makalah-hemodialisa-1

13
INDIKASI MEDIS DAN PARAMETER LABORATORIUM SEBAGAI INDIKATOR KEBERHASILAN HEMODIALISIS Dialisis merupakan proses untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan fungsinya dengan baik (terjadi kerusakan pada ginjal). Selain itu, dialisis juga merupakan suatu proses pembuatan zat terlarut dan cairan dari darah melewati membrane semi permeable. Hal Ini berdasarkan pada prinsip difusi, osmosis dan ultra filtrasi. Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal (ESRD; end-stage renal disease) yang membutuhkan terapi jangka panjang atau terapi permanen. Bagi penderita GGK (Gagal Ginjal Kronik), hemodialisis akan mencegah kematian tetapi tidak dapat menyembuhkan atau memulihkan fungsi ginjal secara keseluruhan. Pasien yang menderita gagal ginjal harus menjalani terapi dialysis sepanjang hidupnya (biasanya 3 kali seminggu selama paling sedikit 3 atau 4 jam tiap kali terapi) atau sampai mendapat ginjal baru melalui operasi pencangkokan ginjal. Pasien memerlukan terapi dialysis yang kronis apabila terapi ini diperlukan

description

makalah hemodialisa

Transcript of makalah-hemodialisa-1

INDIKASI MEDIS DAN PARAMETER LABORATORIUM SEBAGAI

INDIKATOR KEBERHASILAN HEMODIALISIS

Dialisis merupakan proses untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah

dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan fungsinya dengan baik

(terjadi kerusakan pada ginjal). Selain itu, dialisis juga merupakan suatu proses

pembuatan zat terlarut dan cairan dari darah melewati membrane semi permeable.

Hal Ini berdasarkan pada prinsip difusi, osmosis dan ultra filtrasi. Hemodialisa

merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan sakit akut

dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa

minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal (ESRD; end-stage

renal disease) yang membutuhkan terapi jangka panjang atau terapi permanen.

Bagi penderita GGK (Gagal Ginjal Kronik), hemodialisis akan mencegah

kematian tetapi tidak dapat menyembuhkan atau memulihkan fungsi ginjal secara

keseluruhan. Pasien yang menderita gagal ginjal harus menjalani terapi dialysis

sepanjang hidupnya (biasanya 3 kali seminggu selama paling sedikit 3 atau 4 jam

tiap kali terapi) atau sampai mendapat ginjal baru melalui operasi pencangkokan

ginjal. Pasien memerlukan terapi dialysis yang kronis apabila terapi ini diperlukan

untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan  mengendalikan gejala

uremia.

Adapun tujuan dari hemodialisis adalah untuk mempertahankan kehidupan

dan kesejahteraan pasien sampai fungsi ginjal pulih kembali. Proses hemodialisis

ini dapat dilakukan pada saat toksin atau zat racun harus segera dikeluarkan untuk

mencegah kerusakan permanen atau menyebabkan kematian.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan terkait dengan proses

hemodialisis ini, yaitu adanya indikasi medis dan indikator keberhasilan proses

hemodialisa.

Indikasi Medis Hemodialisis

Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien yang mengalami

GGK (Gagal Ginjal Kronis) dan GGA (Gagal Ginjal Akut) untuk sementara

sampai fungsi ginjalnya kembali pulih. GGA merupakan keadaan dimana fungsi

ginjal menurun secara akut dan terjadi dalam kurun waktu kurang dari tiga bulan.

GGA ditandai dengan berkurangnya volume urin dalam 24 jam dan terjadi

peningkatan nilai ureum dan kreatin serta terjadi penurunan kreatinin. Pada pasien

GGA, dokter akan berusaha memperbaiki aliran darah ke ginjal, menghentikan

penggunaan obat-obatan yang merusak ginjal atau mengangkat sumbatan pada

saluran kencing pasien. Pada stadium ini fungsi ginjal masih dapat dikembalikan

seperti semula.

Sedangkan GGK merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan

irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan

metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga timbul gejala

uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). GGK terjadi setelah

berbagai macam penyakit yang merusak nefron ginjal. Sebagian besar merupakan

penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.

Baik penderita GGA atau GGK memerlukan terapi hemodialisa. Tetapi

terapi hemodialisa akan dilakukan jika penderita GGA atau GGK mengalami

beberapa indikasi seperti dibawah ini.

1. Hiperkalemia ( K > 6 mEq/l)

Hyperkalemia (kadar kalium darah yang tinggi) adalah suatu keadaan

dimana konsentrasi kalium darah lebih dari 6 mEq/L. Selain itu,

Hyperkalemia adalah suatu kondisi di mana terlalu banyak kalium dalam

darah. Sebagian besar kalium dalam tubuh (98%) ditemukan dalam sel dan

organ. Hanya jumlah kecil beredar dalam aliran darah. Kalium membantu

sel-sel saraf dan otot, termasuk fungsi, jantung. Ginjal biasanya

mempertahankan tingkat kalium dalam darah, namun jika memiliki penyakit

ginjal merupakan penyebab paling umum dari hiperkalemia.

2. Asidosis

Dalam keadaan normal, ginjal menyerap asam sisa metabolisme

dari darah dan membuangnya ke dalam urin. Pada penderita penyakit ini,

bagian dari ginjal yang bernama tubulus renalis tidak dapat berfungsi

sebagaimana mestinya, sehingga hanya sedikit asam yang dibuang ke dalam

urin. Akibatnya terjadi penimbunan asam dalam darah, yang mengakibatkan

terjadinya asidosis, yakni tingkat keasamannya menjadi di atas ambang

normal.

3. Kegagalan terapi konservatif

4. Kadar ureum/kreatinin tinggi dalam darah

Peningkatan kadar urea disebut uremia. Azotemia mengacu pada

peningkatan semua senyawa nitrogen berberat molekul rendah (urea,

kreatinin, asam urat) pada gagal ginjal. Penyebab uremia dibagi menjadi

tiga, yaitu penyebab prarenal, renal, dan pascarenal. Uremia prarenalterjadi

karena gagalnya mekanisme yang bekerja sebelum filtrasi oleh glomerulus.

Mekanisme tersebut meliputi : 1) penurunan aliran darah ke ginjal seperti

pada syok, kehilangan darah, dan dehidrasi; 2) peningkatan katabolisme

protein seperti pada perdarahan gastrointestinal disertai pencernaan

hemoglobin dan penyerapannya sebagai protein dalam makanan, perdarahan

ke dalam jaringan lunak atau rongga tubuh, hemolisis, leukemia (pelepasan

protein leukosit), cedera fisik berat, luka bakar, demam.

Uremia renal terjadi akibat gagal ginjal (penyebab tersering) yang

menyebabkan gangguan ekskresi urea. Gagal ginjal akut dapat disebabkan

oleh glomerulonefritis, hipertensi maligna, obat atau logam nefrotoksik,

nekrosis korteks ginjal. Gagal ginjal kronis disebabkan oleh

glomerulonefritis, pielonefritis, diabetes mellitus, arteriosklerosis,

amiloidosis, penyakit tubulus ginjal, penyakit kolagen-vaskular.

5. Perikarditis dan konfusi yang berat.

Perikarditis adalah peradangan lapisan paling luar jantung baik pada parietal

maupun viseral. Sedangkan konfusi adalah suatu keadaan ketika individu

mengalami atau beresiko mengalami gangguan kognisi, perhatian, memori

dan orientasi dengan sumber yang tidak diketahui.

6. Hiperkalsemia dan Hipertensi.

Hiperkalsemia (kadar kalsium darah yang tinggi) adalah penyakit dimana

penderitanya mengalami keadaan kadar kalsium darahnya melebihi takaran

normal ilmu kesehatan. Penyebab penyakit ini karena meningkatnay

penyerapan pada saluran pencernaan atau juga dikarenakan asupan kalsium

yang berlebihan. Seain itu juga mengkonsumsi vitamin D secara berlebihan

juga dapat mempengaruijumlah kalsium darah dalam tubuh.

Hipertensi atau  tekanan darah tinggi merupakan gangguan pada sistem

peredaran darah yang dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah di atas

nilai normal, yaitu melebihi 140 / 90 mmHg.

Selain beberapa indikasi medis diatas, terdapat kontra indikasi untuk

pasien yang akan melakukan hemodialisa, antara lain :

1. Malignansi stadium lanjut (kecuali multiple myeloma)

Terkait tumor, cenderung mengarahan ke keadaan buruk

2. Penyakit Alzheimer’s

Penyakit Alzheimer adalah suatu kondisi di mana sel-sel saraf di otak mati,

sehingga sinyal-sinyal otak sulit ditransmisikan dengan baik.

3. Multi-infarct dementia

4. Sindrom Hepatorenal

Sindrom Hepatorenal adalah suatu sindrom klinis yang terjadi pada pasien

penyakit hati kronik dan kegagalan hati lanjut serta hipertensi portal yang

ditandai oleh penurunan fungsi ginjal dan abnormalitas yang nyata dari

sirkulasi arteri dan aktifitas sistem vasoactive endogen. SHR bersifat

fungsional dan progresif. SHR merupakan suatu gangguan fungsi ginjal pre

renal, yaitu disebabkan adanya hipoperfusi ginjal. Pada ginjal terdapat

vasokonstriksi yang menyebabkan laju filtrasi glomerulus rendah, dimana

sirkulasi di luar ginjal terdapat vasodilatasi arteriol yang luas yang

menyebabkan penurunan resistensi vaskuler sistemik total dan hipotensi.

5. Sirkosis hati tingkat lanjut dengan enselopati

Sirkosis adalah perusakan jaringan hati normal yang meninggalkan jaringan

parut yang tidak berfungsi di sekeliling jaringan hati yang masih berfungsi.

6. Hipotensi

Hipotensi (tekanan darah rendah) adalah suatu keadaan dimana tekanan

darah lebih rendah dari 90/60 mmHg atau tekanan darah cukup rendah

sehingga menyebabkan gejala-gejala seperti pusing dan pingsan.

7. Penyakit terminal

Penyakit terminal adaah penyakit pada stadium lanjut, penyakit utama yang

tidak dapat disembuhkan bersifat progresif, pengobatan hanya bersifat

paliatif (mengurangi gejala dan keluhan, memperbaiki kualitas hidup).

8. Organic brain syndrome

Organic Brain Syndrom adalah ketidaknormalan kelainan mental akibat

gangguan struktur atau fungsi otak.

Pasien-pasien yang memiliki kelainan diatas akan disarankan untuk tidak

melakukan terapi hemodialisa karena ditakutkan terapi yang dilakukan justru

berakibat pada kegagalan (kematian).

Indikator Keberhasilan Hemodialisis

Proses hemodialisa akan dikatakan berhasil jika zat-zat racun yang ada

dalam darah dapat dieliminasi. Namun dalam kenyataannya, mesin hemodialisa

tidak dapat benar-benar menyaring darah dari zat-zat racun secara sempurna.

Diperlukan beberapa indikator dalam menentukan keberhasilan proses

hemodialisa. Untuk menentukan indikator keberhasilan hemodialisa yaitu dengan

beberapa cara berikut ini.

1. Pengambilan sampel darah

Pengambilan sampel darah ini bertujuan untuk memeriksa kadar BUN

(Blood Urea Nitrogen) dalam darah dan dilakukan sebelum dan sesudah

proses dialisa. BUN mengukur tingkat nitrogen dalam darah. Tingginya

kadar BUN pada darah merupakan indikasi terjadinya peningkatan kadar

buangan nitrogen akibat menurunnya fungsi ginjal yang berakibat pada

peningkatan plasma urin, level creatinine, dan buangan racun pada air

kencing.

2. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium ini juga dilakukan sebelum dan sesudah proses

dialisa. Pemeriksaan ini dilakukan untuk membandingkan kadar zat-zat

racun dalam darah sehingga dapat ditentukan bahwa proses dialisa berhasil.

Pemeriksaan laboratorium meliputi :

Sebelum dialis

Urea-Nitrogen plasma. Diukur setiap bulan sebelum tindakan dialisis

pada minggu pertama atau minggu pertengahan, kadar 110 mg/dl atau 60

mg/dl berhubungan dengan peningkatan risiko mortalitas. Urea-nitrogen

plasma sebelum dialisis dapat menunjukan katabolisme protein rata-rata

pada penderita dengan pemasukan protein yang stabil. Beberapa faktor

yang dapat mempengaruhi urea-nitrogen plasma sebelum dialisa antara

lain :

Hasil urea-nitrogen plasma lebih tinggi dari yang diharapkan.

a. Peningkatan masukan protein.

b. Hiperkatabolisme (infeksi).

c. Perdarahan gastrointestinal.

d. Fungsi renal residual menurun.

e. Efisiensi hemodialisis menurun.

Resirkulasi.

Kehilangan klearensi pada pemakaian ulang dialiser

Hasil urea-nitrogen plasma lebih rendah dari yang diharapkan.

a. Penurunan pemasukan protein

Kelelahan.

Ekonomi.

Disengaja.

2. Fungsi ginjal residu meningkat.

3. Efisiensi hemodialisis meningkat.

4. Penyakit hati

Sesudah dialisa

Kandungan zat dibawah ini perlu diperiksa setelah proses dialisa.

Pemeriksaan ini berkaitan dengan ada tidaknya kemungkinan komplikasi

yang terjadi setelah dialisa.

1. Urea-Nitrogen plasma. Konsentrasi urea-nitrogen setelah dialisis

harus diukur setiap bulan, dan rasio urea-nitrogen plasma

setelah/sebelum dialisis dipakai untuk menghitung Kt/V yang akan

diberikan.

2. Albumin. Merupakan indikator penting keadaan nutrisi, albumin

rendah merupakan prediktor morbiditas dan mortalitas yang sangat

kuat. Albumin 3,0 gr/dl risiko morbiditas dan mortalitas meningkat.

Dianjurkan albumin 4,0gr/dl dan diperiksa setiap 3 bulan.

3. Kreatinin. Diperiksa sebelum dialisis setiap bulan. Kadar rata-rata

yang biasa pada pasien HD 12-15 mg/dl (rentang 8-20 mg/dl). Pada

penderita HD risiko morbiditas menurun apabila kadar kreatinin

tinggi. Kreatinin plasma merupakan indikator massa otot dan status

nutrisi. Kreatinin plasma dan urea-nitrogen harus diperiksa

sekaligus. Jika perubahan pararel keduanya terjadi, maka perubahan

dalam resep dialisis dan tingkat fungsi renal residual harus

dipertimbangkan. Jika tingkat kreatinin plasma tetap konstan tetapi

perubahan yang mencolok terjadi pada nilai urea-nitrogen plasma,

perubahan pada yang terakhir paling mungking karena perubahan

pemasukan protein diet atau katabolisme protein endogen.

4. Kolesterol. Kolesterol adalah indikator status gizi. Mortalitas

menurun apabila sebelum dialisis kadar kolesterol 200-250 mg/dl,

tetapi kolesterol yang rendah (<150 mg/dl) akan meningkatkan

mortalitas.

5. Kalium. Sebelum dialisis kadar K 5,0-5,5 mEq/liter dapat

menurunkan resiko mortalitas, peningkatan resiko mortalitas terjadi

pada kadar K>6,5 dan K<3,5 mEq/liter.

6. Posfor. Diperiksa setiap bulan, mortalitas menurun kadar posfor 5-7

mg/dl, dan meningkat pada kadar posfor <3,0 mg/dl atau posfor >9,0

mg/dl.

7. Kalsium. Diperiksa setiap bulan, dan lebih sering diperiksa apabila

mengubah dosis vitamin D. Mortalitas menurun pada kadar 9-12

mg/dl dan mortalitas meningkat pada kadarnya 12 mg/dl dan 7

mg/dl.

8. Alkalin fosfatase. Diperiksa setiap 3 bulan, kadar yang tinggi

merupakan tanda hiperparatirodisme atau penyakit hati. Mortalitas

menurun pada kadar alkali fosfatase <100 u/liter, dan meningkat

berlipat pada kadar alkali fosfatase >150 U/liter. Dianjurkan kadar

alkalin fosfatase 30-115 U/liter.

9. Bikarbonat. Diperiksa setiap bulan. Mortalitas menurun pada kadar

bikarbonat 20-22,5 mEq/liter, meningkat pada kadar yang lebih

rendah dan lebih tinggi. Peningkatan mortalitas sangat tinggi kadar

15 mEq/liter sebelum dialisis. Asidosis sebelum dialisis bisa

dikoreksi dengan pemberian alkali pada saat dialisis.

10. Hematokrit. Sebelum dialisis hematokrit idea 30-40%, Ht 30%

meningkatkan risiko mortalitas. Peningkatan hematokrit secara

spontan (tanpa terapi eritropoetin) dapat merupakan tanda penyakit

ginjal polikistik, penyakit kista renal yang diperoleh, hidronefrosis

ataupun karsinoma ginjal.

11. Fosfat. Salah satu dari resiko mortalitas yang kuat adalah

hiperfostatemia. Setengah dari penderita HD reguler akan

mengalami hiperfostaemia terutama disebabkan oleh hiperparatiroid

sekunder. Keadaan ini menyebabkan gangguan hemodinamik seperti

hipertensi, kalsifikasi koroner, hipertropi ventrikel jantung kanan

yang berhubungan dengan meningkatnya insiden kematian

mendadak.

12. Pemeriksaan laboratorium lainnya. Aminotransferase plasm

diperiksa setiap bulan, kadar yang meningkat dapat disebabkan

penyakit hati yang tersembunyi. Pemeriksaan penyaring untuk

mengetahui adanya antigen hepatitis B dan C. Kadar ferritin, besi

serum, dan TIBC serta indeks eritrosit harus diperiksa setiap 3 bulan.

Kadar hormon parathyroid dan kadar aluminium dapat diukur

apabila dicurigai adanya hiperparatiroid ataupun intoksikasi

aluminium.