Makalah Kelompok 10 (Dekrit Presiden)

22
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem pemerintahan parlementer merupakan gagasan perjuangan Muhammad Hatta yang ketika itu didukung langsung oleh Muhammad Yamin. Sedangkan Soekarno tetap berpegang pada pemikiran Soepomo tentang integralisme atau paham kekeluargaan sebagai yang mendasari negara Indonesia. Meskipun Hatta berkali- kali memperingatkan tentang bahaya yang mengancam dibalik ide negara kekeluargaan itu, Soekarno dan Soepomo tetap yakin bahwa bentuk negara semacam ini mengakar dalam tradisi, khususnya budaya Jawa (legowo, 1995:75). Ide pemikiran Hatta tentang demokrasi parlementer ini merupakan reaksi dari sistem presidensil, yang pada awal-awal pembentukan kelembagaan negara. Ketika itu, kelengkapan kelembagaan belum sempurna, diberlakukannya keputusan rapat PPKI tanggal 22 Agustus 1945 yang menentukan Partai Nasional Indonesia sebagai partai tunggal atau “partai negara”. Hal ini memperlihatkan berlangsungnya sentralisme kekuasaan di tangan presiden. Pelaksanaan prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat dalam sistem pemerintahan menjadi kurang terwujud.

description

dekrit presiden

Transcript of Makalah Kelompok 10 (Dekrit Presiden)

Page 1: Makalah Kelompok 10 (Dekrit Presiden)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem pemerintahan parlementer merupakan gagasan perjuangan

Muhammad Hatta yang ketika itu didukung langsung oleh Muhammad

Yamin. Sedangkan Soekarno tetap berpegang pada pemikiran Soepomo

tentang integralisme atau paham kekeluargaan sebagai yang mendasari negara

Indonesia. Meskipun Hatta berkali-kali memperingatkan tentang bahaya yang

mengancam dibalik ide negara kekeluargaan itu, Soekarno dan Soepomo tetap

yakin bahwa bentuk negara semacam ini mengakar dalam tradisi, khususnya

budaya Jawa (legowo, 1995:75). Ide pemikiran Hatta tentang demokrasi

parlementer ini merupakan reaksi dari sistem presidensil, yang pada awal-awal

pembentukan kelembagaan negara. Ketika itu, kelengkapan kelembagaan

belum sempurna, diberlakukannya keputusan rapat PPKI tanggal 22 Agustus

1945 yang menentukan Partai Nasional Indonesia sebagai partai tunggal atau

“partai negara”. Hal ini memperlihatkan berlangsungnya sentralisme

kekuasaan di tangan presiden. Pelaksanaan prinsip demokrasi atau kedaulatan

rakyat dalam sistem pemerintahan menjadi kurang terwujud.

Relisasi dari reaksi ini, maka wakil presiden mengeluarkan maklumat No.

X tanggal 16 oktober 1945 tentang perubahan sistem pemerintahan

presidensiil menjadi sistem pemerintahan parlementer, yang disusul dengan

Maklumat Wakil Presiden tanggal 3 November 1945 tentang anjuran

pembentukan partai-partai politik, hal ini dimaksudkan untuk mewujudkan

kedaulatan rakyat dalam pemerintahan melalui parlemen. Langkah ini diikuti

dengan pembentukan kabinet Syahrir I yang berdasar pada maklumat

pemerintah tanggal 14 November 1945 yang secara langsung berarti

mengakhiri pemerintahan presidensiil. Menurut Haris dalam Legowo

(19995:74), langkah ini dianggap sebagai yang “tidak konstitusional” ataupun

merupakan “penyelewangan revolusi”, akan tetapi langkah itu tetap ada

Page 2: Makalah Kelompok 10 (Dekrit Presiden)

2

dipertimbangkan atas dasar “ konvensi ketatanegaraan” sebagai upaya

melengkapi kesepakatan konstitusional yang sudah ada.

Langkah demokratisasi Hatta itu bertujuan memenuhi sekurang kurangnya

tiga tuntutan dasar untuk suatu pemerintahan demokratis, yaitu 1. Pemerintah

bertanggung jawab kepada parlemen yang anggota-anggotanya dipilih rakyat,

2. kebebasan berserikat dan berkumpul yang diaktualisasikan dalam

keberadaan banyak partai politik, 3. penerimaan prinsip pemilihan umum yang

diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, berdasarkan hak-hak

politik warga negara yang sama, prinsip-prinsip ini ditambah dengan sejumlah

hak-hak warga negara yang lain dimaksudkan dalam pasal-pasal UUD RIS

1949 dan secara lebih lengkap dalam UUDS 1950.

Antara prinsip dan pelaksanaan seringkali menimbulkan kesenjangan, dan

tidak bertolak belakang. Ini pun tidak terhindarkan dalam masa demokrasi

parlementer. Antusisme rakyat dan pelaku-pelaku politik utama yang begitu

tinggi dalam mempratekkan demokrasi melalui sitem parlementer telah

dengan mudah membawa atau mengarahkan mereka kepada pengabaian

kepentingan-kepentingan pribadi dan kelompok. Akibat-akibat dari sampingan

pelaksanaan demokrasi parlementer mengancam kelangsungan dan persatuan

negara dan bangsa indonesia. Pelaksanaan demokrasi justru mengarah kepada

suasana kekacauan politik. Tidak mengherankan jika salah satu komentar

tentang periode ini mengatakan bahwa pemilihan umum tahun 1955

merupakan puncak sekaligus awal kemunduran demokrasi parlementer

Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana Latar Belakang dikeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959?

2. Bagaimana Isi dan Penjelasan Dekrit Presiden 5 Juli 1959?

3. Bagaimana Alasan dan Pengaruh Dikeluarkannya Dekrit 5 Juli 1959?

4. Apa saja Dampak Dikeluarkannya Dekrit 5 Juli 1959?

Page 3: Makalah Kelompok 10 (Dekrit Presiden)

3

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk memahami Latar Belakang dikeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1956.

2. Untuk memahami Isi dan Penjelasan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

3. Untuk mengetahui Alasan dan Pengaruh Dikeluarkannya Dekrit 5 Juli

1959.

4. Untuk mengetahui Dampak Dikeluarkannya Dekrit 5 Juli 1959.

Page 4: Makalah Kelompok 10 (Dekrit Presiden)

4

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Latar Belakang dikeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Dalam masa demokrasi parlementer kabinet jatuh bangun dalam tenggang

waktu relatif singkat dan ini berakibat pada instabilitas pemerintahan. Keadaan ini

mencerminkan “kekurang mampuan” pelaku-pelaku utama demokrasi dalam

mengalola pemerintahan negara yang barangkali karena miskinnya pengalaman

dan terpolarisasinya masyarakat dalam kelompok-kelompok ideologis politis yang

kuat. Tidak ada satu kabinet pun dalam masa demokrasi parlementer ini mampu

memberi jaminan untuk dapat melaksanakan fungsi-fungsi pelayanan dan

pembangunan masyarakat secara memadai, serta fungsi memelihara persatuan

bangsa.

Barangkali pertimbangan-pertimbangan praktikal dan moral dan kenyataan

berlarutnya sidang konstituante untuk menetapkan UUD, menjadi alasan bagi

Presiden Soekarno untuk mengusulkan rencana tentang pelaksanaan “demokrasi

terpimpin” dalam rangka kembali ke UUD 1945. Serta mengajukan “konsepsi

Presiden” tanggal 22 Februari 1957, yang kemudian berturut turut diikuti langkah

Presiden menyatakan “keadaan darurat nasional” tanggal 14 maret 1957,

membentuk kabinet “Gotong Royong” tanggal 9 April 1957, mengajukan usul

kepada konstituante untuk kembali ke UUD 1945 tanggal 22 April 1957 dan

akhirnya mengeluarkan dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959.

Selain itu adanya keinginan Soekarno untuk mempunyai kekuasaan yang

lebih besar. Undang-Undang Dasar yang berlaku di Indonesia secara langsung

telah membatasi kekuasaan Presiden Soekarno. Munculnya militer terutama

Angkatan Darat di bawah pimpinan KSAD Abdul Haris Nasution, yang

mempunyai kemahiran dalam politik , mereka tidak hanya dijadikan alat, tetapi

menginginkan perwakilan tetap dalam lembaga pemerintahan. Melihat ketegangan

politik pada masa demokrasi liberal, Nasution mengusulkan suatu penyelesaian

yaitu kembali ke UUD 1945, daripada menyusun suatu undang-undang baru. Usul

Page 5: Makalah Kelompok 10 (Dekrit Presiden)

5

ini secara perlahan-lahan mulai mendapat dukungan tetapi Soekarno tidak

berkeinginan memikul sendiri tanggung jawab berat yang ditetapkan oleh

Undang-Undang Dasar ini.

Bahkan Soekarno merasa takut bahwa usulan ini merupakan suatu cara

untuk menciptakan suatu sistem yang di dalam kenyataanya tentaralah yang akan

berkuasa. Pada saat itu telah disepakati bahwa angkatan bersenjata sendiri

merupakan golongan fungsional, sehingga percekcokan-percekcokan yang

panjang meliputi persoalan tentang apakah proporsi diri setiap badan perwakilan

baru harus terdiri atas golongan-golongan semacam itu.

Nasution menginginkan tentara bebas dari campur tangan partai politik,

tetapi terwakili secara langsung di segala tingkat pemerintahan melalui golongan

fungsional militer. Pada bulan November 1958 Nasution merumuskan usulan ini

sebagi doktrin jalan tengah; dimana tentara tidak akan disisihkan dari aturan

aturan politik atau tidak akan mengambil alih pemerintahan. Dengan perasaan

yang cemas atas kekuasaan Nasution. Akhirnya Soekarno menerima usul

Nasution itu. Pada tanggal 5 Juli 1959. Soekarno membubarkan Majelis

Konstituante dan memberlakukan kembali Undang-Undang Dasar yang lama.

Pada tanggal 9 Juli 1959 diumumkan suatu “Kabinet Kerja” dengan Soekarno

sebagai Perdana Menteri dan Djuanda sebagai menteri utama. Pada bulan Juli itu

juga lembaga-lembaga demokrasi terpimpin pun diumumkan, Dewan Nasional

dibubarkan dan dibentuk dewan Pertimbangan Agung.

Faktor lain yang melatar belakangi munculnya dekrit Presiden adalah

kegagalan konstituante dalam menetapkan UUD 1945 sebagai pengganti UUDS

1950. Konstituante merupakan badan yang bertugas untuk membuat UUD

(konstituante). Di dalam konstituante terdapat tiga kelompok yang berbeda

prinsip, yaitu :

1. Golongan islam yang menghendaki dasar negara Islam

2. Golongan nasionalis yang menghendaki dasar negara pancasila

Page 6: Makalah Kelompok 10 (Dekrit Presiden)

6

3. Golongan komunis yang menghendaki dasar negara komunis (Suprapto,

1985:200)

Prinsip ketiga kelompok ini sulit untuk dikompromikan, sehingga sidang

konstituante untuk menetapkan UUD mengalami jalan buntu. Dalam amanatnya

tanggal 22 April 1959 di depan sidang konstituante, Presiden Soekarno

mengharapkan agar kembali kepada UUD 1945. Tentu saja anjuran Presiden ini

ada yang setuju dan ada pula yang tidak menyetujuinya. Untuk itu harus diadakan

permusyawaratan dalam konstituante guna mendapatkan suatu mufakat. Tetapi hal

ini berkali kali dijalankan tanpa hasil yang memuaskan.

Satu satunya jalan ialah pemungutan suara untuk mengetahui anggota yang

setuju dan anggota yang tidak setuju. Pada tanggal 30 mei 1959 diadakan

pemungutan suara (voting). Dari 468 anggota yang hadir, yang setuju kembali ke

UUD 1945 adalah 269 orang dan yang tidak setuju ada 199 orang, hasil ini belum

memenuhi syarat. Pemungutan suara seperti ini diadakan sampai tiga kali,

meskipun angkanya tidak sama namun hasilnya tetap tidak memenuhi persyaratan

dalam menentukan keputusan.

Keadaan bertambah sulit, karena anggota konstituante sudah menjalani masa

reses, dan sulit untuk dikumpulkan. Ditambah lagi sudah banyak anggota

konstituante yang malas untuk datang menghadiri sidang. Keadaan seperti ini

akan membawa kepada situasi dan kondisi yang tidak menentu. Sebagai akhir

kemelut ini Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit tanggal 5 Juli 1959 yang

terkenal dengan nama “dekrit presiden”. Yang isinya menetapkan :

1. Pembubaran konstituante

2. Tidak berlakunya UUDS 1950

3. Berlakunya kembali UUD 1945

4. Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang singkat.

Namun demikian, dekrit presiden ini sudah memenuhi syarat-syarat suatu dekrit,

karena :

Page 7: Makalah Kelompok 10 (Dekrit Presiden)

7

1. Dikeluarkan oleh penguasa tertinggi yaitu Presiden Soekarno

2. Secara sepihak yaitu menurut kehendak dari Presiden sendiri tanpa ada

suatu musyawarah atau persetujuan terlebih dulu dari lembaga legislative

3. Demi keselamatan bangsa dan negara

2.2 Isi dan Penjelasan Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Penjelasan Dekrit Preisden (5 Juli 1959), Pada Pemilu I tahun 1955 rakyat

selain memilih anggota DPR juga memilih anggota badan Konstituante. Badan Ini

bertugas menyusun Undang-Undang Dasar sebab ketika Indonesia kembali ke

Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak tahun 1950 menggunakan Undang-

Undang Dasar Sementara (1950). Sejak itu pula di negara kita diterapkan

Demokrasi Liberal dengan sistem Kabinet Parlementer. Pertentangan antarpartai

politik seringkali terjadi. Situasi politik dalam negeri tidak stabil dan di daerah-

daerah mengalami kegoncangan karena berdirinya berbagai dewan, seperti Dewan

Manguni di Sulawesi Utara, Dewan Gajah di Sumatera Utara, Dewan Banteng di

Sumatera Tengah, Dewan Garuda di Sumatera Selatan, Dewan Lambung

Mangkurat di Kalimantan Selatan yang kemudian menjadi gerakan yang ingin

memisahkan diri

Karena keadaan politik yang tidak stabil maka Presiden Soekarno pada

tanggal 21 Februari 1957 mengemukakan konsepnya yang terkenal dengan

“Konsepsi Presiden” yang isinya antara lain sebagai berikut:

Page 8: Makalah Kelompok 10 (Dekrit Presiden)

8

Isi Konsepsi Preisden

1. Sistem Demokrasi Liberal akan diganti dengan Demokrasi Terpimpin.

2. Akan dibentuk “Kabinet Gotong Royong”, yang menteri-menteriflya

terdiri atas orang-orang dan empat partai besar (PNI, Masyumi, NU, dan

PKI).

3. Pembentukan Dewan Nasional yang terdiri atas golongan-golongan

fungsional dalam masyarakat. Dewan mi bertugas memberi nasihat kepada

kabinet baik diminta maupun tidak.

Partai-partai Masyumi, NU, PSII, Katholik, dan PRI menolak konsepsi ini dan

berpenadapat bahwa merubah susunan ketatanegaraan secara radikal harus

diserahkan kepada konstituante. Karena keadaan politik semakin hangat maka

Presiden Soekarno mengumumkan Keadaan Darurat Perang bagi seluruh wilayah

Indonesia. Gerakan-gerakan di daerah kemudian memuncak dengan

pemberontakan PRRI dan Permesta. Setelah keadaan aman maka Konstituante

mulai bersidang untuk menyusun Undang-Undang Dasar. Sidang Konstituante in

berlangsung sampai beberapa kali yang memakan waktu kurang lebih tiga tahun,

yakni sejak sidang pertama di Bandung tanggal 10 November 1956 sampai akhir

tahun 1958. Akan tetapi sidang tersebut tidak membuahkan hasil yakni untuk

merumuskan Undang-Undang Dasar dan hanya merupakan perdebatan sengit.

Perdebatan-perdebatan itu semakin memuncak ketika akan menetapkan dasar

negara. Persoalan yang menjadi penyebabnya adalah adanya dua kelompok yakni

kelompok partai-partai Islam yang menghendaki dasar negara Islam dan

kelompok partai-partai hon-Islam yang menghendaki dasar negara Pancasila.

Kelompok pendukung Pancasila mempunyai suara lebih besar dari pada golongan

Islam akan tetapi belum mencapai mayoritas 2/3 suara untuk mengesahkan suatu

keputusan tentang Dasar Negara (pasal 137 UUD S 1950).

Pada tanggal 22 April 1959 di hadapan Konstituante, Presiden Soekarno

berpidato yang isinya menganjurkan untuk kembali kepada Undang-Undang

Dasar 1945. Pihak yang pro dan militer menginginkan Presiden Soekarno untuk

Page 9: Makalah Kelompok 10 (Dekrit Presiden)

9

segera mengundangkan kembali Undang-Undang Dasar 1945 melalui dekrit.

Akhirnya pada tanggal 5 juli 1959 Presiden Soekarno menyampaikan dekrit

kepada seluruh rakyat Indonesia. Adapun isi dekrit presiden tersebut adalah :

2.3 Alasan dan Pengaruh Dikeluarkannya Dekrit 5 Juli 1959

Page 10: Makalah Kelompok 10 (Dekrit Presiden)

10

Alasan Dikeluarkannya Dekrit 5 Juli 1959

1. Kegagalan konstituante dalam menetapkan undang-undang dasar

sehingga membawa Indonesia ke jurang kehancuran sebab Indonesia

tidak mempunyai pijakan hukum yang mantap.

2. Situasi politik yang kacau dan semakin buruk

3. Konflik antar partai politik yang mengganggu stabilitas nasional

4. Banyaknya partai dalam parlemen yang saling berbeda pendapat

5. Masing-masing partai politik selalu berusaha untuk menghalalkan

segala cara agar tujuan partainya tercapai.

6. Undang-undang Dasar yang menjadi pelaksanaan pemerintahan negara

belum berhasil dibuat sedangkan Undang-undang Dasar Sementara

(UUDS 1950) dengan sistem pemerintahan demokrasi liberal dianggap

tidak sesuai dengan kondisi kehidupan masyarakat Indonesia.

7. Terjadinya sejumlah pemberontakan di dalam negeri yang semakin

bertambah gawat bahkan menjurus menuju gerakan sparatisme.

Pengaruh Dikeluarkannya Dekrit 5 Juli 1959

Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 maka negara

kita memiliki kekuatan hukum untuk menyelamatkan negara dan bangsa

Indonesia dan ancaman perpecahan.Sebagai tindak lanjut dan Dekrit

Presiden 5 Juli 1959 maka dibentuklah beberapa lembaga negara yakni:

Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), Dewan

Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) maupun Dewan Perwakilan

Rakyat Gotong Royong (DPR - GR). Dalam pidato Presiden Soekarno

berpidato pada tanggal 17 Agustus 1959 yang berjudul “Penemuan

Kembali Revolusi Kita”. Pidato yang terkenal dengan sebutan “Manifesto

Politik Republik Indonesia” (MANIPOL) ini oleh DPAS dan MPRS

dijadikan sebagai Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).

Menurut Presiden Soekarno bahwa inti dan Manipol ini adalah

Undang- Undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi

Page 11: Makalah Kelompok 10 (Dekrit Presiden)

11

Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia. Kelima inti

manipol ini sering disingkat USDEK. Dengan demikian sejak

dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 memiliki pengaruh yang besar

dalam kehidupan bemegara ini baik di bidang politik, ekonomi maupun

sosial budaya. Dalam bidang politik, semua lembaga negara harus

berintikan Nasakom yakni ada unsur Nasionalis, Agama, dan Komunis.

Dalam bidang ekonomi pemerintah menerapkan ekonomi terpimpin, yakni

kegiatan ekonomi terutama dalam bidang impor hanya dikuasai orang-

orang yang mempunyai hubungan dekat dengan pemerintah. Sedangkan

dalam bidang sosial budaya, pemerintah melarang budaya-budaya yang

berbau Barat dan dianggap sebagai bentuk penjajahan baru atau Neo

Kolonialis dan imperalisme (Nekolim) sebab dalam hal ini pemerintah

lebih condong ke Blok Timur.

2.4 Dampak Dikeluarkannya Dekrit 5 Juli 1959

Dampak Positif

Dampak positif diberlakukannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959:

Menyelamatkan negara dari perpecahan dan krisis politik

berkepanjangan.

Memberikan pedoman yang jelas, yaitu UUD 1945 bagi kelangsungan

negara.

Merintis pembentukan lembaga tertinggi negara, yaitu MPRS dan

lembaga tinggi negara berupa DPAS yang selama masa Demokrasi

Parlemen tertertunda pembentukannya.

Dampak Negatif

Dampak negatif diberlakukannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959:

Page 12: Makalah Kelompok 10 (Dekrit Presiden)

12

Ternyata UUD 1945 tidak dilaksanakan secara murni dan konsekuen.

UUD 45 yang harusnya menjadi dasar hukum konstitusional

penyelenggaraan pemerintahan pelaksanaannya hanya menjadi slogan-

slogan kosong belaka.

Memberi kekeuasaan yang besar pada presiden, MPR,dan lembaga

tinggi negara. Hal itu terlihat pada masa Demokrasi terpimpin dan

berlanjut sampai Orde Baru.

Memberi peluang bagi militer untuk terjun dalam bidang politik. Sejak

Dekrit, militer terutama Angkatan Darat menjadi kekuatan politik yang

disegani. Hal itu semakin terlihat pada masa Orde Baru dan tetap

terasa sampai sekarang.

BAB III

PENUTUP

Page 13: Makalah Kelompok 10 (Dekrit Presiden)

13

3.1 Kesimpulan

Dekret Presiden 1959 dilatarbelakangi oleh kegagalan Badan Konstituante

untuk menetapkan UUD baru sebagai pengganti UUDS 1950. Anggota

konstituante mulai bersidang pada 10 November 1956. Namun pada kenyataannya

sampai tahun 1958 belum berhasil merumuskan UUD yang diharapkan.

Sementara, di kalangan masyar3akat pendapat-pendapat untuk kembali kepada

UUD '45 semakin kuat. Dalam menanggapi hal itu, Presiden Soekarno lantas

menyampaikan amanat di depan sidang Konstituante pada 22 April 1959 yang

isinya menganjurkan untuk kembali ke UUD '45.

Dengan demikian dekrit Presiden Tanggal 5 Juli 1959, pukul 17.00 Ir.

Sukarno selaku Presiden Republik Indonesia/Panglima tinggi Angkatan Perang

mengeluarkan Dekrit, yang menyatakan, bahwa terhitung mulai hari tanggal

penetapan Dekrit itu UUD 1945 berlaku lagi bagi segenap Bangsa Indonesia dan

seluruh tumpah darah Indonesia dan tidak lagi UUDS.

Partai-partai yang menolak KONSEPSI PRESIDEN;

1. Masyumi

2. Nadatul Ulama

3. PSII

4. Partai Katolik

5. Partai Rakyat Indonesia

Alasan Penolakan Konsepsi Presiden”

1. Hak mengubah tata negara secara radikal ada pada Dewan Konstituante.

2. Secara prinsipial partai-partai menolak Konsepsi Presiden karena PKI

diikutsertakan dalam pemerintahan.

Pendukung Dekrit :

1. Makamah Agung

Page 14: Makalah Kelompok 10 (Dekrit Presiden)

14

2. DPR (hasil Pemilu 1955)

3. KSAD

4. Berbagai golongan masyarakat

Page 15: Makalah Kelompok 10 (Dekrit Presiden)

15

DAFTAR PUSTAKA

Alian. 2004. Sejarah Nasional Indonesia IV. Palembang : Modul.

M.C. Ricklefs. 2005. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gajah Mada

_____University Press.

Rahardjo, Iman Toto dan Herdianto. 2001. Bung Karno Wacana Konstitusi dan

_____Demokrasi. Jakarta : Grasindo.

http://www.artikelsiana.com/2014/09/isi-dan-penjelasan-dekrit-presiden-5.html#_

_____Diakses pada tanggal 30 Maret 2015.

http://www.katailmu.com/2011/03/sejarah-dekrit-presiden-5-juli-1959.html

Diakses _____pada tanggal 30 Maret 2015.