ABSTRAK KETENAGAKERJAAN · PDF filePerburuhan dan Peraturan Perusahaan, ... Pokok Hukum...

download ABSTRAK KETENAGAKERJAAN · PDF filePerburuhan dan Peraturan Perusahaan, ... Pokok Hukum Ketenagakerjaan, (Jakarta: Harvarindo, ... hukum dan perbuatan yang

If you can't read please download the document

Transcript of ABSTRAK KETENAGAKERJAAN · PDF filePerburuhan dan Peraturan Perusahaan, ... Pokok Hukum...

  • ISSN:1411-0717 ISSN:1411-0717 Volume XIII No. 2 Mei 2014

    1

    ABSTRAK

    IMPLEMENTASI ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM RUANG LINGKUP

    KETENAGAKERJAAN

    Bahmid, S.H., M.Kn

    Dosen Fakultas Hukum Universitas Asahan

    Perjanjian kerja merupakan perjanjian antara pekerja dengan pengusaha

    atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban

    para pihak, hal ini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (14)

    Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

    Perjanjian kerja harus menganut asas kebebasan berkontrak karena dalam

    perjanjian kerja diantara pihak yang mengadakan perjanjian kerja

    terdapat perbedaan-perbedaan tertentu baik mengenai kondisi dan

    kedudukan hukum. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini

    adalah: bagaimanakah asas kebebasan berkontrak menjadi landasan bagi

    para pihak dalam membuat perjanjian kerja, dan bagaimanakah

    implementasi asas kebebasan berkontrak dalam perjanjian kerja bagi para

    pihak. Implementasi asas kebebasan berkontrak, dimana suatu perjanjian

    umumnya menganut asas kebebasan berkontrak begitu pula terhadap

    perjanjian kerja namun dalam perjanjian kerja diantara pihak yang

    mengadakan perjanjian kerja terdapat perbedaan-perbedaan tertentu

    baik mengenai kondisi dan kedudukan hukum, dalam hal ini pekerja

    mempunyai kedudukan yang lebih rendah jika dibandingkan dengan

    kedudukan dan kondisi dari pihak pengusaha. Oleh karenanya campur

    tangan pemerintah sangat diperlukan guna memberikan perlindungan

    terhadap pihak yang lemah yakni pekerja terutama sewaktu mengadakan

    perjanjian kerja.

  • ISSN:1411-0717 ISSN:1411-0717 Volume XIII No. 2 Mei 2014

    2

    A. Latar Pelakang

    Dalam setiap hubungan

    kerja, hubungan perburuhan atau

    hubungan industrial di negara

    manapun atau penganut sistem

    hubungan industrial apapun di

    dunia ini senantiasa dikenal adanya

    hukum yang mengatur bersifat

    otonom dan heteronom. Di

    Indonesia hukum yang bersifat

    otonom mempunyai kedudukan

    dan peran yang sangat penting dan

    menentukan mengenai hak dan

    kewajiban kedua belah pihak serta

    menentukan penyelenggaraan

    hubungan

    kerja, putusannya hubungan kerja

    serta pasca hubungan kerja.1

    Hubungan kerja antara

    pengusaha dengan pekerja

    menyebabkan kedudukan para

    1 Iman Soepomo, Hukum

    Perburuhan Bidang Hubungan Kerja,

    (Jakarta: Djambatan, 1983), hal. 1.

    pihak tidak seimbang. Hubungan

    kerja adalah suatu hubungan

    antara seorang pekerja dengan

    seorang pengusaha, hubungan

    kerja hendak menunjukkan

    kedudukan kedua belah pihak itu

    yang pada dasarnya

    menggambarkan hak-hak dan

    kewajiban-kewajiban buruh

    terhadap majikan serta hak-hak

    dan kewajiban-kewajiban terhadap

    buruh.2

    Hubungan kerja terjadi

    karena adanya perjanjian kerja

    antara pengusaha dan pekerja, hal

    ini tercantum pada Pasal 50

    Undang-Undang Nomor 13 Tahun

    2003 Tentang Ketenagakerjaan.

    Subyek hukum dalam perjanjian

    kerja terdiri dari pengusaha dan

    pekerja. Menurut Pasal 1 ayat (3)

    yang dimaksud sebagai

    2 Koko Kosidin, Perjanjian Kerja,

    Perburuhan dan Peraturan Perusahaan,

    (Bandung: Mandar Maju, 2001), hal. 18.

  • ISSN:1411-0717 ISSN:1411-0717 Volume XIII No. 2 Mei 2014

    3

    pekerja/buruh setia orang yang

    bekerja dengan menerima upah

    atau imbalan dalam bentuk lain.

    Pengusaha pada Pasal 1 ayat (5)

    adalah: a. orang perseorangan,

    persekutuan, atau badan hukum

    yang menjalankan suatu

    perusahaan milik sendiri; b orang

    perseorangan, persekutuan, atau

    badan hukum yang secara berdiri

    sendiri menjalankan perusahaan

    bukan miliknya; c orang

    perseorangan, persekutuan, atau

    badan hukum yang berada di

    Indonesia mewakili perusahaan

    sebagaimana dimaksud dalam

    huruf a dan b yang berkedudukan

    di luar wilayah Indonesia.3

    Pada mulanya perjanjian

    kerja diatur dalam Bab. VllA Buku

    III KUH Perdata dengan judul

    Perjanjian-Perjanjian Untuk

    3 Lihat Undang-Undang Nomor 13

    Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

    Melakukan Pekerjaan. Pengaturan

    perjanjian kerja tersebut bersifat

    hukum privat namun dalam

    perkembanganya banyak ketentuan

    yang dinyatakan tidak berlaku lagi

    dan diganti peraturan baru lagi

    yang kebanyakan bersifat hukum

    publik. Hal itu wajar karena hukum

    perburuhan sebagai hukum yang

    berdiri sendiri mempunyai sifat

    hukum privat maupun sifat hukum

    publik.

    Dimaksud dengan perjanjian

    kerja adalah perjanjian antara

    pekerja/buruh dengan pengusaha

    atau pemberi kerja yang memuat

    syarat-syarat kerja, hak dan

    kewajiban para pihak, hal ini

    tercantum pada Pasal 1 ayat (14)

    Undang-Undang Nomor 13 Tahun

    2003 Tentang Ketenagakerjaan.

    Dalam ketentuan Pasal 1601a

    KUHPerdata menyebutkan

    pengertian perjanjian perburuhan

  • ISSN:1411-0717 ISSN:1411-0717 Volume XIII No. 2 Mei 2014

    4

    adalah perjanjian dengan mana

    pihak yang satu si buruh,

    mingikatkan dirinya untuk di

    bawah perintah pihak yang lain si

    majikan, untuk suatu tertentu

    melakukan pekerjaan dengan

    menerima upah.4

    Perjanjian kerja dibuat atas

    dasar: a) kesepakatan kedua belah

    pihak, b) kemampuan atau

    kecakapan melakukan perbuatan

    hukum, c) adanya pekerjaan yang

    diperjanjikan, dan d) pekerjaan

    yang diperjanjikan tidak

    bertentangan dengan ketertiban

    umum, kesusilaan, dan peraturan

    perundang-undangan yang

    berlaku. Perjanjian kerja yang

    dibuat oleh pihak yang

    bertentangan dengan kemampuan

    dan kecakapan para pihak yang

    4 Zainal Asikin, et. al, Dasar-Dasar

    Hukum Perburuhan, (Jakarta: Raja

    Grafindo Persada, 2002), hal. 3.

    membuatnya, perjanjian itu dapat

    dibatalkan.5

    Dalam suatu perjanjian,

    dikenal adanya asas kebebasan

    berkontrak dan menganut system

    terbuka. Maksud asas tersebut

    adalah bahwa setiap orang pada

    dasarnya boleh membuat

    perjanjian mengenai apa saja,

    sepanjang tidak bertentangan

    dengan undang-undang,

    kesusilaan dan ketertiban umum.6

    Peraturan perundang-undangan

    mengenai hukum perjanjian pada

    umumnya juga bersifat menambah

    atau pelengkap yang artinya pihak-

    pihak dalam membuat perjanjian,

    bebas untuk menyimpang dari

    pada ketentuan-ketentuan

    5 Mohd Syaufi Syamsuddin,

    Perjanjian-Perjanjian Dalam Hubungan

    Industrial, (Jakarta: Sarana Bhakti Persada,

    2005), hal. 7.

    6 R. Subekti, Hukum Perjanjian,

    Cetakan 21, (Jakarta: Intermasa, 2005),

    hal. 13.

  • ISSN:1411-0717 ISSN:1411-0717 Volume XIII No. 2 Mei 2014

    5

    tersebut, tentunya sepanjang tidak

    bertentangan dengan undang-

    undang, kesusilaan dan ketentuan

    umum.7

    Para pihak diperbolehkan

    membuat ketentuan sendiri yang

    menyimpang dari ketentuan

    hukum perjanjian. Kalau tidak

    mengatur sendiri mengenai

    sesuatu hal, berarti mengenai hal

    tersebut para pihak akan tunduk

    kepada ketentuan undang-undang.

    Biasanya dalam suatu perjanjian

    tidak mengatur secara terperinci

    semua yang bersangkutan dengan

    perjanjian hanya menyetujui hal-

    hal yang pokok saja, yang lainnya

    tunduk pada undang-undang.8

    Sebagai konsekuensi sistem

    terbuka dari hukum perjanjian

    7 Agus Yudha Hernoko, Hukum

    Perjanjian, Asas Proporsionalitas Dalam

    Kontrak Komersial, (Yogyakarta: LaksBang

    Mediatama, 2008), hal. 11.

    8 Mohd Syaufi Syamsuddin, Op. Cit,

    hal. 4.

    yang mengandung asas kebebasan

    memebuat perjanjian tersebut,

    maka berdasarkan Pasal 1338

    KUHPerdata, semua perjanjian yang

    dibuat secara sah berlaku sebagai

    undang-undang bagi mereka yang

    membuatnya. Dengan menekan

    pada perkataan semua, maka Pasal

    1338 ayat (1) KUHPerdata

    menyatakan kepada masyarakat,

    bahwa diperbolehkan membuat

    perjanjian yang berupa dan berisi

    apa saja atau tentang apa saja dan

    perjanjian itu akan mengikat

    mereka yang membuatnya sebagai

    suatu undang-undang.9

    Akan tetapi perjanjian harus

    dilaksanakan dengan itikad baik

    sebagaimana yang tercantum

    dalam Pasal 1338 ayat (3)

    KUHPerdata. Dari ketentuan Pasal

    1338 dapat dimaknai bahwa para

    9 Suharmoko, Hukum Perjanjian:

    Teori dan Analisa Kasus, (Jakarta: Kencana

    Prenada Media Group, 2004), hal. 13.

  • ISSN:1411-0717 ISSN:1411-0717 Volume XIII No. 2 Mei 2014

    6

    pihak bebas menentukan isi dan

    bentuk dari suatu perjanjian akan

    tetapi perjanjian tersebut tidak

    dapat bertentangan dengan asas

    itikat baik yakni tidak bertentangan

    dengan undang-undang,

    berlawanan dengan kesusilaan baik

    atau ketertiban umum.10

    Sehingga hak dan kewajiban

    dari pihak yang menentukan

    perjanjian tersebut yaitu

    pengusaha membatasi

    kewajibannya untuk memenuhi hak

    dari pekerja.