HEMODIALISA REFERAT

52
HEMODIALISA PENDAHULUAN Hemodialisa adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti fungsi ginjal untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hydrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran semi permeable sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi. Disebut terapi pengganti karena tugasnya hanya menggantikan tugas dari ginjal pasien yang sudah tidak berfungsi lagi, jadi bukan merupakan alat penyembuh. Tujuan utama dalam melakukan hemodialisis adalah untuk meningkatkan kualitas hidup pasien sehingga dapat melakukan aktifitas sama seperti mereka yang normal. Beberapa prinsip dasar yang harus dipenuhi dalam mencapai tujuan tersebut antara lain mengenal proses yang terjadi selama hemodialisis, mengenal perangkat yang dibutuhkan pada hemodialisis, dan aplikasi pelaksanaan hemodialisis yang baik. Ada 2 metode dialisa, yaitu hemodialisa dan dialisa peritoneal. Pada hemodialisa, darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan dipompa ke dalam mesin yang akan menyaring zat-zat racun keluar dari darah dan kemudian darah yang sudah bersih dikembalikan lagi ke dalam tubuh penderita. Jumlah 1

Transcript of HEMODIALISA REFERAT

Page 1: HEMODIALISA REFERAT

HEMODIALISA

PENDAHULUAN

Hemodialisa adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti fungsi ginjal

untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah manusia

seperti air, natrium, kalium, hydrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui

membran semi permeable sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan

dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi.

Disebut terapi pengganti karena tugasnya hanya menggantikan tugas dari ginjal pasien

yang sudah tidak berfungsi lagi, jadi bukan merupakan alat penyembuh. Tujuan utama dalam

melakukan hemodialisis adalah untuk meningkatkan kualitas hidup pasien sehingga dapat

melakukan aktifitas sama seperti mereka yang normal. Beberapa prinsip dasar yang harus

dipenuhi dalam mencapai tujuan tersebut antara lain mengenal proses yang terjadi selama

hemodialisis, mengenal perangkat yang dibutuhkan pada hemodialisis, dan aplikasi

pelaksanaan hemodialisis yang baik.

Ada 2 metode dialisa, yaitu hemodialisa dan dialisa peritoneal.

Pada hemodialisa, darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan dipompa ke dalam

mesin yang akan menyaring zat-zat racun keluar dari darah dan kemudian darah yang

sudah bersih dikembalikan lagi ke dalam tubuh penderita. Jumlah total cairan yang

dikembalikan dapat disesuaikan.

Pada dialisa peritoneal, cairan yang mengandung campuran gula dan garam khusus

dimasukkan ke dalam rongga perut dan akan menyerap zat-zat racun dari jaringan.

Cairan tersebut kemudian dikeluarkan lagi dan dibuang.

Dialisa banyak digunakan sebagai pencegahan pada gagal ginjal akut yang

pembentukan kemihnya sangat sedikit dan dilanjutkan sampai pemeriksaan darah

menunjukkan bahwa fungsi ginjal telah kembali. Pada gagal ginjal kronis, dialisa dilakukan

jika hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa ginjal tidak mampu membuang limbah metabolik

atau jika penderita tidak dapat lagi melakukan kegiatannya sehari-hari. Frekuensi dialisa

1

Page 2: HEMODIALISA REFERAT

bervariasi, tergantung kepada banyaknya fungsi ginjal yang tersisa, tetapi sebagian besar

penderita menjalani dialisa sebanyak 3 kali/minggu.

Program dialisa dikatakan berhasil jika:

- penderita kembali menjalani hidup normal

- penderita kembali menjalani diet yang normal

- jumlah sel darah merah dapat ditoleransi

- tekanan darah normal

- tidak terdapat kerusakan saraf yang progresif.

CAPD (Continuius Ambulatory Peritoneal Dialysis)

Metode pencucian darah dengan mengunakan peritoneum (selaput yang melapisi

perut dan pembungkus organ perut). Selaput ini memiliki area permukaan yang luas dan kaya

akan pembuluh darah. Zat-zat dari darah dapat dengan mudah tersaring melalui peritoneum

ke dalam rongga perut. Cairan dimasukkan melalui sebuah selang kecil yang menembus

dinding perut ke dalam rongga perut. Cairan harus dibiarkan selama waktu tertentu sehingga

limbah metabolic dari aliran darah secara perlahan masuk ke dalam cairan tersebut, kemudian

cairan dikeluarkan, dibuang, dan diganti dengan cairan yang baru.

KAPAN HARUS CUCI DARAH

Cuci darah dilakukan jika gagal ginjal menyebabkan:

Kelainan fungsi otak (ensefalopati uremik)

Perikarditis (Peradangan kantong jantung)

Asidosis (peningkatan keasaman darah) yang tidak memberikan respon terhadap

pengobata lainnya.

Gagal Jantung

Hiperkalemia (kadar kalium yang sangat tinggi dalam darah)

KEUNGGULAN CAPD

1. Proses dialysis peritoneal ini tidak menimbulkan rasa sakit.

2. Membutuhkan waktu yang singkat, terdiri dari 3 langkah.

Pertama, masukkan dialisat berlangsung selama 10 menit

2

Page 3: HEMODIALISA REFERAT

Kedua, cairan dibiarkan dalam rongga perut untuk selama periode waktu tertentu (4-6

jam)

Ketiga, pengeluaran cairan yang berlangsung selama 20 menit

3. Ketiga proses diatas dilakukan beberapa kali tergantung kebutuhan dan bisa dilakukan oleh

pasien sendiri secara mandiri setelah dilatih dan tidak perlu ke rumah sakit.

PERMASALAHAN

Penderita yang menjalani dialisa memerlukan makanan dan obat khusus.

Nafsu makan penderita menurun dan terjadi kehilangan protein selama dialisa peritoneal,

karena itu penderita biasanya memerlukan diet tinggi protein (secara kasar sebanyak 1

gram/kg BB). Asupan natrium dan kalium harus dibatasi sampai 2 gram/hari. Asupan

makanan kaya fosfat juga harus dibatasi. Asupan cairan pada penderta yang memiliki kadar

natrium rendah harus dibatasi. Sangat penting untuk melakukan penimbangan berat badan

setiap hari. Penambahan berat badan yang berlebihan menunjukkan terlalu banyaknya asupan

cairan.

Multivitamin dan tambahan zat besi perlu diberikan untuk menggantikan zat gizi yang

hilang pada proses dialisa. Penderita yang menjalani dialisa dan menerima banyak transfusi

darah seringkali mendapatkan terlalu banyak zat besi karena darah mengandung sejumlah

besar zat besi. Karena itu penderita tidak mendapatkan tambahan zat besi. Untuk merangsang

pembentukan se darah merah bisa diberikan hormon (testosteron atau eritropoietin).

Pengikat fosfat (misalnya kalsium karbonat atau kalsium asetat) diberikan untuk membuang

kelebihan fosfat. Kadar kalsium darah yang rendah atau penyakit tulang hiperparatiroid yang

berat diobati dengan kalsitriol (salah satu bentuk vitamin D) dan tambahan kalsium.

Pada penderita gagal ginjal sering dijumpai tekanan darah tinggi. Pada 50% penderita, hal ini

bisa diatasi secara sederhana dengan membuang sejumlah cairan selama dialisa. Sedangkan

pada penderita lainnya perlu diberikan obat-obatan untuk menurunkan tekanan darah.

Dialisa bisa digunakan sebagai pengobatan jangka panjang untuk gagal ginjal kronis

atau sebagai pengobatan sementara sebelum penderita menjalani pencangkokan ginjal.

Pada gagal ginjal akut, dialisa dilakukan hanya selama beberapa hari atau beberapa minggu,

3

Page 4: HEMODIALISA REFERAT

sampai fungsi ginjal kembali normal. Dialisa juga bisa digunakan untuk membuang obat

tertentu atau racun dari tubuh.

DIALISIS PADA GAGAL GINJAL

Dialisis atau cuci darah merupakan salah satu metode untuk memperlama umur pasien

gagal ginjal. Selain itu, dialisis dapat digunakan untuk memperlama waktu pasien gagal ginjal

sebelum dilakukan transplantasi ginjal. Dialisis juga dapat mengembalikan keseimbangan

cairan dan elektrolit. Dialisis bekerja dengan cara menyingkirkan kelebihan cairan dan

sampah dari darah melalui proses difusi,osmosis dan uktrafiltrasi. Dialisis ini menggunakan

dialysate, cairan yang sama dengan komposisi plasma darah normal, yang ditransport ke

dalam kompartement diantara membran semipermeable. Membran semipermeabel ini

berfungsi sebagai filter atau penyaring dimana molekul kecil seperti glukosa dan urea dapat

menembus membran melalui pori-pori pada membran sedangkan molekul besar tidak dapat

menembus membran ini.

Pada hemodialisis, sebuah tabung yang kecil yang dapat membawa darah ke dalam

sebuah alat yang disebut dengan dialyzer yang dibuat dari material yang berfungsi sebagai

membran semipermeabel. Pada peritoneal dialisis, membran semipermeabel ini diganti oleh

peritoneal membran pada tubuh yang banyak mengandung pembuluh darah dan dapat

digunakan untuk menyaring darah. Peritoneal ini terletak diperut yang kaya akan pembuluh

darah. Cara kerja dari hemodialisis peritoneal ini adalah dialysate diinfuskan ke dalam cateter

yang akan masuk ke dalam ruangan peritoneal. Ruangan ini merupakan ruang antara

abdomen dekat dengan usus halus. Pada prosedur yang umum digunakan, continous

ambulatory peritoneal dialysis (CAPD), dialysate masih tertinggal di cavitas peritoneal

selama 4-6 jam dan sesudahnya dihisap dan diganti dengan dialysate yang baru. Secara

umum larutan dialysate diganti 4 kali setiap harinya dan membutuhkan sekitar 30 menit

untuk penghisapan dan penggantian dengan yang baru.

Tidak seperti hemodialisis dengan menggunakan alat (hemodializer), dialisis

peritoneal harus menggunakan konsentrasi glukosa yang tinggi akibat tekanan onkotik yang

rendah pada cavitas peritoneal. Akibatnya, glukosa yang tinggi akan terserap ke dalam tubuh

menimbulkan hiperglikemia dan hipertrigliserida. Selain itu, kelemahan dari metode ini

adalah infeksi pada cavitas peritoneal akibat dari kateter (peritonitis), penjendalan darah pada

kateter sehingga dapat menghambat kateter, perpindahan kateter dan abdominal hernia akibat

4

Page 5: HEMODIALISA REFERAT

dari volume dialysat. Akan tetapi kelebihan dari metode ini adalah pengambilan darah

melalui pembuluh darah tidak dilakukan serta pembatasan diet tidak terlalu ketat.

Pada dialisis dengan menggunakan dialyzer, efek merugikan yang dapat ditimbulkan

antara lain infeksi pada pembuluh darah, penjendalan darah, hipotensi akibat aliran darah

ditarik keluar menuju dialyzer, kram pada otot terutama pada tangan, kaki dan lutut. Selain

itu, anemia juga dapat terjadi pada pasien dengan hemodialisis akibat hilangnya darah di

dalam dialyzer. Efek merugikan lainnya adalah beberapa pasien merasa pusing, lemah,

nausea, vomiting dan berkunang-kunang.

Metode urea kinetik model selanjutnya digunakan untuk mengetahui seberapa

efektifkah dialisis. Metode urea kinetik model adalah metode untuk mengetahui keefektifan

dialisis dengan menghitung clearence urea dari darah. Metode ini menggunakan rumus Kt/V

dimana K menunjukkan konsentrasi urea yang terbuang dari darah, t adalah waktu untuk

dialisis dan V adalah volume darah. Nilai yang diperoleh dapat digunakan untuk mengetahui

apakah pasien telah mengalami dialisis yang tepat. Batas nilai yang digunakan adalah 1,2.

Akan tetapi, perhitungan ini tidak begitu simple, karena beberapa faktor perlu diperhatikan

antara lain data clearence pada dialyzer, blood flow rate dan dialysis flow rate. Sehingga

komputerisasi menjadi hal yang penting dalam menentukan nilai ini.

5

Page 6: HEMODIALISA REFERAT

PEMBAHASAN

A. DEFINISI

Hemodialisa adalah suatu prosedur dimana darah dikeluarkan dari tubuh penderita

dan beredar dalam sebuah mesin diluar tubuh yang disebut dialyzer.

Prosedur ini memerlukan jalan masuk ke aliran darah. Untuk memenuhi kebutuhan ini, maka

dibuat suatu hubungan buatan diantara arteri dan vena (fistula arteriovenosa) melalui

pembedahan. Pada hemodialisa, darah penderita mengalir melalui suatu selang yang

dihubungkan ke fistula arteriovenosa dan dipompa ke dalam dialyzer.

Untuk mencegah pembekuan darah selama berada dalam dialyzer maka diberikan heparin.

Di dalam dialyzer, suatu selaput buatan yang memiliki pori-pori memisahkan darah

dari suatu cairan (dialisat) yang memiliki komposisi kimia yang menyerupai cairan tubuh

normal. Tekanan di dalam ruang dialisat lebih rendah dibandingkan dengan tekanan di dalam

darah, sehingga cairan, limbah metabolik dan zat-zat racun di dalam darah disaring melalui

selaput dan masuk ke dalam dialisat. Tetapi sel darah dan protein yang besar tidak dapat

menembus pori-pori selaput buatan ini. Darah yang telah dicuci lalu dikembalikan ke dalam

tubuh penderita. Dialyzer memiliki ukuran dan tingkat efisiensi yang berbeda-beda.

Mesin yang lebih baru sangat efisien, darah mengalir lebih cepat dan masa dialisa lebih

pendek (2-3 jam, sedangkan mesin yang lama memerlukan waktu 3-5 jam).

Sebagian besar penderita gagal ginjal kronis perlu menjalani dialisa sebanyak 3 kali/minggu.

6

Page 7: HEMODIALISA REFERAT

Komplikasi Hemodialisa

Komplikasi Penyebab

Demam

Bakteri atau zat penyebab demam (pirogen) di

dalam darah

Dialisat terlalu panas

Reaksi anafilaksis yg

berakibat fatal

(anafilaksis)

Alergi terhadap zat di dalam mesin

Tekanan darah rendah

Tekanan darah rendah Terlalu banyak cairan yg dibuang

Gangguan irama jantungKadar kalium & zat lainnya yg abnormal dalam

darah

Emboli udara Udara memasuki darah di dalam mesin

Perdarahan usus, otak, mata Penggunaan heparin di dalam mesin untuk

7

Page 8: HEMODIALISA REFERAT

atau perut mencegah pembekuan

DIALISA PERITONEAL

Pada peritoneal dialisa, yang bertindak sebagai penyaring adalah peritoneum (selaput

yang melapisi perut dan membungkus organ perut). Selaput ini memiliki area permukaan

yang luas dan kaya akan pembuluh darah. Zat-zat dari darah dapat dengan mudah tersaring

melalui peritoneum ke dalam rongga perut. Cairan dimasukkan melalui sebuah selang kecil

yang menembus dinding perut ke dalam rongga perut. Cairan harus dibiarkan selama waktu

tertentu sehingga limbah metabolik dari aliran darah secara perlahan masuk ke dalam cairan

tersebut. Kemudian cairan dikeluarkan, dibuang dan diganti dengan cairan yang baru.

Biasanya digunakan selang karet silikon yang lembut atau selang poliuretan yang berpori

pori, sehingga cairan mengalir secara perlahan dan tidak terjadi kerusakan.

Dialisa peritoneal tidak boleh dilakukan pada penderita yang:

- menderita infeksi dinding perut

- memiliki hubungan abnormal antara dada dan perut

- baru saja menjalani pencangkokkan pembuluh darah buatan di dalam perut

- memiliki luka baru di perut.

Ada beberapa teknik yang digunakan dalam dialisa peritoneal:

1. Dialisa peritoneal intermiten manual.

Merupakan teknik yang paling sederhana. Sebuah kantong berisi cairan dipanaskan

sesuai suhu tubuh, lalu cairan dimasukkan ke dalam rongga peritoneum selama 10

menit dan dibiarkan selama 60-90 menit, kemudian dikeluarkan dalam waktu 10-20

menit. Keseluruhan prosedur memerlukan waktu sekitar 12 jam. Teknik ini terutama

digunakan untuk mengobati gagal ginjal akut.

2. Dialisa peritoneal intermiten dengan pemutar otomatis.

Bisa dilakukan di rumah penderita. Suatu alat dengan pengatur waktu secara ototmatis

memompa cairan ke dalam dan keluar dari rongga peritoneum. Biasanya alat pemutar

8

Page 9: HEMODIALISA REFERAT

dipasang pada waktu tidur sehingga pengobatan dijalani pada saat penderita tidur.

Pengobatan ini harus dilakukan selama 6-7 malam/minggu.

3. Dialisa peritoneal berpindah-pindah yang berkesinambungan.

Cairan dibiarkan di dalam perut dalam waktu yang lama, dan dikeluarkan serta

dimasukkan lagi sebanyak 4-5 kali/hari. Cairan dikemas dalam kantong polivinil

klorida yang dapat dikembangkempiskan. Jika kosong, kantong ini bisa dilipat tanpa

harus melepaskannya dari selang. Biasanya cairan harus diganti sebanyak 3 kali,

dengan selang waktu 4 jam atau lebih. Setiap pergantian memerlukan waktu 30-45

menit.

4. Dialisa peritoneal yang dibantu oleh pemutar secara terus menerus.

Teknik ini menggunakan pemutar otomatis untuk menjalankan pergantian singkat

selama tidur malam, sedangkan pergantian yang lebih lama dilakukan tanpa pemutar

pada siang hari. Teknik ini mengurangi jumlah pergantian di siang hari tetapi pada

malam hari penderita tidak dapat bergerak secara leluasa karena alatnya tidak praktis.

Komplikasi Dialisa Peritoneal

1. Perdarahan di tempat pemasangan selang atau perdarahan di dalam perut

2. Perforasi organ dalam pada saat memasukkan selang

3. Kebocoran cairan di sekitar selang atau ke dalam dinding perut

4. Penyumbatan aliran cairan oleh bekuan darah

5. Infeksi, baik pada peritoneum maupun di kulit tempat selang terpasang (menyebabkan

terbentuknya abses). Infeksi biasanya terjadi karena prosedur dialisa yang kurang

steril. Untuk mengatasi infeksi diberikan antibiotik.

6. Hipoalbuminemia

7. Sklerosis peritonealis (pembentukan jaringan parut di peritoneum), yang

mengakibatkan penyumbatan parsial usus halus

8. Hipotiroidisme

9. Hiperglikemia, sering terjadi pada penderita kencing manis

10. Hernia perut dan selangkangan

11. Sembelit.

9

Page 10: HEMODIALISA REFERAT

10

Page 11: HEMODIALISA REFERAT

B. PRINSIP HEMODIALISIS

Hemodialisis merupakan salah satu dari 3 modalitas terapi pengganti pada Penyakit

Ginjal Kronik (PGK) stadium‐V. Tiga modalitas terapi pengganti tersebut adalah

Hemodialisis, Dialisis Peritoneal, dan Cangkok atau Transplantasi Ginjal. Disebut terapi

pengganti karena tugasnya hanya menggantikan tugas dari ginjal pasien yang sudah tidak

berfungsi lagi, jadi bukan merupakan alat penyembuh. Definisi, PGK adalah kerusakan ginjal

(kidney damage) dengan disertai penurunan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus

(LFG) lebih dari 3 bulan atau penurunan LFG kurang dari 60 mL/menit/1,73 m2 luas

permukaan tubuh tanpa kerusakan ginjal (kidney damage) lebih dari 3 bulan.1Penurunan LFG

atau kerusakan ginjal berlangsung progresif dari mulai stadium‐I sampai dengan stadium‐V.

Penurunan ini dapat berlangsung lambat atau cepat tergantung pada etiologi serta penanganan

yang dilakukan dalam menghambat progresi. Rincian mengenai stadium, PGK dan kaitannya

dengan LFG dapat dilihat pada Tabel 1 berikut :

TABEL Laju Filtrasi Glomerulus (LFG)

Stadium LFG Fungsi Ginjal

I > 90 mL/menit/1,73 m2 luas permukaan tubuh Ginjal Normal

II 60 90 mL/menit/1,73 m2 luas permukaan tubuh‐ Penurunan Fungsi Ringan

III 30 60 mL/menit/1,73 m2 luas permukaan tubuh‐ Penurunan Fungsi Sedang

IV 15 30 mL/menit/1,73 m2 luas permukaan tubuh‐ Penurunan Fungsi Berat

V < 15 mL/menit/1,73 m2 luas permukaan tubuh Gagal Ginjal

Terapi pengganti dilakukan pada stadium‐V atau Gagal Ginjal. Terapi pengganti juga

dilakukan pada keempat stadium yang lain bila ada indikasi khusus seperti hiperkalemia,

11

Page 12: HEMODIALISA REFERAT

edema paru akibat kelebihan cairan ekstrasel, asidosis metabolik berat sukar dikendalikan,

penurunan kesadaran, dan persiapan bedah bila terdapat gangguan elektrolit, peningkatan

ureum lebih dari 200 mg/dL, atau gangguan hemostasis.

PERSIAPAN

Persiapan perlu dilakukan sebelum tindakan hemodialisis dijalankan agar perlakuan

ini dapat berjalan dengan baik dan optimal. Persiapan ini dapat berupa non‐medik maupun

medik.

Persiapan Non‐Medik

Persiapan ini hanya dapat dilakukan bila pasien sudah diketahui menderita PGK

sebelum mencapai PGK stadium‐V. Makna dari PGK perlu dijelaskan kepada pasien secara

bijak agar mereka mengerti bahwa PGK bersifat progresi menuju PGK stadium‐V.

Persiapan Medik

Pengobatan anemia pre‐dialisis perlu dilakukan agar pada saat dilakukan

hemodialisis, perlakuan dialisis ini dapat dimulai dengan baik dan aman. Risiko kematian

pada pasien dalam dialisis ternyata menjadi lebih rendah terutama dalam 19 bulan pertama

bila pada masa predialisis sudah diberikan eritropoetin, makin tinggi hematokrit pada saat

dialisis dimulai makin rendah risiko kematian.2 Anemia pada PGK sudah mulai terlihat pada

stadium‐III. Menurut data dari NAHNES‐III dalam populasi Amerika, diketahui bahwa

frekuensi anemia meningkat seiring meningkatnya stadium PGK: 1% pada PGK stadium‐III,

9% pada stadium‐IV, dan 33% pada laki‐laki atau 67% pada perempuan setelah mencapai

stadium‐V.3

Setelah mencapai stadium‐IV, perlu diberitahukan kepada pasien prediksi waktu

dalam mencapai stadium‐V. Pada stadium‐IV ini pasien diberitahu untuk melakukan

pemasangan shunt arterivena (Cimino) sebagai persiapan bila stadium‐V tercapai untuk

keperluan hemodialisis.

PROSES DALAM HEMODIALISIS

Selama hemodialisis berjalan, ada 3 proses yang terjadi secara simultan. Proses

tersebut adalah sebagai berikut4:

1. Difusi

12

Page 13: HEMODIALISA REFERAT

2. Ultrafiltrasi

3. Konveksi

Sebelum kita membicarakan ketiga proses ini perlu kita ketahui perangkat apa saja

terlibat dalam proses hemodialisis. Perangkat ‐ perangkat yang terlibat dan bahan – bahan

yang digunakan adalah mesin hemodialisis, membran dialiser, pipa yang mengalirkan darah

dari pasien ke dialiser (pipa‐arteri) serta yang mengalirkannya kembali ke pasien (pipa‐vena),

air bersih olahan, dan cairan dialisat.

Mesin hemodialisis berperan dalam mencampur cairan dialisat dalam bentuk

konsentrat dengan air bersih olahan sehingga menghasilkan cairan dialisat yang

mengandung solut dengan kadar yang sama dengan kadar solut tersebut dalam plasma

darah normal. Cairan dialisat ini kemudian dialirkan oleh mesin dengan kecepatan

standar 500 mL/menit ke dalam dialiser. Pada mesin yang baru sekarang, kecepatan

aliran dialisat dapat diatur sesuai kebutuhan, misalnya bila mesin dipakai untuk

metode dialisis SLED (Sustained Low Efficiency Daily Dialysis). Mesin hemodialisis

juga berperan dalam mengatur besarnya ultrafiltrasi yang diinginkan selama

hemodialisis berjalan, dengan mengatur tekanan negatif dalam kompartemen dialisat

dari 3 dialiser. Peranan mesin hemodialisis lainnya adalah memompa darah dari

pasien ke dialiser dan kembali lagi ke pasien dengan kecepatan yang dapat diatur

sesuai kebutuhan. Kecepatan aliran darah yang dianjurkan adalah antara 250‐400

mL/menit.

Membran dialiser merupakan membran yang semi permeabel berupa membran yang

tidak membatasi pergerakan air dari kompartemen darah dialiser ke kompartemen

dialisat dialiser atau sebaliknya, akan tetapi membatasi pergerakan solut dari

kompartemen darah kekompartemen dialisat atau sebaliknya sesuai besarnya diameter

pori membran dialiser. Solut yang lebih besar dari diameter pori tidak bisa melakukan

pergerakan diantara kedua kompertemen tersebut. Berdasarkan pergerakan solut,

membran dialiser diklasifikasikan dalam low atau high‐flux dan low atau high‐efficiency. High‐efficiency ditujukan kepada membran selulose standar dengan luas

permukaan membran yang besar, dan low‐efficiency adalah sebaliknya. High‐flux

ditujukan kepada membran sintetik dengan pori yang besar sehingga memungkinkan

13

Page 14: HEMODIALISA REFERAT

solut berdiameter besar dapat melaluinya, demikian sebaliknya pada low‐flux. Jenis

membran dialiser dapat diklasifikasi juga atas membran terbuat dari selulose, selulose

yang diperkaya, dan membran sintetik. Membran yang terbuat dari selulose atau

disebut cuprophane merupakan membran generasi pertama. Membran yang terbuat

dari selulose diperkaya misalnya selulose‐asetat atau selulose‐triasetat ditujukan

untuk membuat membran tersebut lebih kompatibel dengan darah. Membran sintetik

merupakan membran yang kompatibel dengan darah dengan pori lebih besar dari

membran selulose. Ada lagi membran yang merupakan gabungan dari selulose

dengan sintetik. Luas permukaan membran juga ada beberapa jenis mulai dari ukuran

0,9 m2 hingga 1,6 m2.

Air bersih olahan merupakan air tanah yang dipakai untuk mengencerkan konsentrat

cairan dialisat. Air tanah tersebut harus diolah dengan memakai alat dan bahan

tertentu sehingga memenuhi persyaratan untuk dipakai. Persyaratan yang dibutuhkan

adalah sama dengan persyaratan air minum yaitu persyaratan fisik, mikrobiologi,

kimiawi, dan radioaktip. Pengolahan air sampai bisa digunakan melalui beberapa

tahapan yaitu saringan kasar, karbon, pelunak air, reverse‐osmosis, deioniser, dan

saringan ultra (Gambar 1).5 Fungsi masing-masing tahapan itu adalah : (1) saringan

kasar untuk menahan pasir; (2) karbon untuk mengeliminasi chloramin yang sangat

toksik; (3) pelunak air atau water softener digunakan untuk mengganti ion‐kalsium

dan magnesium dengan natrium; (4) reverse‐osmosis atau RO digunakan untuk

menyaring kontaminan bakteri, virus, dan endotoksin; (5) deioniser untuk menukar

kation dengan ion‐H dan anion dengan ion‐OH sehingga membentuk air yang sangat

murni; dan (6) saringan‐ultra untuk menyaring bakteri atau virus yang masih

tertinggal.

14

Page 15: HEMODIALISA REFERAT

Gambar 1. Bagan tahap pengolahan air untuk hemodialisis mulai dari air tanah hingga masuk

ke dalam bak penampung air siap pakai.5

1. Difusi

Difusi adalah berpindahnya solut melewati membran semipermeabel dari

kompartemen cairan dengan kadar solut yang tinggi ke dalam kompartemen cairan dengan

kadar solut yang lebih rendah. Dalam hal hemodialisis, berpindahnya solut dari kompartemen

dialisat ke kompartemen darah dan demikian sebaliknya. Efisiensi gerakan solut ini makin

tinggi dengan makin luasnya permukaan membran semipermeabel tersebut yang disebut

dengan istilah high‐efficient. Besarnya jumlah solut dengan berbagai ukuran bergerak melalui

membran semipermeabel tergantung kepada diameter pori pada membran. Makin besar

diameter pori makin banyak jumlah solut yang dapat berpindah atau disebut dengan istilah

high‐flux. Membran yang terbuat dari selulose memiliki diameter pori lebih kecil

dibandingkan dengan membran yang sintetik. Kemampuan perpindahan solut ini juga

dipengaruhi oleh cepatnya aliran darah dalam kompartemen darah dan aliran dialisat dalam

kompartemen dialisat. Pada proses hemodialisis, arah aliran darah dan arah aliran cairan

dialisat adalah berlawanan. Makin cepat aliran darah maupun aliran dialisat, perpindahan

solut makin lebih efisien.

2. Ultrafiltrasi

15

Page 16: HEMODIALISA REFERAT

Ultrafiltrasi adalah berpindahnya air dari kompartemen darah ke kompartemen

dialisat. Mesin hemodialisis mampu menciptakan tekanan negatif dalam kompartemen

dialisat, dialiser tipe hollowfiber, sehingga air dari kompartemen darah akan bergerak menuju

kompartemen dialisat. Perbedaan tekanan dalam kedua kompartemen tersebut disebut dengan

istilah trans‐membrane pressure (TMP). Makin tinggi TMP, makin besar volume air yang

bergerak ke kompartemen dialisat. Besarnya TMP dapat diatur pada skala ultrafiltrasi pada

mesin hemodialisis. Dengan demikian besarnya volume air yang akan dikurangi dari tubuh

pasien dapat diatur sesuai dengan yang dinginkan.

3. Konveksi

Konveksi adalah bergeraknya solut dari kompartemen darah ke kompartemen dialisat

dengan mengikuti pergerakan air. Dapat dianalogikan dengan bergeraknya sampah mengikuti

gerakan air sungai.

Sebagai kesimpulan dari ketiga proses ini maka dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Kliren atau bersihan dialiser terhadap toksin uremik terutama dipengaruhi oleh proses

difusi, lalu ditambah oleh proses konveksi. Jenis dan luas permukaan membran,

kecepatan aliran darah dan dialisat berpengaruh pada kliren.

2. Pergerakan besaran volume air dari kompartemen darah dipengaruhi oleh tingginya

TMP.

APLIKASI

Aplikasi ketiga proses difusi, konfeksi, dan ultrafiltrasi pada pasien yang menjalani

hemodialisis dapat diatur sedemikian rupa sehingga menghasilkan keluaran yang baik.

Keluaran yang baik ini juga dipengaruhi oleh kemampuan sumber daya manusia (SDM)

dalam bentuk tim yaitu Dokter, Perawat Dialisis, Ahli Nutrisi, dan Teknisi Mesin. Edukasi

yang baik pada pasien akan menghasilkan kerjasama yang baik sehingga tujuan untuk

meningkatkan kualitas hidup pasien akan tercapai. Beberapa hal yang harus diperhatikan

untuk mencapai tujuan ini adalah:

Berat Badan Kering

Kemampuan ginjal pasien PGK stadium‐V untuk mengeluarkan air dalam bentuk urin

sangat berkurang sehingga potensi untuk mengalami kelebihan cairan ekstrasel tinggi.

Penetapan berat badan perlu dilakukan untuk mencegah masalah kelebihan cairan ini. Proses

16

Page 17: HEMODIALISA REFERAT

ultrafiltrasi untuk mengurangi cairan ekstrasel pada hemodialisis sangat berperan dalam

penetapan berat badan kering.

Definisi umum berat badan kering adalah berat badan terendah yang dapat dicapai

setelah proses ultrafiltrasi dimana bila berat badan diturunkan lagi akan menimbulkan gejala

hipovolemia. Proses penetapan berat badan kering harus dilakukan secara bertahap oleh

karena penurunan berat badan yang terlalu besar pada saat hemodialisis akan menimbulkan

gejala hipovolemia walaupun berat badan kering belum tercapai. Setiap perlakuan

hemodialisis dianjurkan tidak melakukan ultrafiltrasi lebih dari 10% berat badan, yang

terbaik adalah antara 5‐10%. Bila dilakukan edukasi yang baik pada pasien dalam hal

mengasup air berlebihan, penetapan berat badan kering tidak membutuhkan waktu yang

lama. Penetapan berat badan kering juga sangat penting untuk mencegah beban jantung yang

berlebihan sehingga merupakan bagian dari pencegahan komplikasi kardiovaskuler. Bila

berat badan kering sudah tercapai, maka dianjurkan berat badan badan pasien tidak

meningkat lebih dari 5% berat badan kering pada hemodialisis berikutnya.

Sindrom Disekuilibrium

Sindrom ini merupakan komplikasi lain yang harus diperhatikan, khususnya bagi

pasien yang baru pertama kali menjalani hemodialisis. Keadaan ini dapat terjadi oleh karena

adanya perbedaan osmolalitas antara cairan ekstrasel dan cairan sel otak. Bila urea cairan

ekstrasel diturunkan secara cepat, maka urea di dalam cairan sel otak tidak dapat segera

mengikuti penurunan ini, sehingga osmolalitas cairan sel otak lebih tinggi. Osmolalitas cairan

sel otak yang tinggi akan mengerakkan air dari ekstrasel menuju intrasel sehingga terjadi

edema sel otak. Edema sel otak inilah yang menimbulkan gejala sindrom disekuilibrium

berupa sakit kepala hingga kesadaran menurun bahkan kematian. Penelitian yang dilakukan

Silver SM et al pada tikus, menunjukkan penurunan 53% urea dalam plasma hanya diikuti

oleh penurunan urea dalam otak sebesar 13%.6 Pada pasien yang baru dianjurkan pada

awalnya melakukan hemodialisis selama 2 jam setiap hari hingga 3‐4 hari dengan aliran

darah 150‐200 mL/menit memakai dialiser dengan luas permukaan membran 0,9‐1,2 m2.

Bila tidak ada tanda disekuilibrium, kecepatan aliran darah kemudian dapat ditingkatkan

secara perlahan yaitu dinaikkan 50 mL/menit setiap sesi hemodialisis hingga target 250‐300

mL/menit tercapai dengan frekuensi hemodialisis 2 kali @ 5 jam atau 3 kali @ 4 jam

seminggu serta luas permukaan membran dialiser yang lebih besar.

17

Page 18: HEMODIALISA REFERAT

Adekuasi Hemodialisis

Adekuasi hemodialisis memiliki peran yang sentral atau merupakan tujuan utama

dalam melaksanakan dialisis disemua pusat dialisis.7 Tanpa memiliki tujuan seperti ini

adalah suatu pekerjaan yang sia‐sia bagi pusat dialisis tersebut. Tercapainya dialisis yang

adekuat sudah tentu menuntut berbagai faktor antara lain sumber daya manusia yang trampil

dan baik, dialisis masih merupakan pengobatan biaya tinggi, ketersediaan dialiser yang cukup

dalam berbagai luas permukaan membran, pemeriksaan laboratorium yang teratur, dan waktu

dialisis yang cukup yaitu minimal 3 kali seminggu @ 4 jam. Bila seluruh faktor ini tidak

terpenuhi, tidaklah mungkin bagi pusat dialisis tersebut mengharapkan seluruh pasiennya

mencapai dialisis yang adekuat.

Penilaian adekuasi hemodialisis dapat diukur secara klinis yaitu dengan melihat

gejala‐gejala akibat uremia yang ada pada pasien atau dapat diukur secara matematik. Kedua

pengukuran ini tidak bisa saling berdiri sendiri. Pengukuran dengan melihat gejala dapat

memberikan hasil yang keliru karena banyak pasien sekarang sudah memakai ESA

(Erythropoiesis‐stimulating agents) yang dapat menutupi gejala uremia akibat tidak ada

anemia lagi, demikian juga pengukuran secara matematis tidak dapat memberi kesimpulan

yang sempurna. Penilaian adekuasi hemodialisis sebaiknya menggunakan kedua parameter

ini.

Parameter Klinis

Gejala uremia yang timbul akibat PGK (Penyakit Ginjal Kronik) Stadium V

merupakan gambaran klinis yang diamati pada pasien yang menjalani dialisis kronik. Secara

ideal seluruh gejala tersebut menghilang selama program dialisis berlangsung. Bila gejala

tersebut masih ada yang terlihat, ini menunjukkan bahwa dialisis yang dilakukan belum

adekuat. Anemia yang teratasi dengan pemberian ESA dapat menghilangkan sebagian gejala

akibat uremia seperti gangguan kognitif membaik, perasaan lemah dan sesak napas hilang

yang menyebabkan penilaian adekuasi menjadi tersamar.

Gejala uremia yang terlihat pada PGK lanjut antara lain anoreksia, nausea, muntah,

insomnia, kelebihan air, hiperkalemia, asidosis metabolik, hipertensi, anemia, perikarditis,

pruritus, neuropati perifer, gangguan kognitif, gangguan tulang, penyakit pembuluh darah

perifer, kejang, dan koma. Dialisis disebut adekuat bila seluruh gejala uremia ini dapat

dicegah atau dihilangkan.

18

Page 19: HEMODIALISA REFERAT

Parameter Matematik

Laporan dari The National Cooperative Dialysis Study (NCDS) tahun 1981

menjelaskan bahwa timed average urea concentration (TACurea) dan the protein catabolic

rate (PCR) merupakan penanda yang penting terhadap morbiditas dan mortalitas pasien

hemodialisis.8 TACurea = {Td (C1+C2) + Id (C2+C3)} /2(Td+Id) dimana Td adalah waktu

dialisis, C1 adalah BUN pre‐dialisis pertama, C2 adalah BUN pos‐dialisis pertama, C3

adalah pre‐dialisis BUN dialisis berikutnya, dan Id adalah interval waktu antara 2 dialisis.

TAC yang rendah pada pasien dialisis dengan gizi yang baik memberikan hasil yang baik.

PCR merupakan penjumlahan urea, protein, dan asam amino dalam feses dengan dalam

dialisat. Pada pasien yang adekuat dialisisnya, PCR (gram/hari) sama dengan asupan protein

sehari. PCR yang disebut juga sebagai protein equivalent of nitrogen appearance (PNA)

dipakai untuk mengkaji asupan protein pasien dialisis. Rumusnya adalah 0,22 + {(0,036 x

peningkatan BUN interdialisis x 24)} / jam interval interdialisis. Bila pasien masih

mengeluarkan urin maka rumus di atas ditambahkan lagi dengan (gram Urea‐nitrogen urin x

150) / (jam interval interdialisis X berat badan dalam kg). Satuan dari PCR adalah gram/hari.

Target PCR adalah 1‐1,2 gram/hari, sesuai rekomendasi dari American dan European

Hemodialysis Guidelines.

Gotch FA dan Sargent JA pada tahun 1985 mengusulkan pemakaian Kliren Dialiser

terhadap urea dengan rumus Kt/V untuk menilai adekuasi hemodialisis.9 K merupakan nilai

kliren terhadap urea yang diberikan oleh pabrik pembuat dialiser, t adalah waktu lamanya

dialisis, dan V adalah volume distribusi urea dalam tubuh yang sama dengan volume total air

dalam tubuh. Secara matematik, Kt/V dapat dihitung dengan rumus: ‐ln (R ‐ 0.03) + [(4 ‐

3.5R) x (UF ÷ W)]. R adalah rasio BUN posdialisis dan BUN predialisis, UF adalah volume

ultrafiltrasi dalam liter, dan W adalah berat badan posdialisis.

Cara sederhana lain yang digunakan untuk menilai adekuasi hemodialisis adalah

menghitung apa yang disebut dengan urea reduction ratio (URR). URR = (1 ‐ [BUN

posdialisis ÷ BUN predialisis]). Para pakar lain ada juga yang memakai apa yang disebut

dengan percent reduction in urea (PRU) yaitu hasil URR dikalikan dengan 100 untuk

memperoleh nilai dalam persen.

Menghitung Kt/V dapat juga dilakukan dengan memakai PRU yaitu:

Kt/V = (0.026 x PRU) ‐ 0.460

19

Page 20: HEMODIALISA REFERAT

atau Kt/V = (0.024 x PRU) ‐ 0.276

Pengambilan contoh darah untuk mengukur BUN posdialisis sangat penting karena

akan mempengaruhi hasil. Cara yang banyak dipakai adalah dengan mengambil sampel darah

pada saat detik ke‐15 setelah aliran darah dilambatkan (Qb 100 ml/menit) pada akhir dialisis.

Kerugian cara ini adalah bahwa kadar urea dalam sampel ini bukan merupakan urea yang

sudah terbagi seimbang di dalam maupun di luar sel sehingga menghasilkan perhitungan

melebihi 0,2 kali dari yang sebenarnya. Berdasarkan penelitian yang kemudian dilakukan,

sampel darah yang diambil pada menit ke‐30 posdialisis (equilibrated postdialysis BUN)

akan memberikan hasil yang akurat.

Target Kt/V yang dianjurkan oleh K/DOQI tahun 2006 (single‐pool Kt/V) pada

pasien hemodialisis 3 kali seminggu, 4 jam per sesi, dengan sisa fungsi ginjal yang minimal

(GFR < 2 mL/menit) adalah 1,4 atau PRU 70% dan paling sedikit 1,2 atau PRU 65%.10

Pengukuran Kt/V dianjurkan dilakukan setiap satu bulan. Bila resep yang diberikan untuk

mendapatkan dialisis yang adekuat tidak sama dengan hasil penghitungan adekuasi

hemodialisis setelah dialisis dilakukan, maka perlu dilakukan evaluasi untuk mendapatkan

penyebab ketidak berhasilan tersebut. KDOQI 2000, menganjurkan langkah yang harus

ditempuh antara lain:11

Integritas fistula

Evaluasi lama waktu dialisis apakah sesuai dengan yang direncanakan.

Teknik pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan BUN

Mesin dialisis tidak bekerja sesuai dengan yang diharapkan misalnya kalibrasi mesin

tidak baik, Qb yang rendah.

Adanya episode hipotensi pada pasien sehingga waktu lama dialisis tak sesuai

rencana.

Kliren dialiser yang tak sesuai

Antikoagulan

Pemberian antikoagulan berperan penting dalam proses hemodialisis agar tidak terjadi

bekuan darah pada aparatus hemodialisis. Heparin merupakan antikoagulan yang paling

sering diberikan. Dosis heparin yang diberikan secara ideal dimonitor dengan pemeriksaan

APTT. APTT diharap sebesar 2 kali APTT kontrol. Dalam prakteknya, APTT jarang

20

Page 21: HEMODIALISA REFERAT

diperiksa kecuali pada kasus dengan potensial berdarah atau riwayat perdarahan pada

hemodialisis sebelumnya.12 Protokol yang biasa dilakukan pada hampir seluruh unit dialisis

adalah:

I. Antikoagulan standar.

Diberikan bolus heparin 2500 unit pada awal hemodialisis lalu dilanjutkan dengan pemberian

1000 unit per jam secara kontinyu selama hemodialisis berjalan.

II. Antikoagulan pada resiko perdarahan

Hemodialisis tanpa heparin

Biasanya dilakukan pada pasien dengan resiko perdarahan yang tinggi, misalnya pasca

operasi besar, ada perdarahan saluran cerna. Sebelum hemodialisis dilakukan, dialiser dan

pipa arteri maupun vena dibilas dengan larutan heparin 5000 unit dalam 1 liter NaCl

0,9%. Setelah pembilasan selesai, hemodialisis dilakukan, lalu setiap setengah jam pipa

arteri dibilas dengan 30 mL NaCl 0,9% selama proses hemodialisis berjalan dengan

kecepatan aliran darah sebesar 250‐500 mL per menit. Dengan meningkatkan ultrafiltrasi,

air bilasan tadi dikeluarkan kembali.

Heparin Dosis Minimal

Sama dengan tanpa heparin, rejimen ini juga dilakukan atas indikasi yang sama. Bolus

heparin 500 unit lalu diberikan secara kontinyu 500 unit dalam 1 jam hingga proses

hemodialisis berjalan. Telah dibuktikan bahwa cara ini lebih baik dibanding dengan

heparinisasi regional dengan protamin.

Regional heparinisasi

Rejimen ini memakai protamin diberikan pada pipa vena dialiser untuk menetralkan

heparin.

Heparin berat molekul rendah

Heparin jenis ini dalam berbagai penelitian maupun metaanalisis ternyata tidak lebih baik

dari heparin konvensional dalam hal mencegah perdarahan maupun trombositopenia

akibat heparin.

21

Page 22: HEMODIALISA REFERAT

KESIMPULAN

1. Hemodialisis merupakan salah satu terapi pengganti pada PGK stadium‐V.

2. Proses yang terjadi selama hemodialisis serta aplikasinya perlu dipahami untuk

memperoleh tujuan utama hemodialisis yaitu peningkatan kualitas hidup pasien.

C. TERAPI HEMODIALISIS PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK

PENDAHULUAN(1,2)

Gagal ginjal kronik adalah penyakit ginjal yang berlangsung lama, progresif dan

irreversible dan disertai anemia dan hipertensi. Gagal ginjal dapat diklasifikasikan dalam lima

tingkatan, adapun pembagianya berdasarkan penurunan nilai GFR (Glomerular Filtration

Rate). Semakin rendah nilai GFR maka tingkat kerusakan ginjal akan semakin tinggi,

sehingga usaha –usaha pengobatan konservatif yang berupa diet, pembatasan minum, dan

obat-obatan tidak memberi pertolongan yang berarti. Sehingga dibutuhkan suatu terapi

pengganti dalam penatalaksanaanya.

Terapi pengganti adalah metoda pengobatan yang diberikan kepada pasien gagal

ginjal yang tidak mungkin lagi diobati secara konservatif. Terapi pengganti ginjal dapat

berupa dialysis dan transplantasi ginjal. Dialisis dapat dilakukan dalam bentuk hemodialisis

dan peritoneal dialysis. Sayangnya pengobatan dialysis hanya dapat menggantikan sebagian

fungsi ginjal, sedangkan pengobatan dengan transplantasi ginjal dapat menggantikan seluruh

fungsi ginjal.

22

Page 23: HEMODIALISA REFERAT

Gagal ginjal kronik yang mulai perlu dialysis adalah penyakit ginjal kronik yang

megalami penurunan fungsi ginjal dengan laju filtrasi glomerulus (GFR) kurang dari 15

ml/menit. Pada keadaan ini fungsi ginjal sudah sangat menurun sehingga terjadi akumulasi

toksin dalam tubuh yang disebut uremia. Pada keadaan uremia dibutuhkan terapi pengganti

ginjal untuk mengambil alih fungsi ginjal dalam mengeliminasi toksin tubuh sehingga tidak

terjadi gejala yang berat.

EPIDEMIOLOGI DAN INSIDEN(1,5)

Hemodialisis di Indonesia mulai tahun 1970 dan sampai sekarang telah dapat

dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan

panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun .Indonesia termasuk Negara dengan

tingkat penderita gagal ginjal yang cukup tinggi.Saat ini jumlah penderita gagal ginjal

mencapai 4500 orang. Dari jumlah itu banyak penderita yang meninggal dunia akibat tidak

mampu berobat atau cuci darah (hemodialisis) karena biaya yang sangat mahal.

HEMODIALISIS(1)

Pada GGT, hemodialisa dilakukan dengan mengalirkan darah kedalam suatu tabung

ginjal buatan (dialiser) yang terdiri dari dua kompartemen yang terpisah.Darah pasien di

pompa dan dialirkan ke kompartemen darah yang dibatasi oleh selaput semipermeabel buatan

(artificial)dengan kompartemen dialisat.Kompartemen dialisat dialiri cairan cairan dialisis

yang bebas pirogen ,berisi larutan dengan komposisi elektrolit mirip serum normal dan tidak

mengandung sisa metabolisme nitrogen.Cairan dialisis dan darah yang terpisah akan

mengalami perubahan konsentrasi karena zat terlarut berpindah dari konsentrasi yang tinggi

kearah konsentrasi yang rendah sampai konsentrasi zat terlarut sama dikedua kompartemen.

Menurut Price dan Wilson (1995) dialisa adalah suatu proses dimana solute dan air

mengalami difusi secara pasif melalui suatu membran berpori dari kompartemen cair menuju

kompartemen lainnya. Hemodialisa dan dialisa peritoneal merupakan dua tehnik utama yang

digunakan dalam dialisa. Prinsip dasar kedua teknik tersebut sama yaitu difusi solute dan air

dari plasma ke larutan dialisa sebagai respon terhadap perbedaan konsentrasi atau tekanan

tertentu.

23

Page 24: HEMODIALISA REFERAT

Sedangkan menurut Tisher dan Wilcox (1997) hemodialisa didefinisikan sebagai

pergerakan larutan dan air dari darah pasien melewati membran semipermeabel (dializer) ke

dalam dialisat. Dializer juga dapat dipergunakan untuk memindahkan sebagian besar volume

cairan. Pemindahan ini dilakukan melalui ultrafiltrasi dimana tekanan hidrostatik

menyebabkan aliran yang besar dari air plasma (dengan perbandingan sedikit larutan) melalui

membran. Dengan memperbesar jalan masuk pada vaskuler, antikoagulansi dan produksi

dializer yang dapat dipercaya dan efisien, hemodialisa telah menjadi metode yang dominan

dalam pengobatan gagal ginjal akut dan kronik di Amerika Serikat (Tisher & Wilcox, 1997).

Hemodialisa memerlukan sebuah mesin dialisa dan sebuah filter khusus yang

dinamakan dializer (suatu membran semipermeabel) yang digunakan untuk membersihkan

darah, darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin diluar tubuh.

Hemodialisa memerlukan jalan masuk ke aliran darah, maka dibuat suatu hubungan buatan

antara arteri dan vena (fistula arteriovenosa) melalui pembedahan (NKF, 2006).

b. Indikasi

Price dan Wilson (1995) menerangkan bahwa tidak ada petunjuk yang jelas

berdasarkan kadar kreatinin darah untuk menentukan kapan pengobatan harus dimulai.

Kebanyakan ahli ginjal mengambil keputusan berdasarkan kesehatan penderita yang terus

diikuti dengan cermat sebagai penderita rawat jalan. Pengobatan biasanya dimulai apabila

penderita sudah tidak sanggup lagi bekerja purna waktu, menderita neuropati perifer atau

memperlihatkan gejala klinis lainnya. Pengobatan biasanya juga dapat dimulai jika kadar

kreatinin serum diatas 6 mg/100 ml pada pria , 4 mg/100 ml pada wanita dan glomeluro

filtration rate (GFR) kurang dari 4 ml/menit. Penderita tidak boleh dibiarkan terus menerus

berbaring ditempat tidur atau sakit berat sampai kegiatan sehari-hari tidak dilakukan lagi.

Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) (2003) secara

ideal semua pasien dengan Laju Filtrasi Goal (LFG) kurang dari 15 mL/menit, LFG kurang

dari 10 mL/menit dengan gejala uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari 5 mL/menit

walaupun tanpa gejala dapat menjalani dialisis. Selain indikasi tersebut juga disebutkan

adanya indikasi khusus yaitu apabila terdapat komplikasi akut seperti oedem paru,

hiperkalemia, asidosis metabolik berulang, dan nefropatik diabetik.

24

Page 25: HEMODIALISA REFERAT

Kemudian Thiser dan Wilcox (1997) menyebutkan bahwa hemodialisa biasanya

dimulai ketika bersihan kreatinin menurun dibawah 10 mL/menit, ini sebanding dengan kadar

kreatinin serum 8–10 mg/dL. Pasien yang terdapat gejala-gejala uremia dan secara mental

dapat membahayakan dirinya juga dianjurkan dilakukan hemodialisa. Selanjutnya Thiser dan

Wilcox (1997) juga menyebutkan bahwa indikasi relatif dari hemodialisa adalah azotemia

simtomatis berupa ensefalopati, dan toksin yang dapat didialisis. Sedangkan indikasi khusus

adalah perikarditis uremia, hiperkalemia, kelebihan cairan yang tidak responsif dengan

diuretik (oedem pulmonum), dan asidosis yang tidak dapat diatasi.

c. Kontra Indikasi

Menurut Thiser dan Wilcox (1997) kontra indikasi dari hemodialisa adalah hipotensi

yang tidak responsif terhadap presor, penyakit stadium terminal, dan sindrom otak organik.

Sedangkan menurut PERNEFRI (2003) kontra indikasi dari hemodialisa adalah tidak

mungkin didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa, akses vaskuler sulit, instabilitas

hemodinamik dan koagulasi. Kontra indikasi hemodialisa yang lain diantaranya adalah

penyakit alzheimer, demensia multi infark, sindrom hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan

ensefalopati dan keganasan lanjut (PERNEFRI, 2003).

d. Tujuan

Menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari pengobatan hemodialisa antara lain :

1. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa

metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain.

2. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya

dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat.

3. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal.

4. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain.

e. Proses Hemodialisa

Suatu mesin hemodialisa yang digunakan untuk tindakan hemodialisa berfungsi

mempersiapkan cairan dialisa (dialisat), mengalirkan dialisat dan aliran darah melewati suatu

membran semipermeabel, dan memantau fungsinya termasuk dialisat dan sirkuit darah

korporeal. Pemberian heparin melengkapi antikoagulasi sistemik. Darah dan dialisat dialirkan

pada sisi yang berlawanan untuk memperoleh efisiensi maksimal dari pemindahan larutan.

25

Page 26: HEMODIALISA REFERAT

Komposisi dialisat, karakteristik dan ukuran membran dalam alat dialisa, dan kecepatan

aliran darah dan larutan mempengaruhi pemindahan larutan (Tisher & Wilcox, 1997).

Dalam proses hemodialisa diperlukan suatu mesin hemodialisa dan suatu saringan

sebagai ginjal tiruan yang disebut dializer, yang digunakan untuk menyaring dan

membersihkan darah dari ureum, kreatinin dan zat-zat sisa metabolisme yang tidak

diperlukan oleh tubuh. Untuk melaksanakan hemodialisa diperlukan akses vaskuler sebagai

tempat suplai dari darah yang akan masuk ke dalam mesin hemodialisa (NKF, 2006).

Suatu mesin ginjal buatan atau hemodializer terdiri dari membran semipermeabel

yang terdiri dari dua bagian, bagian untuk darah dan bagian lain untuk dialisat. Darah

mengalir dari arah yang berlawanan dengan arah dialisat ataupun dalam arah yang sama

dengan arah aliran darah. Dializer merupakan sebuah hollow fiber atau capillary dializer yang

terdiri dari ribuan serabut kapiler halus yang tersusun pararel. Darah mengalir melalui bagian

tengah tabung-tabung kecil ini, dan dialisat membasahi bagian luarnya. Dializer ini sangat

kecil dan kompak karena memiliki permukaan yang luas akibat adanya banyak tabung kapiler

(Price & Wilson, 1995).

Menurut Corwin (2000) hemodialisa adalah dialisa yang dilakukan di luar tubuh.

Selama hemodialisa darah dikeluarkan dari tubuh melalui sebuah kateter masuk ke dalam

sebuah mesin yang dihubungkan dengan sebuah membran semipermeabel (dializer) yang

terdiri dari dua ruangan. Satu ruangan dialirkan darah dan ruangan yang lain dialirkan

dialisat, sehingga keduanya terjadi difusi. Setelah darah selesai dilakukan pembersihan oleh

dializer darah dikembalikan ke dalam tubuh melalui arterio venosa shunt (AV-shunt).

Selanjutnya Price dan Wilson (1995) juga menyebutkan bahwa suatu sistem dialisa

terdiri dari dua sirkuit, satu untuk darah dan satu lagi untuk dialisat. Darah mengalir dari

pasien melalui tabung plastik (jalur arteri/blood line), melalui dializer hollow fiber dan

kembali ke pasien melalui jalur vena. Dialisat membentuk saluran kedua. Air kran difiltrasi

dan dihangatkan sampai sesuai dengan suhu tubuh, kemudian dicampur dengan konsentrat

dengan perantaraan pompa pengatur, sehingga terbentuk dialisat atau bak cairan dialisa.

Dialisat kemudian dimasukan ke dalam dializer, dimana cairan akan mengalir di luar serabut

berongga sebelum keluar melalui drainase. Keseimbangan antara darah dan dialisat terjadi

sepanjang membran semipermeabel dari hemodializer melalui proses difusi, osmosis, dan

ultrafiltrasi.

26

Page 27: HEMODIALISA REFERAT

Kemudian menurut Price dan Wilson (1995) komposisi dialisat diatur sedemikian

rupa sehingga mendekati komposisi ion darah normal, dan sedikit dimodifikasi agar dapat

memperbaiki gangguan cairan dan elektrolit yang sering menyertai gagal ginjal. Unsur-unsur

yang umum terdiri dari Na+, K+, Ca++, Mg++, Cl- , asetat dan glukosa. Urea, kreatinin,

asam urat dan fosfat dapat berdifusi dengan mudah dari darah ke dalam dialisat karena unsur-

unsur ini tidak terdapat dalam dialisat. Natrium asetat yang lebih tinggi konsentrasinya dalam

dialisat, akan berdifusi ke dalam darah. Tujuan menambahkan asetat adalah untuk

mengoreksi asidosis penderita uremia. Asetat dimetabolisme oleh tubuh pasien menjadi

bikarbonat. Glukosa dalam konsentrasi yang rendah ditambahkan ke dalam dialisat untuk

mencegah difusi glukosa ke dalam dialisat yang dapat menyebabkan kehilangan kalori dan

hipoglikemia. Pada hemodialisa tidak dibutuhkan glukosa dalam konsentrasi yang tinggi,

karena pembuangan cairan dapat dicapai dengan membuat perbedaan tekanan hidrostatik

antara darah dengan dialisat.

Ultrafiltrasi terutama dicapai dengan membuat perbedaan tekanan hidrostatik antara

darah dengan dialisat. Perbedaaan tekanan hidrostatik dapat dicapai dengan meningkatkan

tekanan positif di dalam kompartemen darah dializer yaitu dengan meningkatkan resistensi

terhadap aliran vena, atau dengan menimbulkan efek vakum dalam ruang dialisat dengan

memainkan pengatur tekanan negatif. Perbedaaan tekanan hidrostatik diantara membran

dialisa juga meningkatkan kecepatan difusi solut. Sirkuit darah pada sistem dialisa dilengkapi

dengan larutan garam atau NaCl 0,9 %, sebelum dihubungkan dengan sirkulasi penderita.

Tekanan darah pasien mungkin cukup untuk mengalirkan darah melalui sirkuit

ekstrakorporeal (di luar tubuh), atau mungkin juga memerlukan pompa darah untuk

membantu aliran dengan quick blood (QB) (sekitar 200 sampai 400 ml/menit) merupakan

aliran kecepatan yang baik. Heparin secara terus-menerus dimasukkan pada jalur arteri

melalui infus lambat untuk mencegah pembekuan darah. Perangkap bekuan darah atau

gelembung udara dalam jalur vena akan menghalangi udara atau bekuan darah kembali ke

dalam aliran darah pasien. Untuk menjamin keamanan pasien, maka hemodializer modern

dilengkapi dengan monitor-monitor yang memiliki alarm untuk berbagai parameter (Price &

Wilson, 1995).

Menurut PERNEFRI (2003) waktu atau lamanya hemodialisa disesuaikan dengan

kebutuhan individu. Tiap hemodialisa dilakukan 4–5 jam dengan frekuensi 2 kali seminggu.

Hemodialisa idealnya dilakukan 10–15 jam/minggu dengan QB 200–300 mL/menit.

27

Page 28: HEMODIALISA REFERAT

Sedangkan menurut Corwin (2000) hemodialisa memerlukan waktu 3–5 jam dan dilakukan 3

kali seminggu. Pada akhir interval 2–3 hari diantara hemodialisa, keseimbangan garam, air,

dan pH sudah tidak normal lagi. Hemodialisa ikut berperan menyebabkan anemia karena

sebagian sel darah merah rusak dalam proses hemodialisa.

Price dan Wilson (1995) menjelaskan bahwa dialisat pada suhu tubuh akan

meningkatkan kecepatan difusi, tetapi suhu yang terlalu tinggi menyebabkan hemolisis sel-sel

darah merah sehingga dapat menyebabkan pasien meninggal. Robekan pada membran

dializer yang mengakibatkan kebocoran kecil atau masif dapat dideteksi oleh fotosel pada

aliran keluar dialisat. Hemodialisa rumatan biasanya dilakukan tiga kali seminggu, dan lama

pengobatan berkisar dari 4 sampai 6 jam, tergantung dari jenis sistem dialisa yang digunakan

dan keadaan pasien.

Gambar 2.1

Skema proses hemodialisa

(National Kidney Foundation, 2001)

f. Komplikasi Hemodialisa

Menurut Tisher dan Wilcox (1997) serta Havens dan Terra (2005) selama tindakan

hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi, antara lain :

1) Kram otot

28

Page 29: HEMODIALISA REFERAT

Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa

sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali

terjadi pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang

tinggi.

2) Hipotensi

Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat,

rendahnya dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati

otonomik, dan kelebihan tambahan berat cairan.

3) Aritmia

Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan

kalsium, magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh

terhadap aritmia pada pasien hemodialisa.

4) Sindrom ketidakseimbangan dialisa

Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan

dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat

dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu gradien osmotik diantara

kompartemen-kompartemen ini. Gradien osmotik ini menyebabkan

perpindahan air ke dalam otak yang menyebabkan oedem serebri. Sindrom ini

tidak lazim dan biasanya terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa

pertama dengan azotemia berat.

5) Hipoksemia

Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor

pada pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.

6) Perdarahan

29

Page 30: HEMODIALISA REFERAT

Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat

dinilai dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama

hemodialisa juga merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan.

7) Ganguan pencernaan

Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang

disebabkan karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai dengan

sakit kepala.

8). Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler.

9) Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang

tidak adekuat ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.

KAPAN PENGOBATAN DIMULAI(3)

Pengobatan dimulai apabila penderita sudah tidak sanggup lagi bekerja

purnawaktu,menderita neuropati perifer atau memperlihatkan gejala klinis lainya .Kadar

kreatinin serum biasanya di atas 6 mg/100mlpada pria (4ml/100ml pada wanita )dan GFR

kurang dari 4 ml/mnt.

30

Page 31: HEMODIALISA REFERAT

PENATALAKSANAAN HEMODIALISIS

Indikasi hemodialisis(1,4)

Pada umumnya indikasi dialisis pada GGK adalah bila laju filtrasi glomerulusnya sudah

kurang dari 5ml /menit,yang didalam praktek dianggap demikian bila(TKK) < 5ml

/menit.Keadaan pasien yang hanya menpunyai TKK<5ml/menit tidak selalu sama ,sehingga

dialisis dianggap baru perlu dimulai bila dijumpai salah satu dari hal tersebut dibawah :

- Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata

- K serum > 6 mEq/L

- Ureum darah > 200 mg/dl

- pH darah <7,1

- Anuria berkepanjangan(>5 hari)

- Fluid overload

The National Kidney Foundation USA menyarankan apabila :

- LFG ≤ 10ml /menit/1,73m2

Indikasi absolut untuk dimulainya hemodialisis:

-Perikarditis

-Keadaan overload sampai menimbulkan gejala-gejala oedem paru

-Hipertensi berat dan progresif

-Uremic Bleeding

-Mual muntah yang persisten

-Kreatinin serum ≥ 10 mg%

Dosis dan Adekuasi Hemolisis(5)

1.Setiap pasien HD harus dapat diberikan terapi resep /perencanaan /program HD

Dosis HD yang diresepkan:

31

Page 32: HEMODIALISA REFERAT

a.Tentukan tinggi badan dan berat badan pasien untuk mengukur volume

b.Tentukan volume yang mengacu pada normogram

c.Lihat koefisien urea dari dializer yang dipakai sesuai dengan laju aliran darah

(Qb) > 200 ml/menit.Penyeragaman cara pengukuran adekuasi :Qb mulai

selama 2 menit pertama.Selanjutnya dinaikan sampai mencapai Qb yang

diinginkan (200-300).

2.Adekuasi HD (Kt/V) ditentukan dengan pengukuran dosis HD yang terlaksana.

3.Target Kt/V yang ideal adalah 1,2 (URR 65%),untuk HD 3 x perminggu selama 4 jam

perkali .

Dosis HD yang sebenarnya:

Kt/V= -Ln (R-0,008 x t) + (4 – 3,5 x R ) x UF

W

Keterangan:

Ln = Logaritma natural

R = Ureum pasca dialisis

Ureum pra dialisis

t = Lama dialisis (jam)

UF/W = BB pra dialisis – pasca dialisis

BB pasca dialisis

4.Frekuensi pengukuran adekuasi HD sebaiknya diukur secara berkala (idealnya 1 kali

tiap bulan)

32

Page 33: HEMODIALISA REFERAT

Durasi HD (2)

Durasi HD disesuaikan dengan kebutuhan individu .Tiap HD dilakukan 4-5 jam dengan

frekuensi 2x perminggu.Frekuensi HD dapat diberikan 3x perminggu dengan durasi Selama

4 jam .Idealnya 10-15 jam /minggu

Kontra indikasi HD(2)

- Tidak mungkin didapat akses vaskular

- Dan pada keadaan :

1. Akses vaskular sulit

2. Sindrom hepatorenal

3. Koagulopati

4. Penyakit Alzaimer

5. Sirosis hati lanjut dengan ensefalopati

6. dll

Komplikasi HD

A.Selama HD

1.Yang sering

- Hipotensi :20-30%

- Crams :5-20%

- Mual / muntah :5-15%

- Sakit kepala :5%

- Chest pain :2-5%

- Back pain :2-5%

- Gatal-gatal :5%

- Panas :<1%

2.Kurang sering tapi serius

Sindrom disekuilibrium ,reaksi hipersensitivitas ,aritmia ,

cardiac tamponade,hemolisis ,reaksi dialisis,perdarahan intrakranial,emboli

33

Page 34: HEMODIALISA REFERAT

udara.

3.Netropenia dan aktivasi komplemen karena dialisis

4.Hipoksemia

B.Komplikasi jangka panjang

a. Resiko cardiovaskular meningkat

b. Osteodistrofi renal

c. Neuropati Uremik

d. Amiloidosis

e. Aquired cystic disease

f. Kegagalan akses

Program dialisa dikatakan berhasil jika: ( 6 )

- penderita kembali menjalani hidup normal

- penderita kembali menjalani diet yang normal

- jumlah sel darah merah dapat ditoleransi

- tekanan darah normal

- tidak terdapat kerusakan saraf yang progresif.

Komplikasi Hemodialisa (6)

Komplikasi Penyebab

Demam

Bakteri atau zat penyebab demam (pirogen) di

dalam darah

Dialisat terlalu panas

Reaksi anafilaksis yg

berakibat fatal

(anafilaksis)

Alergi terhadap zat di dalam mesin

Tekanan darah rendah

Tekanan darah rendah Terlalu banyak cairan yg dibuang

34

Page 35: HEMODIALISA REFERAT

Gangguan irama jantungKadar kalium & zat lainnya yg abnormal dalam

darah

Emboli udara Udara memasuki darah di dalam mesin

Perdarahan usus, otak, mata

atau perut

Penggunaan heparin di dalam mesin untuk

mencegah pembekuan

DAFTAR PUSTAKA

1. Dr.dr. Parlindungan Siregar SpPD, KGH, FINASIM, Editor. Buku ajar ilmu penyakit

dalam. Jilid 1, Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. Hal. 579-589.

2. http://b11nk.wordpress.com/hemodialisa

3. http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/09/perawatan-hemodialisa

4. http://www.suryahusadha.com/index.php?

option=com_content&view=article&id=71&Itemid=104

5. http://annurhospital.com/web/index.php?

option=com_content&view=article&id=55&Itemid=84

6. http://medicastore.com/penyakit/105/Dialisa.html

7. Burnama, Erawati F. 2007, Protap Perawatan Klien Haemodialisa. Instalasi Dialisis

RSUD Dr. Doris Sylvanus. Palangka Raya.

8. Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Ed.3. Jakarta : EGC.

9. http://medicastore.com/penyakit_subkategori/9/index.html

10. Nursalam, M.Nurs, DR (Hons). 2006. Asuhan Keperawatan Pasien dengan Gangguan

Sistem Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika.

11. Burgess DN, Bakris GL. Renal and electrolyte disorders. In : Stein JH (ed). Internal Medicine. Diagnosis and Therapy. Norwalk : Appleton and Lange; 1993. p. 134-6.

12. Fauci, A. S., Kasper, D. L., Longo, D. L., Braunwald, E., Hauser, S.L., Jameson, J.L., et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17th ed. New York: The McGraw-Hill Companies, 2008

13. harnawatiaj.wordpress.com/2008/04/.../ gagal - ginjal - kronik

35

Page 36: HEMODIALISA REFERAT

14. Nahas AM. Chronic Kidney Disease: the global challenge. Lancet 2005, p. 365:331-340.

15. tsuki.files.wordpress.com/2007/01/nefrologi-6-ggapgk.ppt 16. www.ygdi.org/kidney-diseases/.../ diet -rendah-protein.html

36