya tujuan-

tujuan yang kita harapkan didalam sebuah proses negosiasi tidak akan tercapai dengan baik.

Masalah-Masalah Utama di Dalam Negosiasi Bisnis Lintas Budaya

Melakukan sebuah negosiasi merupakan suatu hal yang sebetulnya tidaklah mudah.

Setiap individu memiliki kemampuan yang berbeda-beda didalam melakukan sebuah

negosiasi. Pemahaman dan pengetahuannya terhadap latar belakang suatu budaya menjadi

sebuah modal penting didalam melakukan proses negosiasi. Tidak semua negosiasi dapat

berhasil dan berjalan lancar. Perlu kita ketahui terdapat beberapa masalah utama idalam hal

komunikasi ketika kita sedang bernegosiasi.

5 Gudykunt, William B; Mional and Intercultody, Bella. 2002. Handbook of International and Intercultural

Communication, Second Edition. London : SAGE Publication. Hal 131

Page 10: Komunikasi Bisnis Lintas Budaya

10

Pertama, suatu negosiasi dapat gagal apabila tidak terdapat sebuah kesepahaman

antara para perunding. Hal ini dapat terjadi apabila tidak adanya komunikasi yang baik dan

efektif antar sesama negosiator. Komunikasi efektif merupakan salah satu hal yang sangat

penting didalam sebiah negoasiasi. Komunikasi yang efektif antara dua pihak yang berbeda

pendapat, meskipun sangat penting tidak akan mungkin terwujud apabila masing-masing

pihak berjalan menurut kemauannya sendiri.6

Kedua, Tidak memperhatikan pihak lawan. Hal ini juga menjadi salah satu penyebab

terjadinya kegagalan di dalam bernegosiasi. Ketika kita ingin bernegosiasi dengan seseorang

maka kita jangan egois mementingkan mengenai kepentingan dan tujuan yang kita ingin

capai. Namun, lebih daripada itu sebagai negosiator yang ingin menciptakan sebuah

perundingan yang adil kita juga harus memperhatikan kepentingan pihak lawan. Sebaiknya

kita juga perlu mengetahui maksud, tujuan serta kepentingan apa yang ingin mereka

ciptakan sebagai hasil akhir dari proses pencapaian hasil negosiasi ini. Karena, apabila kita

tidak memperhatikan kepentingan lawan maka tidak jarang emosi dari masing-masing tim

perunding, membuat sebuah negoasiai tidak menemukan kata sepakat7.

Ketiga, Kesalahpahaman. Sebuah proses negosiasi, sangat mungkin sekali terjadi

sebuah kesalahpahaman. Kesalahpahaman merupakan ketidakmampuan menangkap suatu

makna yang ingin disampaikan oleh pihak lawan. Hal ini mungkin sekali terjadi, melihat

kedua belah pihak yang berkomunikasi merupakan pihak-pihak yang tidak memiliki frame of

reference dan field experience yang sama. Sehingga latar belakang pengetahuan antar

keduanya pun berbeda. Didalam dunia bisnis terutama kita akan sering kali menjumpai

rekan bisnis dari negara lain yang berbeda bahasa dengan negara kita. Kondisi seperti ini

tentunya akan semakin mempoerbesar perbedaan antar keduanya dan proses memahami

makna yang disampaikan oleh lawan bicara kita pun akan menjadi lebih sulit.

Didalam melakukan proses negosiasi ketiga hal diatas sebaiknya kita hindari. Karena

ketika kita mengalami salah satu masalah yang telah disebutkan diatas maka niscaya hasil

perundingan kita tidak akan berjalan dengan lancar. Hal ini tentunya akan menghambat

6 Fisher Roger, William Ury, Bruce Patton. 1999. Getting toYes: Teknik Berunding Menuju Kesepakatan Tanpa Memaksakan Kehendak. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. hlm. 39-427 Gudykunts. Op. Cit. Hal 71

Page 11: Komunikasi Bisnis Lintas Budaya

11

jalannya bisnis kita didalam membuka dan memperluas peluang usaha kerjasama dengan

para mitra bisnis yang berasal dari negara luar.

Pentingnya Nilai Suatu Hubungan di Dalam Proses Negosiasi

Pada proses negosiasi, menjalin hubungan antara negosiator dengan pihak lawan

merupakan sebuah hal yang sangat penting. Menjalin sebuah hubungan memiliki nilai

penting untuk mengetahui satu sama lain mengenai perbedaan budaya yang ada diantara

kedua belah pihak. Setidaknya kita bisa meluangkan waktu kita untuk bersosialisasi dengan

mitra bisnis kita. Menjalin hubungan bisnis, bukan berarti kita hanya berhubungan di sebuah

meja perundingan dengan suasan yang sangat formal. Namun, sesekali baiknya kita bisa

meluangkan waktu kita untuk mengenal lebih jauh lagi mengenai partner bisnis kita dan

juga dunianya.

Ketika kita mencoba untuk berbisnis dengan orang lain, maka menjaga

keharmonisan hubungan dengan mereka merupakan bagian dari proses negosiasi.

Perlakukan mitra bisnis kita dengan ramah dan sopan. Dengan kita mencoba untuk

mengenal rekan bisnis kita dengan baik, maka proses negosiasi yang berlangsung pun akan

lebih mudah. Perilaku yang mengatakan di dalam berhubungan bisnis bahwa “saya tidak

peduli untuk mengenal kamu, tapi saya akan sangat senang berbisnis dengan kamu”,

perkataan seperti inilah yang menyebabkan kamu akan kehilangan kesempatan bisnis

sebelum negoasiasi berlangsung8. Untuk itu didalam berbisnis, jangan sampai kita hanya

egois memikirkan kepentingan bisnis semata tanpa mau berusaha mengenal mitra bisnis

kita. Namun, percayalah bahwa dengan kita mengenal rekan bisnis kita dengan baik maka

peluang kita untuk mencapai kesepakatan di meja perundingan nantinya akan berjalan

dengan lancar.

Recognize, Dont Patronize.

8 Gudykunts. Op. Cit. Hal 141

Page 12: Komunikasi Bisnis Lintas Budaya

12

Ketika kita berada didalam sebuah tempat dimana kultur yang ada di daerah tersebut

berbeda dengan yang kita miliki, maka sebaiknya kita bisa menghormati kultur setempat

dengan cara mengikuti beberapa kebiasaan-kebiasaan lokal setempat. Saat kita ingin

berbisnis dengan orang lain di tempat orang tersebut baiknya kita mengikuti juga kebiasaan

adat mereka. Hal ini penting, karena percakapan antara kedua belah pihak akan terasa lebih

hangat dan hal tersebut juga dapat meningkatkan rasa nyaman si tuan rumah.

Cross Cultural Confrontation

Didalam sebuah proses negosiasi, komunikasi antar pihak yang melakukan perundingan

merupakan salah satu hal yang sangat penting. Namun, disamping itu terdapat beberapa hal

juga yang harus diperhatikan selain proses komunikasi antar satu sama lain. Hal yang patut

diperhatikan didalam sebuah proses negosiasi yaitu ketika kita dihadapkan dengan sebuah

ketidaksepakatan, adanya sebuah bentuk ketidaksetujuan juga merupakan salah satu

variabel penting di seluruh budaya. Apalagi didalam sebuah budaya non-kolektivis (baca :

keras) ketidaksetujuan akan sesuatu merupakan suatu hak yang diperbolehkan bahkan

diharapkan9. Oleh karena itu melihat dari karakteristik kebudayaan ini, sebagai seorang

negosiator kita harus berhati-hati sekali karena mereka yang berasal dari budaya non-

kolektivis memiliki karakter sifat keras dengan pendirian yang kuat atau cara

mengungkapkan suatu hal dengan keras.

Karakteristik Praktik-Praktik Kompetensi Bisnis Kebudayaan Jepang dan Amerika

(Studi Kasus : Film Gung Ho)

9 Gudykunts. Op. Cit. Hal 142

Page 13: Komunikasi Bisnis Lintas Budaya

13

Fenomena kompetensi bisnis yang akan saya jelaskan disini saya ambil melalui

sebuah film yaitu Film Gung Ho. Film ini menceritakan mengenai kerjasama bisnis yang

terjadi antara eksekutif Jepang dan Amerika. Didalam film tersebut diceritakan salah satu

perusahaan bernama Assan Motor Company mendapat tawaran untuk membuka sebuah

pabrik motor di kota Hadleyville, Amerika Serikat. Hunt Stevenus yang ditunjuk selaku

perwakilan pekerja dari Amerika kemudian berangkat ke Jepang untuk melakukan

presentasi di hadapan para pimpinan Assan motor. Saat Hunt melakukan presentasi didepan

para pemimpin Jepang, merekapun semuanya diam tidak memberikan ekspresi apapun.

Hunt merasa presentasinya yang telah dia persiapkan dengan maksimal tersebut gagal.

Sesampainya dia kembali ke Amerika, beberapa hari kemudian pihak Assan motor

kemudian memberikan kabar baik bahwa mereka setuju untuk membangun pabrik di

Hydleville. Hal ini tentunya disambut gembira oleh penduduk disana. Kedatangan para

pemimpin Assan Motor pun disambut hangat dengan menggunakan adat Jepang oleh para

warga Hydleville. Kemudian pihak Assan Motor menunjuk Hunt sebagai penghubung antara

pihak Jepang dan Amerika. Direktur Manajemen Assan motor yaitu Kozihiro kemudian

bernegosiasi dengan Hunt terkait dengan upah para pekerja dari pihak Kozihiro yang

menawarkan 8,75 Dolar sedangkan Hunt meminta 11,50 dolar perjam. Namun sayangnya

negoasiasi gagal.

Para pekerja kemudian mulai bekerja, konflik internal pun mulai dirasakan oleh

masing-masing pegawai. Saat itu ketika salah seorang pekerja Amerika meminta izin untuk

menengok istri yang sedang lahiran, pihak manajemen Jepang tidak memperbolehkan

karena masih ada didalam waktu kerja. Para pekerja Amerika menjadi marah dan kesal.

Kemudian Hunt pun mencoba untuk bernegosiasi kembali dengan pihak Jepang untuk

memberikan izin, namun tetap saja gagal.

Suatu ketika, Kozihiro bersama rekan-rekannya sedang berendam di sebuah sungai,

secara tiba-tiba dikagetkan oleh Hunt. Lalu seorang rekan kerja Kozihiro yang bernama Saito

menjelek-jelekan mengenai kinerja para pekerja yang dilakukan oleh Amerika. Dia

menganggap bahwa kinerja dari para pekerja Amerika dinilai lambat dan tidak sebaik para

pekerja Jepang. Pernyataan itu akhirnya tamparan besar untuk Hunt. Saito mengatakan

bahwa Jepang biasanya dalam waktu satu bulan dapat menghasilkan 15000 mobil, Saito

Page 14: Komunikasi Bisnis Lintas Budaya

14

mengatakan hak tersebut tidak akan mungkin dapat dilakukan oleh para pekerja Amerika.

Kemudian mencoba menantang para pemimpin Assan Motor tersebut apabila mereka dapat

menghasilkan 15000 dalam satu bulan maka dia ingin gaji para pekerja dinaikan dan

kesepakatan itupun akirnya disetujui.

Tanpa pikir panjang, Hunt pun kemudian mengadakan rapat dengan para buruh.

Menurut mereka produksi mobil sebanyak 15000/bulan adalah sesuatu yang mustahil.

Kemudian para pekerja Amerika menyetujui jika 13000 mobil dan kenaikan gaji. Hal

tersebutpun disejui oleh Hunt, ini trik yang sengaja dia buat agar para pekerja Amerika bisa

lebih meningkatkan kualitas kerjanya dan tetap semangat didalam bekerja. Namun, setelah

berapa lama kemudian para pekerja Amerika pun akhirnya mengetahui bahwa kesepakatan

13000 mobil itu sebenarnya tidak ada. Mereka kemudian melakukan mogok kerja. Koishiro

pun selaku pimpinan Assan Motor pusing menghadapi masalah ini, karena Direktur Assan

Motor yaitu Sakamoto ingin berkujung ke Amerika untuk melihat perkembangan pabrik

tersebut. Akhirnya Koishiro dan Hunt memutuskan untuk berkerjasama berdua untuk

menyelesaikan sisa target mobil yang belum tercapai, melihat kerja keras yang dilakukan

kemudian para pekerja jepang dan amerika pun akhirnya ikut membantu. Namun, ternyata

pada saat Direktur perusahaan Assan motor datang mereka tidak sempa tmenyelesaikan 6

mobil lagi untuk diproduksi. Namun, dengan berbagai macam negosiasi yang dilakukan oleh

Hunt akhirnya dia dapat meyakinkan mengenai kerja keras yang dilakukan para pekerja

Amerika dan Jepang didalam berusaha mengejar target perusahaan tersbut. Akhirnya,

negosiasi tersebut berjalan dnegn baik dan kenaikan gaji para pekerjapun bukan hanya

sebuah impian.

Analisis Permasalahan

Page 15: Komunikasi Bisnis Lintas Budaya

15

“Lain Ladang Lain Belalang”, mungkin itu merupakan pribahasa yang tepat untuk

merepresentasikan cerita yang ada di film Gung Ho. Disini kita dapat melihat bahwa

perbedaan budaya diantara para pekerja Amerika dan Jepang menyebkan banyaknya terjadi

konflik internal didalam perusahaan tersebut. Negosiasi didalam berbagai permasalahan

dianggap menjadi salah satu penyelesaian konflik yang tak bisa dihindarkan. Hunt yang

berperan sebagai penyambung lidah antara pemimpin Jepang dan para pekerja Amerika

memiliki cara sendiri untuk dapat menampung kepentingan dan kemauan diantara kedua

belah pihak. Disini kita akan mengulas lebih lanjut mengenai cara-cara dan karakteristik

kompetensi bisnis keduanya didalam menghadapai sebuah bisnis lintas budaya.

Terdapat beberapa aspek didalam perbedaan suatu budaya yang dapat mepengaruhi

praktik-praktik suatu bisnis, salah satunya yaitu Perilaku Etis. Didalam film ini diperlihatkan

ketika Hunt mencoba untuk bernegosiasi dengan para pemimpin Assan Motor. Ketika Hunt

melakukan presentasi, para pemimpin Jepang tidak memberi komentar apapun dan hanya

diam saja seolah presentasi yang dibawakan oleh Hunt sangat membosankan. Saat itu Hunt

yang sama sekali tidak memahami akan kebudayaan Jepang, merasa sangat cemas dan

pesimis bahwa kerjasama ini tidak akan berlangsung. Padahal diam merupakan cara yang

dilakukan oleh orang Jepang untuk menghormati dan menunjukan bahwa dia betul-betul

mendengarkan dan menghargai apa yang disampaikan10. Hal ini merupakan salah satu

perilaku etis dinegara Jepang yang selalu mereka lakukan untuk menghormati seseorang.

Proses pengambilan keputusan, Jepang merupakan salah satu negara yang dinilai

lambat dan bertele-tele didalam melakukan pengambilan keputusan. Berbeda dengan orang

Amerika yang menganggap waktu adalah uang sehingga sebuah kesepakatan dilakukan

secara cepat. Hunt yang telah bernegosiasi panjang dengan para pemimpin perusahaan

Assan Motor tidak mendapatkan jawaban apapun sepulangnya dia dari Jepang. Latar

belakang Jepang yang merupakan budaya kolektivis, melakukan pengambilan keputusan

melalui konsensus, karena itu tidak ada seorang pun yang memperlihatkan

individualitasnya, karena semua membawa nama “kami” sebagai atas nama perusahaan.11.

Sehingga baru beberapa hari kemudian Koishiro selaku salah satu manajer perusahaan

10 Richard, Lewis. 2005. Komunikasi Bisnis Lintas Budaya. Bandung : Remaja Rosdakarya. Hal 27511Lewis. Op. Cit. Hal 275

Page 16: Komunikasi Bisnis Lintas Budaya

16

Jepang memberikan keputusan kepda Hunt bahwa mereka bersedia membangun pabriknya

di Amerika.

Pada awal film ini juga kita sudah dapat melihat bahwa sebuah proses negosiasi

sedang berlangsung. Dapat dilihat ketika seluruh warga penduduk kota hydleville mencoba

untuk menyambut kedatangan para pemimpin Jepang dengan cara melakukan beberapa

ritual sesuai dengan adat kebudayaan Jepang. Hal ini tentunya membuat warga Amerika

terlihat sangat konyol, karena mereka sebelumnya tidak terbiasa menggunakan cara-cara

penyambutan dengan adat Jepang. Hal ini dilakukan para penduduk hydleville agar

hubungan antara kedua belah pihak dapat terasa hangat dan tujuan-tujuan penduduk

Amerika dapat tercapai. Karena didalam hal ini, para pemimpin Jepang yang berkuasa, maka

penduduk Amerika harus melakukan adaptasi dengan baik.

Hal ini berjalan sesuai dengan teori komunikasi budaya yaitu Intercultural

Adapation. Gudykunts mengatakan didalam bukunya bahwa sebuah kegagalan adaptasi

akan memunculkan kegagalan didalam mencapai sebuah misi komunikasi. Pada teori ini

juga dikatakan bahwa ketika kita bekerjasama dengan budaya yang berkuasa, maka

komunikator lainnya harus mampu beradaptasi dengan budaya tersebut. Didalam film Gung

Ho, terlihat sangat jelas dalam hal ini para penduduk Hyleville sangatlah membutuhkan

kerjasama dengan para pihak Jepang, oleh karena itu untuk dapat beradaptasi dengan baik

dengan budaya mereka mau tidak mau mereka mengikuti kebudayaan yang dilakukan oleh

orang Jepang ketika memberikan penyambutan tuan Kaishiro, hal ini merupakan upaya agar

misi-misi yang diinginkan oleh warga hyleville dapat tercapai.

Selain, itu adaptasi yang mereka coba lakukan juga dapat terlihat saat proses kerja

mulai berlangsung di perusahan tersebut. Setiap pagi para pemimpin Jepang mewajibkan

para pekerja Amerika untuk melakukan senam bersama-sama untuk semua pekerja sebelum

memulai aktivitasnya. Saat peraturan ini dikeluarkan, banyak para pekerja Amerika yang

mengeluh dikarenakan kebiasaan mereka yang selalu bangun siang dan bermalas-malasan

terlebih dahulu sebelum berangkat ke kantor sehingga mereka tidak biasa melakukan

senam bersama-sama seperti yang disarankan. Kemudian Hunt selaku penghubung antar

kedua pihak, memberikan pengertian kepada para pekerja Amerika untuk menuruti instruksi

dari para pemimpin jepang karena hal ini merupakan salah satu bagian yang harus dijalani

Page 17: Komunikasi Bisnis Lintas Budaya

17

didalam perusahan. Kemudian, para pekerja Amerika pun mau tidak mau mulai terbiasa

dengan kebiasaan senam pagi yang diintrusikan oleh para pemimpin jepang tersebut.

Berikutnya kita akan berbicara mengenai cross cultural conforontation. Didalam

sebuah proses negosiasi, salah satu hal yang hatus kita perhatikan adalah adanya

ketidaksepakatan. Didalam film ini, diceritakan bahwa proses negosiasi Hunt kepada para

pemimpin Assan Motor didalam memperjuangkan kenaikan upah untuk para pekerja

Amerika pada awal perjanjian kerja terbukti tidak berhasil. Ketidaksepakatan ini mau tidak

mau harus diterima oleh seluruh para pekerja Amerika, bahwa upah yang mereka terima

tidak akan sesuai dengan yang mereka inginkan. Namun, karena Hunt yang berasal dari

kebudayaan Amerika merupakan seorang negosiator yang memiliki sifat yang keras maka ia

terus berusaha bagaimana caranya agar upah para karyawan bisa naik.

Perbedaan nilai-nilai sosial didalam kedua kebudayaan antara Jepang dan Amerika

tersebut juga melahirkan berbagai macam konflik. Ketika salah satu pekerja Amerika

meminta izin untuk menjenguk istrinya yang melahirkan kepada Kaishiro, pemimpin

manajemen Assan Motor tersebut dengan tegas tidak memperbolehkannya untuk

meninggalkan pekerjaannya. Hal ini dikarenakan untuk orang Jepang pekerjaan merupakan

prioritas utama, orang Jepang dikenal sebagai orang yang sangat loyal dengan

pekerjaannnya hingga mengesampingkan keluarga. Sedangkan untuk orang Amerika

keluarga merupakan prioritas utama, dan etos kerja orang Amerika tidak seloyal orang

Jepang. Disini kemudian menimbulkan konflik internal, dimana orang-orang Amerika mulai

menganggap bahwa orang-orang Jepang tidak memiliki peri kemanusiaan, begitu tega nya

tidak mengizinkan salah satu pekerjanya untuk menengok istrinya yang sedang melahirkan.

Tidak adanya pengetahuan budaya dari warga Amerika membuat mereka berfikir negatif

terhadap apa yang telah dilakukan oleh Jepang.

Nilai-nilai etnosentrisme didalam film ini juga dapat kita rasakan. Hal ini jelas,

tentunya lambat laun dapat merusak hubungan dintara keduanya. Dapat dilihat ketika, Saito

yang merupakan rekan kerja Kaisaro yang secara tiba-tiba mengolok-ngolok para pekerja

Amerika di depan Hunt yang saat itu sedang mandi disungai bersama mereka.

Etnosentrisme yang diperlihatkan terlihat jelas ketika Saito berusaha menjelek-jelekan

budaya orang lain dan menganggap bahwa budayanya lah yang paling baik. Hal ini terlihat

Page 18: Komunikasi Bisnis Lintas Budaya

18

jelas ketika dia mengatakan bahwa pekerja amerika merupakan para pekerja yang malas

dan sangat lamban. Mereka membandingkan dengan para pekerja Jepang yang memiliki

loyalitas tinggi dan progress yang cepat. Hal inipun kemudian membuat geram Hunt, yang

tidak mau kalah sehingga dia akan membuktika bahwa pekerja Amerika juga dapat bekerja

sebaik para pekerja Jepang.

Namun, dibalik berbagai macam permasalahan internal yang menimpa para pekerja

Amerika dan para pemimpin Assan Motor. Film ini juga menunjukan bahwa nilai suatu

hubungan didalam sebuah bisnis lintas budaya merupakan sebuah hal yang sangat penting.

Karena keharmonisan hubungan diantara keduanya akan sangat berpengaruh terhadap

proses negoasiasi yang berlangsung untuk melancarkan tujuan-tujuan yang ada dikedua

belah pihak. Seperti yang telah dilakukan oleh Hunt dan Kaishiro. Saat itu Kaishiro sedang

bermasalah karena beberapa hari lagi Direktur Assan Motor segera menuju ke Amerika

untuk melihat hasil kerjanya, sedangkan target mobil belum tercapai dan banyak pekerja

yang mogok. Kemudian saat itu, Hunt juga terpaksa harus menyelesaikan target mobil

sendiri, karena para pekerja mogok dikarenakan perjanjian palsu yang diberikan oleh Hunt.

Kemudian, akhirnya Kishiro dan Hunt mencoba untuk bekerjasama membantu satu sama

lain untuk mencapai target guna kesuksesan perusahaan tersebut. Hingga akhirnya para

pekerja Amerika dan Jepang lainnya ikut membantu mereka berdua mencapai hasil

tersebut. Terakhir, ketika direktur Assan Motor datang dan melakukan sedikit perundingan

dengan para pekerja Amerika, hasilnya kenaikan upah 11,5 dolar yang diinginkan oleh para

pekerja Amerika disetujui dan Kaishiro selaku manajer Assan Motor juga dinaikan

pangkatnya karena kinerjanya yang baik.

Kesimpulan

Page 19: Komunikasi Bisnis Lintas Budaya

19

Didalam melakukan sebuah bisnis lintas budaya, sebaik tiap orang dapat memiliki

pengetahuan terlebih dahulu mengenai latar belakang kebudayaan pihak yang akan diajak

kerjasama. Hal ini dilakukan agar saat kerjasama tersebut berlangsung, masing-masing pihak

dapat memahami dan mengerti karakteristik satu sama lain. Sehingga konflik internal yang

menyebabkan kesalahpahaman yang terjadi diantara kedua belah pihak dapat diminimalisir

dengan baik. Hal tersebut dilakukan guna mewujudkan sebuah bisnis yang sukses, sehingga

masing-masing pekerja juga harus memiliki kompetensis bisnis lintas budaya yang memadai.

Menjalin hubungan yang harmonis dengan mitra bisnis kita yang memiliki latar

belakang budaya yang berbeda merupakan salah satu hal yang penting. Sebagai seorang

rekan bisnisnya, maka kita perlu bisa beradaptasi dengan sikap dan perilaku-perilaku bisnis

yang mereka lakukan, hal ini dilakukan agar kita bisa mengenal mereka lebih baik lagi.

Karena dengan mencoba untu mengenal mereka lebih dekat maka dapat dipastikan bahwa

negosiasi yang berlangsung diantara kedua belah pihak dapat berjalan dengan lancar. Oleh

karena itu nila suatu hubungan didalam sebuah proses negosiasi merupakan salah satu hal

yang perlu kita bangun dengan para mitra bisnis kita.

Daftar Pustaka

Djoko, Purwanto. 2003. Komunikasi bisnis Edisi Tiga. Jakarta : Erlangga.

Page 20: Komunikasi Bisnis Lintas Budaya

20

Faules dan Alexander. 1978. Communication and social behavior: A symbolic interaction

perspective. Addison-Wesley Pub.Co

Fisher Roger, William Ury, Bruce Patton. 1999. Getting toYes: Teknik Berunding Menuju

Kesepakatan Tanpa Memaksakan Kehendak. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Gudykunt, William B; Mional and Intercultody, Bella. 2002. Handbook of International and

Intercultural Communication, Second Edition. London : SAGE Publication.

Liliweri., Alo. 2002. Makna budaya dalam Komunikasi Antarbudaya. Jogjakarta : PT LkiS

Pelangi Aksara

Richard, Lewis. 2005. Komunikasi Bisnis Lintas Budaya. Bandung : Remaja Rosdakarya

UJIAN AKHIR SEMESTER

Page 21: Komunikasi Bisnis Lintas Budaya

21

KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA

Dian Eka Permatasari

08/266004/SP/22704

Jurusan Ilmu Komunikasi