Wanprestasi Dan Perbuatan Melawan Hukum
-
Upload
damar-ario -
Category
Documents
-
view
103 -
download
11
description
Transcript of Wanprestasi Dan Perbuatan Melawan Hukum
-
1
wanprestasi dan perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) dalam sengketa perdata agama dan ekonomi syariah 2012
WANPRESTASI DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM (ONRECHTMATIGEDAAD) DALAM SENGKETA PERDATA AGAMA
DAN EKONOMI SYARIAH
M. NATSIR ASNAWI, S.HI.1
A. PENDAHULUAN
Hukum perdata Indonesia mengenal dua jenis perikatan, yaitu
perikatan yang lahir dari perjanjian dan perikatan yang lahir karena
ditetapkan oleh undang-undang. Perikatan yang lahir dari perjanjian
merupakan perikatan yang lahir dari upaya sadar dari dua pihak atau lebih
untuk mengikatkan diri dalam suatu perjanjian dengan memperhatikan
syarat-syarat sah suatu perjanjian sebagai diatur dalam pasal 1320
KUHPdt. Sementara itu, perikatan yang lahir karena ditetapkan oleh
undang-undang adalah perikatan yang lahir karena undang-undang
menetapkan itu, antara lain onrechtmatigedaad (perbuatan melawan
hukum) dan rechtmatigedaad (perbuatan yang sesuai dengan hukum)
yang meliputi zaakwarneming (mewakili secara sukarela untuk mengurus
urusan orang lain), natuurlijke verbintenis (perikatan alam), dan
onverschuldigde betaling (pembayaran yang tidak diwajibkan)2.
1 Calon Hakim pada Pengadilan Agama Yogyakarta
2 Ketentuan mengenai hal tersebut dapat dilihat dalam Pasal 1233, Perikatan, lahir
karena suatu persetujuan atau karena undang-undang
-
2
wanprestasi dan perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) dalam sengketa perdata agama dan ekonomi syariah 2012
Sengketa perdata dapat dipahami sebagai suatu keadaan yang
muncul akibat adanya ketimpangan antara hak dan kewajiban pihak-pihak
yang terlibat dalam suatu perikatan/perjanjian. Sengketa muncul, selain
karena adanya ketimpangan antara hak dan kewajiban dimaksud, juga
disebabkan karena salah satu pihak tidak sungguh-sungguh menaati dan
melaksanakan isi perjanjian, sehingga menimbulkan kerugian bagi pihak
lain, baik yang bersifat kerugian nyata (real loss) maupun hilangnya
keuntungan yang diharapkan dari dipenuhinya suatu perjanjian
(expectation loss).
Dalam Pasal 1338 KUHPdt, disebutkan bahwa perjanjian berlaku
sebagai undang-undang bagi pihak-pihak yang terlibat atau terikat di
dalamnya (pacta sunt servanda). Suatu perjanjian yang dibuat akan
melahirkan kewajiban sekaligus hak bagi pihak-pihak yang mengikatkan
diri di dalamnya.
Munculnya sengketa dari suatu perjanjian pada dasarnya disebabkan
oleh beberapa keadaan, yaitu adanya cacat (baik nyata maupun
tersembunyi) dalam perjanjian, wanprestasi (cidera janji) dan perbuatan
melawan hukum (onrechtmatigedaad)3. Perikatan yang lahir, baik dari
perjanjian maupun karena ditetapkan oleh undang-undang melahirkan hak
dan kewajiban di antara pihak-pihak yang terikat di dalamnya. Jika salah
3 Pun demikian, yang menjadi fokus kajian dalam tulisan ini hanya wanprestasi dan
perbuatan melawan hukum, sementara mengenai cacat dalam perjanjian akan dibahas pada
tulisan lainnya.
-
3
wanprestasi dan perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) dalam sengketa perdata agama dan ekonomi syariah 2012
satu pihak tidak mematuhi klausul dalam perjanjian, maka akan muncul
sengketa di antara para pihak. Pun demikian, jika dalam suatu keadaan
seseorang melakukan suatu tindakan yang secara melawan hukum telah
menyebabkan kerugian pada pihak lain, maka akan terjadi sengketa
karena undang-undang telah menetapkan hal tersebut.
Dalam konteks perdata agama maupun ekonomi syariah, sengketa
pada dasarnya juga muncul karena dua hal tersebut. Dalam sengketa
kewarisan misalnya, seseorang yang meninggal dan meninggalkan ahli
waris, dengan sendirinya akan menimbulkan konsekuensi hukum. Asas
ijbari menetapkan bahwa tiap-tiap ahli waris akan mendapatkan bagian
sesuai dengan aturan syara, suka atau tidak suka, jika yang
bersangkutan termasuk ashabul furud maupun ashabul ashabah, maka
secara hukum dia adalah ahli waris dari si mayit. Dengan demikian,
karena ketentuan syara maka masing-masing ahli waris memiliki
hubungan hukum satu sama lain, juga dengan pewaris, yang melahirkan
hak dan kewajiban. Jika salah satu tidak menjalankan kewajiban,
misalnya memberi bagian masing-masing ahli waris sesuai dengan
porsinya atau menguasai suatu harta waris (tirkah) secara melawan
hukum, maka muncullah sengketa. Sengketa dimaksud lahir dari adanya
suatu keadaan atau perbuatan yang terjadi secara melawan hukum dan
menimbulkan kerugian nyata (real loss) bagi pihak lain.
-
4
wanprestasi dan perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) dalam sengketa perdata agama dan ekonomi syariah 2012
Pun demikian, penafsiran seperti penulis uraikan tersebut belum
merupakan penafsiran yang disepakati oleh seluruh pihak. Karenanya,
perlu untuk mengkaji secara mendalam substansi dari wanprestasi dan
perbuatan melawan hukum itu sendiri. Suatu hipotesis agaknya dapat
dijadikan sebagai preferensi, yaitu Peradilan Agama berwenangan
mengadili perkara wanprestasi dan perbuatan melawan hukum dalam
konteks perkara perdata agama dan/atau ekonomi syariah.
Pisau analisis yang akan dipakai penulis merupakan pisau analisis
yang menggabungkan beberapa metode penafsiran. Penafsiran yuridis,
tematik, dan telelologis merupakan patronase dasar dalam pengkajian
nantinya.
B. WANPRESTASI DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM: SUATU TINJAUAN AWAL
Pengkajian dalam tulisan ini akan diawali dengan melakukan
penelusuran secara komprehensif mengenai apa dan bagaimana
wanprestasi dan perbuatan melawan hukum itu sendiri. Dengan tidak
bermaksud menyederhanakan ragam pemahaman tentang keduanya,
penulis bermaksud untuk membuat suatu pratinjau yang akan dijadikan
dasar dalam mengkaji tema dari tulisan ini.
1. Wanprestasi (Cidera Janji)
Wanprestasi adalah suatu keadaan dimana pihak-pihak atau
salah satu pihak tidak memenuhi prestasi sebagaimana yang telah
-
5
wanprestasi dan perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) dalam sengketa perdata agama dan ekonomi syariah 2012
ditentukan dalam perjanjian4. Dalam bahasa yang lebih sederhana,
wanprestasi adalah kelalaian pihak atau salah satu pihak untuk
menjalankan kewajiban-kewajibannya (prestasi) seperti yang tertuang
dalam butir-butir perjanjian yang telah disepakati.
Kelalaian atau tidak dipenuhinya kewajiban dimaksud merupakan
condition sine qua non bagi dikualifikasinya satu pihak melakukan
wanprestasi. Pasal 1234 KUHPdt menyatakan:
Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu Berdasar klausul pasal tersebut, dapat dipahami bahwa dalam
suatu perikatan (yang lahir dari perjanjian maupun karena ditetapkan
undang-undang) melahirkan pretasi-prestasi atau kewajiban-kewajiban
yang mewujud, sebagai berikut:
a. Kewajiban untuk memberikan sesuatu oleh satu pihak kepada
pihak lain
b. Kewajiban untuk melakukan suatu perbuatan (hukum) wujud dan
kualitasnya telah disepakati bersama
c. Kewajiban untuk tidak melakukan suatu perbuatan, termasuk di
dalamnya untuk menghentikan suatu perbuatan
Dari penjelasan atas pasal tersebut, dapat diketahui bahwa jika
salah satu atau beberapa pihak tidak melakukan salah satu dari tiga
4 Lihat Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Bandung: Alumni,
2006, h. 218.
-
6
wanprestasi dan perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) dalam sengketa perdata agama dan ekonomi syariah 2012
kualifikasi kewajiban tersebut, maka dapat dikatakan bahwa telah
terjadi wanprestasi atau cidera janji yang menyebabkan adanya hak
yang tidak terpenuhi pada pihak lain. Terjadinya wanprestasi perlu
dipahami secara menyeluruh bahwa tidak semua keadaan dimaksud
menyebabkan satu pihak terkualifikasi melakukan wanprestasi. Dalam
keadaan tertentu, kualifikasi terhadap keadaan tersebut tidak masuk
ke dalam kategori wanprestasi, antara lain:
a. Overmacht, sering disebut sebagai force majeure, yaitu keadaan
memaksa5. Keadaan memaksa dapat dimaknai secara lebih luas
sebagai suatu keadaan yang memaksa salah satu atau beberapa
pihak tidak dapat memenuhi kewajiban-kewajibannya sebagai
disepakati dalam perikatan yang telah dibuat, dan keadaan
tersebut diluar prediksi, kendali, maupun kemampuannya secara
fisik, psikis, maupun teknis.
b. Rechtsverwerking6, yaitu lepasnya satu atau beberapa pihak dari
kewajiban tertentu, karena pihak lain, baik secara diam, lisan,
maupun tertulis membebaskan atau disimpulkan membebaskan
yang bersangkutan dari kewajiban dimaksud7.
5 Riduan Syahrani, op.cit, h.232.
6 Pengaturan tentang rechtsverwerking ini dapat dilihat dalam Putusan Mahkamah
Agung RI Nomor 147 K/Sip/1955 dan 14 K/Sip/1955. 7 Lihat Riduan Syahrani, op.cit, h. 243. Kasus rechtsverwerking antara lain jamak ditemui
dalam perjanjian kredit, dimana kreditur, baik secara diam-diam, lisan, maupun tertulis telah
-
7
wanprestasi dan perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) dalam sengketa perdata agama dan ekonomi syariah 2012
c. Non adimpleti contractus, yaitu tidak dipenuhinnya janji atau
kewajiban oleh salah satu atau beberapa pihak karena pihak lain
yang terikat dalam perjanjian dimaksud juga tidak melaksanakan
kewajiban-kewajiban atau janji-janjinya. Non adimpleti contractus
ini dalam pemeriksaan perkara perdata sering dijadikan sebagai
alasn untuk mengajukan keberatan atau eksepsi terhadap gugatan
wanprestasi yang diajukan. Dalam jargon hukum acara perdata,
eksepsi tersebut jamak dikenal dengan istilah exceptio non
adimpleti contractus.
Terjadinya wanpretasi dalam suatu perikatan dapat berupa:
a. Sama sekali tidak memenuhi atau melaksanakan prestasi
(kewajiban)
b. Tidak melaksanakan prestasi secara menyeluruh; tidak
menyelesaikan semua kewajiban yang telah disepakati
c. Terlambat memenuhi atau melaksanakan prestasi
d. Salah dalam melaksanakan prestasi8
2. Perbuatan Melawan Hukum (Onrechtmatigedaad)
Perbuatan melawan hukum (onrecgmaatigedaad) dalam KUHPdt
diurai dalam beberapa pasal. Salah satu pasal yang menjelaskan
membebaskan atau disimpulkan membebaskan debitur untuk melunasi hutang atau sisa
hutang yang belum terbayar. 8 Ibid, h.218.
-
8
wanprestasi dan perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) dalam sengketa perdata agama dan ekonomi syariah 2012
secara spesifik pengertian perbuatan melawan hukum adalah Pasal
1365 KUHPdt, sebagai berikut:
Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut Kemudian, dalam pasal 1366, disebutkan:
Setiap orang bertanggung jawab, bukan hanya atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan kelalaian atau kesembronoannya. Dari pasal tersebut dapat dipahami bahwa perbuatan melawan
hukum mencakup beberapa unsur, sebagai berikut:
a. Suatu perbuatan, atau kelalaian maupun kesembronoan
b. Adanya unsur kerugian nyata yang diderita oleh pihak lain (real
loss)
Pengertian perbuatan melawan hukum pada awalnya hanya
dimaknai sebagai perbuatan yang melanggar undang-undang. Akan
tetapi, sejak tahun 1919, pengertian tersebut diperluas dengan
putusan Hoge Raad Belanda dalam kasus Lindenbaum versus Cohen.
Dalam putusan tersebut, Hoge Raad berpendapat bahwa perbuatan
melawan hukum bukan hanya perbuatan yang melanggar undang-
undang, tetapi juga mencakup perbuatan yang:
a. Bertentangan dengan hak hukum orang lain;
b. Bertentangan dengan kewajiban hukum si pembuat sendiri;
-
9
wanprestasi dan perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) dalam sengketa perdata agama dan ekonomi syariah 2012
c. Bertentangan dengan kesusilaan atau kepatutan di dalam
masyarakat, baik terhadap diri maupun barang orang lain9.
Putusan Hoge Raad tersebut kemudian menjadi patron bagi
pengadilan-pengadilan di Belanda, tidak terkecuali di Indonesia.
Pemahaman tentang perbuatan melawan hukum tidak lagi dapat
dipandang sebagai hanya melanggar hukum saja, tetapi perbuatan
yang melanggar hak dan kewajiban hukum serta kepatutan dalam
msyarakat. Dengan demikian, hemat penulis, dapat dipahami bahwa
substansi perbuatan melawan hukum adalah perbuatan yang
menimbulkan kerugian nyata pada pihak lain, dengan tidak
memperhatikan variabel hukum apa yang dilanggarnya.
C. WANPRESTASI DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM
PERKARA PERDATA AGAMA DAN EKONOMI SYARIAH
Pemahaman sebagian akademisi maupun praktisi hukum selama ini
menunjukkan bahwa dalam perkara perdata agama, unsur wanpretasi dan
perbuatan melawan hukum tidaklah ada. Hal ini terbukti dari sekian
gugatan yang terdaftar di lingkungan peradilan agama, tidak satupun yang
mencantumkan, baik dalam posita maupun judul gugatannya menyebut
kedua kata tersebut.
Dalam perkara cerai misalnya, seringkali ditemui gugatan cerai yang
diajukan karena pelanggaran taklik talaq atau pun salah satu pihak diduga
9 Ibid, h.264.
-
10
wanprestasi dan perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) dalam sengketa perdata agama dan ekonomi syariah 2012
melanggar perjanjian dalam perkawinan. Meskipun di dalam gugatan, baik
judul maupun posita sama sekali tidak disebutkan kata wanprestasi,
bukan berarti substansi dari perkara tersebut keluar dari wanprestasi.
Sebab, seperti kita pahami, bahwa dalam perkawinan, pihak laki-laki dan
perempuan mengikatkan diri dalam satu akad perkawinan yang secara
hukum melahirkan hak dan kewajiban pada masing-masing pihak. Hak
dan kewajiban tersebut harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan
penuh tanggung jawab, karena jika salah satu pihak melanggarnya, maka
akan menimbulkan kerugian berupa penderitaan lahir maupun bathin
pada pihak lain.
Dalam lapangan hukum ekonomi syariah, wanpretasi dan perbuatan
melawan hukum merupakan dua situasi yang sangat mungkin terjadi
dalam perikatan-perikatan yang dilakukan oleh para pihak, misalnya
dalam perjanjian pembiayaan dengan akad bai al murabahah antara bank
dengan nasabah. Pada akad bai al murabahah tersebut, misalnya bank
syariah menjanjikan akan membiayai pembelian satu unit mobil dengan
limit harga tertinggi 234 juta rupiah. Akan tetapi, bank syariah ternyata
membiayai pembelian satu unit mobil yang harganya 250 juta rupiah
dengan dalih bahwa harga mobil dengan merek tertentu yang ingin dibeli
nasabah mengalami kenaikan secara tiba-tiba akibat tingginya inflasi dan
melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar. Pada kondisi demikian,
nasabah sangat mungkin merasa dirugikan dan keberatan dengan hal
-
11
wanprestasi dan perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) dalam sengketa perdata agama dan ekonomi syariah 2012
tersebut karena menganggap bank syariah telah melakukan cidera janji
(wanprestasi) yang menyebabkan harga mobil yang harus dibayarny jauh
lebih mahal atau lebih tinggi dari kesepakatan sebelumnya.
Jika kasus demikian benar-benar terjadi, dan salah satu pihak ingin
mengajukan perkara tersebut ke pengadilan, maka pengadilan mana yang
berwenang atau bentuk penyelesaian apa yang akan ditempuh harus
mengacu pada dua hal, yaitu, pertama, perundang-undangan yang
mengatur tentang ekonomi syariah, khususnya yang mengatur tentang
perbankan syariah, antara lain dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2008 tentang Perbankan Syariah. Kedua, bentuk penyelesaian sengketa
seperti apa yang dikehendaki para pihak dalam akad atau perjanjian
pembiayaan yang disepakati oleh bank syariah dan nasabah. Jika dalam
klausul akad tersebut tegas disebutkan bahwa jika terjadi sengketa antara
para pihak maka penyelesaian sengketa dilakukan melalui lembaga
arbitrase, maka pengadilan tidak berwenang untuk memutus sengketa
tersebut. Begitupun, jika dalam akad disepakati bahwa penyelesaian
sengketa dilakukan di luar pengadilan, misalnya mediasi, maka para pihak
wajib untuk tunduk dan taat pada kesepakatan atas pilihan penyelesaian
sengketa tersebut.
Dengan mengacu pada kedua hal tersebut, dapat dipahami bahwa
berdasar ketentuan dalam Pasal 55 Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2008 tentang Perbankan Syariah, maka pengadilan yang berwenang
-
12
wanprestasi dan perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) dalam sengketa perdata agama dan ekonomi syariah 2012
menyelesaikan sengketa antara bank syariah dengan nasabah seperti
dalam ilustrasi di atas adalah Peradilan Agama. Meskipun topik dari
sengketa dimaksud adalah wanprestasi, tetapi karena subjek dan objek
sengketanya merupakan domain dari Pengadilan Agama, maka
pengadilan yang berwenang memeriksa, memutus, dan
menyelesaikannya adalan pengadilan dalam lingkungan Peradilan
Agama10.
Deskripsi lain mengenai wanprestasi dan perbuatan melawan hukum
dapat dipaparkan dalam perkara kewarisan. Asas ijbari dalam hukum
waris Islam menetapkan bahwa jika seseorang telah meninggal, maka
keturunannya yang paling dekat merupakan ahli waris si mayit, suka atau
tidak, terima atau tidak, karena hal tersebut merupakan ketentuan dari
Allah SWT. Dengan demikian, masing-masing ahli waris memiliki
hubungan hukum satu sama lain yang ditetapkan oleh syara, yaitu
masing-masing sebagai ahli waris dari si pewaris dengan bagian masing-
masing yang ditetapkan oleh syara.
Konsekuensi hukum dari keadaan tersebut adalah ahli waris wajib
mengurus segala hal tentang pengurusan jenazah si mayit dan
menginventarisir hutang-hutang sekiranya si mayit memiliki hutang
10
Dalam Penjelasan pasal 55 ayat (2) huruf (d) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah, disebutkan bahwa jika dalam akad disepakati bahwa penyelesaian
sengketa akan dilakukan melalui pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, maka
Peradilan Umum yang berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa
tersebut, bukan Peradilan Agama.
-
13
wanprestasi dan perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) dalam sengketa perdata agama dan ekonomi syariah 2012
dengan pihak ketiga. Selain itu, masing-masing ahli waris wajib membagi
harta warisan tersebut secara adil sesuai dengan porsinya masing-
masing. Jika salah satu ahli waris tidak melakukan hal tersebut, bahkan
ingin menguasai semua harta warisan, maka yang bersangkutan dapat
dikategorikan melakukan perbuatan melawan hukum karena telah
bertentangan dengan syara dan menimbulkan kerugian nyata pada ahli
waris yang lain.
Dalam banyak kasus kewarisan yang terdaftar dan diadili di Peradilan
Agama, kasus demikian mendominasi hampir seluruh dasar gugatan.
Bahwa salah satu ahli waris cenderung ingin menguasai seluruh atau
sebagian besar harta warisan dari pewaris, sehingga menimbulkan friksi
yang berujung pada munculnya sengketa. Dalam praktik sehari-hari,
penulis belum pernah menemukan adanya suatu posita dalam gugatan
waris yang menyatakan hal tersebut sebagai perbuatan melawan hukum,
padahal jika dimaknai secara mendalam tentang pokok sengketa, maka
perbuatan melawan hukum adalah dasar dari adanya sengketa waris
tersebut.
Salah satu contoh kasus mengenai tanah wakaf agaknya dapat
merepresentasikan mengenai perbuatan melawan hukum dalam perkara
perdata agama. Posisi kasusnya adalah seseorang menempati suatu
tanah wakaf secara melawan hukum, karena yang bersangkutan
menempati dan menguasai tanah tersebut tanpa didasari alas hak yang
-
14
wanprestasi dan perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) dalam sengketa perdata agama dan ekonomi syariah 2012
sah secara hukum. Selama menempati dan menguasai tanah tersebut,
yang bersangkutan mengambil keuntungan secara ekonomi, yaitu dengan
mendirikan bangunan semi permanen untuk dijadikan sebagai tempat
usaha. Wakif dan nazhir yang mengetahui hal tersebut keberatan dengan
yang bersangkutan, dan setelah diberi teguran, yang bersangkutan tidak
juga menindaklanjuti teguran dimaksud.
Hal itu kemudian memunculkan sengketa di antara wakif dan nazhir
dengan pihak yang menguasai tanah wakaf. Terjadi perbedaan pendapat
apakah sengketa tersebut merupakan sengketa perbuatan melawan
hukum dalam lapangan perdata umum atau perdata agama.
Bila dilihat dari substansi kasus, maka substansi kasusnya adalah
perdata agama yaitu wakaf. Objek sengketanya adalah tanah wakaf yang
merupakan domain dari Peradilan Agama. Dalam Pasal 50 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1989 disebutkan:
Apabila terjadi sengketa hak milik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) yang subjek hukumnya antara orang-orang yang beragama Islam,
objek sengketa tersebut diputus oleh pengadilan agama bersama-
sama perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49.
Pada penjelasan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Selanjutnya,
dalam penjelasan Angka 38 Pasal 50 ayat (2) disebutkan:
-
15
wanprestasi dan perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) dalam sengketa perdata agama dan ekonomi syariah 2012
Ketentuan ini memberi wewenang kepada pengadilan agama untuk
sekaligus memutuskan sengketa milik atau keperdataan lain yang
terkait dengan objek sengketa yang diatur dalam Pasal 49 apabila
subjek sengketa antara orang-orang yang beragama Islam.
Pada ilustrasi di atas, dapat dipahami bahwa pokok sengketa adalah
adanya perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) berupa tindakan
menguasai tanah wakaf tanpa alas hak yang sah, sehingga tanah wakaf
dimaksud tidak dapat dikelola dengan baik oleh nazhir sesuai dengan
peruntukannya. Meskipun kasus tersebut pada dasarnya adalah
perbuatan melawan hukum, tetapi karena objek sengketa merupakan
objek dari Pasal 49 dan subjek hukumnya adalah orang-orang yang
beragama Islam, sehingga dapat dipahami bahwa perkara tersebut
merupakan domain dari Peradilan Agama.
D. PENUTUP
Sebagai penutup, penulis menyimpulkan beberapa hal sebagai
berikut:
1. Dalam lapangan hukum perdata Islam maupun ekonomi syariah,
potensi terjadinya sengketa sangat besar, terutama karena cakupan
keduanya yang sangat luas serta pemahaman tentang hukum perdata
Islam dan ekonomi yang masih minim. Dengan demikian,
-
16
wanprestasi dan perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) dalam sengketa perdata agama dan ekonomi syariah 2012
kemungkinan terjadinya wanprestasi dan/atau perbuatan melawan
hukum sangat besar.
2. Dengan mengacu pada ketentuan Pasal 50 dan Penjelasan Angka 38
Pasal 50 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama,
maka dapat disimpulkan bahwa kasus wanprestasi dan/atau perbuatan
melawan hukum (onrechtmatigedaad) merupakan domain dari
Pengadilan Agama sepanjang menyangkut objek sengketa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 dan subjek hukum orang-
orang Islam sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan angka 37 Pasal
49 undang-undang tersebut.