Makalah Kemitraan Sekolah
-
Upload
saroha-sihite -
Category
Documents
-
view
309 -
download
0
description
Transcript of Makalah Kemitraan Sekolah
Makalah Kemitraan Sekolah, Keluarga Dan Masyarakat
Oleh
Paul Mikku Ate dan Bayu Gunawan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perubahan paradigma dalam hal hubungan keluarga, sekolah dan masyarakat terjadi seiring
perubahan yang terjadi di dunia pendidikan sebagai akibat dari berubahnya norma dan pranata
masyarakat sebagai akibat dari perubahan zaman. Globalisasi, dengan revolusi informasi dan
teknologinya, membuat dunia serasa semakin kecil. Batasan waktu dan ruang hamper tidak ada
lagi. Arus informasi mengalir bebas dari satu belahan bumi ke belahan bumi lainnya.
Perubahan dan perkembangan ini menggeser paradigma dan tabu lama dalam hal hubungan
sekolah, keluarga dan masyarakat. Dalam paradigma lama, keluarga, sekolah dan masyarakat
dianggap sebagai institusi yang terpisah-pisah. Oleh karena itu, tabulah kalau masyarakat ikut
campur tangan dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Apalagi sampai masuk ke wilayah
kewenangan professional guru.
Sebaliknya, dewasa ini dalam batas-batas tertentu, anggapan semacam itu tidak lagi berlaku.
Keluarga berhak mengetahui apasaja yang diajarkan kepada anak. Dengan metode apa anak diajar.
Disinilah hubungan antara keluarga dan sekolah mulai terjalin. Masyarakat pun berhak mengetahui
apa yang terjadi di sekolah, bisa memberikan sumbang saran untuk peningkatan mutu pendidikan.
Dari sinilah terjadi hubungan resiprokal saling mengisi dan saling member antara sekolah, keluarga
dan masyarakat.
Hubungan resiprokal ini selanjutnya berkembang menjadi hubungan kemitraan. Kemitraan perlu
ditumbuhkan, dikembangkan dan dipelihara karena aadanya masalah dan tantangan yang dihadapi
dalam unpaya untuk memberikan pendidikan berkualitas prima.
Kompleksitas masalah yang melingkupi dunia pendidikan sebagai akibat dari perkembangan zaman
dan tuntutan masyarakat membuat tidak ada satu pihak pun yang bisa memahami dan
menyelesaikan masalah yang ada seorang diri. Tidak ada lagi single fighter yang bisa mengatasi
semua masalah yang ada.
Pergeseran peran utama pemerintah dan swasta sebagai pemasok utama ke masyarakat membuat
kemitraan semakin nyata urgensinya. Pemerintah dan swasta tidak bisa lagi berperan sebagai satu-
satunya yang menyediakan, menyelenggarakan dan mengawasi keberlangsungan pendidikan
karena keterbatasan sumber-sumber daya yang dimiliki. Untuk mengatasi permasalah ini,
keterlibatan dan partisipasi masyarakat sangat diharapkan.
Kemitraan adalah solusi untuk mengatasi masalah kelangkaan dan distribusi sumberdaya di semua
pihak. Kemitraan memungkinkan terjadinya sinergi untuk mencapai tujuan bersama. Ketika kita,
pada satu sisi mengharapkan tersedianya pendidikan dengan kualitas prima sesuai dengan
perkembangan dan tuntutan zaman, mustahil kalau kita, keluarga dan masyarakat, hanya
menumpukan beban di pundak sekolah dan penyelenggara persekolahan. Tuntutan akan
tersedianya pendidikan berkualitas prima baru bisa dipenuhi manakala terjadi hubungan resiprokal
aktif interaktif antara sekolah, keluarga dan masyarakat dalam konteks pemberdayaan.
Dalam konteks masa kini, partisipasi keluarga dan masyarakat dalam pendidikan tidak bisa lagi
dipandang hanya sebatas kewajiban. Partisipasi masyarakat kini adalah hak (Dwiningrum; 2011:51).
Karena sifatnya adalah hak, maka masyarakat seharusnya menuntut dirinya untuk menjalankan
haknya dengan melibatkan diri dan berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan. Hubungan
resiprokal sekolah, keluarga dan masyrakat diwujudkan dalam banyak hal. Ada yang bersinggungan
langsung dengan proses pendidikan di sekolah. Ada yang tidak bersinggungan langsung dengan
proses pendidikan di sekolah. Salah satu aplikasi bentuk kemitraan adalah komite sekolah.
BAB II
PEMBAHASAN
Makalah Kemitraan Sekolah, Keluarga Dan Masyarakat
A. Pengertian Kemitraan
Secara etimologis, kata atau istilah kemitraan adalah kata turunan dari kata dasar mitra. Mitra,
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya teman, sahabat, kawan kerja. Visualsynonim, kamus
online memberikan definisi yang sangat bagus mengenai kemitraan. Kemitraan diartikan sebagai
hubungan kooperatif antara orang atau kelompok orang yang sepakat untuk berbagi tanggungjawab
untuk mencapai tujuan tertentu yang sudah ditetapkan.
Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah dalam modul pemberdayaan Komite Sekolah
menjelaskan bahwa yang dimaksud kemitraan dalam konteks hubungan resiprokal antara sekolah,
keluarga dan masyarakat kemitraan bukan sekedar sekumpulan aturan main yang tertulis dan
formal atau suatu kontrak kerja melainkan lebih menunjukkan perilaku hubungan yang bersifat intim
antara dua pihak atau lebih dimana masing-masing pihak saling membantu untuk mencapai tujuan
bersama.
Dari definisi-definisi diatas kita bisa mengetahui bahwa hakikat kemitraan adalah adanya keinginan
untuk berbagi tanggungjawab yang diwujudkan melalui perilaku hubungan dimana semua pihak
yang terlibat saling bantu-membantu untuk mencapai tujuan bersama.
Dalam kemitraan yang berlaku adalah prinsip egaliter. Masing-masing pihak yang bermitra memiliki
posisi dan tanggung jawab yang sama. Hubungan atasan-bawahan tidak berlaku dalam konteks
kemitraan. Masing-masing menjalankan fungsi dan perannya sesuai dengan tugas dan batas-batas
wewenang yang dimiliki.
Selain berkaitan dengan fungsi dan peran masing-masing dalam kemitraan, dalam kemitraan
tercakup dimensi kepentingan yang dijadikan andalan. Model kemitraan mengandalkan pada
kepentingan pribadi orangtua dan anggota masyarakat yang mau tidak mau membuat mereka
berpartisipasi dalam aktifitas yang berkaitan dengan sekolah.
Kemitraan memandang semua pihak yang memiliki kepentingan terhadap sekolah merupakan pihak
yang dapat didayagunakan dan mampu membantu sekolah dalam rangka peningkatan mutu
pendidikan. Ada hal-hal yang harus diperhatikan dalam kemitraan. Grant (1979:128) mengingatkan
bahwa kemitraan tidak boleh mengabaikan prinsip akuntabilitas dan kemandirian. Dalam hal
menumbuhkan kemandirian, secara eksplisit Grant menganjurkan agar setelah terbentuknya
kelompok kemitraan masing-masing anggota harus menjaga kentralan khususnya dalam segi politik.
B. Pengertian Partisipasi
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, partisipasi adalah perihal turut berperan serta dalam suatu
kegiatan atau keikutsertaan atau peran serta. Menurut Made Pidarta (dalam Dwiningrum 2011),
partisipasi adalah pelibatan seseorang atau beberapa orang dalam suatu kegiatan. Keterlibatan
dapat berupa keterlibatan mental dan emosi serta fisikdalam menggunakan segala kemampuan
yang dimilikinya (berinisiatif) dalam segala kegiatan yang dilaksanakan serta mendukung
pencapaian tujuan dan tanggung jawab atas segala keterlibatan.
Partisipasi merupakan keterlibatan mental dan emosi dari seseorang di dalam situasi kelompok
yang mendorong mereka untuk menyokong kepada pencapaian tujuan pada tujuan kelompok
tersebut dan ikut bertanggung jawab terhadap kelompoknya. Cohen dan Uphoff (1997)
mengungkapkan partisipasii sebagai keterlibatan dalam proses pembuatan keputusan, pelaksanaan
program, memperoleh kemanfaatan dan mengevaluasi program.
C. Komite Sekolah
Komite sekolah adalah lembaga mandiri yang dibentuk berrdasarkan prakarsa masyarakat yang
peduli pendidikan, bukan didasarkan pada arahan atau instruksi dari lembaga pemerintahan dengan
menganut prinsip transparan, akuntabel, dan demokratis.
Kebijakan tentang pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah sebenarnya bukan hanya
lahir secara intern dari Departemen Pendidikan Nasional, melainkan justru lahir dari Bappenas,
dalam bentuk UU Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) 2000
– 2004. Amanat UU itulah yang kemudian ditindaklanjuti oleh Mendiknas dengan Kepmendiknas
Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.
Eksistensi dan posisi Komite Sekolah menjadi semakin kokoh karena adanya payung hukum
Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 tersebut kemudian diakomodasi ke dalam UU Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, khususnya dalam Pasal 56.
Komite Sekolah adalah lembaga mandiri sebagai wadah yang memiliki kekuatan hukum untuk
menampung dan mewujudkan partisipasi keluarga dan masyarakat dalam pendidikan. Namun
demikian, perlu dipahami apa sebenarnya makna dari Komite Sekolah sebagai lembaga mandiri dan
dari segi apa saja dia mandiri.
Untuk menjelaskan hal ini, Suparlan, dalam artikel yang dimuat di blog mengatakan bahwa
kemandirian ini sama sekali tidak terkait dengan anggaran atau subsidi. Kemandirian Komite
Sekolah sebenarnya terkait dengan dua hal penting. Pertama, terkait dengan status dan kedudukan
Komite Sekolah itu sendiri. Dia tidak menjadi subordinasi (bawahan) dari lembaga lain, khususnya
dari lembaga birokrasi.
Yang penting kedua adalah pelaksanaan peran dan fungsinya, yang sudah barang tentu tidak sama
atau tidak tumpang tindih dengan peran dan fungsi lembaga lain. Dengan demikian, peran dan
fungsi Komite Sekolah tidak dapat didekte oleh lembaga lain.
Dalam menjalankan tugasnya sebagai wakil masyrakat, komite tidak berada di bawah kendali
sekolah ataupun kepala sekolah. Sebagai lembaga perwakilan masyarakat Komite Sekolah
merupakan dan menjadi jembatan antara keluarga, masyarakat dan sekolah. Tugas yang dilakukan
komite adalah tugas koordinatif dan pengawasan.
Namun demikian, pada beberapa kasus, komite sekolah tidak bisa mendudukkan peran dan
fungsinya dalam pelaksanaan tugas sehingga bertindak sebagai atasan sekolah. Komite berusaha
mengendalikan dan turut campur terlalu dalam pada persoalan-persoalan teknis profesional bidang
pendidikan.
Sebaliknya, ada komite yang terlalu lemah sehingga dia hanya diperankan sebagai subordinasi
sekolah atau kepala sekolah. Hal ini terjadi karena, selain tidak mengerti tugas dan fungsinya,
perekrutan anggota komite ditentukan oleh kepala sekolah. Kepala sekolah yang menentukan siapa
saja yang “layak” duduk sebagai anggota komite karena kepentingan tertentu. Pada kondisi
semacam ini, komite sekolah hanya berfungsi tak ubahnya sebagai “tukang stempel” kebijakan yang
dibuat oleh sekolah.
Kelemahan dan ketimpangan seperti ini merupakan sebuah keprihatinan yang harus segera
diupayakan pemecahannya meskipun hal ini sifatnya kasuistis. Ketika Komite Sekolah berada di
bawah kendali atau menjadi bawahan sekolah atau kepala sekolah, sebenarnya saat itu juga
partispasi dann kemitraan antara sekolah, keluarga dan masyarakat tidak pernah terjadi. Meskipun
secara de facto dan de jure komite sekolah ada. Hubungan resiprokal interaktif tidak pernah
terwujud. Keterwakilan orangtua dan masyarakat tidak pernah terlaksana.
D. Jenjang Kerjasama Dalam Kemitraan
Kemitraan dalam opersionalnya merupakan sebuah kerjasama antara orang atau kelompok orang
yang berkomitmen untuk berbagi tanggungjawab untuk mencapai satu tujuan bersama-pendidikan
yang bermutu bagi semua, terutama bagi golongan masyarakat miskin. Dalam kerjsama tersebut
terdapat berbagi jenjang:
1. Jaringan (networking): berbagi informasi yang dapat membantu mitra untuk bekerja lebih baik.
2. Koordinasi (coordination): berbagi informasi, melakukan penyesuaian agar dapat
mengakomodasi yang lain supaya tidak saling konflik.
3. Kooperasi (cooperation): berbagi informasi, melakukan penyesuaian agar dapat
mengakomodasi yang lain dan secara nyata ada beberapa aspek pekerjaan yang menjadi
tanggungjawab masing-masing.
4. Kolaborasi (collaboration): berbagi informasi, melakukan penyesuaian agar dapat
mengakomodasi yang lain, beberapa aspek dari pekerjaan menjadi tanggungjawab masing-
masing sesuai bidang keahlian dan akhirnya berbagi hasil bersama.
E. Implementasi Kemitraan Dalam Pembangunan
Kemitraan dalam pembangunan diimplementasikan dengan menggunakan prinsip PACTS.
Partisipasi/Participation: Semua pihak memiliki kesempatan yang sama untuk menyatakan
pendapat, memutuskan hal-hal yang menyangkut nasibnya dan bertanggung jawab atas
semua keputusan yang telah diseakati bersama.
Akseptasi/Acceptable: saling menerima dengan apa adanya dalam kesetaraan. Masing-
masing memiliki fungsinya sendiri-sendiri.
Komunikasi/Communication: masing-masing pihak harus mau dan mampu
mengkomunikasikan dirinya serta rencana kerjanya sehingga dapat dikoordinasikan dan
disinergikan.
Percaya/Trust: saling mempercayai dan dapat dipercaya untuk membina kerjasama. Di sini
transparansi menjadi tuntutan dan tidak bisa ditawar.
Berbagi/Share: semua yang terlibat dalam kemitraan harus mampu membagikan diri dan
miliknya (waktu,”harta” dan kemampuan) untuk mencapai tujuan bersama.
Implementasi PACTS dalam kemitraan tidak serta merta menghilangkan masalah atau potensi
masalah selama berjalannya proses dan hubungan kemitraan. Masalah akan selalu ada sebagai
bagian dari dinamika zaman dan keadaan yang ada. Selain itu, para pelaku kemitraan yang adalah
manusia-manusia yang memiliki keunikan dan dinamis itu sendiri sebenarnya merupakan potensi
masalah. Perbedaan latar belakang, nilai-nilai, pengalaman hidup yang dimiliki bisa menimbulkan
gesekan dengan sesama mitra. Namun demikian, implementasi PACTS akan sangat membantu
tidak hanya meminimalisir potensi konflik tetapi juga membuat kemitraan bisa berjalan sesuai yang
diharapkan dan menghasilkan sesuatu yang baik—mutu pendidikan yang tinggi.
BAB III
PENUTUP
Komite Sekolah sebagai lembaga mandiri yang dibentuk atas dasar inisiatif masyarakat memiliki
peran dan fungsi sangat penting dalam pendidikan. Ia adalah bentuk partisipasi langsung sekaligus
menjadi wadah bagi keluarga dan masyarakat untuk berpartispasi dalam upaya penyediaan layanan
pendidikan dengan berkualitas tinggi bagi semua terutama untuk golongan misikin.
Kedudukan sekolah, keluarga dan masyarakat yang dilembagakan dalam Komiite Sekolah adalah
sama. Artinya, tidak ada pola hubungan kerja atasan-bawahan. Yang ada adalah mitra yang sama-
sama memiliki komitmen dan tanggung jawab bersama untuk menentukan tujuan bersama.
Dalam pola kemitraan yang sifatnya sukarela tetapi sekaligus hak, prinsip yang diterapkan adalah
prinsip egaliter. Kesetaraan dalam kemitraan diimplementasikan dalam prinsip PACTS dimana
setiap orang memiliki partisipasi sesuai dengan kemampuannya, satu sama lain bisa saling
menerima, yang bisa saling mengomunikasikan diri dan rencanya, direkatkan oleh rasa saling
percaya juga kemauan untuk saling berbagi kemampuan, waktu dan “harta” untuk mencapai tujuan
bersama.