Makalah Imam Syafi'i Dan Cara Pengambilan Hukumnya Catatan Mahasiswa Syari'Ah

15
CARA PENGAMBILAN HUKUM IMAM SYAFI’I Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Tarikh Tasyriq yang diampu oleh Bapak Ali Ridho L.c Disusun Oleh : AGUS SANROSAD AHMAD FAIYUN AJI SANTOSO AHAKINA KHUSNIATY W ANA RESTYA FSHI / AS SEMESTER V UNSIQ JAWA TENGAH DI WONOSOBO 2011 MAKALAH IMAM SYAFI'I DAN CARA PENGAMBILAN HUK... http://sanrosad.blogspot.com/2012/02/makalah-imam-syafii-dan-cara.html 1 of 15 10/2/2012 8:35 AM

description

imamam safei

Transcript of Makalah Imam Syafi'i Dan Cara Pengambilan Hukumnya Catatan Mahasiswa Syari'Ah

Page 1: Makalah Imam Syafi'i Dan Cara Pengambilan Hukumnya Catatan Mahasiswa Syari'Ah

CARA PENGAMBILAN HUKUM IMAM

SYAFI’IMakalah ini disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Tarikh Tasyriq

yang diampu oleh Bapak Ali Ridho L.c

Disusun Oleh :

AGUS SANROSAD

AHMAD FAIYUN

AJI SANTOSO

AHAKINA KHUSNIATY W

ANA RESTYA

FSHI / AS SEMESTER V

UNSIQ JAWA TENGAH DI

WONOSOBO

2011

MAKALAH IMAM SYAFI'I DAN CARA PENGAMBILAN HUK... http://sanrosad.blogspot.com/2012/02/makalah-imam-syafii-dan-cara.html

1 of 15 10/2/2012 8:35 AM

Page 2: Makalah Imam Syafi'i Dan Cara Pengambilan Hukumnya Catatan Mahasiswa Syari'Ah

BAB I

PENDAHULUANDalam islam kita mengenal empat imam madzhab besar, yang tokoh-

tokohnya terdiri dari Imam Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali.

Pandangan-pandangan dari empat ke empat madzhab lebih dikenal

kaitannya dalam studi ilmu fiqih, yang mana mereka mempunyai

perbedaan pendapat dalam menganalisa tentang kedudukan dan

penerapan hukum islam[1]

. Namun disini pemakalah hanya

akan membahas sedikit mengenai imam Syafi’i, bagaimana kisah

hidupnya, cara pengambilan hukum dan sumber hokumnya. Karena

Imam Syafi’I secara khusus dikenang karena membangun dan

mensistematisasi metode juris prudensi (secara tradisional disebut ushul

Fiqih) yang membahas dalil-dalil syara’utama, seperti Al Qur’an,

as-Sunnah, Ijma’, Qiyas dan beberapa sumber bernilai lainnya yang tidak

seluruhnya diterima oleh seluruh madzhab-madzhab dibidang hokum.[2]

LATAR BELAKANG MASALAH

1. Siapakah Imam Syafi’I dan bagaimana kehidupannya?

2. Jelaskan mengenai pola pemikiran, factor- factor yang mempengaruhi

dan metode ijtihad imam Syafi’i dalam menetapkan hokum islam?

3. Bagaimana seluk beluk Qaul Qodim dan Qoul Jadid?

BAB I

PEMBAHASAN

Riwayat singkat kehidupan Imam Syafi’i

Sebagaimana dalam sejarah, Imam Syafi’i hidup pada masa-masa

awal pemerintahan Bani ‘Abbasiyah yang berhasil merebut kekuasaan

dari Bani Umayyah. Pada masa itu, setiap khalifah dari Bani ‘Abbasiyah

hampir selalu menghadapi pemberontakan orang-orang dari kalangan

‘Alawiyah. Kenyataan ini membuat mereka bersikap sangat kejam dalam

memadamkan pemberontakan orang-orang ‘Alawiyah yang sebenarnya

masih saudara mereka sebagai sesama Bani Hasyim. Dan hal itu

menggoreskan rasa sedih yang mendalam pada kaum muslimin secara

umum dan pada diri Imam Syafi’i secara khusus. Dia melihat orang-orang

dari Ahlu Bait Nabi menghadapi musibah yang mengenaskan dari

penguasa. Maka berbeda dengan sikap ahli fiqih selainnya, beliau pun

menampakkan secara terang-terangan rasa cintanya kepada mereka

tanpa rasa takut sedikitpun, suatu sikap yang saat itu akan membuat

MAKALAH IMAM SYAFI'I DAN CARA PENGAMBILAN HUK... http://sanrosad.blogspot.com/2012/02/makalah-imam-syafii-dan-cara.html

2 of 15 10/2/2012 8:35 AM

Page 3: Makalah Imam Syafi'i Dan Cara Pengambilan Hukumnya Catatan Mahasiswa Syari'Ah

pemiliknya merasakan kehidupan yang sangat sulit.

a. Kelahiran

Ia lahir di Gaza palestina Kebanyakan ahli sejarah berpendapat

bahwa Imam Syafi'i lahir di Gaza, Palestina, namun di antara pendapat

ini terdapat pula yang menyatakan bahwa dia lahir di Asqalan; sebuah

kota yang berjarak sekitar tiga farsakh dari Gaza. Menurut para ahli

sejarah pula, Imam Syafi'i lahir pada tahun 150 H, yang mana pada tahun

ini wafat pula seorang ulama besar Sunni yang bernama Imam Abu

Hanifah[3] .

b. Nasab

Imam Syafi'i merupakan keturunan dari al-Muththalib, jadi dia

termasuk ke dalam Bani Muththalib. Nasab Beliau adalah Muhammad bin

Idris bin Al-Abbas bin Utsman bin Syafi’ bin As-Sa’ib bin Ubaid bin Abdi

Yazid bin Hasyim bin Al-Mutthalib bin Abdulmanaf bin Qushay bin Kilab

bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin An-Nadhr

bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar

bin Ma’ad bin Adnan. Nasabnya bertemu dengan Rasulullah di Abdul-

Manaf.

Dari nasab tersebut, Al-Mutthalib bin Abdi Manaf, kakek Muhammad bin

Idris Asy-Syafi`ie, adalah saudara kandung Hasyim bin Abdi Manaf kakek

Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wa alihi wasallam .

Kemudian juga saudara kandung Abdul Mutthalib bin Hasyim, kakek Nabi

Muhammad shallallahu `alaihi wa alihi wasallam , bernama Syifa’,

dinikahi oleh Ubaid bin Abdi Yazid, sehingga melahirkan anak bernama

As-Sa’ib, ayahnya Syafi’. Kepada Syafi’ bin As-Sa’ib radliyallahu

`anhuma inilah bayi yatim tersebut dinisbahkan nasabnya sehingga

terkenal dengan nama Muhammad bin Idris Asy-Syafi`ie Al-Mutthalibi.

Dengan demikian nasab yatim ini sangat dekat dengan Nabi Muhammad

shallallahu `alaihi wa alihi wasallam .

Bahkan karena Hasyim bin Abdi Manaf, yang kemudian melahirkan Bani

Hasyim, adalah saudara kandung dengan Mutthalib bin Abdi manaf, yang

melahirkan Bani Mutthalib, maka Rasulullah bersabda:

“ Hanyalah kami (yakni Bani Hasyim) dengan mereka (yakni Bani

Mutthalib) berasal dari satu nasab. Sambil beliau menyilang-nyilangkan

jari jemari kedua tangan beliau. “

HR. Abu Nu’aim

Al-Asfahani dalam Hilyah nya juz 9 hal. 65 – 66

C. PENDIDIKAN IMAM SYAFI’I

Setelah ayah Imam Syafi’i meninggal dan dua tahun

kelahirannya, sang ibu membawanya ke Mekah, tanah air nenek

moyang. Ia tumbuh besar di sana dalam keadaan yatim. Sejak kecil

Syafi’i cepat menghafal syair, pandai bahasa Arab dan sastra

sampai-sampai Al Ashma’i berkata,”Saya mentashih syair-syair bani

Hudzail dari seorang pemuda dari Quraisy yang disebut Muhammad

bin Idris,” Imam Syafi’i adalah imam bahasa Arab.

i) Belajar di Madinah

Kemudian beliau pergi ke Madinah dan berguru fiqh kepada

Imam Malik bin Anas. Ia mengaji kitab Muwattha’ kepada Imam Malik

dan menghafalnya dalam 9 malam. Imam Syafi’i meriwayatkan hadis

MAKALAH IMAM SYAFI'I DAN CARA PENGAMBILAN HUK... http://sanrosad.blogspot.com/2012/02/makalah-imam-syafii-dan-cara.html

3 of 15 10/2/2012 8:35 AM

Page 4: Makalah Imam Syafi'i Dan Cara Pengambilan Hukumnya Catatan Mahasiswa Syari'Ah

dan menghafalnya dalam 9 malam. Imam Syafi’i meriwayatkan hadis

dari Sufyan bin Uyainah, Fudlail bin Iyadl dan pamannya, Muhamad

bin Syafi’ dan lain-lain.

Di majelis beliau ini, si anak yatim tersebut menghapal dan

memahami dengan cemerlang kitab karya Imam Malik, yaitu

Al-Muwattha’ . Kecerdasannya membuat Imam Malik amat

mengaguminya. Sementara itu As-Syafi`i sendiri sangat terkesan dan

sangat mengagumi Imam Malik di Al-Madinah dan Imam Sufyan bin

Uyainah di Makkah.

Beliau menyatakan kekagumannya setelah menjadi Imam dengan

pernyataannya yang terkenal berbunyi: “Seandainya tidak ada Malik

bin Anas dan Sufyan bin Uyainah, niscaya akan hilanglah ilmu dari

Hijaz.” Juga beliau menyatakan lebih lanjut kekagumannya kepada

Imam Malik: “Bila datang Imam Malik di suatu majelis, maka Malik

menjadi bintang di majelis itu.” Beliau juga sangat terkesan dengan

kitab Al-Muwattha’ Imam Malik sehingga beliau menyatakan: “Tidak

ada kitab yang lebih bermanfaat setelah Al-Qur’an, lebih dari kitab

Al-Muwattha’ .” Beliau juga menyatakan: “Aku tidak membaca

Al-Muwattha’ Malik, kecuali mesti bertambah pemahamanku.”[4]

Dari berbagai pernyataan beliau di atas dapatlah diketahui bahwa

guru yang paling beliau kagumi adalah Imam Malik bin Anas,

kemudian Imam Sufyan bin Uyainah. Di samping itu, pemuda ini juga

duduk menghafal dan memahami ilmu dari para Ulama’ yang ada di

Al-Madinah, seperti Ibrahim bin Sa’ad, Isma’il bin Ja’far, Atthaf bin

Khalid, Abdul Aziz Ad-Darawardi. Ia banyak pula menghafal ilmu di

majelisnya Ibrahim bin Abi Yahya. Tetapi sayang, guru beliau yang

disebutkan terakhir ini adalah pendusta dalam meriwayatkan hadits,

memiliki pandangan yang sama dengan madzhab Qadariyah yang

menolak untuk beriman kepada taqdir dan berbagai kelemahan fatal

lainnya. Sehingga ketika pemuda Quraisy ini telah terkenal dengan

gelar sebagai Imam Syafi`i, khususnya di akhir hayat beliau, beliau

tidak mau lagi menyebut nama Ibrahim bin Abi Yahya ini dalam

berbagai periwayatan ilmu.

ii) Di Yaman

Imam Syafi’i kemudian pergi ke Yaman dan bekerja sebentar di

sana. Disebutkanlah sederet Ulama’ Yaman yang didatangi oleh

beliau ini seperti: Mutharrif bin Mazin, Hisyam bin Yusuf Al-Qadli dan

banyak lagi yang lainnya. Dari Yaman, beliau melanjutkan tour

ilmiahnya ke kota Baghdad di Iraq dan di kota ini beliau banyak

mengambil ilmu dari Muhammad bin Al-Hasan, seorang ahli fiqih di

negeri Iraq. Juga beliau mengambil ilmu dari Isma’il bin Ulaiyyah dan

Abdul Wahhab Ats-Tsaqafi dan masih banyak lagi yang lainnya.

ii) Di Baghdad, Irak

Kemudian pergi ke Baghdad (183 dan tahun 195), di sana ia

menimba ilmu dari Muhammad bin Hasan. Ia memiliki tukar pikiran

yang menjadikan Khalifah Ar Rasyid. Dan selama beliau di Iraq,

MAKALAH IMAM SYAFI'I DAN CARA PENGAMBILAN HUK... http://sanrosad.blogspot.com/2012/02/makalah-imam-syafii-dan-cara.html

4 of 15 10/2/2012 8:35 AM

Page 5: Makalah Imam Syafi'i Dan Cara Pengambilan Hukumnya Catatan Mahasiswa Syari'Ah

yang menjadikan Khalifah Ar Rasyid. Dan selama beliau di Iraq,

dapatlah menambah dan meluaskan ilmu pengetahuan fiqh ahli Iraq;

pun beliau dapat pula menambah pengetauan tentang cara-cara

Qadhy (hakim) memeriksa perkara dan memutuskan urusan,

cara-cara memberi fatwa dan menjatuhkan hokum dan sebagainya

yang dilakukan oleh para Qadht dan Mufty disana (kepala agama

yang bertanggung jawab tentang masalah-masalah agama), yang

selamanya belum pernah beliau ketahui selama di Hijaz.[5]

Beliau juga

mendirikan madzhab Qadim / Qaul Qadim.[6]

iii) Di Mesir

Imam Syafi’i bertemu dengan Ahmad bin Hanbal di Mekah tahun

187 H dan di Baghdad tahun 195 H. Dari Imam Ahmad bin Hanbal,

Imam Syafi’i menimba ilmu fiqhnya, ushul madzhabnya, penjelasan

nasikh dan mansukhnya. Kalau di Baghdad ia menamakan madzhab

Al-Qadhim, maka madzhab di Mesir ini disebut Al-Jadid . ada

diantara fatwanya, pada Al-Qadim berbeda dengan fatwanya di Al

Jadid ini. Disebutkan Qaulul Qadim dan Qaulul Jadid[7]

. Di sana beliau

wafat sebagai syuhadaul ilm di akhir bulan Rajab hari jumat 204 H[8]

.

D. KARYA TULIS IMAM SYAFI’I

Kami hanya mengambil tiga karya Imam Syafi’I yang paling

termashyhur saja, diantaranya adalah :

i) Kitab Ar Risalah

Dalam kitab ini disusun oleh beliau secara sistematis, dimana

didalamnya membahas tentang beberapa ketentuan yang nada di

dalam dua nash, baik itu terdapat dalam Al Qur;an dan al-Hadits,

masalah-masalah yang berkaitan dengan adanya Nasikh-Mansukh,

syarat-syarat penerimaan sanad dari para perowi tunggal, masalah-

masalah yang berkaitan dengan Ijma’, Ijtihad, Istihsan dan

al-Qiyas.[9]

Kitab ini diriwayatkan oleh

Ar-Rabi’ bin Sulaiman Al-Murady[10]

.

ii) Kitab Al Umm

Sementara kitab “Al Umm” sebagai madzhab yang baru Imam

Syafi’i diriwayatkan oleh pengikutnya di Mesir; Al Muzani, Al Buwaithi,

Ar Rabi’ Jizii bin Sulaiman. Imam Syafi’i mengatakan tentang

madzhabnya,”Jika sebuah hadits shahih bertentangan dengan

perkataanku, maka ia (hadis) adalah madzhabku, dan buanglah

perkataanku di belakang tembok,”[11]

pembahasan dalam kitab ini,

terdiri dari masalah-masalah yang berkaitan ‘Ibadah, Muamalah,

masalah pidana da Munakahat. Bahkan dalam kitab ini dijelaskan

tentang adanya bantahan Muhammad bin Hasan al-Syaibaniy

terhadap aliran Madinah dalam bentuk perselisihan pandangan

MAKALAH IMAM SYAFI'I DAN CARA PENGAMBILAN HUK... http://sanrosad.blogspot.com/2012/02/makalah-imam-syafii-dan-cara.html

5 of 15 10/2/2012 8:35 AM

Page 6: Makalah Imam Syafi'i Dan Cara Pengambilan Hukumnya Catatan Mahasiswa Syari'Ah

antara Imam Abu Hanifah dengan Abi Laits. Dengan demikian, maka

dapat dikatakan bahwa kitab al-Umm ini, merupakan hasil dari

penggabungan beberapa kitab dalam berbagai pandangan

Mujtahid.[12]

iii) Kitab ‘’Ikhtilaf Malik Wa Syafi’I”

Yaitu kitab yang membahas masalah terjadinya ikhtilaf antara Ali

dan Ibu Mas’ud dan antara Imam Syafi’I dengan Abu Hanifah.

E. POLA PEMIKIRAN, FAKTOR-FAKTOR yang MEMPENGARUHI DAN

METODE ISTIDLAL IMAM SYAFI’I DALAM MENETAPKAN HUKUM

ISLAM

i) Pola Pemikiran dan Faktor

Imam Syafi’i termasuk salah seorang imam madzhab

yang masuk kedalam jajaran “Ahli Al Sunnah wal Jama’ah”, yang

didalam bidang “furu’iyyah” ada dua kelompok yaitu : “Ahl

al-Hadits” dan “Ahl al-Ra’yu” dan beliay sendiri termasuk “Ahl

al-Hadits”. Imam Syafi’I termasuk imam madzhab yang mendapat

julukan “Rihalah fi Thalab al-‘Ilm” yang pernah meninggalkan

Mekkah pergi ke Hijaz untuk menuntut ilmu kepada Imam Malik

dank e Irak menuntut ilmu ke Muhammad Ibn al-Hassan (seorang

murid Imam Abu Hanifah). Karena kedua guru inilah, beliau

termasuk kelompok Ahl al-Hadits, tetapi dalam bidang fiqih

banyak terpengaruh oleh kelompok “Ahl al-Ra’yu” dengan melihat

metode penerapan hokum yang beliau pakai.

Sebagai seorang yang mengikuti manhaj Ash-habul

Hadits, beliau dalam menetapkan suatu masalah terutama

masalah aqidah selalu menjadikan Alquran dan Sunnah Nabi

sebagai landasan dan sumber hukumnya. Beliau selalu

menyebutkan dalil-dalil dari keduanya dan menjadikannya hujjah

dalam menghadapi penentangnya, terutama dari kalangan ahli

kalam. Beliau berkata, “Jika kalian telah mendapatkan Sunnah

Nabi, maka ikutilah dan janganlah kalian berpaling mengambil

pendapat yang lain.”Karena komitmennya mengikuti sunnah dan

membelanya itu, beliau mendapat gelar Nashir as-Sunnah wa

al-Hadits.

Orang yang menerima apa yang datang dari Rasulullah

berarti ia telah menerima apa yang datang dari Allah, karena Dia

telah mewajibkan kita untuk mentaatinya”. Beliau berdalil dengan

sejumlah ayat di antaranya firman Allah,” Hai orang-orang yang

beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(-Nya), dan ulil amri di

antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang

sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Alquran) dan

Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah

dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama

(bagimu) dan lebih baik akibatnya”, (QS. 4:59).

Bantahan Imam Syafi’i kepada orang yang mengingkari

sunnah sebagai hujjah.

MAKALAH IMAM SYAFI'I DAN CARA PENGAMBILAN HUK... http://sanrosad.blogspot.com/2012/02/makalah-imam-syafii-dan-cara.html

6 of 15 10/2/2012 8:35 AM

Page 7: Makalah Imam Syafi'i Dan Cara Pengambilan Hukumnya Catatan Mahasiswa Syari'Ah

sunnah sebagai hujjah.

1. Allah telah mewajibkan kita untuk mengikuti sunnah

Rasulullah dan menyuruh kita mematuhi perintah dan menjauhi

larangannya.

2. Tidak ada cara lain bagi kita untuk mentaati perintah

Allah tersebut kecuali dengan mengamalkan apa yang datang

dari Rasulullah dengan lapang dada dan bersih hati dari

keinginan untuk menolaknya, serta pasrah pada perintah dan

hukum-hukumnya.

3. Seorang muslim membutuhkan sunnah Rasulullah

untuk menjelaskan globalitas isi Al-Qur’an.

Pandangan Imam Asy-Syafi’i tentang hadits Ahad

Hadits Ahad adalah hadits yang tidak memenuhi semua

atau sebagian syarat –syarat hadits mutawattir. Yaitu

diriwayatkan oleh orang banyak yang menurut adat dan logika

mereka tidak mungkin berdusta, dan diriwayatkan dari orang

banyak dan menyandarkan hadit kepada sesuatu yang bisa

dirasakan oleh indera.

ii) Sumber hukum dan Metode Imam Syafi’i dalam

berhujjah

Oleh karena itu Imam Syafi'i tidak sekedar mendasarkan

sunnah pada al Qur'an, tetapi juga berupaya meletakkan asumsi

dasar bahwa sunnah adalah bagian organik dalam struktur al

Qur'an ditinjau dari pengertian semantiknya. Karena al Qur'an

dan Sunnah menjadi struktur organik semantik, maka syafi'I pun

dapat membangun ijma' atas dasar struktur tersebut hingga

menjadi teks tasyri' yang memperleh signifikasinya dari

pengertian teks yang tersusun dari al Qur'an dan sunnah. Sumber

ke empat dalam fiqih Imam Syafi'i adalah qiyas yang juga diambil

dari teks yang tersusun dari ke tiga dasar sebelumnya.

Para ulama' setelah Syafi'i menyebutkan al Kitab sebagai

sumber hukum Islam pertama dan sunnah sebagai sumber kedua

setelah al kitab, begitu juga sebelum Imam Syafi'i, seperti Imam

Abu Hanifah yang menyetujui bahwa dalam pengambilan hukum

pertama harus dari al kitab, kemudian kalau tidak diperoleh, baru

mengambil dari sunnah. Sama halnya juga dengan Mu'az bin

Jabal ketika ditanya oleh nabi: "Dengan apa kamu memutuskan

sesuatu?", kemudian jawabnya: "Saya memutuskan sesuatu

dengan Kitab Allah. Jika tidak didapati di dalamnya maka dengan

sunnah rosulullah, dan jika tidak didapatkan lagi maka saya

berijtihad dengan akal.

Syafi'i meletakkan sunnah sejajar dengan al Qur'an dalam

hal sebagai hujjah karena sunnah juga berasal dari wahyu. Syafi'i

tidak menyamakan al Qur'an dan sunnah dalam segala aspek,

menurutnya perbedaannya paling tidak bahwa al Qur'an

mutawatir dan merupakan ibadah bagi yang membacanya

sedangkan kebanyakan sunnah tidak mutawatir juga

membacanya tidak dinilai pahala. Kedua, al Qur'an adalah kalam

Allah, sedangkan sunnah adalah perkataan nabi SAW. Syafi'i juga

MAKALAH IMAM SYAFI'I DAN CARA PENGAMBILAN HUK... http://sanrosad.blogspot.com/2012/02/makalah-imam-syafii-dan-cara.html

7 of 15 10/2/2012 8:35 AM

Page 8: Makalah Imam Syafi'i Dan Cara Pengambilan Hukumnya Catatan Mahasiswa Syari'Ah

Allah, sedangkan sunnah adalah perkataan nabi SAW. Syafi'i juga

menjelaskan bahwa sunnah tidak semartabat dengan al Qur'an

dalam masalah aqidah.

Al Qur'an

Syafi'i tidak memberikan batasan definitif bagi al Qur'an,

berdasarkan berbagai uraiannya, para pengikutnyalah yang

memberikan definisi terhadap al Qur'an. Misalnya definisi yang

diungkapkan Taj Al Din Al Subki, bahwa al Qur'an adalah lafadz

yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW sebagai mu'jizat

dan membacanya merupakan ibadah.

Menurut Syafi'i al Qur'an itu maknan dan lafdzon. Seluruh

al Qur'an terdiri atas bahasa Arab, tidak satu katapun di

dalamnya yang bukan bahasa Arab. Maka sejalan dengan itu ia

mengatakan bahwa setiap umat Islam diharuskan mempelajari

bahasa Arab sedapat mungkin (Mabalagahu juhduh) sehingga ia

dapat mengucapkan syahadat, membaca al Qur'an, dan

mengucapkan dzikir. Tuntutan itu merupakan fardhu ‘ain yang

berlaku secara umum, sedangkan penguasaan bahasa Arab

secara mendalam diwajibkan secara terbatas (fardhu kifayah)

atas para ulama'. Syafi'i menekankan pentingnya penguasaan

bahasa Arab karena tidak mungkin bisa memahami kandungan al

Qur'an tanpa penguasaan terhadap bahasa Arab.

Sunnah

Meskipun Syafi'i tidak mengemukakan rumusan dalam

bentuk definisi dan batasan sunnah, dapat diketahui dengan jelas

sunnah menurut Syafi'i yaitu perkataan, perbuatan, atau taqrir

yang disandarkan kepada nabi SAW. Secara umum, batasan

seperti ini diterima oleh para ulama' yang datang kemudian.

Seorang pembaca kitab-kitab Imam Syafi'i hampir dapat

memastikan bahwa penegakkan sunnah sebagai sumber hukum

merupakan obsesi agenda pemikirannya, bahkan yang paling

asasi. Karena itu kita tidak boleh lupa dengan signifikasi historis

dari pemberian gelar nashir al Sunnah (pembela tradisi)

kepadanya.

Syafi'i menegaskan bahwa sunnah merupakan hujjah

yang wajib diikuti samahalnya dengan al Qur'an. Untuk

mendukungnya dia mengajukan beberapa dalil, baik dalil naqli

maupun dalil aqli. Sejalan dengan pandangan tentang kokohnya

kedudukan sunnah, Syafi'i menegaskan bila telah ada hadits

yang shohih (tsabit) dari Rosulullah SAW, maka dalil dalil berupa

perkataan orang lain tidak diperlukan lagi. Jadi bila seseorang

telah menemukan hadits shohih, ia tidak lagi mempunyai pilihan

kecuali menerima dan dan mengikutinya. Syafi'i mengatakan

"Tidak benar, kalau sesuatu (dalam hal ini dunnah) suatu saat

dianggap sebagai hujjah tetapi pada kali lainnya tidak".

Tentang hubungan antara sunnah dengan al Qur'an,

Syafi'i mengemukakan bahwa fungsi sunnah sebagai berikut[13]

:

a) Sebagai penguat dalil dalil dalam al Qur'an

MAKALAH IMAM SYAFI'I DAN CARA PENGAMBILAN HUK... http://sanrosad.blogspot.com/2012/02/makalah-imam-syafii-dan-cara.html

8 of 15 10/2/2012 8:35 AM

Page 9: Makalah Imam Syafi'i Dan Cara Pengambilan Hukumnya Catatan Mahasiswa Syari'Ah

a) Sebagai penguat dalil dalil dalam al Qur'an

b) Sebagai penjelas dari ayat ayat al Qur'an yang masih global

(mujmal)

c) Sebagai tambahan; artinya mengatur hukum yang belum diatur

dalam al Qur'an

Bahwa sunnah tidak dapat menaskh al-Kitab. Fungsi

sunnah terhadap al-Kitab hanyalah mengikuti apa yang

diturunkan sebagai naskh,danmenafsirkan apa yang diturunkan

secara global (mujmal)… Dan firman Allah “tidak ada sepatutnya

bagiku untuk mengantinya dari diriku sendiri” (Yunus : 15)

merupakan penjelasan dari apa yang telah dikemukakan, bahwa

al-kitab hanya bias dinaskhkan oleh al-Kitab . Allah

mengawaliturunnya kewajiban, maka Dialah yang menghilangkan

apa yang Ia kehendaki. Hal itu tidak selayaknya dilakukan oleh

siapapun diantara makhlukNya.[14]

Syarat syarat penerimaan sunnah

Syafi'i membagi hadits menjadi dua, yaitu kabar

al-ammah (hadits mutawatir) dan kabar khashah (hadits ahad). Ia

memandang hadits mutawatir itu pasti, sehingga hadits tersebut

mutlak harus diterima sebagai dalil. Akan tetapi hadits ahad

hanya wajib diamalkan apabila hadits tersebut shohih. Pada

pokoknya, persyaratan yang ditetapkan oleh Syafi'i agar suatu

hadits dapat diamalkan sama dengan yang dikemukakan oleh

para ahli hadits dan ahli ushul fiqh pada masa kemudian, yakni

menyangkut tsiqoh (adalah dan dhobith) yang harus terpenuhi

pada setiap perawi dan kesinambungan sanad yang

diriwayatkannya serta tidak adanya cacat atau kelainan dalam

hadits tersebut.

2. Ijma'

"Ijma' adalah hujjah atas segala sesuatu karena ijma' itu

tidak mungkin salah" (Syafi'i). Syafi'i menyepakati bahwa ijma'

merupakan hujjah agama (hujjatd din). Ijma' menurut Syafi'i

adalah kesepakatan para ulama' pada suatu masa tentang

hukum syara'. Kedudukan ijma' sebagai hujjah adalah setelah al

Qur'an dan sunnah. Sehingga ijma' diakhirkan dari pada al Qur'an

dan sunnah. Oleh karena itu, ijma' yang menyelisihi al Qur'an dan

sunnah bukan merupakan hujjah dan dalam kenyataannya tidak

mungkin ada ijma' yang menyelisihi al Qur'an dan sunnah.

Apabila terjadi suatu peristiwa, maka peristiwa itu dikemukakan

kepada semua Mujtahid diwaktu terjadinya. Para Mjtahid itu

sepakat memutuskan/menentukan hukumnya[15]

.

Ijma' umat terbagi menjadi dua:

Ijma' Qauli, yaitu suatu ijma' di mana para ulama'

mengeluarkan pendapatnya dengan lisan ataupun tulisan yang

menerangkan persetujuannya atas pendapat mujtahid lain di

masanya.

Ijma' Sukuti, yaitu suatu ijma' di mana para ulama' diam,

tidak mengatakan pendapatnya. Diam di sini dianggap

MAKALAH IMAM SYAFI'I DAN CARA PENGAMBILAN HUK... http://sanrosad.blogspot.com/2012/02/makalah-imam-syafii-dan-cara.html

9 of 15 10/2/2012 8:35 AM

Page 10: Makalah Imam Syafi'i Dan Cara Pengambilan Hukumnya Catatan Mahasiswa Syari'Ah

tidak mengatakan pendapatnya. Diam di sini dianggap

menyetujui.

Menurut Imam Hanafi kedua macam ijma' tersebut adalah

ijma' yang sebenarnya. Menurut Imam Syafi'i hanya ijma' yang

pertama saja yang disebut ijma' yang sebenarnya.

Selain ijma' umat tersebut masih ada macam-macam

ijma' yang lain, yaitu:

Ijma' sahabat

Ijma' Khalifah yang empat

Ijma' Abu Bakar dan Umar

Ijma' ulama Madinah

Ijma' ulama Kufah dan Basrah

ijma' itrah (golongan Syiah)

Sandaran Ijma’

Ijma' tidak dipandang sah, kecuali apabila ada sandaran,

sebab ijma' bukan merupakan dalil yang berdiri sendiri. Sandaran

tersebut dapat berupa dalil qath'i yaitu Qur'an dan Hadits

mutawatir, juga dapat berupa dalil zhanni yaitu Hadits ahad dan

qiyas[16]

.Rumusan Syafi'i berbeda

dengan rumusan Imam Malik yang menganggap kesepakatan

penduduk Madinah sebagai ijma' dan rumusan madzhab Zahiri

yang membatasinya hanya pada kesepakatan para sahabat. Ijma'

yang mula-mula mendapat i'tibar dari Imam Syafi'i ialah ijma

sahabat dan ia menerima ijma' sebagai hujjah di tempat tak ada

nash. Kemudian yang perlu di ingatkan bahwa Imam Syafi'i tidak

menerima ijma' sukuti.

Sedangkan menurut Dr. Muh Zuhri[17]

yang

dimaksud ijma menurut Imam Syafi’ri adalah kesepakatan seluruh

ulama dalam kurun waktu yang sama, disana tidak boleh ada

seorang pun menyatakan perselisihan pendapatnya dalam kasus

yang dicarikan kesepakatannya. Teori ijma’ Imam Syafi’i tentunya

sulit diwujudkan kalau hendak dikatakan tidak mungkin. Namun

tampaknya ide ijma’ sebagai sumber hokum ini merupakan upaya

antisipasif agar masyarakat islam tetap terpelihara dalam

persatuan. Ulama fiqih termasuk Imam Syafi’I melihat pertikaian

politik dalam pemerintahan Islam yang melibatkan semua

masyarakat islam sudah sampai pada titik yang membahayakan.

Perpecahan ummat yang disebabkan perbedaan inilah yang

dirasa membahayakan persatuan. Lembaga ijma’ dimaksudkan

untuk menyatukan pandangan di kalangan para ulama. Dengan

kesatuan ulama maka akan terwujudlah persatuan ummat islam.

3. Qiyas

MAKALAH IMAM SYAFI'I DAN CARA PENGAMBILAN HUK... http://sanrosad.blogspot.com/2012/02/makalah-imam-syafii-dan-cara.html

10 of 15 10/2/2012 8:35 AM

Page 11: Makalah Imam Syafi'i Dan Cara Pengambilan Hukumnya Catatan Mahasiswa Syari'Ah

Imam Syafi'i adalah mujtahid yang mula-mula

menguraikan dasar qiyas. Para fuqaha sebelumnya membahas

tentang ar-Ra'yu tanpa menentukan batas-batasnya dan

dasar-dasar penggunaannya, tanpa menentukan norma-norma

Ra'yu yang shahih dan yang tidak shahih.

Imam Syafi'i membuat kaedah kaedah yang harus

dipegangi dalam menentukan mana ra'yu yang shahih dan yang

tidak shahih. Ia membuat kriteria bagi istinbath-istinbath yang

salah. Ia menentukan batas-batas qiyas, martabat-martabatnya,

dan kekutan hukum yang ditetapkan dengan qiyas. Juga

diterangkan syarat-syarat yang harus sempurna pada qiyas.

Sesudah itu diterangkan pula perbedaan antara qiyas dengan

macam-macam istinbath yang lain yang dipandang, kecuali qiyas.

Dengan demikian Imam Syafi'i adalah orang pertama dalam

menerangkan hakekat qiyas. Imam Syafi'i sendiri tidak membuat

ta'rif qiyas. Akan tetapi penjelasan penjelasannya, contoh-contoh,

bagian-bagian dan syarat-syarat menjelaskan hakekat qiyas,

yang kemudian dibuat ta'rifnya oleh ulama' ushul.

Biarpun ulama' ushul berbeda pendapat dalam

merumuskan definisi qias, namun secara implisit mereka

mempunyai kesepakatan terhadap rukun rukun qiyas. Hal ini

karena definisi yang berbeda tersebut tetap menekankan pada

empat unsur pembentuk qiyas, yaitu kasus yang ditetapkan oleh

nash (ashl), kasus yang baru akan ditentukan hukumnya (far'u),

sebab hkum ('illat), dan hukum yang telah ditentukan oleh nash

(hukm ashl). Ulama' ushul kemudian memberikan syarat syarat

terhadap masing masing unsur qiyas tersebut.

Pembagian Qiyas

Qiyas dilihat dari kekuatan 'illat yang terdapat pada far

dan ashl menurut al-Syafi'i dibagi menjadi tiga bentuk yaitu:

1. Qiyas yang iillat hukum cabangnya (far') lebih kuat

daripada iillat pada hukum ashl. Qiyas ini, oleh ulama ushul figh

Syafi'iyah disebut sebagai qiyas awlawi. Misalnya, mengqiyaskan

memukul pada ucapan "ah". Keharaman pada perbuatan

memukul lebih kuat daripada kaharaman ucapan "ah", karena

sifat menyakiti yang terdapat pada memukul lebih kuat dari yang

terdapat pada ucapan "ah".

2. Qiyas yang illat pada far' sama keadaan dan kekuatan

dengan 'illat yang pada ashl. Qiyas seperti ini, disebut oleh ulama

ushul Syafi'iyyah dengan al-qiyas al-musawi. Misalnya

mengqiyaskan membakar harta anak yatim kapada memakannya

secara tidak patut dalam menetapkan hukum haram. Artinya

membakar harta anak yatim atau memakannya secara tidak patut

adalah sama-sama merusak harta anak yatim dan hukumnya

sama-sama haram.

3. Qiyas yang illat hukum cabangnya (far') lebih lemah

dibamdingkan dengan illat hukum ashl. Qiyas seperti ini, disebut

dengan qiyas al-adna, seperti mengqiyaskan apel dengan

gandum dalam berlakunya riba fadhl, mengandung illat yang

MAKALAH IMAM SYAFI'I DAN CARA PENGAMBILAN HUK... http://sanrosad.blogspot.com/2012/02/makalah-imam-syafii-dan-cara.html

11 of 15 10/2/2012 8:35 AM

Page 12: Makalah Imam Syafi'i Dan Cara Pengambilan Hukumnya Catatan Mahasiswa Syari'Ah

sama, yaitu sama-sama makanan. Memperlakukan riba pada

apel lebih rendah daripada berlakunya hukum riba pada gandum

karena illat lebih kuat.

QOUL-QODIM DAN QOUL-JADID, SERTA

KEDUDUKANNYA DALAM MADZHAB.

Qaul Qodim dan Qoul jaded merupakan produk hokum

yang bernuansa social-politik dan social-kultur adalah dua fatwa

Imam Syafi’i yang dilakukan di dua daerah yang berbeda sosio-

kultur dan sosio-politiknya yaitu :

· Qaul Qadim : dimana situasi bagdad saat itu

merupakan daerah yang sangat sederhana dan

boleh dikatakan sangat terbelakang disbanding

dengan daerah lain.

· Qaul jaded : dimana daerah Mesir saat itu

merupakan daerah Metropolis yang

mengharuskan untuk berinteraksi dengan

memodifikasi terhadap putusan-putusan atau

fatwa-fatwa yang sudah pernah diputuskan,

sehingga prinsip Maslahah menjadi pertimbangan

yang sangat penting dalam setiap mengambil

keputusan, sebab keputusan yang diambil dalam

wujud qaul jadid merupakan pertimbangan

terhadap qaul qadim.

Secara umum bisa di katakan bahwa yang dianggap

pendapat Madzhab adalah ‘Qoul-Jadid’ seperti yang di katakan

Imam Syafi’i : “tidak dibenarkan menganggap Qoul Qodim

sebagai pendapat madzhab” , dan ini sesuai dengan Qoidah

Usuliyah : Jika seorang mujtahid berpendapat, kemudian setelah

itu dia berpendapat lain, maka yang kedua dianggap Ruju’/ralat

bagi yang pertama.

Tetapi Ulama Syafi’iyah merinci lebih jelas lagi :

1. Qoul-Jadid yang harus di pakai, sedang Qoul-Qodim

harus ditinggalkan, kecuali beberapa masalah yang berkisar

antara 14 sampai dengan 30 masalah.

2. Qoul-Jadid tidak bisa dianggap pendapat madzhab

kecuali dengan jelas Imam Syafi’i mengatakan bahwa dia sudah

meralat Qoul-Qodim. Sedang bilamana tidak ada penjelasan dari

Imam Syafi’i, maka dianggap ada 2 pendapat dalam madzhab.

3. Qoul Jadid secara mutlak dianggap sebagai pendapat

madzhab.

Dan pendapat ketiga inilah yang lebih medekati

kebenaran, mengingat ulama Syafi’iyyah setelah meneliti dengan

seksama, menyimpulkan bahwa masalah-masalah yang tersebut

dalam qoul-qodim ternyata semuanya tersebut dalam qoul-jadid ,

kalaupun ada ulama Syafi’iyyah yang memakai dan berfatwa

dengan qoul qodim, pada hakikatnya beliau berijtihad dan

ternyata sesuai dengan qoul qodim, seperti yang disampaikan

Imam Nawawi( 676 H).

Sedangkan pendapat yang kedua, ditolak oleh mayoritas

MAKALAH IMAM SYAFI'I DAN CARA PENGAMBILAN HUK... http://sanrosad.blogspot.com/2012/02/makalah-imam-syafii-dan-cara.html

12 of 15 10/2/2012 8:35 AM

Page 13: Makalah Imam Syafi'i Dan Cara Pengambilan Hukumnya Catatan Mahasiswa Syari'Ah

Sedangkan pendapat yang kedua, ditolak oleh mayoritas

ulama, sebagaimana dikatakan Abu Ishaq Al-Syiroozi ( 476 H)

dan Imam Nawawi : “Pendapat ini jelas salah, sebab antara Qoul

Qodim dan Qoul Jadid seperti dua nash yang bertentangan,

apabila tidak mungkin dipadukan, maka yang terakhir yang harus

dipakai sedang yang pertama di buang.

Sementara itu ada yang membandingkan dengan

madzhab Hanafi, yang bertentangan dengan madzhab Hanafi

adalah dianggap sebagai pendapat madzhab bukan yang sejalan,

sebab tidak mungkin Imam Syafi’i berbeda pendapat kecuali ada

dalil yang lebih kuat, dan itu adalah pilihan Syech Abu Hamid

Al-Ashfarooiniy ; tapi menurut Al-Qoffal Al-Syasyi ( 365 H ) justru

sebaliknya.

BAB III

PENUTUP

Sumber hukum yang dipegangi Imam Syafi'i dalam

menetapkan hukum adalah Al Qur'an, Sunnah, Ijma', dan Qiyas.

Urutan tersebut bersifat hierarki, artinya sumber hukum yang ada

di bawahnya tidak boleh bertentangan dengan yang di atasnya.

Imam Syafi'i pernah menetap di Baghdad, Iraq. Dan Selama

tinggal di sana, ia mengeluarkan ijtihad-ijtihadnya, yang mana

disebut sebagai Qaul Qadim. Karena adanya pergolakan serta

munculnya aliran Mu’tazilah yang ketika itu telah berhasil

mempengaruhi Kekhalifahan. Akhirnya Imam Syafi’i pindah ke

Mesir, ia melihat kenyataan dan masalah yang berbeda dengan

masalah sebelumnya (ketika tinggal di Baghdad). Imam Syafi’I

kemudian mengeluarkan ijtihad-ijtihad baru, yang dinamakan

sebagai Qaul Jadid. Daerah/negara yang Menganut Mazhab

mayoritas Syafi’I : Libia, Indonesia, Pilipina, Malaysia, Somalia,

Palestina, Yordania, Libanon, Siriya, Irak, Hijaz, Pakistan, India

Jaziraa, dll.

MAKALAH IMAM SYAFI'I DAN CARA PENGAMBILAN HUK... http://sanrosad.blogspot.com/2012/02/makalah-imam-syafii-dan-cara.html

13 of 15 10/2/2012 8:35 AM

Page 14: Makalah Imam Syafi'i Dan Cara Pengambilan Hukumnya Catatan Mahasiswa Syari'Ah

DAFTAR PUSTAKA

Chalil, Moenawar.1965.Biography empat serangkai imam madzhab,

Jakarta : N.V Bulan- Bintang

Dyaya, tamar. Studi Perbandingan Imam Madzhab, Penerbit :

Ramadhani

Khallaf, Syekh Abdul Wahab.1955.ilmu Ushul Fiqih, Jakarta : PT Rineka

Cipta

Mughniyah, Muhammad Jawad. 2006.Fiqih Lima Madzhab, Jakarta :

Lentera

Syaltut, Mahmud. 1973.Fiqih Tujuh Madzhab, Bandung : CV Pustaka

Setia

Zayd, Nashr Hamid Abu. 1997.Imam Syafi’i Moderatisme Eklektisme

Arabisme, Yogyakarta : LKiS

Zein, Muhammad Ma’sum.2008.Arus Pemikiran Empat Madzhab,

Jombang : Darul Hikmah

Zuhri, Muh.1996.Hukum Islam Dalam Lintasan Sejarah, Jakarta : PT

Raja Grafindo

http://pesantren.uii.ac.id/content/view/119/52/1/2/

di akses pada 20 Desember 2011

http://id.wikipedia.org/wiki/Imam_Syafi%27i

di akses pada 21 Desember 2011

[1] Tamar

Djaja (Studi perbandingan imam madzhab) hal 1

[2]

Hossein Nasr (islam: agama, sejarah dan peradaban) hal 45

[3]

Muhammad Jawad Mughniyah (Fiqh lima madzhab)pembukaan

[4] K.H Ali

Yafie (menggagas fiqih social) hal 45

MAKALAH IMAM SYAFI'I DAN CARA PENGAMBILAN HUK... http://sanrosad.blogspot.com/2012/02/makalah-imam-syafii-dan-cara.html

14 of 15 10/2/2012 8:35 AM

Page 15: Makalah Imam Syafi'i Dan Cara Pengambilan Hukumnya Catatan Mahasiswa Syari'Ah

Yafie (menggagas fiqih social) hal 45

[5]

Moenawar cholil (biography empat serangkai imam madzhab) hal 151

[6] Drs

Muh. Ma’sum Zein (Arus pemikiran 4 madzhab) hal 159

[7] Tamar

Djaya (studi perbandingan Imam madzhab) hal 154

[8] Prof Dr

Manmud Syalthut (fiqih tujuh madzhab) pembukaan

[9] Drs

Muh. Ma’sum Zein (Arus pemikiran 4 madzhab) hal 172

[10]

Moenawar cholil (biography empat serangkai imam madzhab) hal 216

[11]

Wikipedia.com//Imam Syafi’i

[12] Ibid

hal 172-173

[13] Nasr

hamid Abu-Zayd (imam syafi’i: moderatisme,ekletisisme,arabisme) hal 29

[14] Ibid

hal 38

[15]

Syekh Abdul Wahab Khallaf (Ilmu Ushul Fikih) hal 49

[16]

Wikipedia.org//ijma’

[17] Dr.

Muh. Zuhri (hokum islam dalam lintasan sejarah) hal 116-117

MAKALAH IMAM SYAFI'I DAN CARA PENGAMBILAN HUK... http://sanrosad.blogspot.com/2012/02/makalah-imam-syafii-dan-cara.html

15 of 15 10/2/2012 8:35 AM