Al-qur'an, Hadist, Ijtihad

download Al-qur'an, Hadist, Ijtihad

of 20

Transcript of Al-qur'an, Hadist, Ijtihad

  • 5/28/2018 Al-qur'an, Hadist, Ijtihad

    1/20

    Pengertian dan fungsi Al-quran dan Hadits

    PENGERTIAN AL-QURAN

    Secara Etimologi Al Qur'an merupakan mashdar (kata benda) dari kata kerja Qoroa () yangbermakna Talaa () keduanya berarti: membaca, atau bermakna Jamaa (mengumpulkan, mengoleksi).Anda dapat menuturkan, Qoro-a Qoran Wa Quraanan ( amatrep ankam nakrasadreB .( (Yakni: Talaa) maka ia adalah mashdar (kata benda) yang semakna dengan Ism Mafuul, artinya Matluw

    (yang dibaca). Sedangkan berdasarkan makna kedua (Yakni: Jama a) maka ia adalah mashdar dari Ism

    Faail, artinya Jaami (Pengumpul, Pengoleksi) karena ia mengumpulkan/mengoleksi berita -berita dan

    hukum-hukum.

    Sedangkan secara terminologi Al-Quran adalah firman atau wahyu yang berasal dari Allah SWT

    kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara melalui malaikat jibril sebagai pedoman serta petunjuk

    seluruh umat manusia semua masa, bangsa dan lokasi. Alquran adalah kitab Allah SWT yang terakhir

    setelah kitab taurat, zabur dan injil yang diturunkan melalui para rasul. Hal ini juga senada dengan

    pendapat yang menyatakan bahwa Al-Qur'an kalam atau wahyu Allah yang diturunkan melaluiperantaraan malaikat jibril sebagai pengantar wahyu yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW di

    gua hiro pada tanggal 17 ramadhan ketika Nabi Muhammad berusia 41 tahun yaitu surat al alaq ayat 1

    sampai ayat 5. Sedangkan terakhir alqu'an turun yakni pada tanggal 9 zulhijjah tahun 10 hijriah yakni

    surah almaidah ayat 3.

    Allah taala menyebut al-Quran dengan sebutan yang banyak sekali, yang menunjukkan

    keagungan, keberkahan, pengaruhnya dan universalitasnya serta menunjukkan bahwa ia adalah

    pemutus bagi kitab-kitab terdahulu sebelumnya.

    FUNGSI AL-QURAN

    1.Petunjuk bagi Manusia.Allah swt menurunkan Al-Quransebagai petujuk umar manusia,seperti yang dijelaskan dalam surat (Q.S

    AL-Baqarah 2:185 (QS AL-Baqarah 2:2) dan (Q.S AL-Fusilat 41:44)

    2. Sumber pokok ajaran islam.

    Fungsi AL-Quran sebagai sumber ajaran islam sudah diyakini dan diakui kebenarannya oleh segenap

    hukum islam.Adapun ajarannya meliputi persoalan kemanusiaan secara umum seperti

    hukum,ibadah,ekonomi,politik,social,budaya,pendidikan,ilmu pengethuan dan seni.

    3. Peringatan dan pelajaran bagi manusia.

    Dalam AL-Quran banyak diterangkan tentang kisah para nabi dan umat terdahulu,baik umat yang taat

    melaksanakan perintah Allah maupun yang mereka yang menentang dan mengingkari ajaran Nya.Bagi

    kita,umat uyang akan datang kemudian rentu harus pandai mengambil hikmah dan pelajaran dari kisah-

    kisah yang diterangkan dalam Al-Quran.

    4. Sebagai mukjizat Nabi Muhammad saw

    Turunnya Al-Quran merupakan salah satu mukjizat yang dimilki oleh nabi Muhammad saw. Al-Qur'an

    adalah wahyu Allah yang berfungsi sebagai mu'jizat bagi Rasulullah Muhammad saw sebagai pedoman

    hidup bagi setiap Muslim dan sebagai korektor dan penyempurna terhadap kitab-kitab Allah yang

    sebelumnya, dan bernilai abadi.

  • 5/28/2018 Al-qur'an, Hadist, Ijtihad

    2/20

    Sebagai mu'jizat, Al-Qur'an telah menjadi salah satu sebab penting bagi masuknya orang-orang Arab di

    zaman Rasulullah ke dalam agama Islam, dan menjadi sebab penting pula bagi masuknya orang-orang

    sekarang, dan ( insya Allah) pada masa-masa yang akan datang. Ayat-ayat yang berhubungan dengan

    ilmu pengetahuan dapat meyakinkan kita bahwa Al-Qur'an adalah firman-firman Allah, tidak mungkin

    ciptaan manusia apalagi ciptaan Nabi Muhammad saw yang ummi.Demikian juga ayat-ayat yang berhubungan dengan sejarah seperti tentang kekuasaan di Mesir,

    Negeri Saba'. Tsamud, 'Ad, Yusuf, Sulaiman, Dawud, Adam, Musa dan lain-lain dapat memberikan

    keyakinan kepada kita bahwa Al-Qur'an adalah wahyu Allah bukan ciptaan manusia. Ayat-ayat yang

    berhubungan dengan ramalan-ramalan khusus yang kemudian dibuktikan oleh sejarah seperti tentang

    bangsa Romawi, berpecah-belahnya Kristen dan lain-lain juga menjadi bukti lagi kepada kita bahwa Al-

    Qur'an adalah wahyu Allah SWT.

    Bahasa Al-qur'an adalah mu'jizat besar sepanjang masa, keindahan bahasa dan kerapihan

    susunan katanya tidak dapat ditemukan pada buku-buku bahasa Arab lainnya. Gaya bahasa yang luhur

    tapi mudah dimengerti adalah merupakan ciri dari gaya bahasa Al-Qur'an. Karena gaya bahasa yang

    demikian itulah Umar bin Khattab masuk Islam setelah mendengar Al-Qur'an awal surat Thaha yang

    dibaca oleh adiknya Fathimah. Bahkan Abu Jahal musuh besar Rasulullah, sampai tidak jadi membunuh

    Nabi karena mendengar surat adh-Dhuha yang dibaca Nabi.

    PENGERTIAN HADITS

    Menurut bahasa hadits adalah jadid, yaitu sesuatu yang baru, menunjukkan sesuatu yang dekat

    atau waktu yang singkat. Hadits juga berarti khabar, artinya berita, yaitu sesuatu yang diberitakan,

    diperbincangkan, dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain. Selain itu, hadits juga berarti qarib,

    artinya dekat, tidak lama lagi terjadi.

    Menurut ahli hadits, pengertian hadits adalah Seluruh perkataan, perbuatan, dan hal ihwal

    tentang Nabi Muhammad SAW, sedangkan menurut yang lainnya adalah Segala sesuatu yang

    bersumber dari Nabi, baik berupa perkataan, perbuataan, maupun ketetapannya.

    Adapun menurut muhadditsin, hadits itu adalah Segala apa yang disandarkan kepada Nabi

    Muhammad SAW, baik itu hadits marfu(yang disandarkan kepada Nabi), hadits mauquf (yang

    disandarkan kepada sahabat) ataupun hadits maqthu (yang disandarkan kepada tabiin). [KREAT,2012]

    FUNGSI HADITS TERHADAP AL-QURAN

    Al-Quran merupakan kitab suci terakhir yang diturunkan Alloh. Kitab Al-Quranadalah sebagai penyempurna dari kita-kitab Alloh yang pernah diturunkan sebelumnya.

    Al-Quran dan Hadits merupakan sumber pokok ajaran Islam dan merupakan rujukanumat Islam dalam memahami syariat. Pada tahun 1958 salah seorang sarjana barat

    yang telah mengadakan penelitian dan penyelidikan secara ilmiah tentang Al-Quranmengatan bahwa : Pokok-pokok ajaran Al-Quran begitu dinamis serta langgeng abadi,sehingga tidak ada di dunia ini suatu kitab suci yang lebih dari 12 abad lamanya, tetapimurni dalam teksnya. (Drs. Achmad Syauki, Sulita Bandung, 1985 : 33). Fungsi Haditsterhadap Al-Quran meliputi tiga fungsi pokok, yaitu :

    1. Menguatkan dan menegaskan hukum yang terdapat dalam Al-Quran.2. Menguraikan dan merincikan yang global (mujmal), mengkaitkan yang mutlak dan

    mentakhsiskan yang umum(am), Tafsil, Takyid, dan Takhsis berfungsi menjelaskan

  • 5/28/2018 Al-qur'an, Hadist, Ijtihad

    3/20

    apa yang dikehendaki Al-Quran. Rasululloh mempunyai tugas menjelaskan Al-Quransebagaimana firman Alloh SWT dalam QS. An-Nahl ayat 44:Dan Kami turunkan kepadamu Al-Quran, agar kamu menerangkan kepada umatmanusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya merekamemikirkan(QS. An-Nahl : 44

    3. Menetapkan dan mengadakan hukum yang tidak disebutkan dalam Al-Quran. Hukumyang terjadi adalah merupakan produk Hadits/Sunnah yang tidak ditunjukan oleh Al-Quran. Contohnya seperti larangan memadu perempuan dengan bibinya dari pihak ibu,haram memakan burung yang berkuku tajam, haram memakai cincin emas dan kainsutra bagi laki-laki. [TATAN,2012]

    Pembagian Hadits Secara UmumHadits yang dapat dijadikan pegangan adalah hadits yang dapat diyakini kebenarannya.

    Untuk mendapatkan hadits tersebut tidaklah mudah karena hadits yang ada sangatlah

    banyak dan sumbernya pun berasal dari berbagai kalangan.Hadits yang dapat dijadikan pegangan adalah hadits yang dapat diyakini kebenarannya. Untuk

    mendapatkan hadits tersebut tidaklah mudah karena hadits yang ada sangatlah banyak dan

    sumbernya pun berasal dari berbagai kalangan.

    A. DARI SEGI JUMLAH PERIWAYATNYA

    Hadits ditinjau dari segi jumlah rawi atau banyak sedikitnya perawi yang menjadi sumber berita,

    maka dalam hal ini pada garis besarnya hadits dibagi menjadi dua macam, yakni hadits

    mutawatirdan hadits ahad.

    1. Hadits Mutawatira. Ta'rif Hadits Mutawatir

    Kata mutawatirMenurut lughat ialah mutatabiyang berarti beriring-iringan atau berturut-turut antara

    satu dengan yang lain.

    Sedangkan menurut istilah ialah:

    "Suatu hasil hadis tanggapan pancaindera, yang diriwayatkan oleh sejumlah besar rawi, yang

    menurut kebiasaan mustahil mereka berkumpul dan bersepakat untuk dusta."

  • 5/28/2018 Al-qur'an, Hadist, Ijtihad

    4/20

    Artinya:

    "Hadits mutawatir ialah suatu (hadits) yang diriwayatkan sejumlah rawi yang menurut adat mustahil

    mereka bersepakat berbuat dusta, hal tersebut seimbang dari permulaan sanad hingga akhirnya,

    tidak terdapat kejanggalan jumlah pada setiap tingkatan."

    Tidak dapat dikategorikan dalam hadits mutawatir, yaitu segala berita yang diriwayatkan dengan

    tidak bersandar pada pancaindera, seperti meriwayatkan tentang sifat-sifat manusia, baik yang

    terpuji maupun yang tercela, juga segala berita yang diriwayatkan oleh orang banyak, tetapi mereka

    berkumpul untuk bersepakat mengadakan berita-berita secara dusta.

    Hadits yang dapat dijadikan pegangan dasar hukum suatu perbuatan haruslah diyakini

    kebenarannya. Karena kita tidak mendengar hadis itu langsung dari Nabi Muhammad SAW, maka

    jalan penyampaian hadits itu atau orang-orang yang menyampaikan hadits itu harus dapat

    memberikan keyakinan tentang kebenaran hadits tersebut. Dalam sejarah para perawi diketahui

    bagaimana cara perawi menerima dan menyampaikan hadits. Ada yang melihat atau mendengar,

    ada pula yang dengan tidak melalui perantaraan pancaindera, misalnya dengan lafaz diberitakan

    dan sebagainya. Disamping itu, dapat diketahui pula banyak atau sedikitnya orang yang

    meriwayatkan hadits itu.

    Apabila jumlah yang meriwayatkan demikian banyak yang secara mudah dapat diketahui bahwa

    sekian banyak perawi itu tidak mungkin bersepakat untuk berdusta, maka penyampaian itu adalah

    secara mutawatir.

    b. Syarat-Syarat Hadits Mutawatir

    Suatu hadits dapat dikatakan mutawatir apabila telah memenuhi persyaratan sebagai berikut :

    1. Hadits (khabar) yang diberitakan oleh rawi-rawi tersebut harus berdasarkan tanggapan (daya

    tangkap) pancaindera. Artinya bahwa berita yang disampaikan itu benar-benar merupakan hasil

    pemikiran semata atau rangkuman dari peristiwa-peristiwa yang lain dan yang semacamnya, dalam

    arti tidak merupakan hasil tanggapan pancaindera (tidak didengar atau dilihat) sendiri oleh

    pemberitanya, maka tidak dapat disebut hadits mutawatir walaupun rawi yang memberikan itu

    mencapai jumlah yang banyak.

    2. Bilangan para perawi mencapai suatu jumlah yang menurut adat mustahil mereka untuk berdusta.

    Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat tentang batasan jumlah untuk tidak memungkinkan

    bersepakat dusta.

    a. Abu Thayib menentukan sekurang-kurangnya 4 orang. Hal tersebut diqiyaskan dengan jumlah

    saksi yang diperlukan oleh hakim.

    b. Ashabus Syafi'i menentukan minimal 5 orang. Hal tersebut diqiyaskan dengan jumlah para Nabi

  • 5/28/2018 Al-qur'an, Hadist, Ijtihad

    5/20

    yang mendapatkan gelar Ulul Azmi.

    c. Sebagian ulama menetapkan sekurang-kurangnya 20 orang. Hal tersebut berdasarkan ketentuan

    yang telah difirmankan Allah tentang orang-orang mukmin yang tahan uji, yang dapat mengalahkan

    orang-orang kafir sejumlah 200 orang (lihat surat Al-Anfal ayat 65).

    d. Ulama yang lain menetapkan jumlah tersebut sekurang-kurangnya 40 orang. Hal tersebut

    diqiyaskan dengan firman Allah:

    "Wahai nabi cukuplah Allah dan orang-orang yang mengikutimu (menjadi penolongmu)." (QS. Al-

    Anfal: 64).

    3. Seimbang jumlah para perawi, sejak dalam thabaqat(lapisan/tingkatan) pertama maupun

    thabaqat berikutnya. Hadits mutawatir yang memenuhi syarat-syarat seperti ini tidak banyak

    jumlahnya, bahkan Ibnu Hibban dan Al-Hazimi menyatakan bahwa hadits mutawatir tidak mungkin

    terdapat karena persyaratan yang demikian ketatnya. Sedangkan Ibnu Salah berpendapat bahwa

    mutawatir itu memang ada, tetapi jumlahnya hanya sedikit.

    Ibnu Hajar Al-Asqalani berpendapat bahwa pendapat tersebut di atas tidak benar. Ibnu Hajar

    mengemukakan bahwa mereka kurang menelaah jalan-jalan hadits, kelakuan dan sifat-sifat perawi

    yang dapat memustahilkan hadits mutawatir itu banyak jumlahnya sebagaimana dikemukakan

    dalam kitab-kitab yang masyhur bahkan ada beberapa kitab yang khusus menghimpun hadits-hadits

    mutawatir, sepertiAl-Azharu al-Mutanatsirah fi al-Akhabri al-Mutawatirah, susunan Imam As-

    Suyuti(911 H), Nadmu al-Mutasir Mina al-Haditsi al-Mutawatir, susunan Muhammad Abdullah bin

    Jafar Al-Khattani (1345 H).

    c. Faedah Hadits Mutawatir

    Hadits mutawatir memberikan faedah ilmu daruri, yakni keharusan untuk menerimanya secara bulat

    sesuatu yang diberitahukan mutawatir karena ia membawa keyakinan yang qath'i (pasti), dengan

    seyakin-yakinnya bahwa Nabi Muhammad SAW benar-benar menyabdakan atau mengerjakan

    sesuatu seperti yang diriwayatkan oleh rawi-rawi mutawatir.

    Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa penelitian terhadap rawi-rawi hadits mutawatir tentang

    keadilan dan kedlabitannya tidak diperlukan lagi, karena kuantitas/jumlah rawi-rawinya mencapai

    ketentuan yang dapat menjamin untuk tidak bersepakat dusta. Oleh karenanya wajiblah bagi setiap

    muslim menerima dan mengamalkan semua hadits mutawatir. Umat Islam telah sepakat tentang

    faedah hadits mutawatir seperti tersebut di atas dan bahkan orang yang mengingkari hasil ilmu

    daruri dari hadits mutawatir sama halnya dengan mengingkari hasil ilmu daruri yang berdasarkan

    musyahailat (penglibatan pancaindera).

  • 5/28/2018 Al-qur'an, Hadist, Ijtihad

    6/20

    d. Pembagian Hadits Mutawatir

    Para ulama membagi hadits mutawatir menjadi 3 (tiga) macam :

    1. Hadits Mutawatir Lafzi

    Muhadditsin memberi pengertian Hadits Mutawatir Lafzi antara lain :

    "Suatu (hadits) yang sama (mufakat) bunyi lafaz menurut para rawi dan demikian juga pada hukum

    dan maknanya."

    Pengertian lain hadits mutawatir lafzi adalah :

    "Suatu yang diriwayatkan dengan bunyi lafaznya oleh sejumlah rawi dari sejumlah rawi dari

    sejumlah rawi."

    Contoh Hadits Mutawatir Lafzi :

    "Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa yang sengaja berdusta atas namaku, maka hendaklah ia

    bersedia menduduki tempat duduk di neraka."

    Silsilah/urutan rawi hadits di atas ialah sebagai berikut :

  • 5/28/2018 Al-qur'an, Hadist, Ijtihad

    7/20

    Menurut Abu Bakar Al-Bazzar, hadits tersebut diatas diriwayatkan oleh 40 orang sahabat, kemudian

    Imam Nawawi dalam kita Minhaju al-Muhadditsinmenyatakan bahwa hadits itu diterima 200

    sahabat.

    2. Hadits mutawatir maknawi

    Hadits mutawatir maknawi adalah :

    Artinya :

    "Hadis yang berlainan bunyi lafaz dan maknanya, tetapi dapat diambil dari kesimpulannya atau satu

    makna yang umum."

    Artinya:

    "Hadis yang disepakati penulisannya atas maknanya tanpa menghiraukan perbedaan pada lafaz."

    Jadi hadis mutawatir maknawiadalah hadis mutawatir yang para perawinya berbeda dalam

    menyusun redaksi hadis tersebut, namun terdapat persesuaian atau kesamaan dalam maknanya.

    Contoh :

    Artinya :

    "Rasulullah SAW tidak mengangkat kedua tangan beliau dalam doa-doanya selain dalam doa salat

    istiqa' dan beliau mengangkat tangannya, sehingga nampak putih-putih kedua ketiaknya." (HR.

    Bukhari Muslim)

    Hadis yang semakna dengan hadis tersebut di atas ada banyak, yaitu tidak kurang dari 30 buah

    dengan redaksi yang berbeda-beda. Antara lain hadis-hadis yang ditakrijkan oleh Imam ahmad, Al-

    Hakim dan Abu Daud yang berbunyi :

    Artinya :

    "Rasulullah SAW mengangkat tangan sejajar dengan kedua pundak beliau."

  • 5/28/2018 Al-qur'an, Hadist, Ijtihad

    8/20

    3. Hadis Mutawatir Amali

    Hadis Mutawatir Amaliadalah :

    Artinya :

    "Sesuatu yang mudah dapat diketahui bahwa hal itu berasal dari agama dan telah mutawatir di

    antara kaum muslimin bahwa Nabi melakukannya atau memerintahkan untuk melakukannya atau

    serupa dengan itu."

    Contoh :

    Kita melihat dimana saja bahwa salat Zuhur dilakukan dengan jumlah rakaat sebanyak 4 (empat)

    rakaat dan kita tahu bahwa hal itu adalah perbuatan yang diperintahkan oleh Islam dan kita

    mempunyai sangkaan kuat bahwa Nabi Muhammad SAW melakukannya atau memerintahkannya

    demikian.

    Di samping pembagian hadis mutawatir sebagimana tersebut di atas, juga ulama yang membagi

    hadis mutawatir menjadi 2 (dua) macam saja. Mereka memasukkan hadis mutawatir amali ke

    dalammutawatir maknawi. Oleh karenanya hadis mutawatir hanya dibagi menjadi mutawatir

    lafzidanmutawatir maknawi.

    2. Hadis Ahada. Pengertian hadis ahad

    Menurut Istilah ahli hadis, tarif hadis ahad antara laian adalah:

    Artinya:

    "Suatu hadis (khabar) yang jumlah pemberitaannya tidak mencapai jumlah pemberita hadis

    mutawatir; baik pemberita itu seorang. dua orang, tiga orang, empat orang, lima orang dan

    seterusnya, tetapi jumlah tersebut tidak memberi pengertian bahwa hadis tersebut masuk ke dalam

    hadis mutawatir: "

    Ada juga yang memberikan tarif sebagai berikut:

  • 5/28/2018 Al-qur'an, Hadist, Ijtihad

    9/20

    Artinya:

    "Suatu hadis yang padanya tidak terkumpul syara-syarat mutawatir."

    b. Faedah hadis ahad

    Para ulama sependapat bahwa hadis ahad tidak Qat'i, sebagaimana hadis mutawatir. Hadis ahad

    hanya memfaedahkan zan, oleh karena itu masih perlu diadakan penyelidikan sehingga dapat

    diketahui maqbul dan mardudnya. Dan kalau temyata telah diketahui bahwa, hadis tersebut tidak

    tertolak, dalam arti maqbul, maka mereka sepakat bahwa hadis tersebut wajib untuk diamalkan

    sebagaimana hadis mutawatir. Bahwa neraca yang harus kita pergunakan dalam berhujjah dengan

    suatu hadis, ialah memeriksa "Apakah hadis tersebut maqbul atau mardud". Kalau maqbul, boleh

    kita berhujjah dengannya. Kalau mardud, kita tidak dapat iktiqatkan dan tidak dapat pula kita

    mengamalkannya.

    Kemudian apabila telah nyata bahwa hadis itu (sahih, atau hasan), hendaklah kita periksa apakah

    ada muaridnyayang berlawanan dengan maknanya. Jika terlepas dari perlawanan maka hadis itu

    kita sebut muhkam. Jika ada, kita kumpulkan antara keduanya, atau kita takwilkan salah satunya

    supaya tidak bertentangan lagi maknanya. Kalau tak mungkin dikumpulkan, tapi diketahui mana

    yang terkemudian, maka yang terdahulu kita tinggalkan, kita pandang mansukh, yang terkemudian

    kita ambil, kita pandang nasikh.

    Jika kita tidak mengetahui sejarahnya, kita usahakan menarjihkan salah satunya. Kita ambil

    yangrajih, kita tinggalkan yang marjuh. Jika tak dapat ditarjihkan salah satunya, bertawaqquflah kita

    dahulu.

    Walhasil, barulah dapat kita dapat berhujjah dengan suatu hadis, sesudah nyata sahih atau

    hasannya, baik ia muhkam, atau mukhtakifadalah jika dia tidak marjuhdan tidak mansukh.

    B. DARI SEGI KUALITAS SANAD DAN MATAN HADIS

    Penentuan tinggi rendahnya tingkatan suatu hadis bergantung kepada tiga hal, yaitu jumlah rawi,

    keadaan (kualitas) rawi, dan keadaan matan. Ketiga hal tersebut menetukan tinggi-rendahnya suatu

    hadis. Bila dua buah hadis menentukan keadaan rawi dan keadaan matan yang sama, maka hadis

    yang diriwayatkan oleh dua orang rawi lebih tinggi tingkatannya dari hadis yang diriwayatkan oleh

    satu orang rawi; dan hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang rawi lebih tinggi tingkatannya daripada

    hadis yang diriwayatkan oleh dua orang rawi.

    Jika dua buah hadis memiliki keadaan matan jumlah rawi (sanad)yang sama, maka hadis yang

    diriwayatkan oleh rawi yang kuat ingatannya, lebih tinggi tingkatannya daripada hadis yang

    diriwayatkan oleh rawi yang lemah tingkatannya, dan hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang jujur

    lebih tinggi tingkatannya daripada hadis yang diriwayatkan oleh rawi pendusta.

  • 5/28/2018 Al-qur'an, Hadist, Ijtihad

    10/20

    Artinya :

    "Dan Musa memilih tujuh puluh orang dari kaumnya untuk (memohon tobat kepada kami) pada

    waktu yang telah kami tentukan."

    Pendapat lain membatasi jumlah mereka empat pulu orang, bahkan ada yang membatasi cukup

    dengan empat orang pertimbangan bahwa saksi zina itu ada empat orang.

    Kata-kata (dari sejumlah rawi yng semisal dan seterusnya sampai akhir

    sanad) mengecualikan hadis ahad yang pada sebagian tingkatannya terkadang diriwayatkan oleh

    sejumlah rawi mutawatir.

    Contoh hadis :

    Artinya :

    "Sesungguhnya amal-amal itu tergantung niatnya."

    Awal hadis tersebut adalah ahad, namun pada pertengahan sanadnya menjadi mutawatir. Maka

    hadis yang demikian bukan termsuk hadis mutawatir.

    Kata-kata (dan sandaran mereka adalah pancaindera) seperti sikap dan

    perkataan beliau yang dapat dilihat atau didengar sabdanya. Misalnya para sahabat menyatakan;

    "kami melihat Nabi SAW berbuat begini". Dengan demikian mengecualikan masalah-masalah

    keyakinan yang disandarkan pada akal, seperti pernyataan tentang keesaan firman Allah dan

    mengecualikan pernyataan-pernyataan rasional murni, seperti pernyataan bahwa satu itu

    separuhnya dua. Hal ini dikarenakan bahwa yang menjadi pertimbangan adalah akal bukan berita.

    Bila dua hadis memiliki rawi yang sama keadaan dan jumlahnya, maka hadis yang matannya seiring

    atau tidak bertentangan dengan ayat-ayat Al-Quran, lebih tinggi tingkatannya dari hadis yang

    matannya buruk atau bertentangan dengan ayat-ayat Al-quran. Tingkatan{martabat) hadis ialah taraf

    kepastian atau taraf dugaan tentang benar atau palsunya hadis berasal dari Rasulullah.

    Hadis yang tinggi tingkatannya berarti hadis yang tinggi taraf kepastiannya atau tinggi taraf dugaan

    tentang benarnya hadis itu berasal Rasulullah SAW. Hadis yang rendah tingkatannya berarti hadis

    yang rehdah taraf kepastiannya atau taraf dugaan tentang benarnya ia berasal dari Rasulullah SAW.

    Tinggi rendahnya tingkatan suatu hadis menentukan tinggi rendahnya kedudukan hadis sebagai

    sumber hukum atau sumber Islam.

    Para ulama membagi hadis ahad dalam tiga tingkatan, yaitu hadis sahih, hadis hasan, dan hadis

    daif. Pada umumnya para ulama tidak mengemukakan, jumlah rawi, keadaan rawi, dan keadaan

    matan dalam menentukan pembagian hadis-hadis tersebut menjadi hadis sahih, hasan, dan daif.

  • 5/28/2018 Al-qur'an, Hadist, Ijtihad

    11/20

    1. Hadis Sahih

    Hadis sahih menurut bahasa berarti hadis yng bersih dari cacat, hadis yng benar berasal dari

    Rasulullah SAW. Batasan hadis sahih, yang diberikan oleh ulama, antara lain :

    Artinya :

    "Hadis sahih adalah hadis yng susunan lafadnya tidak cacat dan maknanya tidak menyalahi ayat (al-

    Quran), hdis mutawatir, atau ijimak serta para rawinya adil dan dabit."

    Keterangan lebih luas mengenai hadis sahih diuraikan pada bab tersendiri.

    2. Hadis Hasan

    Menurut bahasa, hasan berarti bagus atau baik. Menurut Imam Turmuzi hasis hasan adalah :

    Artinya :

    "yang kami sebut hadis hasan dalam kitab kami adalah hadis yng sannadnya baik menurut kami,

    yaitu setiap hadis yang diriwayatkan melalui sanad di dalamnya tidak terdapat rawi yang dicurigai

    berdusta, matan hadisnya, tidak janggal diriwayatkan melalui sanad yang lain pula yang sederajat.

    Hadis yang demikian kami sebut hadis hasan."

  • 5/28/2018 Al-qur'an, Hadist, Ijtihad

    12/20

    3. Hadis Daif

    Hadis daif menurut bahasa berarti hadis yang lemah, yakni para ulama memiliki dugaan yang lemah

    (keci atau rendah) tentang benarnya hadis itu berasal dari Rasulullah SAW.

    Para ulama memberi batasan bagi hadis daif :

    Artinya :

    "Hadis daif adalah hadis yang tidak menghimpun sifat-sifat hadis sahih, dan juga tidak menghimpun

    sifat-sifat hadis hasan."

    Jadi hadis daif itu bukan saja tidak memenuhi syarat-syarat hadis sahih, melainkan juga tidak

    memenuhi syarat-syarat hadis hasan. Pada hadis daif itu terdapat hal-hal yang menyebabkan lebih

    besarnya dugaan untuk menetapkan hadis tersebut bukan berasal dari Rasulullah SAW.

    C. DARI SEGI KEDUDUKAN DALAM HUJJAH

    Sebagaimana telah dijelaskan bahwa suatu hadis perlu dilakukan pemeriksaan, penyelidikan dan

    pemhahasan yang seksama khususnya hadis ahad, karena hadis tersebut tidak mencapai derajat

    mutawatir. Memang berbeda dengan hadis mutawatir yang memfaedahkan ilmu darury, yaitu suatu

    keharusan menerima secara bulat. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, hadis ahad ahad

    ditinjau dari segi dapat diterima atau tidaknya terbagi menjadi 2 (dua) macam yaitu hadis

    maqbuldanhadis mardud.

    a. Hadis Maqbul

    Maqbulmenurut bahasa berarti yang diambil, yang diterima, yang dibenarkan. Sedangkan

    menuruturf Muhaditsin hadis Maqbulialah:

    Artinya:

    "Hadis yang menunjuki suatu keterangan bahwa Nabi Muhammad SAW menyabdakannya."

    Jumhur ulama berpendapat bahwa hadis maqbulini wajib diterima. Sedangkan yang temasuk dalam

    kategori hadis maqbul adalah:

  • 5/28/2018 Al-qur'an, Hadist, Ijtihad

    13/20

    * Hadis sahih, baik yang lizatihumaupun yang ligairihi.

    * Hadis hasanbaik yang lizatihimaupun yang ligairihi.

    Kedua macam hadis tersebut di atas adalah hadis-hadis maqbul yang wajib diterima, namun

    demikian para muhaddisin dan juga ulama yang lain sependapat bahwa tidak semua hadis yang

    maqbul itu harus diamalkan, mengingat dalam kenyataan terdapat hadis-hadis yang telah

    dihapuskan hukumnya disebabkan datangnya hukum atau ketentuan barn yangjugaditetapkan oleh

    hadis Rasulullah SAW.

    Adapun hadis maqbul yang datang kemudian (yang menghapuskan)disebut dengan hadis

    nasikh,sedangkan yang datang terdahulu (yang dihapus) disebut dengan hadis

    mansukh.Disamping itu, terdapat pula hadis-hadis maqbul yang maknanya berlawanan antara satu

    dengan yang lainnya yang lebih rajih (lebih kuat periwayatannya). Dalam hal ini hadis yang kuat

    disebut dengan hadis rajih, sedangkan yang lemah disebut dengan hadis marjuh.

    Apabila ditinjau dari segi kemakmurannya, maka hadis maqbul dapat dibagi menjadi 2 (dua) yakni

    hadis maqbulun bihidan hadis gairu ma'mulin bihi.

    1. Hadis maqmulun bihi

    Hadis maqmulun bihi adalah hadis yang dapat diamalkan apabila yang termasuk hadis ini ialah:

    a. Hadis muhkam, yaitu hadis yang tidak mempunyai perlawanan

    b. Hadis mukhtalif, yaitu dua hadis yang pada lahimya saling berlawanan yang mungkin

    dikompromikan dengan mudah

    c. Hadis nasih

    d. Hadis rajih.

    2. Hadis gairo makmulinbihi

    Hadis gairu makmulinbihiialah hadis maqbul yang tidak dapat diamalkan. Di antara hadis-hadis

    maqbul yang tidak dapat diamalkan ialah:

    a. Hadis mutawaqaf, yaitu hadis muthalif yang tidak dapat dikompromikan, tidak dapat ditansihkan

    dan tidak pula dapat ditarjihkan

    b. Hadis mansuh

    c. Hadis marjuh.

    B. Hadis Mardud

    Mardud menurut bahasa berarti yang ditolak; yang tidak diterima.Sedangkan menurut urf

    Muhaddisin, hadis mardud ialah :

    Artinya:

    "Hadis yang tidak menunjuki keterangan yang kuat akan adanya dan tidak menunjuki keterangan

    yang kuat atas ketidakadaannya, tetapi adanya dengan ketidakadaannya bersamaan."

  • 5/28/2018 Al-qur'an, Hadist, Ijtihad

    14/20

    Ada juga yang menarifkan hadis mardud adalah:

    Artinya:

    "Hadis yang tidak terdapat di dalamnya sifat hadis Maqbun."

    Sebagaimana telah diterangkan di atas bahwa jumhur ulama mewajibkan untuk menerima hadis-

    hadis maqbul, maka sebaliknya setiap hadis yang mardud tidak boleh diterima dan tidak boleh

    diamalkan (harus ditolak).

    Jadi, hadis mardud adalah semua hadis yang telah dihukumi daif.

    D. DARI SEGI PERKEMBANGAN SANADNYA

    1. Hadis Muttasil

    Hadis muttasil disebutjuga Hadis Mausul.

    Artinya:

    "Hadis muttasil adalah hadis yang didengar oleh masing-masing rawinya dari rawi yang di atasnya

    sampai kepada ujung sanadnya, baik hadis marfu' maupun hadis mauquf."

    Kata-kata "hadis yang didengar olehnya" mencakup pula hadis-hadis yang diriwayatkan melalui cara

    lain yang telah diakui, sepertiAl-Arz, Al-Mukatabah,danAl-Ijasah, Al-Sahihah. Dalam definisi di atas

    digunakan kata-kata "yang didengar" karena cara penerimaan demikian ialah cara periwayatan yang

    paling banyak ditempuh. Mereka menjelaskan, sehubungan dengan hadis Mu 'an 'an, bahwa para

    ulama Mutaakhirin menggunakan kata 'an dalam menyampaikan hadis yang diterima melalui Al-

    Ijasah dan yang demikian tidaklah menafikan hadis yang bersangkutan dari batas Hadis Muttasil.

    Contoh Hadis Muttasil Marfu'adalah hadis yang diriwayatkan oleh Malik; dari Nafi' dari Abdullah bin

    Umar bahwa Rasulullah SAW bersabda:

  • 5/28/2018 Al-qur'an, Hadist, Ijtihad

    15/20

    Artinya: "Orang yang tidak mengerjakan shalat Asar seakan-akan menimpakan bencana kepada

    keluarga dan hartanya"

    Contoh hadis mutasil maukuf adalah hadis yang diriwayatkan oleh Malik dari Nafi' bahwa ia

    mendengar Abdullah bin Umar berkata:

    Artinya:

    "Barang siapa yang mengutangi orang lain maka tidak boleh menentukan syarat lain kecuali

    keharusan membayarnya."

    Masing-masing hadis di atas adalah muttasilatau mausul, karena masing-masing rawinya

    mendengarnya dari periwayat di atasnya, dari awal sampai akhir.

    Adapun hadis Maqtuyakni hadis yang disandarkan kepada tabi'in, bila sanadnya bersambung.

    Tidak diperselisihkan bahwa hadis maqtu termasuk jenis Hadis muttasil; tetapi jumhur mudaddisin

    berkata, "Hadis maqtu tidak dapat disebut hadis mausul atau muttasil secara mutlak, melainkan

    hendaknya disertai kata-kata yang membedakannya dengan Hadis mausulsebelumnya. Oleh

    karena itu, mestinya dikatakan "Hadis ini bersambung sampai kepada Sayid bin Al-Musayyab dan

    sebagainya ". Sebagian ulama membolehkan penyebutan hadis maqtusebagai

    hadis mausulatau muttasilsecara mutlak tanpa batasan, diikutkan kepada kedua hadis mausuldi

    atas. Seakan-akan pendapat yang dikemukakan jumhur, yaitu hadis yang berpangkal pada tabi'in

    dinamai hadis maqtu. Secara etimologis hadis maqtu'adalah lawan Hadis mausul. Oleh karena itu,

    mereka membedakannya dengan menyadarkannya kepada tabi'in.

    2. Hadis Munqati'

    KataAl-Inqita'(terputus) berasal dari kataAl-Qat(pemotongan) yang menurut bahasa berarti

    memisahkan sesuatu dari yang lain. Dan kata inqita'merupakan akibatnya, yakni terputus.

    Katainqita'adalah lawan kata ittisal(bersambung) danAl-Wasl.Yang dimaksud di sini adalah

    gugurnya sebagaian rawi pada rangkaian sanad. Para ulama berbeda pendapat dalam memahami

    istilah ini dengan perbedaan yang tajam. Menurut kami, hal ini dikarenakan berkembangnya

    pemakaian istilah tersebut dari masa ulama mutaqaddimin sampai masa ulama mutaakhirin.

    Definisi Munqati'yang paling utama adalah definisi yang dikemukakan oleh Al-Hafizh Ibnu Abdil

    Barr, yakni:

    Artinya:

    "Hadis Munqati adalah setiap hadis yang tidak bersambung sanadnya, baik yang disandarkan

    kepada Nabi SAW, maupun disandarkan kepada yang lain."

  • 5/28/2018 Al-qur'an, Hadist, Ijtihad

    16/20

    Definisi ini menjadikan hadis munqati'berbeda dengan hadis-hadis yang terputus sanadnya yang

    lain. Dengan ketentuan "Salah seorang rawinya" defnisi ini tidak mencakup hadis mu'dal; dengan

    kata-kata, "Sebelum sahabat" definisi ini tidak mencakup hadis mursal; dan dengan penjelasan kata-

    kata "Tidak pada awal sanad" definisi ini tidak mencakup hadis muallaq.

    Pengertian dan macam - macam IjtihadA. Pengrtian ijtihad

    Ijtihad secara bahasa berasal dari kata al-jahd, al-juhd, ( ) dan ath-thaqat yang artinya yaitukesulitan, kesusahan, dan juga berupa suatu kesanggupan atau kemampuan (al-masyaqat). Oleh

    sebab ituijtihad berarti usaha keras atau pengerahan daya upaya untuk mendapatkan sesuatu.

    Sebaliknya, usaha yang tidak dilakukan secara maksimal (tidak mengunakan daya yang keras),

    tidak disebut sebagai ijtihad. Sedangkan menurut istilah adalah suatu aktivitas untuk memperoleh

    pengetahua hukum syara dari dalil terperinci dalam syariah.

    Adapun pengertian ijtihad lainya adalah sebagai berikut :

    1. Pengertian Ijtihad Secara Terminologi

    Ijtihad adalah pengerahan segala kesanggupan seorang faqih (pakar hukum Islam) untuk

    memperoleh pengetahuan tentang hukum sesuatu melalui dalilsyara (agama) kenyataan

    menunjukkan bahwa ijtihad dilakukan di berbagai bidang, yang mencakup aqidah, muamalah ,dan

    falsafat

    2. Menurut Ibnu Hajib

    Ijtihad adalah pengerahan segenap kemampuan yang dilakukan oleh seorang ahli fiqih untuk

    mendapatkan suatu tahap dugaan kuat terhadap adanya sebuah ketetapan syariah.

    3. Menurut Dr. Wahbah az- zuahily

    Menyimpulkan bahwa ijtihad adalah upayah mengistimbatkan hukum - hukum syara dari dealil

    dalilnya secara rinci

    4. Menurut imam al-Ghazali

    Bahwa ijtihad lebih umum dari qiyas karena kadang kadang ijtihad melakukan nalar yang mendalam

    terhadap lafadz yang umum dan dalil- dalil selain qiyas

    B. MACAM-MACAM IJTIHAD

    Ijtihad di menjadi beberapa bagian ( macam- macam) yaitu sebagai berikut:

    1. Ijma

    http://sahabatachoi.blogspot.com/2011/03/pengertian-dan-macam-macam-ijtihad.htmlhttp://sahabatachoi.blogspot.com/2011/03/pengertian-dan-macam-macam-ijtihad.html
  • 5/28/2018 Al-qur'an, Hadist, Ijtihad

    17/20

    Ijma menurut bahasa arab berarti kesepakatan atau sependapat dengan suatu hal, menurut istilah

    ijma adalah kesepakatan mujtahid tentang hukum syara dari suatu peristiwa setelah Rosul

    wafat..Sebagai conth adalah setelah rosul meninggtal diperlukan pengangkatan pengganti beliau

    yang disebut dengan kholifah. maka kaum muslimin pada waktu itu sepakat mengangkat Abu Bakar

    sebagai kholifah pertama. Sekalipun paa mulanya ada yang tidak setuju dengan pegankatan beliau,

    namun pada akhirnya semua kaum muslimin menyetujuinya.

    2. Qias

    Qias menurut bahasa berarti menyamakan , membandingkan atau mengukur seperti menyamakan

    si A dengan si B karena keduanya memiliki tinggi yang sama, wajah yang sama dan berat yang

    sama.Secara istilah qias adalah menetapkan hukum suatu kejadian atau peristiwa yang tidak ada

    dasar nashnya dengan cara membandingkan dengan suatu kejadian yang telah ditetapakan

    hukumnya berdasarkan nash karena ada persamaan illat/sifat diantara kejadian atau peristiwa itu.

    Contoh narkotika di Qiaskan dengan meminum khamar.

    3. Istihsan

    Istihsan menurut bahasa berarti menganggap baik atau mencari yang baik, menurut istilah istihsan

    adalah meninggalkan hukum yang telah ditetapkan pada suatu peristiwa atau kejadian yang

    ditetapkan berdasarkan dalil syara menuju hukum laindari peristiwa itu juga. karena ada suatu dalil

    syara yang mengharuskan untuk meninggalkanya.

    Contoh: Syari melarang terhadap jual beli benda yang ada atau mengadakan akad pada sesuatu

    yang tidak ada. Namun ia memberi kemurahan secara istihsan pada pemesanan, sewa menyewa,

    muzaroah, mukhobaroh dll. Semuanya itu adalah akd sedangkan sesuatu yang diakadkan tidak ada

    pada waktu akad berlangsung. Segi istihsanya adalah kebutuhan manusia dan kebniasaan mereka.

    4. Maslahah mursalah

    adalah suatu kemaslahatan dimana syar;i tidak mensyariatkan sutau hukum ntuk merealisir

    kemaslahatan itu dan tidak ada dalil yang menunjukkan atas pengakuanya atau pembatalanya.

    Contoh kemaslahatn yang karenanya para sahabat mensyariatkan pengadaan

    penjara,pencetakanmata uang, penetapan tanah pertanian, memungut pajak.

    5. Urf

    Menurut bahasa adalah kebiasaan sedangkan menurt istilah sesuatu yang telah dikenal orang

    banyak dan menjadi tradisi mereka dan tentunya tradisi disini adalah kebiasaan yang tidak dilarang.

    Contoh : saling pengertian manusia terhadap jual beli dengan cara saling memberikan tan pa

    adanya sighot lafdliyah.

    6. Istishab

    Menurut bahasa adalah pengakuan adanya perhubungan. secara istilah adalah menetapkan hokum

    terhadap sesuatu berdasar keadaan sebelumnya sehingga ada dalil yang menyebutkan atas

    perubahan keadaan tersebut. Contoh : Apabila seoran mujtahid ditanyai tentang hukum sebuah

  • 5/28/2018 Al-qur'an, Hadist, Ijtihad

    18/20

    perjanjian dan ia tidak menemukan jawaban di nash dan tidak pula menemukan dalil syari yang

    membicarakan hukumnya mala ia memutuskan dengan kebolehan perjanjian tersebut berdasar

    kaidah : inna al ashlu fi syaiin al ibahah.

    Ijtihad terdiri dari bermacam-macam tingkatan, yaitu:

    1. Ijtihad Muthlaq/Mustaqil,

    Yaitu ijtihad yang dilakukan dengan cara menciptakan sendiri norma-norma dan kaidah istinbath

    yang dipergunakan sebagai sistem/metode bagi seorang mujtahid dalam menggali hukum. Norma-

    norma dan kaidah itu dapat diubahnya sendiri manakala dipandang perlu. Mujtahid dari tingkatanini

    contohnya seperti Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafii dan Imam Ahmad yang terkenal dengan

    sebutan Mazhab Empat.

    2. Ijtihad Muntasib

    Yaitu ijtihad yang dilakukan seorang mujtahid dengan mempergunakan norma-norma dan kaidah-

    kaidah istinbath imamnya (mujtahid muthlaq/Mustaqil). Jadi untuk menggali hukum dari sumbernya,

    mereka memakai sistem atau metode yang telah dirumuskan imamnya, tidak menciptakan sendiri.

    Mereka hanya berhak menafsirkan apa yang dimaksud dari norma-norma dan kaidah-kaidah

    tersebut. Contohnya, dari mazhab Syafii seperti Muzany dan Buwaithy. Dari

    madzhab Hanafi seperti Muhammad bin Hasan dan Abu Yusuf. Sebagian ulama menilai bahwa Abu

    Yusuf termasuk kelompok pertama/mujtahid muthalaq/mustaqil.

    3. Ijtihad mazhab atau fatwa yang pelakunya

    Disebut mujtahid mazhab/fatwa, yaitu ijtihad yang dilakukan seorang mujtahid dalam lingkungan

    madzhab tertentu. Pada prinsipnya mereka mengikuti norma-norma/kaidah-kaidah istinbathimamnya, demikian juga mengenai hukum

    furu/fiqih yang telah dihasilkan imamnya. Ijtihad mereka hanya berkisar pada masalah-masalah

    yang memang belum diijtihadi imamnya, men-takhrij-kan pendapat imamnya dan menyeleksi

    beberapa pendapat yang dinukil dari imamnya, mana yang shahih dan mana yang lemah.

    Contohnya seperti Imam Ghazali dan Juwaini dari madzhab Syafii.

    4. Ijtihad di bidang tarjih,

    Yaitu ijtihad yang dilakukan dengan cara mentarjih dari beberapa pendapat yang ada baik dalam

    satu lingkungan madzhab tertentu maupun dari berbagai mazhab yang ada dengan memilih manadiantara pendapat itu yang paling kuat dalilnya atau mana yang paling sesuai dengan kemaslahatan

    sesuai dengan tuntunan zaman. Dalam mazhab Syafii, hal itu bisa kita lihat pada Imam Nawawi dan

    Imam Rafii. Sebagian ulama mengatakan bahwa antara kelompok ketiga dan keempat ini sedikit

    sekali perbedaannya; sehingga sangat sulit untuk dibedakan. Oleh karena itu mereka

    menjadikannya satu tingkatan.10

    . Fungsi Ijtihad

  • 5/28/2018 Al-qur'an, Hadist, Ijtihad

    19/20

    Meski Al Quran sudah diturunkan secara sempurna dan lengkap, tidak berarti semua hal dalam

    kehidupan manusia diatur secara detail oleh Al Quran maupun Al Hadist. Selain itu ada

    perbedaan keadaan pada saat turunnya Al Quran dengan kehidupan modern. Sehingga setiap saat

    masalah baru akan terus berkembang dan diperlukan aturan-aturan turunan dalam melaksanakan

    Ajaran Islam dalam kehidupan beragama sehari-hari.

    Jika terjadi persoalan baru bagi kalangan umat Islam di suatu tempat tertentu atau di suatu masawaktu tertentu maka persoalan tersebut dikaji apakah perkara yang dipersoalkan itu sudah ada

    dan jelas ketentuannya dalam Al Quran atau Al Hadist. Sekiranya sudah ada maka persoalan

    tersebut harus mengikuti ketentuan yang ada sebagaimana disebutkan dalam Al Quran atau Al

    Hadits itu. Namun, jika persoalan tersebut merupakan perkara yang tidak jelas atau tidak ada

    ketentuannya dalam al-Quran dan al-Hadist, pada saat itulah maka umat Islam memerlukan

    ketetapan Ijtihad. Tapi yang berhak membuat Ijtihad adalah mereka yang mengerti dan paham Al

    Quran dan Al Hadist.

    D. Kedudukan IjtihadBerbeda dengan al-Qur'an dan as-Sunnah, ijtihad terikat dengan ketentuan-ketentuan sebagai

    berikut :a. Pada dasarnya yang ditetapkan oleh ijtihad tidak dapat melahirkan keputusan yang mutlak

    absolut. Sebab ijtihad merupakan aktifitas akal pikiran manusia yang relatif. Sebagai produk

    pikiran manusia yang relatif maka keputusan daripada suatu ijtihad pun adalah relatif.

    b. Sesuatu keputusan yang ditetapkan oleh ijtihad, mungkin berlaku bagi seseorang tapi tidak

    berlaku bagi orang lain. Berlaku untuk satu masa / tempat tapi tidak berlaku pada masa / tempat

    yang lain.

    c. Ijtihad tidak berlaku dalam urusan penambahan ibadah mahdhah. Sebab urusan ibadah

    mahdhah hanya diatur oleh Allah dan Rasulullah.

    d. Keputusan ijtihad tidak boleh bertentangan dengan al-Qur'an dan as-Sunnah.

    e. Dalam proses berijtihad hendaknya dipertimbangkan faktor-faktor motifasi, akibat,

    kemaslahatan umum, kemanfaatan bersama dan nilai-nilai yang menjadi ciri dan jiwa daripada

    ajaran Islam.

    E. Hukum IjtihadUlama berpendapat, jika seorang Muslim dihadapkan kepada suatu peristiwa atau ditanya

    tentang suatu masalah yang berkaitan dengan hukum syara, maka hukum ijtihad bagi orang itu

    bisa wajib ain, wajib kifayah, sunnah, atau haram, tergantung kepada kapasitas orang tersebut.

    Pertama,bagi seorang Muslim yang memenuhi kriteria mujtahid yang diminta fatwa hukum atas

    suatu peristiwa yang terjadi dan ia khawatir peristiwa itu akan hilang begitu saja tanpa kepastian

    hukumnya, atau ia sendiri mengalami peristiwa yang tidak jelas hukumnya dalam nas, maka

    hukum ijtihad menjadiwajib ain.

    Kedua, bagi seorang muslim yang memenuhi kriteria mujtahi yang diminta fatwa hukum atassuatu peristiwa yang terjadi, tetapi ia mengkhawatirkan peristiwa itu lenyap dan selain dia masih

    ada mujtahid lainnya, maka hukum ijtihad menjadi wajib kifayah. Artinya, jika semua mujtahid

    tidak ada yang melakukan ijtihad atas kasus tersebut, maka semuanya berdosa. Sebaliknya, jika

    salah seorang dari mereka melakukan ijtihad, maka gugurlah tuntutan ijtihad atas diri mereka.

    Ketiga,hukum berijtihad menjadi sunnah jika dilakukan atas persoalan-persoalan yang tidak atau

    belum terjadi.Keempat, hukum ijtihad menjadi haram dilakukan atas peristiwa-peristiwa yang

  • 5/28/2018 Al-qur'an, Hadist, Ijtihad

    20/20

    sudah jelas hukumnya secara qathi,baik dalam al-Quran maupun sunnah; atau ijtihad atas

    peristiwa yang hukumnya telah ditetapkan secara ijma.[16]

    http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=8411009804926677587#_ftn16http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=8411009804926677587#_ftn16http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=8411009804926677587#_ftn16http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=8411009804926677587#_ftn16