Makalah Hukum Ketenagakerjaan

17
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Outsourcing (alih daya) adalah salah satu pilihan strategis dalam mendukung proses bisnis di perusahaan. Selain dalam rangka efisiensi, perusahaan pengguna dimanjakan dengan beberapa keuntungan / manfaat dari kegiatan outsourcing . Satu yang terpenting diantaranya adalah perusahaan pengguna dapat lebih fokus pada strategi perusahaan, sehingga proses pencapaian tujuan perusahaan dapat terkontrol, terukur dan akhirnya tercapai. Dalam outsourcing , khususnya outsourcing tenaga kerja di Indonesia, dari sisi regulasi dan penerapannya selalu menjadi fenomena menarik. Isu outsourcing selalu hangat, dan bahkan menghangat. Hal ini terjadi karena dampak kehidupan ketenagakerjaan yang sangat dinamis. Di satu sisi, perusahaan ingin memberdayakan sumber daya dari luar ( Outsourcing ), tetapi di sisi lain pekerja (buruh) keberatan dan menolak, karena praktiknya diduga merugikan pihak tertentu. 1

description

OUTSOURCING

Transcript of Makalah Hukum Ketenagakerjaan

Page 1: Makalah Hukum Ketenagakerjaan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Outsourcing (alih daya) adalah salah satu pilihan strategis dalam mendukung proses

bisnis di perusahaan. Selain dalam rangka efisiensi, perusahaan pengguna dimanjakan dengan

beberapa keuntungan / manfaat dari kegiatan outsourcing. Satu yang terpenting diantaranya

adalah perusahaan pengguna dapat lebih fokus pada strategi perusahaan, sehingga proses

pencapaian tujuan perusahaan dapat terkontrol, terukur dan akhirnya tercapai.

Dalam outsourcing, khususnya outsourcing tenaga kerja di Indonesia, dari sisi regulasi

dan penerapannya selalu menjadi fenomena menarik. Isu outsourcing selalu hangat, dan

bahkan menghangat. Hal ini terjadi karena dampak kehidupan ketenagakerjaan yang sangat

dinamis. Di satu sisi, perusahaan ingin memberdayakan sumber daya dari luar (Outsourcing),

tetapi di sisi lain pekerja (buruh) keberatan dan menolak, karena praktiknya diduga

merugikan pihak tertentu.

Beberapa hal yang dinilai merugikan buruh tersebut diduga atau terkait dengan

penyelenggara/penyedia jasa outsourcing yang menerapkan beberapa hal seperti adanya

sejumlah pungutan biaya sebelum bekerja, pemotongan gaji, mekanisme jamsostek dan pajak

penghasilan yang tidak jelas, perhitungan gaji/lembur yang tidak transparan, mekanisme

hubungan kerja yang tidak jelas, atau hal-hal lain yang berpotensi merugikan atau

menyalahgunakan status pekerja/buruh. Atau setidaknya memperlemah posisi pekerja/buruh

dalam hubungan kerja. Hal-hal tersebut yang menjadi dasar pekerja/serikat bahu-membahu

dan terus menerus bersuara keras untuk membubarkan atau melarang praktek outsourcing di

Indonesia.

1

Page 2: Makalah Hukum Ketenagakerjaan

Dalam setiap momentum gerakan buruh, isu outsourcing seolah selalu menjadi yang

pertama dan utama dalam setiap aksi. Seolah tidak afdhol sebuah gerakan, jika menanggalkan

isu tersebut, walau untuk sementara. Namun demikian apakah sudah selayakanya praktek

outsourcing seperti ini, atau sudah pantas-kah outsourcing harus dibubarkan? Untuk opsi

pertama, jelas setiap pihak sepakat bahwa idealnya praktek outsourcing tidak-lah demikian,

karena jelas akan merugikan salah satu pihak.

Jika outsourcing merupakan alat (instrument) bisnis, tentu alat tersebut harus

bermanfaat, bukan menghadirkan kerugian. Untuk opsi kedua, tentang pembubaran atau

larangan outsourcing, inilah yang selalu menghangat menjadi isu yang sangat debatable dan

menarik perhatian banyak pihak. Sepanjang para pihak memandang dari persepsi iternal,

maka selamanya isu outsourcing akan selalu menjadi bahan perdebatan yang tidak ada muara

atau titik temunya

B. Rumusan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, agar dalam penulisan ini penulis

memperoleh hasil yang diinginkan, maka  penulis mengemukakan beberapa rumusan

masalah. Rumusan masalah itu adalah:

1. Bagaimana Sejarah Dan Pengertian Outsourcing?

2. Mengapa Outsourcing Dikatakan Merugikan Pekerja/Buruh?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penyusunan makalah ini antara lain:

1. Untuk Mengetahui Bagaimana Sejarah Dan Pengertian Outsourcing

2. Untuk Mengetahui Mengapa Outsourcing Dikatakan Merugikan Pekerja/Buruh

2

Page 3: Makalah Hukum Ketenagakerjaan

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Outsourcing Dan Pengertian Outsourcing

1. Sejarah Outsourcing

Pada dasarnya praktik dari prinsip-prinsip outsourcing telah diterapkan sejak zaman

Yunani dan Romawi. Pada zaman tersebut, akibat kekurangan kemampuan pasukan dan tidak

tersedianya ahli-ahli baangunan, bangsa Yunani dan Romawi menyewa prajurit untuk

berperang dan para ahli-ahli bangunan untuk membangun kota dan istana.

Sejalan dengan terjadinya revolusi industri, maka perusahaan-perusahaan berusaha

untuk menemukan terobosan-terobosan baru dalam memenangkan persaingan. Pada tahap ini,

kemampuan untuk mengerjakan sesuatu saja tidak cukup untuk menang secara kompetitif,

melainkan harus disertai dengan kesanggupan untuk menciptakan produk paling bermutu

dengan biaya terendah.

Sekitar tahuan 1950-an sampai dengan 1960-an, berbagaai pertemuan ekonomi telah

mendorong kearah diversifikasi usaha, dengan tujuan mendapatkan keuntungan dari

perkembangan ekonomi dunia. Melalui diversifikasi diharapkan terjadi efisiensi untuk

menciptakan keuntungan bagi dunia usaha.

Selanjutnya pada tahun 1970 dan 1980, perusahaan menghadapi persaingan global,

dan mengalami kesulitan karena kurangnya persiapan akibat struktur manajemen yang

bengkak. Akibatnya, risiko usaha dalam segala hal, termasuk risiko ketnagakerjaan pun

meningkat. Tahap ini merupakan awal timbulnya pemikiran outsourcing didunia usana.

Untuk meningkatkan keluwesan dan kreativitas, banyak perusahaan besar yang membuat

3

Page 4: Makalah Hukum Ketenagakerjaan

strategi baru dengan konsentrasi pada bisnis inti, mengidetifikasikan proses yang kritikal, dan

memutuskan hal-hal yang harus di outsource.

Sekitar tahun 1990, outsourcing telah mulai berperan sebagai jasa pendukung.

Tingginya persaingan telah menuntut manajemen perusahaan melakukan perhitungan

pengurangan biaya. Perusahaan mulai melakukan outsource fungsi-fungsi yang penting bagi

perusahaan, akan tetapi tidak berhubungan langsung dengan bisnis inti perusahaan.

Di Indonesia praktik outsourcing telah dikenal sejak zaman kolonial Belanda. Praktik

ini dapat dilihat dari adanya pengaturan mengenai pemborongan pekerjaan, sebagimana

diatur dalam pasal 1601 b KUHPerdata. Dalam pasal itu disebutkan bahwa pemborongan

pekerjan adalah suatu kesepakatan dua belah pihak yang saling mengikatkan diri, untuk

menyerahkan suatu pekerjan kepada pihak lain dan pihak lainnya membayarkan sejumlah

harga.

2. Pengertian Outsourcing

Outsourcing adalah pendelegasian operasi dan manajemen harian dari suatu proses

bisnis kepada pihak luar (Perusahaan penyedia jasa outsourcing). Melalui pendelegasian,

maka pengelolaan tidak lagi dilakukan oleh perusahaan, melainkan dilimpahkan kepada

perusahaan jasa outsourcing.

Kemudian Outsourcing  juga merupakan salah satu pilihan strategis dalam

mendukung proses bisnis di perusahaan. Selain dalam rangka efisiensi, perusahaan pengguna

dimanjakan dengan beberapa keuntungan / manfaat dari kegiatan outsourcing. Satu yang

terpenting diantaranya adalah perusahaan pengguna dapat lebih fokus pada strategi

perusahaan, sehingga proses pencapaian tujuan perusahaan dapat terkontrol, terukur dan

akhirnya tercapai.

4

Page 5: Makalah Hukum Ketenagakerjaan

Dapat dikatakan bahwa outsourcing adalah salah satu hasil samping dari bussines

process reengineering (BPR). BPR adalah perubahan yang dilakukan secara mendasar oleh

satu perusahaan dalam pengelolaannya, yang bukan sekedar bersifat perbaikan. BPR adalah

pendekatan baru dalam manajemen yang bertujuan meningkatkan kinerja, yang sangat

berbeda dengan pendekatan lama yakni continuous improvement process (proses peningkatan

berkelanjutan.

Dibidang ketenagakerjaan outsourcing dapat diterjemahkan sebagai pemanfaatan

tenaga kerja untuk memproduksi atau melaksanakan suatu pekerjaan oleh suatu perusahaan,

melalui perusahaan penyedia/pengerah tenaga kerja. Kali ini berarti ada dua perusahaan yang

terlibat, yakni perusahaan yang khusus menyeleksi, melatih dan memperkerjakan tenaga kerja

yang menghasilkan suatu produk,jasa tertentu untuk kepentingan perusahaan lainnya. Dengan

demikian, perusahaan yang kedua tidak mempunyai hubungan kerja langsung dengan tenaga

kerja yang bekerja padanya, hubungan hanya melalui perusahaan penyedia tenaga kerja.

Istilah oursourcing tidak ditemukan secara langsung dalam Undang-Undang

Ketenagakerjaan. Dalam pasal 64 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 hanya dikatakan

“Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya

melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat

secara tertulis.

B. Mengapa Outsourcing Merugiakan Pekerja/Buruh

Berjalannya sistem outsourcing tentunya bukan karena tanpa alasan. Sebagaimana

disebutkan di bagian latar belakang, praktik sistem outsourcing dimulai dengan adanya

kebijakan perbaikan iklim investasi. Tujuan awalnya adalah memperbaiki daya saing

perusahaan yang tengah dilanda krisis dengan mengurangi cost terkait tenaga kerja.

5

Page 6: Makalah Hukum Ketenagakerjaan

         Dari tujuan awal tersebut, dapat diperkirakan bahwa kebijakan sistem outsourcing akan

lebih menguntungkan pihak perusahaan karena itulah tujuan awalnya. Meskipun kemudian

muncul pendapat bahwa outsourcing juga diperlukan untuk melindungi buruh dengan

menciptakan lapangan pekerjaan. Oleh karena itu, dampak positif bagi perusahaan adalah

penurunan biaya, meningkatnya kemampuan bersaing, dan meningkatnya keuntungan

perusahaan.

Kemudian mengapa outsourcing dikatakan sangat merugikan pekerja/buruh, berikut

beberapa persoalan kenapa outsourcing merugikan pekerja/buruh, antara lain sebagai berikut:

1. Pekerja kontrak dan rendahnya perlindungan pekerja

Sesuai dengan jenisnya, PKWT (termasuk PKWT yang berada dalam sistem

outsourcing) merupakan pekerjaan sementara sehingga buruh hanya dipekerjakan

untuk jangka waktu tertentu saja. Keterbatasan jangka waktu ini menjadi

kekhawatiran dan ketidakpastian bagi buruh karena buruh dapat sewaktu-waktu

diberhentikan dan harus kembali mencari pekerjaan. Terlebih ketika mencari

pekerjaan semakin sulit, usia yang semakin kurang kompetitif, dan tidak adanya

pesangon dari perusahaan.

2. Upah yang diterima pekerja jauh lebih rendah dari jumlah yang diterima pengusaha

Mengingat dalam kegiatan outsourcing perjanjian kerjasama bukan

ditandatangani oleh pekerja dengan pemberi pekerjaan, melainkan antara perusahaan

tempat pekerja bekerja, selaku penerima pekerjaan dengan perusahaan pemberi

pekerjaan, maka negosiasi terhadap upah/jasa pekerja tidak bisa diketahui oleh

pekerja/buruh.

Oleh karena bisnis perusahaan penerima pekerjaan adalah dengan

memperkerjakan pekerja/buruh untuk kepentingan perusahaan lain, maka dari jasa

itulah perusahaan memperoleh keuntungan. Keuntungan yang diperoleh berasal dari

6

Page 7: Makalah Hukum Ketenagakerjaan

selisih antara upah/jasa yang diberikan oleh perusahaan pemberi pekerjaan dengan

yang dibayarkan kepada para pekerja. Dengan demikian, tidak mungkin semua upah

yang diterima dibayarkan kepada pekerja, melainkan akan dipotong sekian ;puluh

persen untuk keuntungan perusahaan. Sering terjadi, perusahaan penyedia jasa tenaga

kerja semakin kaya raya, dan para pekerjanya tetap melarat karena hanya dibayar

dengan upah minimum.

3. Pengembangan keahlian yang terbatas/mematikan karir pekerja/buruh

Kendala lain yang dihadapi dalam pelaksanaan outsourcing adalah sulitnya

melakukan pengembangan karir karena diperusahaan umunya pekerjaan yang

dilakukan adalah satu jenis tertentu secara berulang. Keterbatasan pengembangan

karir dalam bisnis outsourcing terjadi karena adanya spesialisasi perusahaan.

Spesialisasi itu benar-benar dilakukan sehingga perusahaan bisa menghasilakan

produk massal yang mempunyai keunggulan ekonomi. Sangat sering terjadi, dalam

suatu perusahaan outsourcing terdapat beberapa jenis produk yang berbeda-beda.

Buruh outsourcing memiliki masa kerja kontrak yang terbatas dan sering

berpindah-pindah sehingga masa kerja pun seringkali dimulai lagi dari nol. Hal ini

membuat peluang karyawan untuk meningkatkan status dan karir sangat sulit.

Secara umum, praktek outsourcing cenderung eksploitatif karena dengan

kewajiban pekerjaan yang sama, jam kerja yang sama, dan di tempat yang sama

dengan buruh tetap, buruh outsourcing memperoleh hak yang berbeda dan sebagian

buruh harus mengeluarkan biaya untuk mendapatkan pekerjaan atau untuk

mempertahankan pekerjaannya.

4. Terhambat untuk berserikat

Pekerja/Buruh outsourcing umumnya jarang menjadi anggota serikat buruh

karena kekhawatiran kehilangan pekerjaan (karena berstatus outsourcing, takut di

7

Page 8: Makalah Hukum Ketenagakerjaan

PHK, takut tidak diperpanjang kontrak, dilarang perusahaan). Selain itu, hubungan

buruh outsourcing adalah dengan perusahaan penyalur dan bukan dengan perusahaan

pengguna, sementara serikat buruh basisnya adalah perusahaan dengan siapa buruh

membuat perjanjian. Oleh karena itu, apabila buruh buruh outsourcing ingin

berserikat, maka yang bersangkutan harus mendirikan/menjadi anggota serikat di

perusahaan penyalur.

5. Banyaknya biaya dan potongan penghasilan oleh perusahaan outsourcing

Perusahaan outsourcing juga mencari keuntungan dengan perannya sebagai

penyalur buruh ke perusahaan. Hal ini biasanya dilakukan dengan adanya biaya yang

harus dikeluarkan oleh buruh yang ingin disalurkan dan adanya potongan-potongan

penghasilan sehingga penghasilan yang diperoleh buruh outsourcing menjadi semakin

rendah.

6. Terjadi stratifikasi sosial di perusahaan

Dengan pemberlakuan outsourcing, di  perusahaan akan terdapat 3 (tiga)

kelompok buruh yakni buruh tetap, buruh kontrak dan buruh outsourcing.

Pengelompokan ini pada umumnya ditandai dengan perbedaan warna seragam yang

dikenakan dan membawa efek stratifikasi dan jarak sosial di antara buruh tetap,

kontrak dan  outsourcing yang berimplikasi terhadap solidaritas dan kesadaran

bersama sebagai buruh.

7. Terjadi diskriminasi usia dan status perkawinan

Perusahaan cenderung mempekerjakan buruh berusia muda dan untuk

perekrutan buruh  outsourcing baru  mensyaratkan buruh yang berusia 18-24 tahun

dan berstatus lajang dengan  alasan produktivitas. Memilih buruh berstatus lajang

membawa efek semakin sulitnya buruh  yang sudah berkeluarga untuk  memperoleh

pekerjaan dan berpenghasilan.

8

Page 9: Makalah Hukum Ketenagakerjaan

Hasil penelitian Akatiga di pusat-pusat industri di tiga provinsi terhadap sistem

hubungan kerja outsourcing menunjukkan kecenderungan merugikan pihak pekerja. Hal ini

disampaikan peneliti dari Akatiga Indrasari Tjandraningsih pada Seminar Nasional "Investasi

Global, Pasar Kerja Fleksibel dan Kesempatan Kerja di Indonesia". Penelitian yang dilakukan

pada 2010 di pusat industri Jawa Barat, Jawa Timur, dan Kepulauan Riau tersebut, menurut

dia, juga belum menampakkan hasil memperluas kesempatan kerja.

Indrasari mengatakan, praktik outsourcing menimbulkan tiga bentuk diskriminasi

yang diterima oleh pekerja outsourcing, yakni perbedaan upah, status pernikahan yang

membatasi akses mendapat pekerjaan, serta hak berorganisasi. Menurut dia, rata-rata upah

buruh outsourcing 26 persen lebih rendah dari pada buruh tetap. Kondisi tersebut mendorong

maraknya aksi-aksi serikat pekerja yang menuntut penghapusan sistem kerja outsourcing dan

menolak upah murah.

Pemerintah melegalkan sistem kerja outsourcing setelah berlakunya UU No. 13

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Menurut dia juga penerapan sistem outsourcing sangat

dilematis di tengah tingginya tingkat pengangguran terbuka selama lima tahun terakhir yang

mencapai enam hingga delapan persen. Karena itu sistem ini menjadi salah satu jalan keluar

bagi pekerja-pekerja yang tidak dapat masuk ke pasar kerja formal. Pembatasan penggunaan

sistem kerja outsourcing yang dilakukan pemerintah melalui Permenakertrans No. 20 Tahun

2012 pun, menurut dia, belum cukup efektif mengurangi diskriminasi yang dialami pekerja.

9

Page 10: Makalah Hukum Ketenagakerjaan

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada dasarnya praktik dari prinsip-prinsip outsourcing telah diterapkan sejak zaman

Yunani dan Romawi. Pada zaman tersebut, akibat kekurangan kemampuan pasukan dan tidak

tersedianya ahli-ahli baangunan, bangsa Yunani dan Romawi menyewa prajurit untuk

berperang dan para ahli-ahli bangunan untuk membangun kota dan istana.

Di Indonesia praktik outsourcing telah dikenal sejak zaman kolonial Belanda. Praktik

ini dapat dilihat dari adanya pengaturan mengenai pemborongan pekerjaan, sebagimana

diatur dalam pasal 1601 b KUHPerdata. Dalam pasal itu disebutkan bahwa pemborongan

pekerjan adalah suatu kesepakatan dua belah pihak yang saling mengikatkan diri, untuk

menyerahkan suatu pekerjan kepada pihak lain dan pihak lainnya membayarkan sejumlah

harga.

Kemudian Outsourcing  juga merupakan salah satu pilihan strategis dalam

mendukung proses bisnis di perusahaan. Selain dalam rangka efisiensi, perusahaan pengguna

dimanjakan dengan beberapa keuntungan / manfaat dari kegiatan outsourcing. Satu yang

terpenting diantaranya adalah perusahaan pengguna dapat lebih fokus pada strategi

perusahaan, sehingga proses pencapaian tujuan perusahaan dapat terkontrol, terukur dan

akhirnya tercapai.

Praktek outsourcing menimbulkan tiga bentuk diskriminasi yang diterima oleh

pekerja outsourcing, yakni perbedaan upah, status pernikahan yang membatasi akses

mendapat pekerjaan, serta hak berorganisasi. Rata-rata upah buruh outsourcing 26 persen

10

Page 11: Makalah Hukum Ketenagakerjaan

lebih rendah dari pada buruh tetap. Kondisi tersebut mendorong maraknya aksi-aksi serikat

pekerja yang menuntut penghapusan sistem kerja outsourcing dan menolak upah murah.

Pemerintah melegalkan sistem kerja outsourcing setelah berlakunya UU No. 13

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Tetapi penerapan sistem outsourcing sangat dilematis

di tengah tingginya tingkat pengangguran terbuka selama lima tahun terakhir yang mencapai

enam hingga delapan persen.

11