makalah kelompok 3

download makalah kelompok 3

of 13

description

tugas klmpok

Transcript of makalah kelompok 3

Tugas Makalah KelompokMata Kuliah: Pengendalian VektorPeminatan: Kesehatan LingkunganKelas: LW 1Sarcoptes scabiei

Ety Apriyani14120100082Tiska Mariska14120100173Fayz Lukman14120100224Aksa Afriandi14120100261FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKATUNIVERSITAS MUSLIM INDONESIAMAKASSAR2013

BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangIndonesia merupakan negara yang sedang berkembang, di mana pelayanan kesehatan masyarakatnya belum memadai sehubungan dengan adanya krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997. Permasalahan utama yang dihadapi masih didominasi oleh penyakit infeksi yang sebagian besarnya adalah penyakit menular yang berbasis lingkungan. Skabies ditemukan disemua Negara dengan prevalensi yang bervariasi. Dibeberapa negara yang sedang berkembang prevalensi skabies sekitar 6% - 27% dari populasi umum dan cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja. Berdasarkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, prevalensi penyakit skabies dalam masyarakat diseluruh Indonesia pada tahun 1996 adalah 4,6% - 12,95% dan skabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering. Skabies atau kudis adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh infestasi tungau Sarcoptes scabiei . Tungau ini mampu menyerang manusia dan ternak termasuk hewan kesayangan (pet animal) maupun hewan liar (wild animal) (Pence dan Ueckermann, 2002) . Faktor yang berperan dalam penularan penyakit ini adalah sosial ekonomi yang rendah, hygiene perorangan yang jelek, lingkungan yang tidak saniter, perilaku yang tidak mendukung kesehatan, serta kepadatan penduduk.B. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat diketahui yaitu:1. Apa yang dimaksud Sarcoptes scabiei dan sumbernya?2. Apa akibat Sarcoptes scabiei di lingkungan?3. Bagaimana bionomic dan pengendalian dari Sarcoptes scabiei?C. TujuanTujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui Sarcoptes scabiei dan sumbernya, apa akibatnya bila Sarcoptes scabiei ada dilingkungan, dan bionomic serta pengendalian dari Sarcoptes scabiei.

BAB II PEMBAHASANA. Sarcoptes scabiei1. KlasifikasiSarcoptes scabiei adalah Arthropoda yang masuk ke dalam kelas Arachnida, sub kelas Acari (Acarina), ordo Astigmata dan famili Sarcoptidae. Beberapa tungau sarcoptid yang bersifat obligat parasit pada kulit antara lain Sarcoptidae (mamalia), Knemidokoptidae (burung / unggas) dan Teinocoptidae (kelelawar) . Famili Sarcoptidae yang mampu menular ke manusia, yaitu S. scabiei, Notoeders cati (kucing) dan Trixacarus caviae (marmut) (Mc Carthy et al., 2004). Chakrabarti (1986) melaporkan kejadian skabies manusia akibat infestasi Notoeders cati (Ety Apriyani 14120100082). Sarcoptes scabei, tungau termasuk dalam kelas Arachnida yang menyebabkan kondisi kulit yang gatal dikarenakan hewan kecil (tungau) yang disebut Sarcoptes scabiei. Tungau ini menggali lubang pada kulit dan menyebabkan rasa gatal pada area tersebut. Rasa gatal akan menguat khususnya ketika anda tidur, Scabies menular dan menyebar dengan cepat melalui kontak fisik. Meskipun obat yag di berikan membunuh hewan kecil tersebut, anda tetap akan mengalami rasa gatal untuk beberapa minggu. Tungau ini berukuran sangat kecil dan hanya bisa di lihat dengan mikroskop atau bersifat miskroskopis. (Fayz Lukman 14120100224)2. MorfologiTungau S. scabiei berwarna putih krem dan berbentuk oval yang cembung pada bagian dorsal dan pipih pada bagian ventral . Secara morfologi merupakan tungau kecil ,berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini transient, berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330 450 mikron x 250 350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200 240 mikron x 150 200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat. (Tiska Mariska 14120100173)Spesies tungau ini pada tiap-tiap jenis hewan hanya berbeda dalam hal kurannya, sedangkan morfologinya sulit untuk dibedakan. Fain (1978) mempelajari perbandingan morfologi antara varian S. scabiei untuk mengidentifikasi spesies dan subspecies dari inang yang bervariasi . Sebanyak tiga puluh spesies dan lima belas varietas telah mampu didefinisikan ke dalam genus Sarcoptes. Ukuran tungau betina pada karnivora lebih kecil (320 - 390 x 250 - 300 m) daripada tungau pada manusia (390 - 500 x 290 420 m). Hasil penelitian Fain (1978) menunjukkan bahwa hanya ada satu spesies di dalam genus Sarcoptidae dan adanya beberapa varian di dalam spesies akibat terjadinya interbreeding yang terus menerus antara populasi tungau yang menginfestasi manusia dan hewan. (Ety Apriyani 14120100082)3. Siklus HidupSiklus hidup dari telur hingga menjadi tungau dewasa memerlukan waktu 10 - 14 hari sedangkan tungau betina mampu hidup pada induk semang hingga 30 hari (Urquhart et al ., 1989). Literatur lain menyebutkan bahwa durasi siklus hidup S. scabiei berkisar 30 - 60 hari (Wendel dan Rompalo, 2002) . Tungau betina mengeluarkan telur sebanyak 40 50 butir dalam bentuk kelompok-kelompok, yaitu dua-dua atau empat-empat. Telur akan menetas dalam waktu tiga sampai empat hari dan hidup sebagai larva di lorong-lorong lapisan tanduk kulit . Larva akan meninggalkan lorong, bergerak ke lapisan permukaan kulit, membuat saluran-saluran lateral dan bersembunyi di dalam folikel rambut. Larva berganti kulit dalam waktu dua sampai tiga hari menjadi protonimpa dan tritonimpa yang selanjutnya menjadi dewasa dalam waktu tiga sampai enam hari (Urquhart et al ., 1989 ; Levine, 1990) . (Ety Apriyani 14120100082)4. Daya tahan Sarcoptes scabieiMenurut Arlian (1984) membuktikan bahwa tungau pada manusia dan anjing dapat bertahan hidup selama 24 - 36 jam dalam kondisi suhu ruangan (21C, RH 40 - 80%) serta masih mampu untuk menginfestasi ulang induk semangnya . Tungau hidup berhasil ditemukan oleh Arlian. (1988) di rumah penderita skabies dan masih mempunyai daya infestasi yang cukup tinggi. Penelitian lain menyebutkan bahwa tungau manusia mampu bertahan hidup selama tiga hari di luar induk semangnya dan mampu menginfestasi para pekerja laundry, sedangkan tungau pada hewan terbukti mampu menginfestasi manusia namun diduga tidak mampu menyelesaikan siklus hidupnya (Thomas et al ., 1987 ; Meinking dan Taplin, 1990). Tungau skabies lebih suka hidup didaerah yang berkulit tipis seperti sela jari, penggelangan tangan, kaki, aksila, umbilikus, penis, areola mammae dan dibawah payudara wanita. Kutu dapat hidup diluar kulit manusia hanya 2 3 hari dan pada suhu kamar 21 derajat celsius dengan kelembaban relatif 40 80%. Kutu jantan membuahi kutu betina dan kemudian mati. Kutu betina kemudian menggali lobang ke dalam epidermis membentuk terowongan didalam stratum korneum. Kecepatan menggali terowongan 1 5 mm/hari. Kemudian kutu betina mati di ujung terowongan. Terowongan lebih banyak terdapat di daerah yang berkulit tipis dan tidak banyak mengandung folikel pilosebasea, pada permukaan kulit dapat bergerak kurang lebih 2,5 centimeter permenit (Harahap, 2000). (Ety Apriyani 14120100082)B. Sejarah Sarcoptes scabieiPada tahun 1687 Giovan Bonomo menyatakan bahwa seorang perempuan miskin dapat mengeluarkan little bladder of water dari lesi skabies anaknya. Pada tahun 1812 Bonomo telah menemukan sercoptes skabiei yang dijelaskan oleh Meunir. Penemuan tersebut yang dibuktikan oleh temuan orang lain. Pada tahun 1820 Raspail menyatakan bahwa tungau yang ditemukan Gales identik dengan tungau keju sehingga Gales dinyatakan sebagai penipu penemuan. Gales baru diakui pada tahun 1839 dengan berhasil mendemontrasikan cara mendaptkan tungau dari penderita skabies dengan sebuah jarum (Kandun, 2000). (Ety Apriyani 14120100082)C. Epidemiologi scabiesInterval antara akhir dari suatu epidemik dan permulaan epidemik berikutnya kurang lebih 10 15 tahun (Harahap, 2000). Menurut Departemen Kesehatan RI prevalensi skabies di Puskesmas seluruh Indonesia pada tahun 1986 adalah 4.6%-12,9%, dan skabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering. Di Bagian Kulit dan Kelamin FKUI/RSCM pada tahun 1988, dijumpai 734 kasus skabies yang merupakan 5,77% dari seluruh kasus baru. Pada tahun 1989 dan 1990 prevalensi scabies adalah 6% dan 3,9%. Prevalensi skabies sangat tinggi pada lingkungan dengan tingkat kepadatan penghuni yang tinggi dan kebersihan yang kurang memadai (Depkes. RI, 2000). (Ety Apriyani 14120100082)Ciri-ciri seseorang terkena skabies adalah kulit penderita penuh bintik-bintik kecil sampai besar, berwarna kemerahan yang disebabkan garukan keras. Bintik-bintik itu akan menjadi bernanah jika terinfeksi (Djuanda, 2006). Ginanjar, 2006 menyatakan ada empat tanda kardinal yaitu :1) Pruritus nokturna yaitu gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktifitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.2) Penyakit ini menyerang secara kelompok, mereka yang tinggal di asrama, barak-barak tentara, pesantren maupun panti asuhan berpeluang lebih besar terkena penyakit ini. Penyakit ini amat mudah menular melalui pemakaian handuk, baju maupun seprai secara bersama-sama. Skabies mudah menyerang daerah yang tingkat kebersihan diri dan lingkungan masyarakatnya rendah.3) Adanya torowongan (kunikulus) dibawah kulit yang berbentuk lurus atau berkelok-kelok. Jika terjadi infeksi sekunder oleh bakteri maka akan timbul gambaran pustula (bisul kecil), lokalisasi kulit ini berada pada daerah lipatan kulit yang tipis seperti sela-sela jari tangan, daerah sekitar kemaluan, siku bagian luar, kulit sekitar payudara bokong dan perut bagian bawah.4) Menemukan tungau pada pemeriksaan kerokan kulit, merupakan hal yang paling diagnostik, dapat ditemukan satu atau lebih stadium tungau ini (Ety Apriyani 14120100082)D. Penularan Sarcoptes scabieiPenularan penyakit skabies dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung, adapun cara penularanya adalah :1) Kontak langsung (kulit dengan kulit)Penularan skabies terutama melalui kontak langsung seperti berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan seksual. Pada orang dewasa hubungan seksual merupakan cara tersering, sedangkan pada anak-anak penularan didapat dari orang tua atau temannya.2) Kontak tak langsung (melalui benda)Penularan melalui kontak tidak langsung, misalnya melalui perlengkapan tidur, pakaian atau handuk dahulu dikatakan mempunyai peran kecil pada penularan. Namun demikian, penelitian terakhir menunjukkan bahwa hal tersebut memegang peranan penting dalam penularan skabies dan dinyatakan bahwa sumber penularan utama adalah selimut, pakaian dalam dan penderita perempuan. Skabies Norwegia, merupakan sumber utama terjadinya wabah skabies pada rumah sakit, panti jompo, pemondokan/asrama dan rumah sakit jiwa karena banyak mengandung tungau (Djuanda, 2006).Selain data di atas, Podrumac (1998) dalam laporan tahunannya menyebutkan bahwa telah terjadi lebih dari 1000 kasus skabies di Slovenia dan 160 diantaranya adalah anak-anak . Prevalensi skabies pada anak-anak Aborigin-Australia di daerah terpencil mencapai 50% dan umumnya mereka mengalami reinfestasi tungau dari penderita lain yang belum sembuh (Currie, 2000) Penularan skabies pada manusia sama seperti cara penularan skabies pada hewan, yaitu secara kontak langsung dengan penderita . Pakaian, handuk, sprai dan barang-barang lainnya yang pernah digunakan oleh penderita juga merupakan sumber penularan yang harus dihindari (Currie 2004). (Ety Apriyani 14120100082)Pemeriksaan fisik kulit terhadap 338 orang santri Ponpes di Kabupaten Lamongan menunjukkan bahwa prevalensi penyakit Scabies adalah 64,20%. Prevalensi Scabies ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan prevalensi penyakit Scabies di neg ara sedang berkembang yang hanya 6-27% saja (Sungkar, 1997) ataupun prevalensi penyakit Scabies di Indonesia sebesar 4,60 -12,95% saja (Dinkes Prop Jatim, 1997). Walaupun tidak sampai membahayakan jiwa, penyakit Scabies perlu mendapatkan perhatian karena tingkat penularannya yang tinggi serta dapat mengganggu konsentrasi pada saat santri sedang belajar dan mengganggu ketenangan pada waktu istirahat, terutama pada waktu tidur di malam hari. (Aksa Afriandi 14120100261)E. Pencegahan Sarcoptes scabieiMencuci bersih, bahkan sebagaian ahli menganjurkan dengan cara di rebus handuk, sprei maupun baju penderita scabies kemudian menjemurnya hingga kering. Menghindari pemakaian baju, handuk, sprei secara bersama-sama. Menjaga Higienis perorangan dan Lingkungan Mengobati seluruh anggota keluarga atau masyarakat yang terinfeksi untuk memutuskan rantai penularan scabies.(Fayz Lukman 14120100224)Penyediaan air bersih merupakan kunci utama sanitasi kamar mandi yang berperan terhadap penularan penyakit Scabies pada para santri Ponpes, karena penyakit Scabies merupakan penyakit yang berbasis pada persyaratan air bersih (water washed disease) yang dipergunakan untuk membasuh anggota badan sewaktu mandi (Azwar, 1995). Pada kenyataannya kebutuhan air bersih untuk mandi, mencuci dan kebutuhan kakus sebagian besar Ponpes di Kabupaten Lamongan dipasok dari air sungai tanpa pengolahan terlebih dahulu. Santri yang tinggal di pemondokan dengan kepadatan hunian tinggi ( 8 m2 untuk 2 orang) sebanyak 93 orang mempunyai prevalensi penyakit Scabies 45,20%. Dengan demikian tampak peran kepadatan hunian terhadap penularan penyakit Scabies pada santri di Ponpes Lamongan (Chi kuadrat, p 90%) dengan prevalensi penyakit Scabies 67,70%, sedangkan 106 santri tinggal di ruangan dengan kelembaban Baik (65-90%) memiliki prevalensi penyakit Scabies 56,60%. Kelembaban ruangan pemondokan kebanyakan para santrinampak kurang memadai, sebagai akibat buruknya ventilasi, sanitasi karena berbagai barang dan baju, handuk, sarung tidak tertata rapi, dan kepadatan hunian ruangan ikut berperan dalam penularan penyakit Scabies (Chi kuadrat, p