Makalah Ilmu Tauhid Amali

9
A. Pendahuluan Persoalan metodologi dan metode merupakan persoalan yang sangat signifikan dalam sejarah pertumbuhan ilmu. Pemahaman terhadap metodologi dan metode akan sangat mempengaruhi laju kemajuan dunia ilmu. Dalam kerangka ini, perlu diketahui bahwa pada abad pertengahan, Eropa menghabiskan waktu seribu tahun dalam keadaan stagnasi dan masa kebodohan. Namun kondisi semacam itu berubah secara revolusioner, terjadi kebangkitan di berbagai bidang kehidupan, sains, seni, politik, ekonomi dan seterusnya. Ali syari’ati (1933 – 1977), seorang intelektual dari iran, menyatakan bahwa faktor utama yang menyebabkan stagnasi pemikiran, peradaban, dan kebudayaan abad itu adalah metode – metode yang nantinya akan ditempuh guna lebih mendalami obyek ilmu. Metode ilmiah dibangun dari cara berpikir deduktif dan induktif. Dengan deduktif diharapkan mampu memberikan sifat rasional kepada pengetahuan ilmiah dan bersifat konsisten dengan pengetahuan yang telah dikumpulkan sebelumnya. Sedangkan yang dimaksud dengan berpikir induktif adalah untuk memberikan pembenaran empirik kepada pengetahuan yang telah dirasionalisasi oleh berpikir deduktif. Kedua hal ini sangat penting. Tanpa salah satu dari pemikiran tersebut, maka ilmu itu akan pincang. Metode ilmiah setelah pengetahuan diberikan penjelasan rasional / deduktif, sebelum teruji secara

Transcript of Makalah Ilmu Tauhid Amali

Page 1: Makalah Ilmu Tauhid Amali

A. Pendahuluan

Persoalan metodologi dan metode merupakan persoalan yang sangat signifikan

dalam sejarah pertumbuhan ilmu. Pemahaman terhadap metodologi dan metode akan

sangat mempengaruhi laju kemajuan dunia ilmu.

Dalam kerangka ini, perlu diketahui bahwa pada abad pertengahan, Eropa

menghabiskan waktu seribu tahun dalam keadaan stagnasi dan masa kebodohan.

Namun kondisi semacam itu berubah secara revolusioner, terjadi kebangkitan di

berbagai bidang kehidupan, sains, seni, politik, ekonomi dan seterusnya.

Ali syari’ati (1933 – 1977), seorang intelektual dari iran, menyatakan bahwa

faktor utama yang menyebabkan stagnasi pemikiran, peradaban, dan kebudayaan abad

itu adalah metode – metode yang nantinya akan ditempuh guna lebih mendalami

obyek ilmu.

Metode ilmiah dibangun dari cara berpikir deduktif dan induktif. Dengan

deduktif diharapkan mampu memberikan sifat rasional kepada pengetahuan ilmiah

dan bersifat konsisten dengan pengetahuan yang telah dikumpulkan sebelumnya.

Sedangkan yang dimaksud dengan berpikir induktif adalah untuk memberikan

pembenaran empirik kepada pengetahuan yang telah dirasionalisasi oleh berpikir

deduktif. Kedua hal ini sangat penting. Tanpa salah satu dari pemikiran tersebut,

maka ilmu itu akan pincang.

Metode ilmiah setelah pengetahuan diberikan penjelasan rasional / deduktif,

sebelum teruji secara empirik / induktif semua penjelasan tersebut hanyalah bersifat

sementara, penjelasan sementara ini biasa kita sebut dengan istilah hipotesis.

Sebenarnya kita dapat mengajukan hipotesis sebanyak-banyaknya sesuai dengan

hakikat rasionalisme yang bersifat pluralistik. 

Didalam terapan ilmiah, obyeklah yang menentukan metode dan bukan

sebaliknya, metode menentukan obyek misalnya : ada pendapat bahwa suatu gejala

yang tak bisa dikualifikasikan, tidak dapat dinilai sebagai suatu gejala yang dapat

dipandang sebagai obyek studi ilmiah. Lain pendapat mengatakan bahwa suatu gejala

yang tidak memungkinkan dilaksanakannya metode eksperimen, juga tidak dapat

dijadikan obyek studi ilmiah.1tidak memungkinkan dilaksanakannya

B. Permasalahan1 Fuad hassan dan koentjaraningrat, dalam (koentjaraningrat, 1997 : 7 – 9)

Page 2: Makalah Ilmu Tauhid Amali

1. Apakah perbedaan antara metodologi dan metode ilmu?

2. Bagaimanakah pengaruh metodologi dan metode keilmuan dari Ilmu

Tauhid Amali dalam laju dunia ilmu?

C. Pembahasan

1. perbedaan antara metodologi dan metode ilmu

Istilah metode berasal dari bahasa Yunani (meta = sepanjang dan hodos =

jalan) di atas memang berarti jalan menuju: oleh karena itu, menurut Menne. Yang

dimaksud dengan metode ialah prosedur atau cara, yang dengannya tujuan yang telah

ditetapkan sebelumnya dapat dicapai secara efektif.

Sebagai bagian utuh dari proses alih keberagamaan masa rasul ke masa

modern ini, ilmu tauhid amali harus menerima posisi Al – qur’an dan sunnah.

Penolakan terhadapnya akan dengan sendirinya menggugurkan status sebagai

pemeluk ajaran islam dan mengubah status perilaku iman. Al – qur’an dan sunnah

didudukkan sebagai sumber pertama dan utama dalam metode ilmu ini.

Kitab suci Al-Qur’an adalah petunjuk bagi orang – orang bertakwa.2

Pengertian yang perlu didalam kosa kata “ petunjuk” adalah unsur sebagai sumber

dalam proses pengembangan ilmu pengetahuan yang diperlukan oleh orang beriman.

Pengertian sumber ini berarti didalamnya ditemukan bahan – bahan yang diperlukan

oleh Ilmu Tauhid Amali, agar memenuhi fungsinya sebagai pendukung proses alih

keberagamaan. Disini diperlukan tafsir dengan metode yang dapat diterima, dan

terutama adalah tafsir dengan metode yang memungkinkan pengembangan

pemahaman, mengembangkan potensi ilmu tersebut3.

Diantara ragam metode ilmu tafsir yang memiliki potensi adalah tafsir Al –

ilmi, disamping metode – metode lainnya. Melalui metode tafsir ini posisi Al –

Qur’an dan sunnah sebagai sumber kebenaran bagi Ilmu Tauhid Amali dapat semakin

dikembangkan dengan telaah tentang struktur logis dari ayat dan proposisi yang

terkandung didalamnya.

Sedangkan pengertian metodologi ilmu adalah ilmu mengenai metode. Dalam

pengertian yang lebih luas, metodologi membahas prosedur intelektual dalam totalitas

komunitas ilmiah.

munculnya metode maupun metodologi keilmuan yang berbeda untuk ikut

berkontestasi dalam mengembangkan suatu disiplin keilmuan dirasa lebih berguna.

2 (Rasyid Ridho, 1987 :87).3 (muslim. Kadir, 2003 : 89)

Page 3: Makalah Ilmu Tauhid Amali

Konsekuensinya, apapun hipotesis maupun teori yang digunakan, baik itu rasional

maupun yang paling tidak masuk akal, harus diakui secara sebagai sebuah bagian dari

metodologi keilmuan.

Kemudian tolak ukur keberhasilan dari teori-teori yang baru tersebut tidak

harus selalu mengekor teori lama, ataupun harus mengacu kepada suatu bentuk yang

dianggap mendekati sempurna. Kemunculan teori-teori baru itupun sudah dianggap

sebagai kemajuan karena memang sangat sulit untuk memunculkan paradigma-

paradigma lain dengan berbagai faktor akademis maupun budaya dan politik yang

ikut mengekang jalannya suatu keilmuan. “Ada pemisahan antara negara dan agama,

tapi tidak ada pemisaha antara negara dan ilmu pengetahuan.”.4

2. Pengaruh Metodologi dan Metode Keilmuan dari Ilmu Tauhid Amali

dalam Laju Dunia Ilmu

Kerangka berfikir dan metodologi klasik yang tekstualistik dan mengalami

proses mistifikasi, untuk masa kini tampaknya tidak lagi diharapkan mampu

memberikan jawaban pemecahan atas berbagai persoalan kehidupan yang senantiasa

berjalan bersama dengan proses perubahan kehidupan yang terus bergulir. Realitas

yang tak terbantahkan menunjukkan bahwa produk-produk pemikiran tradisional

kaum muslimin  tidak mampu membawa perubahan ke arah yang lebih baik.

Keadaan ini seharusnya menyadarkan kaum muslimin untuk menelaah

kembali tradisi pemikiran mereka secara kritis. kaum muslimin harus membangun

kembali konstruksi keilmuan dan metodologinya sebagaimana yang pernah dimiliki..

Ilmu-ilmu Islam harus dikembangkan untuk dapat memasuki wacana-wacana

kontemporer dengan menggunakan metodologi yang relatif lebih sesuai dengan

perkembangan modernitas dan intelektualitas manusia modern.

Beberapa metode yang pernah digunakan kaum muslimin awal sudah

waktunya untuk digali dan diaktualisasikan kembali. Pertama adalah cara pandangan

dikotomistik antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum harus sudah diakhiri,.

Kedua, pandangan-pandangan yang selama ini berkembang bahwa “ijtihad” telah

tertutup dan tidak mungkin ada lagi orang yang mampu menandingi kwalifikasi

intelektual generas awal, juga perlu ditinjau kembali. Untuk hal ini tentu saja dituntut

kesediaan dan keberanian kaum muslimin untuk melakukan kerja-kerja intelektual

yang mampu menerobos kebuntuan-kebuntuan dinamika kaum muslimin.

4 Paul Feyerabend, Feyerabend%20dan%20Anarkhisme%20Metodologi%20«%20SAV%20Independent%20Voice.htm

Page 4: Makalah Ilmu Tauhid Amali

Produk – produk penemuan ilmiyah berikut metodologinya pada dasarnya

bukanlah sesuatu yang eksklusif. Penemuan ilmu pengetahuan pada dasarnya berlaku

bagi siapa saja dan di mana saja. Setiap penemuan ilmiyah oleh siapapun, terlepas

dari latarbelakangnya, sepanjang dimanfaatkan bagi kesejahteraan manusia, harus

dapat diapresisasi oleh kaum muslimin dan dipandang sebagai produk-produk yang

Islami.

Kedua adalah pendekatan empiris. Pendekatan ini menunjukkan realitas

sebagai kebenaran yang tidak dapat diingkari. Al Syafi’i, pendiri mazhab fiqh, telah

menggunakan metode ini untuk keputusan-keputusan fiqhnya, misalnya ketika ia

melakukan penelitian untuk menentukan masa haid dan kedewasaan seseorang.

Dalam wacana fiqh, metode ini dikenal dengan sebutan “istiqra”.  Metoda ini dapat

digunakan bukan hanya untuk disiplin ilmu-ilmu alam dan pasti tetapi juga untuk

untuk disiplin ilmu-ilmu social dan humaniora. Ibnu Taimiyah dengan tegas

menyatakan : “al haqiqah fi al a’yan la fi al zhan” (hakikat kebenaran terletak pada

wilayah realitas-empiris dan bukan pada wilayah spekulasi intelektual). Pengakuan

atas kebenaran realitas empiris juga dikemukakan oleh Al Razi al Syafi’i. Ia

mengatakan :”Secara jujur harus dikatakan bahwa kebenaran makna teks harus

didasarkan pada bukti-bukti empiris dan sumber-sumber yang “mutawatir”.

Ketiga, sumber-sumber otoritas keagamaan perlu dikaji dan dianalisis melalui

pendekatan konteks bahasa (al siyaq al lisani), konteks sejarah social (siyaq al zhuruf

wa al ahwal al ijtima’iyah) dan kebudayaan (siyaq al ahwal al madaniyah) ketika teks-

teks tersebut diturunkan atau disampaikan. Pendekatan ini menjadi sangat penting

untuk dapat memahami teks secara benar. Sebab tidak satu tekspun yang dapat

melepaskan diri dari kondisi-kondisi, ruang dan waktu. Ia tidak mungkin diturunkan

atau disampaikan dalam ruang yang hampa. Teks bagaimanapun diarahkan kepada

orang baik secara individual maupun kolektif  dalam nuansa-nuansa, zaman dan

tempat tertentu. Konsekwensi logis dari pendekatan ini adalah bahwa keputusan

ilmiyah pada suatu masa dan suatu tempat tidak bisa selalu relevan dengan tempus

dan lokus yang lain.  Tidak dapat diingkari siapapun bahwa alam selalu

memperlihatkan perubahan-perubahan yang tidak pernah berhenti. Dalam arti lain

kehidupan manusia selalu dalam proses perubahan yang terus menurus, sebuah proses

yang dinamis. Pendekatan teks melalui konteks kesejarahan dewasa ini dikenal

dengan istilah pendekatan kontekstual.

Page 5: Makalah Ilmu Tauhid Amali

Keempat, kaum muslimin tidak seharusnya menutup diri dari pikiran-pikiran

dan produk-produk ilmiyah orang lain hanya karena mereka berbeda agama, jika ia

memang bermanfaat. Sikap eksklusif adalah bertentangan dengan norma ilmu

pengetahuan. Watak ilmu pengetahuan adalah terbuka bagi siapa saja dan di mana

saja. Pada sisi lain sikap ini juga tidak sejalan dengan anjuran Nabi Muhammad saw

yang menyatakan :”uthlubu al ‘ilma wa lau bi al shin” carilah ilmu pengetahuan

walaupun di negeri Cina. Nabi juga menyatakan : “Al Hikmah dhallah al Mukmin

Haitsu ma wajada al mukmin dhallatah falyujmi’ha ilaihi” (ilmu pengetahuan adalah

barang yang hilang dari tangan kaum muslimin. Maka jika dia menemukannya

hendaklah dia mengambilnya kembali”. Di sinilah tugas kaum muslimin sekarang;

mengambil kembali supermasi ilmu pengetahuan yang pernah dimiliki di manapun

dia melihatnya di Timur maupun di Barat, dan bukannya menutup diri atau bahkan

menolaknya hanya karena mereka adalah ”the others”.

3. Kesimpulan

metode ialah prosedur atau cara, yang dengannya tujuan yang telah ditetapkan

sebelumnya dapat dicapai secara efektif. Sedangkan pengertian metodologi ilmu

adalah ilmu mengenai metode.

metode yang pernah digunakan kaum muslimin awal sudah waktunya untuk

digali dan diaktualisasikan kembali. Pertama adalah cara pandangan dikotomistik

antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum harus sudah diakhiri, Kedua adalah

pendekatan empiris, pendekatan ini menunjukkan realitas sebagai kebenaran yang

tidak dapat diingkari, Ketiga, sumber-sumber otoritas keagamaan perlu dikaji dan

dianalisis melalui pendekatan konteks bahasa (al siyaq al lisani), konteks sejarah

social (siyaq al zhuruf wa al ahwal al ijtima’iyah) dan kebudayaan (siyaq al ahwal al

madaniyah) ketika teks-teks tersebut diturunkan atau disampaikan, Keempat, kaum

muslimin tidak seharusnya menutup diri dari pikiran-pikiran dan produk-produk

ilmiyah orang lain hanya karena mereka berbeda agama, jika ia memang bermanfaat.

4. Penutup

Page 6: Makalah Ilmu Tauhid Amali

Demikian makalah yang dapat kami sampaiakan kurang lebihnya mohon di

maafkan, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan, jika ada kesalahan

mohon di ingatkan dan dibenarkan, sebagai perbaikan kami ke depan. Semoga apa

yang tertera disini bisa membawa manfaat untuk kita semua dan bisa menambah

wawasan kita semua dalam kompeterensi terkait.

5. Referensi

Moh. Dzofir, M.Ag, Ulya, M.Ag, Adri Efferi, M.Ag, Ilmu Tauhid Amali,

proyek peningkatan Perguruan Tinggi Agama Islam/STAIN Kudus

Soegeng Hardiyanto, Metodologi Keilmuan:Pengenalan Awal Sebuah

Pemahaman

Husein Muhammad, Mengambil Kembali Keilmuan Islam yang Hilang,

Tuesday, 21 October 2008, (fahmina%20institute%20cirebon%20-

%20Mengambil%20Kembali%20Keilmuan%20Islam%20yang

%20Hilang.htm)

Feyerabend dan Anarkhisme Metodologi (Feyerabend%20dan

%20Anarkhisme%20Metodologi%20«%20SAV%20Independent

%20Voice.htm)