Makalah Kewarganegaraan Kel 2

15
MAKALAH KEWARGANEGARAAN UU NO. 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN Pasal 8 - 15 Disusun oleh : Kelompok 2 Adi Jati Purnama 12/334671/PA/14904 Andam Sari 12/ Atika Putri Adenia 12/334607/PA/14840 Citra Santikasari 12/ Ilyas Taufik Abdul Aziz 12/331577/PA/14775 Isna Munawaroh 12/33 Kiki Rizki Pinasti 12/334617/PA/14850

description

tugas kewarganegaraan

Transcript of Makalah Kewarganegaraan Kel 2

MAKALAH KEWARGANEGARAANUU No. 12 Tahun 2006 Tentang KewarganegaraanPasal 8 - 15

Disusun oleh :Kelompok 2Adi Jati Purnama 12/334671/PA/14904Andam Sari12/Atika Putri Adenia12/334607/PA/14840Citra Santikasari12/Ilyas Taufik Abdul Aziz12/331577/PA/14775Isna Munawaroh12/33Kiki Rizki Pinasti12/334617/PA/14850Nizra Wusli Urba12/334669/PA/14902Rachma Meilasani12/334667/PA/14900

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS GADJAH MADAYOGYAKARTA2015UU No. 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan

Pasal 8Kewarganegaraan Republik Indonesia dapat juga diperoleh melalui pewarganegaraan.

Pasal 9Permohonan pewarganegaraan dapat diajukan oleh pemohon jika memenuhi persyaratan sebagai berikut :a. Telah berusia 18 tahun atau sudah kawin;b. Pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia paling singkat 5 tahun berturut-turut atau paling singkat 10 tahun tidak berturut-turut;c. Sehat jasmani dan rohanid. Dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar negara pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945;e. Tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 1 tahun atau lebih;f. Jika dengan memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia tidak menjadi berkewarganegaraan ganda;g. Mempunyai pekerjaan dan/atau penghasilan tetap;h. Membayar uang pewarganegaraan ke kas negara

Pasal 10

Ayat 1Permohonan pewarganegaraan diajukan di Indonesia oleh pemohon secara tertulis dalam bahasa Indonesia di atas kertas bermaterai cukup kepada Presiden melalui menteriAyat 2Berkas permohonan pewarganegaraan sebagaimana dimkasud pada ayat 1 disampaikan kepada Pejabat.

Pasal 11Menteri meneruskan permohonan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 disertai dengan pertimbangan kepada presiden dalam waktu paling lambat 3 bulan terhitung sejak tanggal permohonan diterima.

Pasal 12

Ayat 1Permohonan pewarganegaraan dikenai biaya. Ayat 2Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 13

Ayat 1Presiden mengabulkan atau meNo.lak permohonan pewarganegaraan. Ayat 2Pengabulan permohonan pewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditetapkan dengan Keputusan Presiden.Ayat 3Keputusan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat 2 ditetapkan paling lambat 3 bulan terhitung sejak permohonan diterima oleh Menteri dan diberitahukan kepada pemohon paling lambat 14 hari terhitung sejak Keputusan Presiden ditetapkan

Pasal 14

Ayat 1Keputusan Presiden mengenai pengabulan terhadap permohonan pewarganegaraan berlaku efektif terhitung sejak tanggal pemohon mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.Ayat 2Paling lambat 3 bulan terhitung sejak Keputusan Presiden dikirim kepada pemohon, Pejabat memanggil pemohon untuk mengucapkan sumpah atau janji setia.Ayat 3Dalam hal setelah dipanggil secara tertulis oleh Pejabat untuk mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia pada waktu yang telah ditentukan ternyata pemohon tidak hadir tanpa alasan yang sah, Keputusan Presiden tersebut batal demi hukum.Ayat 4Dalam hal pemohon tidak dapat mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia pada waktu yang telah ditentukan sebagai akibat kelalaian Pejabat, pemohon dapat mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia di hadapan Pejabat lain yang ditunjuk Menteri.

Pasal 15

Ayat 1Pengucapan sumpah atau pernyataan janji setia sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat 1 dilakukan di hadapan Pejabat.Ayat 2Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 membuat berita acara pelaksanaan pengucapan sumpah atau pernyataan janji setia.Ayat 3Paling lambat 14 hari terhitung sejak tanggal pengucapan sumpah atau pernyataan janji setia, Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 menyampaikan berita acara pengucapan sumoah atau pernyataan janji setia kepada menteri.

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalahPendidikan kewarganegaraan sangatlah penting untuk dipelajari oleh semua kalangan. Oleh sebab itu, pendidikan Nasional Indonesia menjadikan pendidikan kewarganegaraan sebagai pelajaran pokok dalam lima status. Pertama, sebagai mata pelajaran di sekolah. Kedua, sebagai mata kuliah di perguruan tinggi. Ketiga, sebagai salah satu cabang pendidikan disiplin ilmu pengetahuan sosial dalam kerangka program pendidikan guru. Keempat, sebagai program pendidikan politik yang dikelola oleh Pemerintah. Kelima, sebagai kerangka konseptual dalam bentuk pemikiran individual dan kelompok pakar terkait. Kewarganegaraan merupakan hal yang sangat penting di dalam suatu negara. Tanpa status kewarganegaraan seorang warga negara tidak akan diakui oleh sebuah negara. Dan dalam makalah ini kami akan sedikit menjelaskan tentang masalah kewarganegaraan, agar warga negara Indonesia paham dan mengerti apa itu kewarganegaraan. Khususnya pasal 8-15 UU No. 12 Tahun 2006. Hal ini disebabkan karena di era sekarang ini banyak warga Negara yang tidak mengetahui serta memahami tentang kewarganegaraan dan bagaimana cara memperoleh kewarganegaraan.

1.2 Tujuan penulisan1. Memenuhi tugas kelompok yang diberikan dalam mata kuliah Kewarganegaraan.1. Membandingkan pasal 8-15 UU No. 12 Tahun 2006 dengan pasal undang-undang sebelumnya ataupun undang-undang kewarganegaraan negara lain.1. Menganalisa contoh kasus yang terkait dengan UU No. 12 Tahun 2006 pasal 8-15.

1.3 Rumusan masalahDalam tugas kelompok ini kami memiliki rumusan masalah, yaitu :1. Apakah syarat-syarat dan tata cara memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia?1. Adakah kasus kasus yang berhubungan dengan masalah pewarganegaraan Indonesia dalam pasal 8-15 UU No. 12 tahun 2006?1. Apakah penerapan undang-undang dalam kehidupan nyata sudah sesuai dengan maksud dari UU No. 12 tahun 2006?BAB IIISI

2.1 Tanggapan terhadap pasal 8-15 UU No. 12 tahun 2006Sesuai dengan pasal 9 UU No. 12 tahun 2006, kewarganegaraan negara Republik Indonesia dapat diperoleh melalui pewarganegaraan dengan syarat, sebagai berikut :2. Telah berusia 18 tahun atau sudah kawin;2. Pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia paling singkat 5 tahun berturut-turut atau paling singkat 10 tahun tidak berturut-turut;2. Sehat jasmani dan rohani2. Dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar negara pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945;2. Tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 1 tahun atau lebih;2. Jika dengan memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia tidak menjadi berkewarganegaraan ganda;2. Mempunyai pekerjaan dan/atau penghasilan tetap;2. Membayar uang pewarganegaraan ke kas negaraDibandingkan dengan undang-undang sebelumnya terdapat perbedaan syarat untuk memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia antara lain :1. UU No. 62 tahun 1958 telah berusia 21 tahun sedangkan UU No. 12 tahun 2006 telah berusia 18 tahun.Syarat usia pada UU No. 12 tahun 2006 lebih muda dibandingkan UU No. 62 tahun 1958. Hal itu lebih baik karena umur 18 tahun dapat dikatakan telah dewasa, namun di sisi lain pada usia 18 tahun seseorang sulit mendapatkan pekerjaan atau mempunyai penghasilan tetap.1. UU No. 62 tahun 1958 terdapat ketentuan seorang laki-laki yang kawin mendapat persetujuan istrinya sedangkan UU No. 12 tahun 2006 syarat tersebut tidak ada.UU No. 62 tahun 1958 lebik baik dibandingkan UU No. 62 tahun 1958 karen hal itu bukan merupakan syarat yang tepat atau syarat pokok.1. UU No. 62 tahun 1958 mencantumkan membayar kas secara detail dan terdapat harganya juga sedangkan UU No. 12 tahun 2006 mencantumkan membayar kas tetapi tidak sedetail UU sebelumnya. Hal ini memiliki kelebihan dan kekurangan, kelebihannya jika biaya dicantumkan akan mengurangi resiko adanya pungutan liar oleh oknum tidak bertanggung jawab. Namun kekurangannya, dapat menimbulkan pandangan bahwa Indonesia merupakan negara materialistis (mementingkan uang masuk). UU No. 12 tahun 2006 sangat lebih baik dibandingkan dengan UU No. 62 tahun 1958 karena UU No. 62 tahun 1958 mencantumkan syarat terlalu detail sampai sumpah pewarganegaraan dicantumkan juga. Hal-hal seperti itu lebih baik tidak dicantumkan dan dikatakan langsung saat pengurusan pewarganegaraan. Pada pasal 10, pengajuan permohonan kewarganegaraan harus disampaikan secara tertulis sebagai bukti autentik bahwa pihak tersebut memang mengajukan permohonan. Seperti tercantum pada pasal 5 ayat 3 UU No. 62 Tahun 1958 yang berbunyi Permohonan untuk pewarganegaraan harus disampaikan dengan tertulis dan dibubuhi materai kepada Menteri Kehakiman, juga memberikan ketentuan bahwa permohonan disampaikan secara tertulis dan dibubuhi materai. Materai memang perlu dibubuhkan supaya ada bukti tertulis jika nantinya ada permasalahan hukum di dalamnya dan dapat dipertanggungjawabkan. Serta mengikat secara hukum dengan harapan permohonan memperoleh kewarganegaraan dilakukan dengan sungguh-sungguh dan tidak main-main.Pada pasal 11, jika dibandingkan dengan UU No. 62 Tahun 1958, UU no 12 tahun 2006 menerangkan jangka waktu yang diperlukan permohonan untuk sampai kepada Presiden selaku pemberi keputusan yaitu paling lambat 3 bulan. Sedangkan UU No. 62 Tahun 1958 tidak menerangkan berapa jangka waktu yang diperlukan permohonan untuk sampai kepada Presiden.Pasal 12 UU Kewarganegaraan No. 12 Tahun 2006 berbunyi (1) Permohonan Kewarganegaraan dikenai biaya. (2) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah. Demikian isi pasal 12 dalam UU Kewarganeraraan Republik Indonesia yang berlaku saat ini. Penjelasan mengenai adanya biaya dalam proses memeroleh kewarganegaraan memang telah disebutkan beberapa kali dalam pasal sebelumnya yaitu pasal 9 poin h. Namun, dalam pasal 12 ini tampaknya pihak pembuat UU berusaha menegaskan bahwa proses pewarganegaraan dikenai sejumlah biaya agar ketika seseorang atau oran asing ingin mendaftarkan diri, mereka tidak terkejut bila ditarik sejumlah uang. Alasan kedua adalah menunjukkan bahwa untuk memperoleh kewarganegaraan diperlukan upaya, seperti peribahasa Jawa yang menyatakan jer basuki mawa bea. Alasan ketiga pencantuman pasal ini sebagai transparansi pihak-pihak yang berwenang kepada masyarakat. Alasan ketiga didukung oleh ayat (2), di mana biaya tersebut telah diatur dalam peraturan pemerintah. Peraturan pemerintah yang mengatur hal ini adalah PP No. 19 tahun 2007. Dalam peraturan pemerintah tersebut tertulis sebagai berikut:

Sumber : Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah RepublikIndonesia Nomor 75 Tahun 2005 Tentang Jenis dan Tarif atasJenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Hukum dan Hak Asasi ManusiaPasal 13 dirasa sudah cukup baik, mungkin hanya perlu ditambahkan dasar-dasar apa yang menjadi bahan pertimbangan presiden dalam menerima dan meNo.lak permohonan pewarganegaraan sehingga calon pemohon nantinya dapat mengetahui apa kesalahan atau kekurangan dalam proses pewarganegaraan tersebut.Pada pasal 14, ayat 1, 2, dan 4 sudah cukup jelas. Pada ayat 3, alasan sah yang dimaksud pada butir ini harus dijelaskan, dan bagaimana sisitem birokrasi pengesahan alasan ketidakhadiran, serta berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengurus pengesahan ketidakhadiran pemohon dalam sumpah janji setia, serta sebaiknya diberi diberi tenggang waktu atau diundur pelaksanaan sumpah janji setia.Pasal 15 pada UU no.12 2006 merupakan pasal yang berisi tentang kepada siapa calon warga Negara mengucap sumpah setia sebagai warga Negara diikrarkan. Pasal diatas menjelaskan dengan jelas bahwasannya ikrar sumpah atau janji setia sebagai warga Negara diucapkan dihadapan pejabat yang telah ditunjuk oleh pihak kementrian yang terkait yaitu kementrian dalam negeri, dan pihak pejabat yang telah ditunjuk tersebut diwajibkan untuk membuat suatu berita acara yang harus dilaporkan kepada pihak kementrian.Pasal terkait sumpah yang harus diikrarkan oleh calon warga Negara juga ada di Negara tetangga seperti Malaysia juga terdapat pasal terkait pengucapan sumpah. Di Malaysia pasal terkait pengucapan sumpah bagi calon warga Negara berada pada Undang-undang pada bahagian III kewarganegaraan, bab 1 yang berbunyi:(9) Tiada perakuan naturalisasi boleh diberikan kepada mana-mana orang sehinggalah dia telah mengangkat sumpah yang dinyatakan dalam Jadual Pertama.jika dilakukan perbandingan antara kedua undang-undang kepada warga dari dua negara ini, undang-undang kependudukan di Indonesia (khususnya terkait pengucapan sumpah) relatif lebih baik karena mekanisme pelakssanaan nya lebih dijelaskan dengan detil dan sifatnya tidak terlalu umum seperti undang-undang yang dimiliki malaysia. Sebagai contoh pada undang-undang yang dimiliki indonesia disebutkan kepada siapa calon warga negara mengucapkan sumpah (pejabat) dan apa yang harus dilakukan pejabat terkait jelas (membuat berita acara dan melaporkan ke kementrian).Walaupun relatif lebih baik dari pada undang-undang kependudukan yang dimiliki Malaysia, pasal 15 ini relatif memiliki beberapa kekurangan seperti:1. Pejabat yang disebutkan pada pasal 15 tidaklah jelas merujuk kepada pejabat apa dan berada di daerah atau nasional, sehingga hal ini dapat menimbulkan kebingungan bagi calon warga negara indonesia. 2. Harusnya berita acara ditujukan langsung saja kepada presiden karena pada akhirnya penentu diterima atau tidaknya orang sebagai warga negara indonesia adalah presiden. Hal ini juga mungkin dapat mempersingkat birokrasi sehingga seorang yang ingin mendapatkan kewarganegaraan di indonesia tidak harus menunggu dalam waktu 3 bulan.

2.2Kasus Kasus Pewarganegaraan Indonesia Dalam PP No. 19 Tahun 2007 telah dicantumkan secara rinci biaya administrasi pewarganegaraan. Peraturan yang begitu lengkap dan rinci membuat UU No. 12 Tahun 2006 lebih baik dari undang undang sebelumnya yaitu UU No. 62 Tahun 1958. Namun jika ditinjau dengan UU No. 62 Tahun 1958, jumlah nominal dalam pewarganegaraan saat ini dinilai terlalu tinggi. Dalam pasal 5 poin f disebutkan, untuk mengajukan permohonan pewarganegaraan pemohon baru:Membayar pada kas negara uang sejumlah antara Rp 500,00 Rp 10.000,00 yang ditentukan besarnya oleh jawatan pajak tempat tinggalnya berdasarkan penghasilannya tiap bulan yang nyata dengan ketentuan tidak boleh melebihi penghasilan nyata sebulan.Jika biaya dirincian PP No. 19 tahun 2007 ditotal maka nilai uang yang dibutuhkan untuk memperoleh kewarganegaraan per orang sebesar Rp 3.000.000,00 ditambah 25% dari penghasilan rata-rata per bulan. Jumlah tersebut sangatlah tinggi jika dibandingkan dengan biaya yang diperlukan dalam perolehan kewarganegaraan yang tercantum dalam UU No. 62 Tahun 1958. Kasus nyata mengenai rumitnya proses pewarganegaraan terutama yang menyangkut biaya administrasi terjadi pada Liong Solan, di tahun 2007. Liong Solan, seorang wanita berusia 58 tahun yang merupakan keturunan Tiongkok ini mengalami sulitnya keadaan tanpa memiliki status kewarganegaraan. Di tahun 1971, ketika Indonesia masih mengacu pada stelsel pasif, di mana anak kelahiran Indonesia keturunan asing tidak perlu mendaftarkan diri sebagai warga negara. Hal tersebut diterapkan oleh Pemerintah karena adanya interferensi dari Belanda. Belanda khawatir pada kekuatan Indonesia bila keturunan Tiongkok bergabung. Singkat cerita di tahun 2003 ada 2 orang oknum yang mendatanginya menawarkan untuk memproses KTP beserta KK dengan biaya satu juta rupiah. Liong pun menawarnya hingga diperoleh kesepakatan harga Rp 400.000,00. Setelah memperoleh KTP dan KK, ditahun 2006 Gubernur Sutiyoso mengumumkan bahwa pembuatan KTP tidak dipungut biaya. Maka Solan pun menulis surat kepada Sutiyoso, menceritakan bagaimana proses pembuatan KTP dan KK-nya yang begitu mahal serta mempermasalahkan mengapa ia tidak diberi kwitansi. Kasus ini akhirnya menjadi masalah besar. Gubernur Sutiyoso mengusut oknum pegawai kelurahan tersebut. Akhirnya oknum tersebut ditindak. Uang empat ratus ribu milik Solan dikembalikan. KTP berikut KK Solan ditarik karena dianggap tidak sah. Solan pun diminta menandatangani surat perjanjian bahwa ia takkan mempermasalahkan kasus ini lagi. Namun, setelah itu Liong Solan kembali tidak mdemperoleh KTP dan KK.