Makalah Ijtihad

29
Makalah Ijtihad Senin, Februari 08, 2010 by Nurgiantoro · 0 komentar Untuk Ayatnya di tulis tangan yaa…. BABI PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Sesungguhnya ijtihad adalah suatu cara untuk mengetahui hukum sesuatu melalui dalil-dalil agama yaitu Al-Qur'an dan Al-hadits dengan jalan istimbat. Adapun mujtahid itu ialah ahli fiqih yang menghabiskan atau mengerahkan seluruh kesanggupannya untuk memperoleh persangkaan kuat terhadap sesuatu hukum agama. Oleh karena itu kita harus berterima kasih kepada para mujtahid yng telah mengorbankan waktu,tenaga, dan pikiran untuk menggali hukum tentang masalah-masalah yang dihadapi oleh umat Islam baik yang sudah lama terjadi di zaman Rosullulloh maupun yang baru terjadi. 2. RUMUSAN MASALAH Dari pokok-pokok permasalahan diatas penyusun merumuskan beberapa masalah yaitu: 1. Pengertian Ijtihad 2. Dasar ijtihad 3. Ruang lingkup ijtihad 4. Syarat mujtahid 5. Tingkatan para mujtahid

Transcript of Makalah Ijtihad

Page 1: Makalah Ijtihad

Makalah Ijtihad

Senin, Februari 08, 2010 by Nurgiantoro · 0 komentar

Untuk Ayatnya di tulis tangan yaa….

BABI

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Sesungguhnya ijtihad adalah suatu cara untuk mengetahui hukum sesuatu melalui dalil-dalil agama yaitu Al-Qur'an dan Al-hadits dengan jalan istimbat.

Adapun mujtahid itu ialah ahli fiqih yang menghabiskan atau mengerahkan seluruh kesanggupannya untuk memperoleh persangkaan kuat terhadap sesuatu hukum agama.

Oleh karena itu kita harus berterima kasih kepada para mujtahid yng telah mengorbankan waktu,tenaga, dan pikiran untuk menggali hukum tentang masalah-masalah yang dihadapi oleh umat Islam baik yang sudah lama terjadi di zaman Rosullulloh maupun yang baru terjadi.

2. RUMUSAN MASALAH

Dari pokok-pokok permasalahan diatas penyusun merumuskan beberapa masalah yaitu:

1. Pengertian Ijtihad2. Dasar ijtihad3. Ruang lingkup ijtihad4. Syarat mujtahid5. Tingkatan para mujtahid

BABII

PEMBAHASAN

IJTIHAD

Page 2: Makalah Ijtihad

3. Pengertian Ijtihad

Menurut bahasa berasal dari kata:

berarti sungguh-sungguh, rajin, giat, atau mencurahkan kemampuannya daya upaya atau usaha keras, berusaha keras untuk mencapai atau memperoleh sesuatu

Menurut istilah ijtihad adalah suatu upaya pemikiran yang sungguh-sungguh untuk menegaskan prasangka kuat atau Dhon yang didasarkan suatu petunjuk yang berlaku atau penelitian dan pemikiran untuk mendapatkan suatu yang terdekat dengan kitabullah dan sunnah rosululloh SAW.

4. Dasar Ijtihad

Ijtihad bisa sumber hukumnya dari al-qur'an dan alhadis yang menghendaki digunakannya ijtihad.

1. Firman Allah dalam Surat An-Nisa' Ayat 59

Artinya: Hai orang-orang yang beriman taatilah allah dan taatilah rosul dan orng-orang yang memegang kekuasaan diantara kamu kemudian jika kamu berselisih pendapt tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada allah(alqur'an dan sunnah nabi)

2. Sabda Rosullullah Saw:3.

Artinya dari mu'adz bin jabal ketika nabi muhammad saw mengutusnya ke yaman untuk bertindak sebagai hakim beliau bertanya kepda mu'adz apa yang kamu lakukan jika kepadamu diajukan suatu perkara yang harus di putuskan? Mua'dz menjawab, "aku akan memutuskan berdasarkan ketentuan yang termaktuk dalam kitabullah" nabi bertanya lagi "bagaimana jika dalam kitab allah tidak terdapat ketentuan tersebut?" mu'adz menjawab, " dengan berdasarkan sunnah rosulullah". Nabi bertanya lagi, "bagaimana jika ketenyuan tersebut tidak terdapat pula dalam sunnah rosullullah?" mu'adz menjawab, "aku akan menjawab dengan fikiranku, aku tidak akan membiarkan suatu perkara tanpa putusan" , lalu mu'adz mengatakan, " rosullulah kemudian menepuk dadaku seraya mengatakan, segala puji bagi Allah yang telah memberikan pertolongan kepada utusanku untuk hal yang melegakan".

Page 3: Makalah Ijtihad

4. Sabda Rosulullah SAW yang artinya:

"bila seorang hakim akan memutuskan masalah atau suatu perkara, lalu ia melakukan ijtihad, kemudian hasilnya benar, maka ia memperoleh pahala dua (pahala ijtihad dan pahala kebenaran hasilnya). Dan bila hasilnya salah maka ia memperoleh satu pahala (pahala melakukan ijtihad)

5. Ijtihad seorang sahabat Rosulullah SAW, Sa'adz bin Mu'adz ketika membuat keputusan hukum kepada bani khuroidhoh dan rosulullah membenarkan hasilnya, beliau bersabda "Sesungguhnya engkau telah memutuskan suatu terhadap mereka menurut hukum Allah dari atas tujuh langit".

Artinya hadist ini menunjukkan bahwa ijtihad sahabat tersebut mempunyai manfaat dan dihargai oleh rosulullah

6. Firman Allah yang artinya : "Mereka menanyakan kepadamu tentang pembagian harta rampasan perang. Katakanlah, hanya rampasan perang itu keputusan Allah dan rosul sebab itu bertaqwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan diantara sesamamu, dan taatilah kepada Allah dan Rosulnya jika kamu adalah orang-orang yang beriman". (Al-Anfal:1)

7. fiman Allah yang artinya : "Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampaan perang maka sesungguhnya setengah untuk Allah, Rosul, Kerabat rosul, anak-anak yatim, orang-oarang miskan dan ibnu sabil. Jika kamu beriamn kepada Allah dan kepada apa yang kami terunkan kepada hamba kami muhammad dari hari furqon yaitu bertemunya dua pasukan. Dan Allah maha kuasa ata segala sesuatu". (Al-Anfal:41)

5. Ruang Lingkup Ijtihad

Ruang lingkup ijtihad ialah furu' dan dhoniah yaitu masalah-masalah yang tidak ditentukan secara pasti oleh nash Al-Qur'an dan Hadist. Hukum islam tentang sesuatu yang ditunjukkan oleh dalil Dhoni atau ayat-ayat Al-qur'an dan hadis yang statusnya dhoni dan mengandung penafsiran serta hukum islam tentang sesuatu yang sama sekali belum ditegaskan atau disinggung oleh Al-qur'an, hadist, maupan ijma' para ulama' serta yang dikenal dengan masail fiqhiah dan waqhiyah

berijtihad dalam bidang-bidang yang tak disebutkan dalam Al-qur'an dan hadist dapat ditempuh dengan berbagai cara :

1. Qiyas atau analogi adalah salah satu metode ijtihad, telah dilakukan sendiri oleh rosulullah SAW. Meskipun sabda nabi merupakan sunah yang dapat menentukan hukum sendiri

Page 4: Makalah Ijtihad

2. Memelihara kepentingan hidup manusia yaitu menarik manfaat dan menolak madlarat dalam kehidupan manusia. Menurut Dr. Yusuf qordhowi mencakup tiga tingkatan:

1. Dharuriyat yaitu hal-hal yang penting yang harus dipenuhi untuk kelangsung hidup manusia.

2. Hajjiyat yaitu hal-hal yang dibutuhkan oleh manusia dalam hidupnya.

3. Tahsinat yaitu hal-hal pelengkap yang terdiri atas kebisaan dan akal yang baik

6. Syarat Mujtahid

Syarat-syarat umum yang disepakati oleh para ulama' menurut Dr. Yusuf Qordhowi sebagai berikut:

1. Harus mengetahui Al-Qur'an dan ulumul Qur'an:1. Mengetahui sebab-sebab turunnya ayat2. Mengetahui sepenuhnya sejarah pengumpulan atau penyusunan al-

qur'an.3. Mengetahui sepenuhnya ayat-ayat makiyah dan madaniyah, nasikh

dan mansukh, muhkam dan mutasyabih, dan sebagainya4. Menguasai ilmu tafsir, pengetahuan tentang pemahaman al-qur'an.

2. Mengetahui Assunah dan ilmu Hadits3. Mengetahui bahasa arab4. Mengethui tema-tema yang sudah merupakan ijma'5. Mengetahui usul fiqih6. Mengetahui maksud-maksud sejarah7. Mengenal manusia dan alam sekitarnya8. Mempunyai sifat adil dan taqwa

syarat tambahan :

9. Mengetahui ilmu ushuluddin10. Mengetahui ilmu mantiq11. Mengetahui cabang-cabang fiqih

7. Tingkatan-Tingkatan Para Mujtahid

Para mujtahid mempunyai tingkatan-tingkatan:

Page 5: Makalah Ijtihad

1. Mujtahid mutlaq atau mujtahid mustakhil yaitu mujtahid yang mempunyai pengetahuan lengkap untuk berisbad dengan Al-qur'an dan Al-haditsdengan menggunakan kaidah mereka sendiri dan diakui kekuatannya oleh tokoh agama yang lain. Para mujtahid ini yang paling terkenal adalah imam madzhab empat

2. Mujtahid muntasib yaitu mujtahid yang terkait oleh imamnya seperti keterkaitan murid dan guru mereka adalah imam Abu Yusuf, Zarf bin Huzail yang merupakan murid imam Abu Hanifah

3. Mujtahid fil madzhab yaitu para ahli yang mengikuti para imamnya baik dalam usul maupun dalam furu' misalnya imam Al-Muzani adalah mujtahid fil madzhab Syafi'i

4. Mujtahid tarjih yaitu mujtahid yang mampu menilai memilih pendapat sebagai imam untuk menentukan mana yang lebih kuat dalilnya atau mana yang sesuai dengan situasi kondisi yang ada tanpa menyimpang dari nash-nash khot'i dan tujuan syariat, misalnya Abu Ishaq al syirazi, imam Ghazali

BAB III

PENUTUP

8. KESIMPULAN1. Ijtihad adalah suatu upaya pemikiran atau penelitian untuk mendapatkan

hukum dalam kitabullah dan sunah rosul2. dasar ijtihad:

1. Firman Allah surat An nisa' :592. Firman Allah surat Al anfal: 1,413. Dan banyak juga hadits-hadits Rosulullah SAW yang

menyebutkan tentang dasar-dasar ijtihad4. Tingkatan mujtahid :

1. Mujtahid Mutlak2. Mujtahid Muntasib3. Mujtahid fil Madzhab4. Mujtahid Tarjih

9. SARAN

Para pembaca hendaknya memahami betul masalah-masalah mengenai ijtihad. Karena dengan ijtihad seseorang mampu menetapkan hukum syara' dengan jalan menentukan dari kitab dan sunnah.

Page 6: Makalah Ijtihad

Penulis: Dadan Ramdani, Bahasa: Indonesia, Kategori:  Karya Tulis Ilmiah, Makalah Mata Kuliah Metodologi Studi Islam. Jumlah Halaman: 21, Format File: PDF, Publisher: pangandaraninfo.com, Tahun Terbit: 2010, Download Makalah Lengkap: dadanramdani-ijtihadsebagaisumberagamaislam.rar

Setelah nabi Muhammad SAW wafat, persoalan syar’i terus bermunculan, baik dalam kaitannya dengan ibadah mahdoh maupun ibadah ghair mahdoh, di dalam semua lapangan kehidupan, baik ekonomi, politik, kesehatan, rumah tangga, dan lain-lain. Akan tetapi Al-Qur’an ataupun hadits belum menjelaskan secara eksplisit hukum masalah tersebut, padahal tetap memerlukan solusi, agar segenap perilaku manusia tidak keluar dari syari’at Islam. Oleh karena itu diperlukan pemecahan masalah melalui cara yang lain, yakni dengan mengerahkan segenap kemampuan intelektual  untuk menetapkan hukum sesuatu itu dengan melihat dalil-dalil yang memiliki hubungan tak langsung (implisit) dengan persoalan yang dibahas. Dalil-dalil tersebut dikumpulkan kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik pendekatan tertentu, kemudian disimpulkan sehingga sampai kepada penetapan hukum yang dicari. Cara demikian disebut Ijtihad.

Ijtihad ini bisa melalui teknik pendekatan istihsan, qiyas, mashalaihul mursalah maupun ijmak. Metode pendekatan ini dirumuskan oleh para imam Mujtahidin yang sampai saat ini diakui akurasinya.

Walaupun menggunakan teknik pendekatan yang sama belum tentu dijamin akan menghasilkan kesimpulan yang sama. Hal ini karena banyak faktor penyebabnya, antara lain karena perbedaan kemampuan intelektual dan latar belakang pengalamannya. Juga karena perbedaan jumlah hadits yang dijadikan referensi, maklum ketika itu hadits belum ditulis secara lengkap.

walaupun hasil ijtihad para imam mujtahid dalam suatu persoalan yang sama sering berbeda, namun semua imam mujtahid memiliki ketawadluan intelektual, mereka semua berpesan, agar apabila ia keliru, hendaklah pendapatnya itu dibuang jauh-jauh. Lebih tegas lagi, mereka semua sepakat mengharamkan umat Islam bersikap taqlid kepadanya. Namun sayangnya, umat Islam banyak sekali yang taqlid buta sehingga fanatik madzhab.

Page 7: Makalah Ijtihad

NASH DAN IJTIHAD

Abu Mahdi

"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata." (Al-Ahzab:36)

Dasar-dasar Hukum Islam

Semua muslimin sepakat bahwa sumber hukum pertama yang tertinggi adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Rasul-Nya, yang disebut Al-Quran. Sumber hukum peringkat selanjutnya adalah kejelasan yang tersurat maupun yang tersirat dari kehidupan Rasul Allah; disebut as-Sunnah.

Kedua dasar dan sumber hukum ini saling kait dan terikat. Apa yang ada di dalam Al-Quran adalah sumber awal yang melegitimasi segala hukum sesudahnya. Darinya tersurat dan tersirat rangkaian hukum atas sandaran hukum yang lain. Sementara landasan selain Al-Quran adalah semua yang sudah mencukupi ruang batas ketentuan yang dibenarkan Al-Quran, sehingga tidak ada ketentuan yang berada di luar ketentuan yang sudah ditetapkan Allah. Dengan landasan ini, muslimin sependapat bahwa barang siapa yang menentang dan mengubah ketentuan Allah dan Rasul-Nya, maka dinyatakan sebagai kufur.

Tanpa disadari, keterikatan muslimin untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan dengan kekhawatiran akan jatuh dalam kekufuran, menjadikan setiap muslim berjanji untuk mengikuti Al- Quran dan Hadits/Sunnah. Mereka mencoba mengekspresikan semua yang ada dari keduanya dalam kehidupan keseharian. Tapi, ada hal yang tidak dapat ditolak, yakni adanya perubahan persepsi di kalangan muslim dalam memahami keduanya. Dari dasar sumber yang sama, ternyata, muslimin memahami dengan berbeda. Dari sumber yang sama (Al-Quran dan Hadits), difahami secara berbeda, sehingga beramal pun dengan praktik yang berbeda. Karena, memang bukan mustahil bahwa dari ungkapan yang sama tetapi muatannya berbeda.

Awal perbedaan ini, nampak jelas ketika Rasulullah SAW wafat. Al-Quran, dalam artian wahyu atau kalam Ilahi dan penjelas dalam praktik kehidupan sehari-hari Nabi SAW itu terhenti. Sebagian muslimin berpandangan bahwa periode dasar hukum telah terhenti, sehingga mereka berpandangan hanya Al-Quran dan Sunnah Nabi saja sebagai sumber hukum yang mutlak.

Sebagian muslimin yang lain memiliki pandangan dan keyakinan berbeda. Wafat Nabi Muhammad SAW tidak berarti terhentinya nash Ilahi dalam bentuk Sunnah. Karena, Sunnah dalam pemahaman kelompok ini tidak terbatas pada Nabi Muhammad SAW,

Page 8: Makalah Ijtihad

tetapi juga ada pada tiga belas orang maksum setelah beliau. Yaitu, dimulai dari Ali bin Abi Thalib AS sampai dengan Muhammad bin Hasan al-Mahdi AS (termasuk Fatimah az-Zahra AS), hingga akhir zaman. Kedua pandangan inilah yang menjadi pemilah kesatuan muslimin yang telah dibina Rasulullah SAW. Hinggalah sekarang, pengaruh dan bara tersebut masih saja menyala.

Akibat lain yang ditimbulkan dari perbedaan pandangan itu adalah telah terbentuknya ideologi yang menjadi dasar cara pandang muslim dalam melihat Islam. Dengan dasar perspektif pandangan masing-masing, Islam akan tampak berbeda, dan motif pada tindakan pun menjadi berbeda pula. Perbedaan inilah yang mendasari lemahnya kekuatan muslimin dalam menghadapi tantangan zaman, baik dari nilai ideologi maupun tantangan fisik.

Permasalahan di atas, juga menjadi faktor yang melahirkan generasi muslim zaman ini. Generasi kini adalah hasil dari generasi terdahulu, karena unsur sejarah mendominasi pandangan muslim dalam menilai Islam. Dengan kenyataan yang terjadi, dan pandangan yang tercipta dari waktu ke waktu, serta informasi yang diterima untuk dipelajari hari ini, telah membentuk opini keislaman seseorang.

Hal lain yang tak kalah pentingnya adalah bahwa dengan cara memandang pada fenomena sejarah yang berbeda akan didapatkan nilai keislaman yang berbeda pula. Sehingga i'tiqad dasar keislaman pun akan berbeda. Sementara itu, semua muslim sepakat bahwa Islam adalah agama Ilahi yang satu dan merupakan hamparan jalan tunggal menuju kepada Allah. Karena itu, muslimin, mau tak mau, harus memilih juga, yang konsekuensinya adalah i'tiqad dasar dari pandangan di atas harus ditimbang kembali untuk mendapatkan nilai yang benar, sehingga seseorang dapat memastikan keberadaan setiap personal di jalan yang lurus dan tunggal tersebut.

Ijtihad di Kalangan Muslimin

Ijtihad (secara bahasa), berasal dari akar kata bahasa Arab al-jahd yang berarti jerih payah. Kelompok terdahulu, termasuk al-Hajibi mendefinisikan ijtihad sebagai tindakan menguras tenaga untuk mengetahui hukum tentang sesuatu dalam batas menduga. Seperti, menguras tenaga untuk memperoleh dugaan tentang hukum syar'i. (al-Ra'ya al-Sadid fi al-Ijtihad wa al-Taqlid wa al-Ihthiyath, hal.9). Ijtihad juga diartikan menguras tenaga dan jerih-payah untuk memperoleh hukum syar'i yang bersifat dugaan dari Al-Quran, Sunnah, Qiyas, Ihtihsan dan sebagainya.

Muslimin (secara historis) menggunakan kesempatan berijtihad untuk melepaskan tanggung jawab dalam menjawab permasalahan kehidupan yang belum ditemui dalam hukum yang jelas (dhahir) sampai datangnya masa penaklukan kota Baghdad di masa kekuasaan Dinasti Abbasiyah oleh Bangsa Tartar (sekitar 665 H.) Setelah adanya kejadian tersebut, ulama tidak lagi terkumpul dan pintu ijtihad menjadi "tertutup". Dari sinilah hak ijtihad hanya menjadi milik mujtahid terdahulu.

Page 9: Makalah Ijtihad

Selanjutnya, perkembangan ijtihad dalam kehidupan muslimin berjalan lamban, dan secara umum tidak ada perbedaan mendasar tentang ijtihad, meskipun ada juga pembeda di antara kelompok muslim. Seperti, adanya perbedaan antara mereka yang memasukkan qiyas dalam ijtihad dan sebagian lagi menolak.

Kasus Seputar Ijtihad

Dasar sumber-sumber ijtihad adalah Al-Quran, Sunnah, Akal dan Ijma'. Namun demikian, dari keempat sumber ini, bukan berarti tidak terbuka kemungkinan untuk tidak ditemukannya ketentuan hukum dari keempatnya. Atau, didapatkan hasil kesimpulan yang tidak kokoh. Atau, dalil-dalil yang ada tidak cukup untuk mendukung kasus yang ada.

Karena itu, terhentinya atau tidak dibenarkannya ber-ijtihad dapat memastikan bahwa fiqih dan pembahasan pun akan terhenti. Maka masalah yang timbul di masa kini tidak akan teratasi. Satu hal lain yang mendasar bahwa muslimin akan terhenti dalam ruang lingkup kehidupan yang tradisional (lampau), serta tidak memiliki kesempatan mengembangkan akal pikiran manusia.

Dengannya orientasi hidup hanya kembali ke alam kehidupan dahulu dan tidak akan membentuk opini kehidupan yang mendatang, konsekuensinya adalah hukum Islam menjadi hukum yang menindas kemanusiaan. Padahal yang dikenal bahwa muslim yang mengenal Islam itu membela dan membangun kehidupan kemanusiaan.

Kasus yang terjadi sekarang adalah dengan tertutupnya ijtihad, maka setiap muslim telah menjadi mujtahid pada posisinya. Karena, sebagai tuntutan hidup yang nyata, seorang muslim harus hidup dalam hukum, padahal banyak persoalan kehidupan yang dijalani dan harus dipecahkannya tidak terdapat di buku para mujtahid terdahulu.

Tanpa disadari, mereka menyimpulkan hukum dari sumber-sumber hukum yang ada (ber-ijtihad). Maka jadilah muslim yang awam tersebut sebagai mujtahid, walaupun terbatas hanya untuk dirinya. Fenomena ini tidak terhindar karena kenyataan adanya tuntutan Islam dan perjalanan masa/waktu, yang memojokkan manusia untuk meletakkan dirinya pada hukum. Meskipun pada dasarnya hukum yang dijadikan sandaran tersebut tidak diketahui keabsahan dan kebenarannya.

Mujtahid Sebagai Standar Keilmuan

Islam sebagai agama dan ideologi merupakan sarana penghantar perjalanan manusia kepada Allah. Dengan sarana yang pasti ini, memastikan manusia untuk tidak memilih jalan lain atau berjalan di jalan yang salah. Sehingga manusia dengan sendirinya wajib memastikan dirinya untuk berada di dalam Islam. Pemikiran ideal ini menjadi i'tiqad muslimin. Dasarnya adalah dengan adanya Maksum maka i'tiqad dan idealnya Islam dapat terjaga bersamanya.

Page 10: Makalah Ijtihad

Tetapi dengan tidak adanya maksum, maka pikiran ideal merupakan i'tiqad tanpa kepastian untuk didapatkan dalam praktik kehidupan muslim. Maka muslimin mengejar idealisme kesempurnaan Islam dengan berusaha mendapatkan nilai ideal. Namun, karena agama samawi ini tidak memberikan jaminan kepada manusia yang tidak maksum secara takwin, maka Nilai Islam yang ada dalam i'tiqad muslimin pun tidak terjamin untuk kesempurnaannya pada kebenaran Ilahi. Kebenaran yang ada adalah nilai yang didapat dari usaha maksimal sebagai manusia untuk melepaskan diri dari tanggung-jawab di hadapan Allah.

Maka akan ada selisih antara kebenaran yang bersifat absolut Ilahi yang di-i'tiqadi dengan nilai kebenaran yang diamalkan oleh manusia. Namun demikian, usaha yang dilakukan oleh muslimin untuk mendapatkan ilmu Islam dari sumber-sumber dasar hukum (Al-Quran, Hadits/Sunnah, Ijma' dan Akal) yang kita sebut ijtihad, merupakan satu hal yang tidak dapat dihindari, karena:

Pertama, tidak hadirnya Imam Maksum di antara muslimin. Islam sebagai sumber hukum dan nilai absolut, hanya ada pada Allah dan Maksumin. Selain dari keduanya, Islam masih merupakan konsep yang harus digali. Paling tidak dengan memprediksikan bahwa konsep tadi dinyatakan benar oleh pandangan muslimin.

Kedua, perkembangan pola hidup manusia. Ketika muslim merupakan bagian komunitas alam yang saling mengikat, maka perubahan yang terjadi selalu memiliki keterikatan dengan yang lain. Baik pada komunitas muslim atau dengan yang di luar muslim. Perubahan pola hidup yang dimaksud adalah perubahan pola berfikir dan bertindak serta adanya tuntutan keperluan hidup. Sehingga hukum aktual yang ada dalam Islam merupakan suatu keharusan.

Pada sisi lain, tanpa adanya wahyu dan maksum yang berkuasa dalam kehidupan muslim, maka muslimin harus bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, yakni ia harus selalu berada dan berjalan di bawah hukum Ilahi. Maka usaha maksimal mendapatkan hukum tersebut merupakan kewajiban muslimin.

Dengan hal di atas pun bukan berarti permasalahan kewajiban tersebut telah terlepas dari persoalan, tetapi masih banyak masalah lain dalam ijtihad, seperti:

a. Apakah ijtihad hanya terbatas pada kasus-kasus yang tidak ada nashnya?

b. Apakah boleh berijtihad (ta'awul) ketika ada nash?

c. Mana yang harus didahulukan, ijtihad atau hadits nabawi?

d. Siapa yang berhak untuk berijtihad?

Empat kasus di atas telah membelah muslim menjadi dua pecahan, yaitu kelompok Ahl al-Ra'yu dan Ahl al-Hadits, tanpa disadari. Boleh jadi, dari sini pula kelompok kalam terbagi menjadi Mu'tazilah yang menggunakan akal untuk qiyas dalam menentukan hasan

Page 11: Makalah Ijtihad

(baik) dan qubuh (buruk); dan kelompok Asy'ariy yang lebih mengutamakan hadits nabawi.

Apapun yang terjadi, permasalahan ini akan kembali kepada persoalan: adakah kini masih terbuka pintu ijtihad dan siapa yang dibenarkan untuk berijtihad?

Dibalik pertanyaan ini sebenarnya tersembunyi suatu hal yang sangat penting, yaitu fiqih itu sendiri. Karena, fiqih merupakan gambaran atau penjelas dari simbol dan amal serta kriteria Islam. Dengan kata lain, gambaran Islam dapat dilihat dari keberadaan fiqih. Keislaman seseorang terlihat dengan bentukan (pengejawantahan) fiqih pada dirinya. Karena itu keberadaan ijtihad dan mujtahid memegang peran yang sangat penting atas keberadaan Islam dalam kehidupan manusia.

Dalam Surat al-Taubah ayat 122 ditegaskan: "Mengapa tidak pergi sebagian di antara setiap golongan kamu untuk memperdalam pengetahuan tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya bila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka dapat menjaga dirinya."

Fiqih berasal dari akar kata tafaqquh. Fiqih adalah pemahaman mendalam serta pengertian sempurna tentang realitas sesuatu. Al-Raghib al-Isfahani dalam Mufrad Al-Quran menyatakan bahwa tafaqquh ialah spesialisasi, dengan mengatakan: tafaqqahu idza thalabahu fatakhashshasha bihi. Begitulah, Al-Quran memerintahkan muslimin untuk memperdalam pengetahuan sehingga dapat mengatasi problema kehidupan ini.

Bergabungnya Semua Hukum Islam dengan Politik

Islam bukan merupakan satu sisi penilai terhadap persoalan, tapi Islam merupakan penilai dan penilaian dari semua sisi. Semua permasalahan, baik yang berhubungan dengan dunia, politik, masyarakat, ekonomi, dan juga semua permasalahan yang berhubungan dengan sisi-sisi yang tidak diketahui oleh ahli-dunia. Agama Tauhid didatangkan agar manusia mengetahui kedua sisi tersebut dan membahasnya. Dan untuk keduanya terdapat hukum di dalamnya.

Karena itu, muslim yang ber-tauhid tentu saja tidak hanya memandang dari satu sisi saja dan melupakan sisi lain. Islam, yang kesempurnaannya melebihi agama lain, semua hukumnya bergabung dengan politik. Semuanya terikat dalam politik. Shalat bersenyawa dengan politik. Haji, zakat, pelaksanaan negara, semuanya berhubungan dengan politik. Kaum isti'mar (penindas)-lah yang berusaha hendak memisahkan dan mengesampingkannya.

Dengan ini fungsi fuqaha (jamak dari faqih) merupakan fokus perjalanan Islam di tengah kehidupan Islam. Dinyatakan dalam ungkapan: "Fuqaha adalah benteng Islam seperti benteng kota untuk membentengi kota." Dari sisi lain dinyatakan: "Ulama adalah pewaris Nabi."

Page 12: Makalah Ijtihad

Jadi, dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan ulama adalah faqih (yang menguasai fiqih) yang dapat menjaga Islam. Maka ulama akan masuk dalam standar keulamaan dengan predikat faqih-nya, untuk menjaga Islam

Page 13: Makalah Ijtihad

IjtihadDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebasLangsung ke: navigasi, cari

Bagian dari seri Islam

Ushul fiqih(Sumber-sumber hukum Islam)

Fiqih

Al-Qur'an Sunnah Taklid Ijtihad Ijma Mazhab Minhaj Kias Urf Bidah Madrasah Ijazah Istihlal Istihsan

Risalah

Ahkam

Wajib Sunah Mubah Makruh Haram Sah

Batal

Gelar cendekiawan

Mujtahid Marja Alim (jamak: Ulama) Mufti Mufassir Qadi Faqih Ulum hadis

Page 14: Makalah Ijtihad

Mullah Imam Mawlawi Syekh Mujaddid Hafiz Hujja Hakim Amir al-Mu'minin Maulana

Kotak ini: lihat • bicara • sunting

Ijtihad (Arab: اجتهاد) adalah sebuah usaha yang sungguh-sungguh, yang sebenarnya bisa dilaksanakan oleh siapa saja yang sudah berusaha mencari ilmu untuk memutuskan suatu perkara yang tidak dibahas dalam Al Quran maupun hadis dengan syarat menggunakan akal sehat dan pertimbangan matang.

Namun pada perkembangan selanjutnya, diputuskan bahwa ijtihad sebaiknya hanya dilakukan para ahli agama Islam.

Tujuan ijtihad adalah untuk memenuhi keperluan umat manusia akan pegangan hidup dalam beribadah kepada Allah di suatu tempat tertentu atau pada suatu waktu tertentu.

Daftar isi[sembunyikan]

1 Fungsi Ijtihad 2 Jenis-jenis ijtihad

o 2.1 Ijma' o 2.2 Qiyâs o 2.3 Istihsân o 2.4 Maslahah murshalah o 2.5 Sududz Dzariah o 2.6 Istishab o 2.7 Urf

3 Lihat pula

[sunting] Fungsi Ijtihad

Meski Al Quran sudah diturunkan secara sempurna dan lengkap, tidak berarti semua hal dalam kehidupan manusia diatur secara detil oleh Al Quran maupun Al Hadist. Selain itu ada perbedaan keadaan pada saat turunnya Al Quran dengan kehidupan modern. Sehingga setiap saat masalah baru akan terus berkembang dan diperlukan aturan-aturan baru dalam melaksanakan Ajaran Islam dalam kehidupan beragama sehari-hari.

Page 15: Makalah Ijtihad

Jika terjadi persoalan baru bagi kalangan umat Islam di suatu tempat tertentu atau di suatu masa waktu tertentu maka persoalan tersebut dikaji apakah perkara yang dipersoalkan itu sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al Quran atau Al Hadist. Sekiranya sudah ada maka persoalan tersebut harus mengikuti ketentuan yang ada sebagaimana disebutkan dalam Al Quran atau Al Hadits itu. Namun jika persoalan tersebut merupakan perkara yang tidak jelas atau tidak ada ketentuannya dalam Al Quran dan Al Hadist, pada saat itulah maka umat Islam memerlukan ketetapan Ijtihad. Tapi yang berhak membuat Ijtihad adalah mereka yang mengerti dan paham Al Quran dan Al Hadist.

[sunting] Jenis-jenis ijtihad

[sunting] Ijma'

Ijma' artinya kesepakatan yakni kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu hukum hukum dalam agama berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits dalam suatu perkara yang terjadi. Adalah keputusan bersama yang dilakukan oleh para ulama dengan cara ijtihad untuk kemudian dirundingkan dan disepakati. Hasil dari ijma adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti seluruh umat.

[sunting] Qiyâs

Qiyas artinya menggabungkan atau menyamakan artinya menetapkan suatu hukum suatu perkara yang baru yang belum ada pada masa sebelumnya namun memiliki kesamaan dalah sebab, manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu sehingga dihukumi sama. Dalam Islam, Ijma dan Qiyas sifatnya darurat, bila memang terdapat hal hal yang ternyata belum ditetapkan pada masa-masa sebelumnya

Beberapa definisi qiyâs (analogi) 1. Menyimpulkan hukum dari yang asal menuju kepada cabangnya,

berdasarkan titik persamaan diantara keduanya.2. Membuktikan hukum definitif untuk yang definitif lainnya, melalui suatu

persamaan diantaranya.3. Tindakan menganalogikan hukum yang sudah ada penjelasan di dalam

[Al-Qur'an] atau [Hadis] dengan kasus baru yang memiliki persamaan sebab (iladh).

[sunting] Istihsân

Beberapa definisi Istihsân 1. Fatwa yang dikeluarkan oleh seorang fâqih (ahli fikih), hanya karena dia

merasa hal itu adalah benar.2. Argumentasi dalam pikiran seorang fâqih tanpa bisa diekspresikan secara

lisan olehnya3. Mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima, untuk maslahat

orang banyak.

Page 16: Makalah Ijtihad

4. Tindakan memutuskan suatu perkara untuk mencegah kemudharatan.5. Tindakan menganalogikan suatu perkara di masyarakat terhadap perkara

yang ada sebelumnya...

[sunting] Maslahah murshalah

Adalah tindakan memutuskan masalah yang tidak ada naskhnya dengan pertimbangan kepentingan hidup manusia berdasarkan prinsip menarik manfaat dan menghindari kemudharatan.

[sunting] Sududz Dzariah

Adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi kepentinagn umat.

[sunting] Istishab

Adalah tindakan menetapkan berlakunya suatu ketetapan sampai ada alasan yang bisa mengubahnya.

[sunting] Urf

Adalah tindakan menentukan masih bolehnya suatu adat-istiadat dan kebiasaan masyarakat setempat selama kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan aturan-aturan prinsipal dalam Alquran dan Hadis.

Page 17: Makalah Ijtihad

24 November 2008

I J T I H A D

Pembahasan

Pengertian Ijtihad

Dari segi bahasa, Ijtihad ialah mengerjakan sesuatu dengan segala

kesungguhan. Perkataan ijtihad tidak digunakan kecuali untuk perbuatan yang harus

dilakukan dengan susah payah.

Adapun ijtihad secara istilah cukup beragam dikemukakan oleh ulama usul

fiqh. Namun secara umum adalah

فِي� �ِة� �َّي �ِل �ْف�ِص�َّي الَّت �َه�ا �َّت �ِد�ل ا ِم�ْن� �ِة� َّي ِع� ْر� الَّش� � �اِم �ْح�َك �َأل ا �اِط� �َب �ْن َّت اْس� �ِة� �َّي ِع�َم�ِل�َع�ِة� ْر�ْي الَّش�

Artinya : “Aktivitas untuk memperoleh pengetahuan (istinbath) hukum syara’ dari dalil terperinci dalam syariat”

Dengan kata lain, ijtihad adalah pengerahan segala kesanggupan seorang faqih

(pakar fiqih Islam) untuk memperoleh pengetahuan tentang hukum sesuatu melalui

dalil syara’ (agama). Dalam istilah inilah ijtihad lebih banyak dikenal dan digunakan

bahkan banyak para fuqaha yang menegaskan bahwa ijtihad dilakukan di bidang

fiqih.

Dasar Hukum Ijtihad

Yang menjadi landasan diperbolehkannya ijtihad banyak sekali, baik melalui

pernyataan yang jelas maupun berdasarkan isyarat, diantaranya yaitu :

Firman Allah SWT

�ا �َّن �ا ِإ �ْن ل �َّنَز� �َك� َأ �َّي �ل �اَب� ِإ �َّت �َك �َح�ِّق( ال �ال �َم� ِب �َح�َك �َّت �ْن� ل �َّي اِس� ِب ا الْن//� �َم//� اَك� ِب َر�� ُه� َأ الِل//3

{105: }الْنساء

Page 18: Makalah Ijtihad

“Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu”

Adanya keterangan sunnah, diantaranya hadits yang diriwayatkan oleh Umar :

�َذ�ا �َم� ا �َم� ْح�َك �َح�اِك َد� ال �َه//� َّت اَب� فاَّج� �َص//� ُه� ف�ا اِف� ف�ِل//� ْر� �َّج//� �َذ�ا ا �َم� َو�ا ْح�َك�َه�َد� َّت �َم� ف�اَّج� �َّخ�َط�اء� ُث �ُه� َأ ْرG ف�ِل �َّج� َأ

“Jika seorang hakim menghukumi sesuatu, dan benar, maka ia mendapat dua, dan bila salah maka ia mendapat satu pahala”

Macam-macam Ijtihad

Menurut Muhammad Taqiyu al-Hakim membagi ijtihad menjadi dua bagian,

yaitu :

Ijtihad al-Aqli, yaitu ijtihad yang hujjahnya didasarkan pada akal tidak menggunakan

dalil syara’

Ijtihad syar’i, yaitu ijtihad yang didasarkan pada syara’

Syarat-syarat Ijtihad

Menguasai dan mengetahui arti ayat-ayat hukum yang terdapat dalam al-Qur’an baik

menurut bahasa maupun syariah

Menguasai dan mengetahui hadits tentang hukum, baik menurut bahasa maupun

syariat

Mengetahui naskah dan mansukh dari al-Qur’an

Mengetahui permasalahan yang sudah ditetapkan melalui ijma’ ulama, sehingga

ijtihadnya tidak bertentang dengan ijma’

Mengetahui Qiyas dan berbagai persyaratannya serta istinbathnya

Mengetahui bahasa Arab dan berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan bahasa,

serta problematikanya

Mengetahui ushul fiqh yang merupakan fondasi dari Ijtihad.

Mengetahui maqoshidu asy-syariah (tujuan syariah) secara umum, atau rahasia

disyariatkannya suatu hukum

Objek Ijtihad

Page 19: Makalah Ijtihad

Menurut Imam Ghazali, objek ijtihad adalah setiap hukum syara’ yang tidak

memiliki dalil yang qoth’i. Dengan demikian, syariat Islam dalam kaitannya dengan

ijtihad terbagi dalam dua bagian.

Syariat yang tidak boleh dijadikan lapangan ijtihad yaitu, hukum-hukum yang telah

dimaklumi sebagai landasan pokok Islam, yang berdasarkan pada dalil-dalil

qoth’i, seperti kewajiban melaksanakan rukun Islam, atau haramnya berzina,

mencuri dan lain-lain.

Syariat yang bisa dijadikan lapangan ijtihad yaitu hukum yang didasarkan pada dalil-

dalil yang bersifat zhanni, serta hukum-hukum yang belum ada nash-nya dan

ijma’ para ulama.

Hukum Melakukan Ijtihad

Fardhu ain : bila ada permasalahan yang meminta dirinya, dan harus mengamalkan

hasil dari ijtihad-nya dan tidak boleh taqlid kepada orang lain.

Juga dihukumi fardhu ain jika ditanyakan tentang suatu permasalahan yang belum

ada hukumnya.

Fardhu kifayah : jika permasalahan yang diajukan kepadanya tidak dikhawatirkan

akan habis waktunya, atau ada orang lain selain dirinya yang sama-sama

memenuhi syarat sebagai seorang mujtahid

Sunnah : apabila ber-ijtihad terhadap permasalahan yang baru, baik di tanya atau

tidak

Haram : apabila ber-ijtihad terhadap permasalahan yang sudah ditetapkan secara

qoth’i, sehingga hasil ijtihadnya bertentangan dengan dalil syara’.

Tingkatan Mujtahid

Mujtahid mustaqil : adalah seorang mujtahid yang bebas menggunakan kaidah-kaidah

yang ia buat sendiri, dia menyusun fiqih-nya sendiri yang berbeda dengan

madzhab.

Mujtahid mutlaq ghairu mustaqil adalah orang yang memiliki kriteria seperti mujtahid

mustaqil, namun dia tidak menciptakan sendiri kaidah-kaidahnya, tetapi

mengikuti metode salah satu imam.

Page 20: Makalah Ijtihad

Mujtahid muqoyyad / mujtahid takhrij adalah mujtahid yang terikat oleh madzhab

imamnya

Mujtahid tarjih adalah mujtahid yang belum sampai derajatnya pada mujtahid takhrij,

tetapi mujtahid ini sangat faqih, hafal kaidah-kaidah imamnya, mengetahui dalil-

dalilnya, cara memutuskan hukum dan lain-lain, namun kalau dibandingkan

dengan mujtahid di atas ia tergolong masih kurang.

Mujtahid fatwa : adalah orang yang hafal dan paham terhadap kaidah-kaidah imam

madzhab, mampu menguasai persoalan yang sudah jelas maupun yang sulit,

namun dia masih lemah dalam menetapkan suatu putusan berdasarkan dalil serta

lemah dalam menetapkan qiyas.

Ijtihad bagi Nabi-nabi

Pada ulama telah sepakat bolehnya ber-ijtihad bagi Nabi-nabi dalam hal-hal

yang berhubungan dengan kepentingan dunia dan soal-soal peperangan. Menurut

jumhur, Nabi-nabi boleh ber-ijtihad, kalau seseorang boleh ber-ijtihad sedang ia tidak

terhindar dari kemungkinan luput, mengapa Nabi-nabi tidak boleh ber-ijtihad,

padahal mereka terjamin dari keluputan.

Ijtihad bagi Sahabat-sahabat

Para ahli ushul berbeda pendapat tentang diperbolehkannya ijtihad bagi

sahabat-sahabat di masa Rasul. Pendapat yang kuat membolehkan ijtihad bagi

sahabat-sahabat; baik di kala berdekatan dengan Rasulullah ataupun ketika berjauhan.

Nabi pernah menyerahkan putusan tentang Yahudi Bani Quraidzah kepada

Sa’ad.

Daftar Pustaka

A. Hanafie, MA., Ushul Fiqh, Jakarta: Widjaya, 1993, cet. XII

Dr. H. Rachmat Syafe’i, MA., Ilmu Ushul Fiqh, Bandung: Pustaka Setia, 1999, cet. I

Page 21: Makalah Ijtihad

.