makalah hamiyah

48
MAKALAH ILMU KALAM Disusun oleh : HAMIAH Nim : 113105944 Prody :KPI Unit / semester : I / II

Transcript of makalah hamiyah

Page 1: makalah hamiyah

MAKALAH

ILMU KALAM

Disusun oleh :

HAMIAH

Nim : 113105944

Prody :KPI

Unit / semester : I / II

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

MALIKUSSALEH – LHOKSEUMAWE

2011 – 2012

Page 2: makalah hamiyah

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

dengan karunianya penulis dapat menyelesaikan tugas Ilmu kalam. Tujuan

penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana tentang ilmu kalam

itu, sekaligus untuk memperdalam ilmu kalam.

Makalah ini berisi tentang beberapa informasi mengenai ilmu kalam. Yang

penulis harapkan dapat memberikan informasi kepada para pembaca mengenai

ilmu kalam.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh

karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu

penulis harapkan demi kesempurnaan penulisan ini.

Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah

berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga

Tuhan Yang Maha Esa senantiasa meridhoi segala usaha kita. Amin.

Penulis

Lhokseumawe, 14 April 2012

Page 3: makalah hamiyah

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. PENGANTAR

1. Pengertian, nama dan ruang lingkup kajian akidah ilmu kalam

2. Sejarah kelahiran akidah ilmu kalam

3. Sumber dan faktor timbulnya ilmu kalam

4. Hubungan akidah ilmu kalam dengan ilmu keislaman lainnya

5. Problem dan objek pokok ilmu kalam

B. INTI AKIDAH ISLAMIAH

1. Dasar-dasar aqidah islam (alquran-hadist)

2. Makna filosofis keimanan

3. Aqidah pokok dan furu’ dalam islam

4. Kerangka berfikir aliran-aliran ilmu kalam

5. Argumentasi hujjah ketuhanan muslim (surah, asma, sifat dan af’al

tuhan)

6. Karakter sikap arif dan inklusifisme dalam berakidah

C. PEMIKIRAN KALAM KHAWARIJ DAN MURJI’AH

1. Pengertian dan penisbatannya

2. Latar belakang kemunculannya

3. Doktrin – doktrin pokoknya

4. Perkembangan, tokoh dan sekte(firqah) nya

D. PEMIKIRAN KALAM JABARIYAH DAN QADARIYAH

1. Pengertian dan penisbatannya

2. Latar belakang kemunculannya

3. Doktrin – doktrin pokoknya

4. Perkembangan, tokoh dan sekte(firqah) nya

Page 4: makalah hamiyah

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Aqidah ilmu kalam sebagaimana diketahui, membahas ajaran-ajaran dasar dari

suatu agama. Setiap orang yang ingin menyelami seluk-beluk agamanya secara

mendalam, perlu mempelajari akidah yang terdapat dalam agamanya.

Mempelajari akidah/teologi akan memberi seseorang keyakinan-keyakinan yang

berdasarkan pada landasan yang kuat , yang tidak mudah diombang-ambingkan

oleh peredaran zaman.

Teologi dalam Islam disebut juga ilmu At-Tauhid. Kata Tauhid mengandung

arti satu/esa dan keEsaan dalam pandangan Islam merupakan sifat yang terpenting

diantara sifat-sifat Tuhan. Teologi Islam disebut juga ilmu kalam.

Page 5: makalah hamiyah

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengantar

1. Pengertian, nama dan ruang lingkup kajian akidah ilmu kalam

Pengertian aqidah ilmu kalam :

Aqidah Ilmu Kalam secara bahasa terdiri dari kata Aqidah dan ilmu kalam .

Aqidah berasal dari bahasa arab yaitu aqidah, aqid, uqad, uqud, I’tiqad yang

artinya ikatan, perjanjian dan keyakinan. Sedangkan ilmu kalam artinya Ilmu yang

membicarakan/membahas tentang masalah ketuhanan/ketauhidan (mengesakan

Tuhan). Jadi Aqidah Ilmu Kalam artinya ilmu yang mempelajari ikatan/keyakinan

seseorang tentang masalah ketuhanan dengan menggunakan dalil-dalil fikiran dan

disertai alasan-alasan yang rasional. Secara istilah pengertian aqidah ilmu kalam

yaitu :

1. Menurut Musthafa Abdul Raziq definisi aqidah ilmu kalam adalah ilmu

yang berkaitan dengan aqidah imani yang dibangun dengan argumentasi-

argumentasi rasional. 1

2. Menurut Al-Farabi definisi aqidah ilmu kalam adalah disiplin ilmu yang

membahas dzat dan sifat Allah beserta eksistensi semua yang mungkin

mulai yang berkenaan dengan masalah dunia sampai masalah sesudah

mati yang berlandaskan doktrin Islam

3. Menurut Ibnu Khaldun definisi aqidah ilmu kalam adalah ilmu yang

mengandung berbagai argumentasi tentang akidah imani yang diperkuat

dalil-dalil rasional.

4. Menurut Syekh Muhammad Abduh definisi ilmu kalam adalah ilmu yang

membahas tentang wujud Allah, sifat-sifat yang wajib baginya, sifat-sifat

yang jaiz baginya dan tentang sifat-sifat yang ditiadakan darinya dan juga

1 Musthofa Abd Razak, Tamhid Li Tarikh Al-Falsafah Al-Islamiyah, Lajnah Wa At-Tha’lif Wa At-Tarjamah wa An-Nasyr, 1959, hlm. 265

Page 6: makalah hamiyah

tentang rasul-rasul Allah baik mengenai sifat wajib, jaiz dan muhal dari

mereka. 2

Nama-nama akidah ilmu kalam :

Aqidah ilmu kalam atau yang biasa disebut dengan ilmu kalam mempunyai

beberapa nama yaitu ilmu ushuluddin, ilmu tauhid, fiqh al-akbar dan teologi

Islam. Disebut ilmu ushuluddin karena membahas pokok-pokok agama, disebut

ilmu tauhid karena membahas keesaan Allah swt. Abu Hanifah menyebut nama

ilmu ini dengan fiqh al-akbar. karena menurut persepsinya hukum Islam yang

dikenal dengan istilah fiqh terbagi menjadi dua yaitu fiqh al-akbar (membahas

keyakinan/ pokok-pokok agama/ilmu tauhid dan fiqh al-asghar (membahas hal-hal

yang berkaitan dengan masalah muamalah). Teologi Islam merupakan istilah yang

diambil dari bahasa inggris, theology William L Reese mendefinisikan dengan

“discourse or concerning” (diskursus/pemikiran tentang Tuhan3). Dengan

mengutip William Ockhan Reese lebih lanjut mengatakan “Theologi to be a

discipline and independent of both philoopy and science” (teologi merupakan

disiplin ilmu yang berbicara tentang kebenaran wahyu serta independensi filsafat

dan ilmu pengetahuan). Sementara itu Gove menyatakan bahwa teologi adalah

penjelasan tentang keimanan, perbuatan dan pengalaman agama secara rasional.

Ruang lingkup aqidah ilmu kalam:

Masalah yang dibahas dalam aqidah ilmu kalam adalah mempercayai adanya

Allah, Malaikat, Kitab-kitab Allah, Nabi dan Rasul Allah, hari kiyamat, Qadha’

dan Qadar, Akhirat, akal dan wahyu, surga , neraka, dosa besar, dan masalah iman

dan kafir. yang diperkuat dengan-dengan dalil-dalil rasional agar terhindar dari

aqidah-aqidah yang menyimpang.

2 Muhammad Abduh. Risalah. Tauhid, Ter. Firdaus An. Bulan Bintang, Jakarta, 1965 hlm. 25

3 Willieam L. Reese, Dictionary of philosophy and Religion, Humanities Press Ltd. , USA, 1980, hlm. 28

Page 7: makalah hamiyah

2. Sejarah kelahiran akidah ilmu kalam

Menurut Harun Nasution, kemunculan persoalan kalam dipicu persoalan

politik yang menyangkut peristiwa terbunuhnya Usman bin affan yang berbuntut

pada penolakan Muawiyah atas kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Ketegangan

antara . Mu’awiyah dan Ali bin Abi Thalib mengkristal menjadi perang siffin

yang berakhir dengan keputusan Tahkim (arbitrase). sikap ali yang menerima tipu

muslihat Amr bin Ash(utusan Mu’awiyah dalam tahkim), sungguhpun dalam

keadaan terpaksa , tidak disetujui oleh sebagian tentaranya. mereka berpendapat

bahwa persoalan yang terjadi saat itu tidak dapat diputuskan melalui tahkim.

Putusan datang dari Allah dengan kembali kepada hukum-hukum Al-Qur’an La

Hukma Ila Lillah(tidak ada hukum selain dari hukum Allah). atau La Hukma Illa

Allah( tidak ada perantara selain Allah) menjadi semboyan mereka . mereka

memandang Ali bin Abi Thalib telah berbuat salah sehingga meninggalkan

barisannya, mereka terkenal dengan nama khawarij. dan kelompok yang tetap

mendukung Ali bin Abi Thalib dikenal dengan nama syiah. 4

Harun lebih lanjut mengatakan bahwa persoalan kalam yang pertama kali

muncul adalah persoalan siapa yang kafir dan siapa yang bukan kafir. Dalam arti

siapa yang telah keluar dari Islam dan siapa yang masih tetap dalam Islam.

Khawarij sebagaimana yang telah disebutkan, memandang bahwa orang-orang

yang terlibat dalam peristiwa tahkim yakni Ali, Mu’awiyah, Amr bin Ash, Abu

Musa Al-Asy’ari adalah kafir berdasarkan firman Allah surat Al-Maidah ayat 44.

Persoalan ini telah menimbulkan tiga alioran teologi dalam Islam yaitu:

- Aliran Khawarij, menegaskan bahwa orang yang berdosa besar adalah

kafir, dalam arti telah keluar dari Islam atau tegasnya murtad dan wajib

dibunuh.

- Aliran Murji’ah, menegaskan bahwa orang yang berdosa besar masih

tetap mukmin dan bukan kafir. Adapun soal dosa yang dilakukannya, hal

itu terserah kepada Allah untuk mengampuni atau menghukumnya.

4 Harun Nasution, Teologi Islam, Universitas Indonesia, Jakarta, 1986

Page 8: makalah hamiyah

Aliran Mu’tazilah , yang tidak menerima pendapat kedua diatas. Bagi mereka

orang yang berdosa besar bukan kafir , tetapi bukan mukmin. Mereka mengambil

posisi antara mukmin dan kafir, yang dalam bahjasa arabnya terkenal dengan

istilah al-manzilah manzilatain(posisi diantara dua posisi). dalam Islam timbul

pula dua aliran teologi yang terkenal dengan Qadariyah dan Jabariyah. menurut

Qadariyah, manusia mempunyai kemerdekaan dalam kehendak dan

perbuatannya. adapun Jabariyah berpendapat sebaliknya, manusia tidak

mempunyai kemerdekaan dalam kehendak dan perbuatannya. Aliran Mu’tazilah

yang bercorak rasional mendapat tantangan keras dari golongan tradisional Islam

yaitu aliran Asy’ariyah dan Aliran Maturidiyah.

3. Sumber dan faktor timbulnya ilmu kalam

Sumber-Sumber Ilmu Kalam :

Pembahasan ilmu kalam selalu berdasarkan/bersumber pada dua dalil yaitu

dalil naqli(al-qur’an dan hadits) dan dalil aqli (dalil fikiran)5. Sebagai sumber

Ilmu Kalam, Al-qur;an banyak menyinggung hal yang berkaitan dengan masalah

ketuhanan, diantaranya adalah

1. Q. S. Al-Ikhlas(112):3-4. ayat ini menunjukkan bahwa tuhan tidak beranak

dan tidak diperanakkan, serta tidak satupun di dunia ini yang tampak

sekutu (sejajar) dengan-Nya.

2. Q. S. Asy-Syura(42):7. ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan tidak

menyerupai apapun di dunia ini. Ia Maha Mendengar dan Maha

Mengetahui.

3. Al-Furqan(25):59. ayat ini menunjukkan bahwa tuhan Yang Maha

Penyayang bertahta diatas Arsy. Ia pencipta langit, bumi, dan semua yang

ada diantara keduanya.

4. Q. S. Al-Fath. (48):10. ayat ini menunjukkan Tuhan mempunyai tangan

yang selalu berada diatas tangan-tangan orang yang melakukan sesuatu

selama mereka berpegang teguh dengan janji Allah.

5 Drs. H. Sahilun A Nasir, Pengantar Ilmu Kalam, Jakarta:PT RajaGrafindo Persada, 1996, hlm. 28

Page 9: makalah hamiyah

5. Q. S. Thaha(20):39. ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan mempunyai mata

yang selalu digunakan untuk mengawasi seluruh gerak , termasuk gerakan

hati makhluknya.

6. Q. S. Ar-Rahman(55):27. ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan mempunyai

wajah yang tidak akan rusak selama-lamanya.

7. Q. S. An-Nisa’(4)125. ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan menurunkan

aturan berupa agama . seseorang dikatakan telah melaksanakan aturan

agama apabila melaksanakannya dengan ikhlas karena Allah.

Faktor-faktor Timbulnya Ilmu Kalam :

1. Faktor dari dalam(intern) :

a. Sebagian orang musyrik ada yang mentuhankan bintang-bintang

sebagai sekutu Allah. hal ini ditolak dengan firman Allah surat Al-

An’am ayat 76-78.

b. Ada yang mentuhan kan Nabi Isa as. Hal ini ditolak dengan firman

Allah surat Al-Maidah ayat 116.

c. Orang-orang yang menyembah berhala. Hal ini ditolak dengan firman

Allah surat al-an’am ayat 74.

d. Golongan yang tidak percaya akan kerasulan nabi(nabi Muhammad

saw. ) dan tidak percaya akan kehidupan akhirat. hal ini ditolak dengan

firman Allah surat al-Ambiya’ ayat 104.

e. Golongan orang-orang yang mengatakan semua yang terjadi di dunia

ini adalah perbuatan Tuhan semuanya dan Soal politik (Khilafah)

pemimpin negara. yang dimulai ketika Rasulullah meninggal dunia

serta peristiwa terbunuhnya usman dimana antara golongan yang satu

dengan yang lain saling mengkafirkan dan menganggap golongannya

yang paling benar.

2. Sebab dari luar (ekstern) yaitu:

a. Danyak diantara pemeluk-pemeluk Islam yang mula-mula beragam

yahudi, masehi dan lain-lain, setelah fikiran mereka tenang dan sudah

Page 10: makalah hamiyah

memegang teguh Islam , mereka mulai mengingat-ingat agama mereka

yang dulu dan dimasukkannya dalam ajaran-ajaran Islam.

b. Golongan Islam yang dulu, terutama golongan mu’tazilah memusatkan

perhatiannya untuk penyiaran agama Islam dan membantah alasan-

alasan mereka yang memusuhi Islam. mereka tidak akan bisa

menghadapi lawan-lawanya kalau mereka sendiri tidak mengetahui

pendapat-pendapat lawan-lawannya beserta dalil-dalilnya. sehingga

kaum muslimin memakai filsafat untuk menghadapi musuh-musuhnya.

c. Para mutakallimin ingin mrngimbangi lawan-lawanya yang

menggunakan filsafat , dengan mempelajari logika dan filsafat dari

segi ketuhanan.

4. Hubungan akidah ilmu kalam dengan ilmu keislaman lainnya

Hubungan (filsafat dan tasawwuf)

1. Titik persamaan

Ilmu kalam, filsafat dan tasawwuf mempunyai obyek kemiripan.

Obyek ilmu kalam ketuhanan dan yang berkaitan dengan-Nya. Obyek

kajian filsafat adalah masalah ketuhanan disamping masalah alam,

manusia, dan segala sesuatu yang ada. Sementara itu obyek kajian

tasawwuf adalah Tuhan, yakni upaya-upaya pendekatan terhadap-Nya.

Jadi dilihat dari aspek objeknya, ketiga ilmu itu membahas masalah yang

berkaitan dengan ketuhanan. Argumentasi filsafat sebagaimana ilmu

kalam dibangun diatas dasar logika. Oleh karena itu , hasil kajiannya

bersifat spekulatif(dugaan yang tak dapat dibuktikan secara empiris, riset,

dan eksperimen). 6 Baik ilmu kalam, filsafat, maupun tasawwuf berurusan

dengan hal yang sama, yaitu kebenaran yang rasional.

2. Titik Perbedaan

Perbedaan diantara ketiga ilmu itu tersebut terletak pada aspek

metodologinya. Ilmu kalam , sebagai ilmu yang menggunakan logika di

samping argumentasi-argumentasi naqliyah berfungsi untuk 6 Endang Saifudin Anshari, Ilmu Filsafat dan Agama, PT Bina Ilmu , Surabaya, 1990, hlm. 174

Page 11: makalah hamiyah

mempertahankan keyakinan ajaran agama, yang sangat tampak nilai-nilai

ketuhananya . Sebagian ilmuwan bahkan mengatakan bahwa ilmu ini

berisi keyakinan-keyakinan kebenaran, praktek dan pelaksanaan ajaran

agama, serta pengalaman keagamaan yang dijelaskan dengan pendekatan

rasional. Sementara filsafat adalah sebuah ilmu yang digunakan untuk

memperoleh kebenaran rasional. Metode yang digunakannya pun adalah

metode rasional. filsafat menghampiri kebenaran dengan cara menuangkan

(mengembarakan atau mengelana) akal budi secara radikal (mengakar) dan

integral (menyeluruh) serta universal tidak merasa terikat oleh ikatan

apapun kecuali oleh ikatan tangannya sendiri yang bernama logika.

Adapun ilmu tasawwuf adalah ilmu yang lebih menekankan rasa dari pada

rasio. Sebagai sebuah ilmu yang prosesnya diperoleh dari rasa, ilmu

tasawwuf bersifat subyektif, yakni sangat berkaitan dengan pengalaman

seseorang. Dilihat dari aspek aksiologi(manfaatnya), teologi diantaranya

berperan sebagai ilmu yang mengajak orang yang baru untuk mengenal

rasio sebagai upaya mengenal Tuhan secara rasional. Adapun filsafat,

lebih berperan sebagai ilmu yang lebih berperan sebagai ilmu yang

mengajak kepada orang yang yang mempunyai rasio secara prima untuk

mengenal Tuhan secara lebih bebas melalui pengamatan dan kajian

langsung. Adapun tasawwuf lebih peran sebagai ilmu yang memberi

kepuasan kepada orang yang telah melepaskan rasionya secara bebas

karena tidak memperoleh yang ingin dicarinya. Sebagian orang

memandang bahwa ketiga ilmu itu memiliki jenjang tertentu . jenjang

pertama adalah ilmu kalam, kemudian filsafat dan yang terakhir adalah

ilmu tasawwuf. 7

5. Problem dan objek pokok ilmu kalam

7 Ahmad Hanafi MA. Theologi islam (ilmu kalam), Bulan Bintang, Jakrta, 1974, hlm. 6-13

Page 12: makalah hamiyah

Pokok permasalahan Ilmu Kalam terletak pada tiga persoalan, yaitu:

a. Esensi Tuhan itu sendiri dengan segenap sifat-sifat-Nya. Esensi ini dinamakan

Qismul Ilahiyat. Masalah-masalah yang diperdebatkan yaitu:

1.      Sifat-sifat Tuhan, apakah memang ada Sifat Tuhan atau tidak. Masalah

ini di perdebatkan oleh aliran Mu’tazilah dan Asy’ariyah.

2.      Qudrat dan Iradat Tuhan. Persoalan ini menimbulkan aliran Qadariyah

dan Jabbariyah.

3.      Persoalan kemauan bebas manusia, masalah ini erat kaitannya dengan

Qudrat dan Iradat Tuhan.

4.      Masalah Al-Qur’an,  apakah makhluk atau tidak dan apakah Al-Qur’an

azali atau baharu.

b. Qismul Nububiyah, hubungan yang memperhatikan antara Kholik dengan

makhluk, dalam hal ini membicarakan tentang:

1.      Utusan-utusan Tuhan atau petugas-petugas yang telah di tetapkan Tuhan

melakukan pekerjaan tertentu yaitu Malaikat.

2.      Wahyu yang disampaikan Tuhan sendiri kepada para rasul-Nya baik

secara langsung maupun dengan perantara Malaikat.

3.      Para Rasul itu sendiri yang menerima perintah dari Tuhan untuk

menyampaikan ajarannya kepada manusia.

c. Persoalan yang berkenaan dengan kehidupan sesudah mati nantinya yang

disebut  dengan Qismul Al-Sam’iyat. Hal ini meliputi hal-hal sebagai berikut:

1.      Kebangkitan manusia kembali di akhirat

Page 13: makalah hamiyah

2.      Hari perhitungan

3.      Persoalan shirat (jembatan)

4.      Persoalan yang berhubungan dengan tempat pembalasan yaitu surga atau

neraka

B. Inti Aqidah Islamiah

1. Dasar-dasar aqidah islam (alquran-hadist)

Aqidah adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan keyakinan yang teguh

dan pasti tentang permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan hati diluar

amal, seperti iman pada Allah, Malaikat, Kitab-kitab, Rasul-rasul, hari akhir serta

taqdir yang baik maupun yang buruk. Masuk dalam istilah ini juga permasalahan-

permasalahan cabang dari pokok di atas.

Aqidah dengan pengertian di atas merupakan pondasi agama. ika pondasi -

aqidah- yang terbangun kokoh dan kuat, maka bangunan agama juga akan kokoh

dan kuat. Namun jika pondasi yang berupa aqidah tersebut rusak, maka bangunan

agama pun tidak bisa diharapkan akan menjadi bangunan yang kokoh dan kuat.

Hanya dengan aqidah yang kokohlah kita bisa membentengi diri dari pemurtadan,

baik berupa kristenisasi, pluralisasi, liberalisasi dan lain-lain.

Oleh karena itu para ulama di setiap zaman telah memberikan

perhatian lebih dalam masalah ini. Telah banyak kitab-kitab yang

ditulis oleh mereka menjelaskan aqidah yang benar sekaligus membela

dan membersihkannya dari aqidah yang batil. Contohnya: Kitabus

Sunnah karya Imam Amad, kitab Syarhus Sunnah karya Imam al-

Muzani as-Syafi’i, Kitabus Sunnah karya Imam al-Khallal, kitab

Maqalaatul Islamiyyin karya Abul Hasan al-Asy’ari, kitab al-I’tiqad

Wal Hidayah karya Imam al-Baihaqi as-Syafi’i dan lain-lain.

Page 14: makalah hamiyah

Aqidah yang kuat adalah aqidah yang bersumber dari sumber yang

benar, sehingga terbangunlah prinsip-prinsip dasar yang kokoh, tidak

mudah goyah oleh syubhat (kerancuan pemikiran) yang dihembuskan

musuh-musuh Islam dan para antek-anteknya.

2. Makna Filosofis Keimanan

‘Keimanan itu berupa pembenaran hati’ artinya hati menerima semua ajaran

yang dibawa oleh Rasul shallallahu ‘alahi wa sallam. ‘Pengakuan dengan lisan’

artinya mengucapkan dua kalimat syahadat ‘asyhadu an la ilaha illallah wa

asyhadu anna Muhammadar rasulullah’. Sedangkan ‘perbuatan dengan anggota

badan’ artinya amal hati yang berupa keyakinan-keyakinan dan beramal dengan

anggota badan yang lainnya dengan melakukan ibadah-ibadah sesuai dengan

kemampuannya8.

3. Akidah Pokok Dan Furu’ dalam islam

Secara etimologi, akidah berasal dari kata yang عقد berarti pengikatan.

Sedangkan secara terminologi, akidah adalah iman kepada Allah Swt swt, para

Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, Hari Akhir dan kepada takdir

yang baik maupun yang buruk. Akidah merupakan perbutan hati, yaitu

kepercayaan hati dan pembenarannya kepada sesuatu.

Iman kepada Allah Swt artinya meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allah

Swt itu wajib tersifati dengan sifat yang wajib bagi-Nya, mustahil memiliki sifat

yang mustahil bagi-Nya, dan memiliki sifat yang jaiz bagi-Nya. Sifat yang wajib

bagi Allah Swt ada 20 yang terbagi ke dalam empat keompok, yaitu sifat

Nafsiyyah, Salbiyyah, Ma‘anni, dan Ma‘nawiyyah. Sedangkan sifat-sifat yang

mustahil baginya berjumlah 20 yang merupakan lawan dari sifat-sifat yang wajib

bagi-Nya. Sementara sifat yangt jaiz bagi-Nya ada satu, yaitu berkehendak atau

tidak berkehendak.

Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menjelaskan dalam Al-Qur'an tentang

ushul (pokok-pokok) dan furu' (cabang-cabang) agama Islam. Allah telah

8 Kitab At Tauhid li Shaff Ats Tsaani Al ‘Aali, hal. 9

Page 15: makalah hamiyah

menjelaskan tentang tauhid dengan segala macam-macamnya, sampai tentang

bergaul sesama manusia seperti tatakrama pertemuan, tatacara minta izin dan lain

sebagainya. Sebagaimana firman Allah Ta'ala. Yang artinya:

Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu : 'Berlapang-

lapanglah dalam majlis', maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi

kelapangan untukmu" [Al-Mujaadalah : 11]

4. Kerangka Berpikir Aliran-Aliran Ilmu Kalam

Dalam mengkaji aliran-aliran ilmu kalam pada dasarnya merupakan proses

pengambilan keputusan para ulama teologi Islam dalam menyelesaikan persoalan-

persoalan kalam.

Terjadinya perbedaan pendapat di dalam masalah objek teologi sebenarnya

berkaitan dengan erat dengan cara (metode) berfikir aliran-aliran ilmu kalam

dalam menguraikan objek pengkajian (persoalan-persoalan kalam). Metode

berfikir secara garis besarnya dapat dikategorikan menjadi dua macam, yaitu

kerangka berfikir rasional dan metode berfikir tradisional.

Metode berfikir rasional memiliki prinsip-prinsip berikut:

- Hanya terikat pada dogma-dogma yang dengan jelas dan tegas disebut dalam Al-

Qur’an dan Al-Hadits, yakni ayat yang qat’I (teks yang tidak diinterpretasikan lagi

kepada arti lain, selain arti harfiahnya).

- Memberikan kebebasan kepada manusia dalam berbuat dan berkehendak serta

memberikan daya yang kuat kepada akal.

Adapun metode berfikir tradisional memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Terikat pada dogma-dogma dan ayat-ayat yang mengandung arti zhanni (teks

yang boleh mengandung arti lain selain dari arti harfiahnya).

2. Tidak memberikan kebebasan kepada manusia dalam berkehendak dan berbuat.

3. Memberikan daya yang kecil (sempit) kepada akal.

5. Argumentasi Hujjah Ketuhanan Muslim (Shurah/asma,sifat.dan af’al

tuhan)

Page 16: makalah hamiyah

Perkataan ilah, yang diterjemahkan “Tuhan”, dalam Al-Quran dipakai untuk

menyatakan berbagai obyek yang dibesarkan atau dipentingkan manusia, misalnya

dalam QS 45 (Al-Jatsiiyah): 23, yaitu:

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai

Tuhannya….?”

Dalam QS 28 (Al-Qashash):38, perkataan ilah dipakai oleh Fir’aun untuk

dirinya sendiri:

“Dan Fir’aun berkata: Wahai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan

bagimu selain aku.”

Contoh ayat-ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa perkataan ilah bisa

mengandung arti berbagai benda, baik abstrak (nafsu atau keinginan pribadi)

maupun benda nyata (Fir’aun atau penguasa yang dipatuhi dan dipuja). Perkataan

ilah dalam Al-Quran juga dipakai dalam bentuk tunggal (mufrad: ilaahun), ganda

(mutsanna: ilaahaini), dan banyak (jama’: aalihatun). Bertuhan nol atau atheisme

tidak mungkin. Untuk dapat mengerti dengan definisi Tuhan atau Ilah yang tepat,

berdasarkan logika Al-Quran sebagai berikut:

Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia

sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya.

Perkataan dipentingkan hendaklah diartikan secara luas. Tercakup di

dalamnya yang dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat memberikan

kemaslahatan atau kegembiraan, dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan

mendatangkan bahaya atau kerugian.

Ibnu Taimiyah memberikan definisi al-ilah sebagai berikut:

Al-ilah ialah: yang dipuja dengan penuh kecintaan hati, tunduk kepada-Nya,

merendahkan diri di hadapannya, takut, dan mengharapkannya, kepadanya tempat

berpasrah ketika berada dalam kesulitan, berdoa, dan bertawakal kepadanya untuk

Page 17: makalah hamiyah

kemaslahatan diri, meminta perlindungan dari padanya, dan menimbulkan

ketenangan di saat mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya (M.Imaduddin,

1989:56)

Atas dasar definisi ini, Tuhan itu bisa berbentuk apa saja, yang dipentingkan

manusia. Yang pasti, manusia tidak mungkin atheis, tidak mungkin tidak ber-

Tuhan. Berdasarkan logika Al-Quran, setiap manusia pasti ada sesuatu yang

dipertuhankannya. Dengan begitu, orang-orang komunis pada hakikatnya ber-

Tuhan juga. Adapun Tuhan mereka ialah ideologi atau angan-angan (utopia)

mereka.

Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat “la ilaaha illa Allah”. Susunan kalimat

tersebut dimulai dengan peniadaan, yaitu “tidak ada Tuhan”, kemudian baru

diikuti dengan penegasan “melainkan Allah”. Hal itu berarti bahwa seorang

muslim harus membersihkan diri dari segala macam Tuhan terlebih dahulu,

sehingga yang ada dalam hatinya hanya ada satu Tuhan, yaitu Allah.

6. Karakter sikap arif dan inklusifisme dalam berakidah

Teologi inklusif ini secara artikulatif hanya muncul di lingkungan Kristen

dan dalam waktu yang relatif belakangan, sebagai respon, di satu fihak, terhadap

teologi pluralis yang mulai merebak pada pertengahan kedua dari abad ke-20 yang

lalu, dan di lain pihak, terhadap klaim eksklusif yang menurut mereka sudah

ketinggalan zaman.

Dengan kata lain inklusivisme ingin mengambil sikap tengah-tengah,

antara eksklusivisme dan pluralisme. Ia ingin tetap memelihara dan memper-

tahankan doktrin utama Kristen tentang Penebusan Dosa (Atonement) yang

dilakukan Yesus Kristus namun dengan interpretasi baru yang lebih segar dan

seirama dengan nilai-nilai humanisme modern. Yakni, selama atonement tersebut

adalah dimaksudkan untuk menebus seluruh dosa warisan Adam, maka dengan

demikian semua umat manusia sekarang setatusnya terbuka untuk ampunan

Tuhan, meskipun mereka mungkin tak pernah mendengar tentang Yesus dan

Page 18: makalah hamiyah

kenapa ia mati disalib, dan meskipun mereka pengikut resmi agama-agama yang

lain. Teologi inilah yang kemudian diadopsi secara resmi oleh Vatikan dan

dideklarasikan dalam Konsili Vatikan II tahun 1962-1965.

Di lingkungan Islam, sebetulnya juga ada upaya serupa. Paling tidak

dalam konteks Islam Indonesia pada awal tahun sembilan puluhan dari abad yang

lalu, beberapa intelektual muslim kita mulai gemar mengusung jargon “Islam

inklusif” dalam berbagai kesempatan. Namun setelah diteliti secara seksama,

kandungan pemikiran yang mereka maksudkan ternyata lebih dekat, kalau tidak

malah serupa, dengan model pluralisme yang akan dibentangkan berikut ini.

Pluralisme. Wacana ini muncul dan berkembang dalam konfigurasi dan

setting sosial-politik tertentu, yakni humanisme sekular Barat yang bermuara pada

lahirnya tatanan demokrasi liberal yang mana salah satu konstituen dan struktur

utamanya adalah pluralisme agama (yang oleh sementara sosiolog diidentifikasi

sebagai civil religion).

Klaim kebenaran pluralis ini ingin menegaskan bahwa semua agama, yang

teistik maupun non-teistik, dapat dianggap sebagai “ruang-ruang” soteriologis

(soteriological spaces) yang di dalamnya, atau “jalan-jalan” soteriologis

(soteriological ways) yang melaluinya, manusia bisa mendapatkan

keselamatan/kebebasan/pencerahan. Semuanya valid, karena pada dasarnya

semuanya sama-sama merupakan bentuk-bentuk respon otentik yang berbeda dan

beragam terhadap Hakikat ketuhanan (the Real) yang sama dan transenden.

Klaim pluralisme ini sangat “problematik” dan membawa implikasi yang

luar biasa berbahaya bagi manusia dan kehidupan relijius dan spiritualnya.

Kenyataan ini pada akhirnya telah mengantarkan gagasan pluralisme agama pada

sebuah posisi yang sangat sulit untuk bisa menjawab pertanyaan yang sangat

krusial, yaitu apakah gagasan ini benar-benar mampu memberikan solusi yang

ramah terhadap konflik-konflik antar agama, sebagaimana yang diklaim oleh para

penggagas dan penganjurnya, atau malah sejatinya lebih merupakan problem baru

dalam fenomena pluralitas keagamaan?

Maka tidaklah terlalu mengherankan jika kemudian pemahaman ini, di

satu pihak, menggiring pada sebuah kesimpulan akan persamaan semua agama

Page 19: makalah hamiyah

secara penuh tanpa ada yang lebih superior dan benar daripada yang lain. Sebuah

kesimpulan yang justru mengantarkan para penggagas dan penganjur paham ini,

khususnya yang beragama Kristen, pada posisi yang amat dilematis ketika

dihadapkan pada sebuah pertanyaan: apakah Kristen sama persis dengan agama-

agama primitif dan pangan yang kanibalistik?

Dan di pihak lain, klaim ini telah melakukan pereduksian yang demikian

dahsyat sehingga mengkerangkeng agama hanya boleh beroperasi di wilayah

spiritual manusia yang sangat sempit dan private –hubungan manusia dengan

tuhannya atau the ultimate. Namun sebuah pertanyaan krusial yang segera

menyusul adalah apakah hubungan pribadi dengan sesuatu yang sakral dan

metafisikal ini mempengaruhi dan membentuk perilaku manusia baik dalam

kehidupan individual maupun sosialnya atau tidak? Pertanyaan yang tentu saja tak

mungkin bisa dijawab mereka kecuali mengiyakan atau mengukuhkannya.

Di samping itu, terminologi “pluralisme” di Barat dewasa ini, artinya telah

mengalami perkembangan, atau tepatnya: perubahan, yang sangat fundamental

sehingga hampir sama persis, atau sama dan sebangun dengan “demokrasi”, yakni

penegasan tentang kebebasan, toleransi persamaan (equality) dan koeksistensi.

Namun, konsep Barat modern yang secara teoretis sangat aggun dan toleran ini,

pada dataran praktis cenderung menunjukkan perilaku sebaliknya, yakni intoleran,

menyatroni dan memberangus karakter dan HAM orang/kelompok lain. Sebab

realitasnya, kata Prof Muhammad Imarah, “Barat telah memaksa yang lain untuk

mengikutinya secara kultur maupun pemikiran… dan untuk melepaskan sejarah,

kultur dan referensi keagamaan dan intelektual mereka masing-masing.”3 Dengan

kata lain, Barat tidak ingin “to let the others to be really other” (membiarkan yang

lain menjadi dirinya sendiri).

Islam dan Klaim Kebenaran Agama :

Masalah hubungan Islam dengan agama-agama lain beserta klaim-klaim

kebenarannya secara teologis sudah selesai, settled, dan final. Allah sendiri yang

telah menuntaskan masalah ini sejak awal lewat wahyu-Nya, Al-Qur’an. Oleh

karenanya, tak selayaknya seorang Muslim mengingkari hal ini, sebab Al-Qur’an

adalah merupakan otoritas keagamaan yang tertinggi, di mana teks-teksnya tak

Page 20: makalah hamiyah

pernah berubah (dan berkat jaminan Allah SWT, tak akan pernah berubah sampai

Hari Kiamat), begitu juga gramatika bahasa Arabnya.

Oleh karena masalah hubungan antar agama ini secara teologis sudah

tuntas dan final, maka inilah agaknya yang menjadi alasan kenapa perbincangan

para ulama klasik kita mengenai masalah ini lebih banyak terdapat di dalam

pembahasan-pembahasan fiqhiyyah daripada ilmu kalam atau teologi Islam.

Dengan demikian, terdapat perbedaan mendasar antara Islam dan teori-

teori pluralisme agama dalam hal pendekatan metodologis terhadap isu dan

fenomena pluralitas agama. Islam memandangnya sebagai hakikat ontologis yang

genuine yang tidak mungkin dinafikan atau dinihilkan, sementara teori-teori

pluralis melihatnya sebagai keragaman yang hanya terjadi pada level manifestasi

eksternal yang superfisial –dan oleh karenanya tidak hakiki atau tidak genuine.

Perbedaan metodologis ini pada gilirannya menggiring pada perbedaan dalam

menetukan solusinya. Islam menawarkan solusi praktis sosiologis– oleh karena-

nya lebih bersifat fiqhiyyah, sementara teori-teori pluralis memberikan solusi

teologis epistemologis.

Sebagaimana yang ditegaskan di atas, Islam memandang perbedaan dan

keragaman agama ini sebagai suatu hakikat ontologis (haqiqah

wujudiyah/kauniyah) dan sunnatullah, dan oleh karenanya genuine. Termasuk di

dalamnya adalah truth-claim (klaim kebenaran) yang absolut dan eksklusif yang

mana tanpanya jati diri dan identitas sebuah agama menjadi kabur, tak jelas, atau

hilang sama sekali.

Dengan kata lain, Islam memperlakukan agama-agama lain sebagaimana

adanya (as the way they are) dan membiarkan mereka untuk menjadi diri mereka

sendiri, tanpa reduksi dan manipulasi. Apapun kondisinya, klaim kebenaran

agama harus diapresiasi, tidak boleh disimplifikasikan, atau direlatifkan, apalagi

dinafikan atau dinegasikan.

C. Pemikiran Kalam khawarij dan Murji’ah

1. Pengertian dan penisbatannya

Page 21: makalah hamiyah

Secara etimologis kata Khawarij berasal dari bahasa Arab kharaja yang berarti

keluar, muncul, timbul, atau memberontak. Berdasarkan etimilogis pula, Khawarij

juga berarti setiap muslim yang ingin keluar dari kesatuan umat islam. Dalan

terminologi Ilmu Kalam, yang dimaksud dengan Khawarij adalah suatu sekte atau

kelompok atau aliran pengikut Ali bin Abi Thalib  yang keluar meninggalkan

barisan karena ketidak sepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase

(tahkim) dalam perang siffin pada tahun 37 H/ 648 M dengan kelompok bughat

(pemberontak) Muawiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan khalifah.9

Murji’ah secara etimologi diambil dari kata arja’a yang bermakna penundaan,

penangguhan dan pengharapan. Adapun kelompok Murji’ah disebut dengan

Murji’ah karena ada beberapa alasan :

a. Menunda penjelasan kedudukan Ali dan Mu’awiyah beserta pasukannya dalam

sengketa khilafah ke hari kiamat kelak.

b. Memberi harapan kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan

dari Allah SWT.

2. Latar belakang kemunculannya

Ketidakpuasan atas pengangkatan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah muncul

dari Mua’wiyah yang masih tergolong keluarga dekat Utsman bin Affan. Hal itu

mendorong terjadinya perang Shiffin yang mempertemukan pasukan Ali bin Abi

Thalib dan pasukan Mu’awiyah. Pada saat itu Mua’wiyah berada dalam posisi

hampir kalah, namun tangan kanan Mu’awiyah yang bernama Amr ibn Ash

meminta berdamai dengan mengangkat Al-Quran ke atas. Maka kedua kubu

menyepakati genjatan senjata dan dilaksanakanlah Arbitrase (tahkim) atas

permasalahan khilafah. Kedua belah pihak mengangkat pengantara untuk

bermusyawarah dalam mencari penyelesaian terbaik. Pihak Mu’awiyah diwakili

oleh Amr bin Ash, sementara pihak Ali bin Abi Thalib diwakili oleh Abdullah bin

Abbas, tetapi sebagian kaum muslimin tidak menyetujuinya dengan alasan beliau

masih termasuk golongan Ali, kemudian mereka mengusulkan Abu Musa Al

9 Drs. Rohison Anwar, M.Ag. dan Drs. Abdul Razak, M.Ag. 2001. Ilmu Kalam. Bandung : Pustaka Setia. Hal. 49.

Page 22: makalah hamiyah

Asy’ari sebagai pengantara dengan harapan masalah bisa diselesaikan berdasarkan

Al Quran.

Musyawarah tersebut memutuskan kedua pengantara sepakat untuk

mengumumkan penjatuhan kepemimpinan Ali dan Mu’awiyah. Tapi ketika

pelaksanaan dari keputusan tersebut Amr bin Ash tidak menepati hasil

musyawarah, ia hanya menjatuhkan kepemimpinan Ali dan menetapkan

Mu’awiyah sebagai khalifah.

Sikap Ali yang menerima tipu muslihat Amr bin Ash untuk mengadakan

arbitrase, sungguh pun dalam keadaan terpaksa, tidak disetujui oleh sebagian

tentaranya. Mereka berpendapat masalah ini tidak dapat diputuskan oleh arbitrase

manusia tetapi putusan hanya datang dari Allah dengan kembali kepada hukum-

hukum yang ada dalam Al Quran. Mereka berpendapat tidak ada hukum selain

hukum Allah dan tidak ada pengantara selain Allah.

Mereka memandang Ali bin Abi Thalib telah berbuat salah, oleh karena itu

mereka meninggalkan barisannya. Inilah awal kemunculan golongan Khawarij.

(Harun Nasution, 2007: 6-8).

Golongan murjiah pertama kali muncul di akhir abad pertama hijriyah,

kemudian berkembang di Kuffah Irak. Ajaran ini muncul sebagai rival dari

golongan khawarij dengan paham amal ibadah bukan bagian dari iman.

Ada beberapa teori yang melatarbelakangi munculnya Murji’ah. Diantaranya :

- Gagasan irja dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan tujuan untuk

menjamin persatuan dan kesatuan umat Islam ketika terjadi pertikaian politik

antara Ali dan Mu’awiyah dengan tujuan untuk menghindari sektarianisme.

Kemunculannya diperkirakan bersamaan dengan munculnya Syi’ah dan

Khawarij (tahun 37 H/ 648 M).

- Gagasan irja diusung oleh cucu Ali bin Abi Thalib yaitu Al-Hasan bin

Muhammad Al-Hanafiyah sekitar tahun 695 M dengan tujuan yang sama. Pada

waktu itu umat Islam dikoyak oleh pertikaian sipil antara pengikut Al-Mukhtar

yang membawa paham Syiah ke Kuffah dari tahun 685-687 dan Ibnu Zubayr

yang mengklaim kekhalifahan di Mekkah.

Page 23: makalah hamiyah

- Gagasan irja muncul sebagai tanggapan atas munculnya Khawarij yang

mengkafirkan pelaku dosa besar dan menghalalkan darahnya, sehingga

Khawarij menjelma menjadi golongan yang radikal (Abdul Rozak, Rosihon

Anwar, 2007:56-57). Menurut KH. Siradjuddin Abbas (1987:167) gagasan irja

telah dipegang oleh para sahabat sejak akhir kekuasaan Utsman bin Affan.

Ketika Utsman meninggal, beberapa sahabat tidak membaiat Ali bin Abi

Thalib dan tidak mendukung Mu’awiyah. Sikap mereka dilandaskan pada

hadits Rasululloh Saw. yang artinya : ”Diriwayatkan dari Abu Bakarah bahwa

Rasululloh Saw bersabda : ‘Akan ada fitnah (kekacauan), maka orang yang

duduk lebih baik daripada orang yang berjalan, orang yang berjalan lebih baik

daripada orang yang berusaha menghidupkan fitnah itu. Ketahuilah apabila

terjadi fitnah itu maka yang punya unta kembalilah kepada untanya, yang

mempunyai domba kembalilah kepada dombanya, yang punya tanah

kembalilah kepada tanahnya’. Seorang sahabat bertanya :’Ya Rasulalloh !

bagaimana kalau ia tidak punya unta, kambing dan tanah ?’ Nabi menjawab :

’Ambillah pedangnya dan pecahkan mata pedangnya dengan batu kemudian

carilah jalan lepas kalau mungkin’ “ (HR. Bukhari). (lihat Fathul Bari Juz XVI

hal 138-139).

3. Doktrin-doktrin pokoknya

Doktrin-doktrin Pokok Khawarij

A.Mustadjib dan RHA. Suminto (2007:51-52) mengelompokan doktrin-

doktrin pokok Khawarij menjadi 3 kategori :

a. Doktrin Politik

b. Doktrin Teologi

c. Doktrin Teologis Sosial

Doktrin pokok Murji’ah dapat disimpulkan sebagai berikut :

a. Penangguhan keputusan atas Ali, Mu’awiyah, Amr bin Ash dan

Abu Musa Al-Asy’ari hingga Allah memutuskannya di akhirat

kelak.

b. Penangguhan kedudukan Ali sebagai khalifah yang keempat.

Page 24: makalah hamiyah

c. Pelaku dosa besar keputusannya diserahkan kepada Allah SWT.

sekaligus memberi harapan kepada mereka untuk meraih ampunan-

Nya.

d. Meletakan pentingnya iman daripada amal (amal ibadah bukan

bagian dari iman). Berdasarkan hal ini seseorang dianggap mukmin

walaupun meninggalkan fardu dan melakukan dosa besar.

e. Dasar keselamatan adalah iman semata. Selama masih ada iman

maksiat tidak akan mendatangkan madarat. Untuk mendapatkan

pengampunan cukup dengan menjauhi syirik dan mati dalam

akidah tauhid.

Secara garis besar golongan Murji’ah terbagi menjadi golongan Moderat

yang dipelopori oleh Al-Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib, Abu

Hanifah, Abu Yusuf dan beberapa Ahli Hadits dan golongan Ekstrim yang

dipelopori oleh Jahm bin Shafwan, Abu Hasan Ash-shalihi, Yunus As-Sumary

dan beberapa tokoh lainnya.

4. Perkembangan, tokoh dan sekte(firqah)nya

Munculnya banyak cabang dan sekte Khawarij ini diakibatkan banyaknya

perbedaan dalam bidang akidah yang mereka anut dan banyaknya nama yang

mereka pergunakan sejalan dengan perbedaan akidah mereka yang beraneka

ragam itu. Asy-syak’ah menyebutkan adanya delapan firqah besar, dan firqah-

firqah ini terbagi lagi menjadi firqah-firqah kecil yang jumlahnya sangat banyak.

Perpecahan ini menyebabkan gerakan kaum Khawarij lemah, sehingga mereka

tidak mampu menghadapi kekuatan militer Bani Umayyah yang berlangsung

bertahun-tahun. Menurut Syahrastani ada 8 sekte terbesar dalam Khawarij, Sekte-

sekte Khawarij tersebut antara lain, Al-Muhakkimah, Al-Azariqoh, Al-Nadjat, Al-

Baihasiyyah, Al-Sa’alibah, Al-Ibadiah, Al-Sufriyah.

            Menurut Prof. Taib Thahir Abdul Mu’in, bahwa sebenarnya ada dua

golongan utama yang terdapat dalam aliran Khawarij, yakni :

Page 25: makalah hamiyah

a. Sekte Al-Azariqoh

            Nama ini diambil dari Nafi Ibnu Al-Azraq, pemimpin utamanya, yang

memiliki pengikut sebanyak dua puluh ribu orang. Di kalangan para pengikutnya,

Nafi digelari “amir al-mukminin”. Golongan al-azariqoh dipandang sebagai sekte

yang besar dan kuat di lingkungan kaum Khawarij.

            Dalam pandangan teologisnya, Al-Azariqoh tidak menggunakan term

kafir, tetapi menggunakan term musyrik atau politeis. Yang dipandang musyrik

adalah semua orang yang tidak sepaham dengan ajaran mereka. Bahkan, orang

Islam yang tidak ikut hijrah kedalam lingkungannya, dihukumkan musyrik.

            Karena kemusyrikannya itu, kaum ini membolehkan membunuh anak-

anak dan istri yang bukan golongan Al-Azariqoh. Golongan ini pun membagi

daerah kekuasaan, yakni “dar al-Islam” dan “dar al-kufur”. Dar al-Islam adalah

daerah yang dikuasai oleh mereka, dan dipandang sebagai penganut Islam

sebenarnya. Sedangkan Dar al-Kufur merupakan suatu wilayah atau negara yang

telah keluar dari Islam, karena tidak sefaham dengan mereka dan wajib diperangi.

b. Sekte Al-Ibadiah

            Golongan ini merupakan golongan yang paling moderat dari seluruh sekte

Khawarij. Nama golongan ini diambnil dari Abdullah Ibnu Ibad, yang pada tahun

686 M. memisahkan diri dari golongan Al-Azariqoh.

Kaum Murji’ah pecah menjadi beberapa golongan kecil. Namun, pada

umumnya Aliran Murji’ah menurut Harun Nasutuion, terbagi kepada dua

golongan besar, yakni “golongan moderat” dan “golongan ekstrim”.

            Golongan Murji’ah moderat berpendapat bahwa orang yang berdosa besar

bukanlah kafir dan tidak kekal dalam neraka, tetapi akan di hukum sesuai dengan

besar kecilnya dosa yang dilakukan. Sedangkan Murji’ah ekstrim, yaitu pengikut

Page 26: makalah hamiyah

Jaham Ibnu Sofwan, berpendapat bahwa orang Islam yang percaya kepada Tuhan

kemudian menyatakan kekufuran secara lisan, tidaklah menjadi kafir, karena iman

dan kufur tempatnya dalam hati. Bahkan, orang yang menyembah berhala,

menjalankan agama Yahudi dan Kristen sehingga ia mati, tidaklah menjadi kafir.

Orang yang demikian, menurut pandangan Allah, tetap merupakan seorang

mukmin yang sempurna imannya.

            Kelompok ekstrim dalam Murji’ah terbagi menjadi empat kelompok

besar, yaitu :

1. Al-Jahmiyah, kelompok Jahm bin Syahwan dan para pengikutnya,

berpandangan bahwa orang yang percaya kepada tuhan kemudian

menyatakan kekufuran secara lisan, tidaklah menjadi kafir karena iman

dan kufur itu bertempat di dalam hati bukan pada bagian lain dalam tubuh

manusia.

2. Shalihiyah, kelompok Abu Hasan Ash-Shalihi, berpendapat bahwa iman

adalah mengetahui tuhan, sedangkan kufur tidak tahu tuhan. Sholat bukan

merupakan ibadah kepada Allah, yang disebut ibadah adalah iman kepada-

Nya dalam arti mengetahui tuhan. Begitu pula zakat, puasa dan haji

bukanlah ibadah, melainkan sekedar menggambarkan kepatuhan.

3. Yumusiah dan Ubaidiyah, melontarkan pernyataan bahwa melakukan

maksiat atau perbuatan jahat tidaklah merusak iman seseorang. Mati dalam

iman, dosa-dosa dan perbuatan jahat yang dikerjakan tidaklah merugikan

orang yang bersangkutan. Dalam hal ini Muqatil bin Sulaiman

berpendapat bahwa perbuatan jahat, banyak atau sedikit tidak merusak

iman seseorang sebagai musyrik.

4. Hasaniyah, jika seseorang mengatakan “saya tahu Tuhan melarang

makan babi, tetapi saya tidak tahu apakah babi yang diharamkan itu

adalah kambing ini”, maka orang tersebut tetap mukmin, bukan kafir.

Page 27: makalah hamiyah

D. Pengertian dan penisbatannya

1. Pengertian dan penisbatannya

Kata Jabariyah berasal dari kata jabara yang berarti memaksa. Di dalam Al-

Munjid, dijelaskan bahwa nama jabariyah berasal dari kata jabara yang

mengandung arti memaksa dan mengharuskannya melakukan sesuatu. Dalam

bahasa Inggris, jabariyah disebut fatalisme, yaitu paham yang menyebutkan

bahwa perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh qadha dan qadar

Tuhan.

Ditinjau dari segi llmu Bahasa, kata Qadariyah berasal dari akar kata Sedang

menurut pengertian terminologi, al-Qadariyah adalah : Suatu kaum yang tidak

mengakui adanya qadar bagi Tuhan. Mereka menyatakan, bahwa tiap-tiap hamba

Tuhan adalah pencipta bagi segala perbuatannya; dia dapat berbuat sesuatu atau

meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Golongan yang melawan pendapat

mereka ini adalah al-Jabariyah.

2. Latar belakang kemunculannya

Sebagaimana tidak jelasnya kapan paham Jabariyah itu mulai dibicarakan

dalam teologi Islam, paham Qadariyah pun mengalami hal seperti itu. Muhammad

ibn Syu'aib yang memperoleh informasi dari al-Auza'i mengatakan, bahwa mula

pertama orang yang memperkenalkan paham Qadariyah dalam kalangan orang

Islam adalah "SUSAN". Dia penduduk Irak, beragama Nasrani yang masuk Islam

kemudian berbalik Nasrani lagi. Dari orang inilah untuk pertama kalinya Ma'bad

ibn Khalif al-Juhani al-Basri dan Ghailan al-Dimasyqi memperoleh paham

tersebut.

Dari penjelasan di atas, kiranya dapat dikatakan, bawah lahirnya paham

Qadariyah dalam Islam dipengaruhi oleh paham bebas yang berkembang

dikalangan pemeluk agama Masehi (Nestoria). Dalam hal ini Max Hortan

berpendapat, bahwa teologi Masehi di dunia Timur pertama-tama menetapkan

kebebasan manusia dan pertanggungan jawabnya yang penuh dalam segala

Page 28: makalah hamiyah

tindakannya. Karena dalil-dalil mengenai pendapat ini memuaskan golongan

bebas Islam (Qadariyah), maka mereka merasa perlu mengambilnya.

Sejarah timbulnya Jabariyah

Pola pikir Jabariyah kelihatannya sudah dikenal bangsa Arab sebelum Islam.

Keadaan mereka yang bersahaja dengan lingkungan alam yang gersang dan

tandus, menyebabkan mereka tidak dapat melakukan perubahan-perubahan sesuai

dengan kemauan mereka. Akibatnya, mereka lebih bergantung pada kehendak

alam. Keadaan ini membawa mereka pada sikap pasrah dan fatalistik.

3. Doktrin-doktrin pokoknya

Menurut Asy-Syahratsani, jabariyah dapat dikelompokan menjadi dua bagian,

kelompok ekstrim dan moderat. Di antara totoh-tokoh Jabariyah ekstrim ialah

sebagai berikut:

- Jahm bin Shufwan

- Ja’d bin dirham

- An-Najjar

- Adh-Ddirar

Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghailan tentang doktrin Qadariyah

bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatanya. Manusia sendirilah yang

melakukan baik atas kehendak dan kekuasaannya sendiri dan manusia sendiri pula

yang melakukan atau menjauhi perbuatan-perbuatan jahat atas kemauan dan

dayanya sendiri.

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahqa doktrin Qadariyah pada

dasarnya menyatakan bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas

kehendakya sendiri. Manusia mempunyai kewenagan untuk melakuakan segala

perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Oleh

Page 29: makalah hamiyah

karena itu, ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang ia lakukan dan juga

behak pula memperoleh hukuman atas kejahatan yang diperbuat.

Faham takdir dalam pandangan qadariyah bukanlah dalam pengertian

takdir yang umum dipakai oleh bangsa Arab ketika itu, yaitu faham mengatakan

bahwa nasib manusia telah ditentukan terlebih dahulu. Dalam perbuatan-

perbuatannya, manusia hanya bertindak menurut nasib yang telah ditentukan sejak

azali terhdap dirinya. Dalam faham Qadariyah, takdir itu adalah ketentuan Allah

yang diciptakan-Nya bagi alan semesta beserta seluruh isinya, sejak azali, yaitu

hukum yang dalam istilah Al-quran sunnatullah.

4. Perkembangan, tokoh dan sekte(firqah)nya

Qadariah berasal dari bahasa Arab, yaitu kata qadara yang artinya kemampuan

dan kekuatan. Adapun menurut pengertian terminology, Qadariyah adalah suatu

aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh

Tuhan.aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala

perbuatannya, ia dapat berbuat sesuatu dan meninggalkannya atas kehendaknya

sendiri.

Harun Nasition menegaskan bahwa manusia mempunyai qudrah atau kekuatan

untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa

manusia terpaksa tunduk kepada qadar Tuhan. Menurut Ahmad Amin, ada ahli

teologi yang mengatakan bahwa qadariyah pertama kali dimunculkan oleh

Ma’bad Al-Jauhani dan Ghailan Ad-Dimasqy. Ma’bad adalah seorang taba’I yang

dapat dipercaya dan pernah berguru kepada Hasan Al-Bashri.

Ibnu Nabatah dalam kitabnya Syarh Al-Uyun, seperti dikutip Ahmad Amin,

memberi informasi lain bahwa yang pertama kali memunculkan faham Qadariyah

adalah orang Irak yang semula beragama Kristen kemudian masuk Islam dan balik

lagi ke agama Kristen. Dari orang inilah Ma’bad dan Ghailan mengambil faham

ini.

Page 30: makalah hamiyah

Jabariah sebagai telah dijelaskan sebelumnya, di antara tokoh penting

aliran Jabariyah adalah Ja'ad ibn Dirham dan Jahm ibn Shafwan. Keduanya

termasuk pemuka Jabariyah ekstrim. Tokoh lainnya adalah Husain dan Dirar.

Kedua tokoh yang terakhir ini termasuk pemuka Jabariyah moderat. Berikut ini

akan dijelaskan tokoh-tokoh tersebut serta ajaran masing-masing secara lebih

terinci.

a. Ja'ad ibn Dirham

b. Jahm ibn Shafwan

c. Husain al-Najjar

d. Dirar ibn 'Amr

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Page 31: makalah hamiyah

Aqidah Ilmu Kalam secara bahasa terdiri dari kata Aqidah dan ilmu kalam .

Aqidah berasal dari bahasa arab yaitu aqidah, aqid, uqad, uqud, I’tiqad yang

artinya ikatan, perjanjian dan keyakinan. Sedangkan ilmu kalam artinya Ilmu yang

membicarakan/membahas tentang masalah ketuhanan/ketauhidan (mengesakan

Tuhan). Jadi Aqidah Ilmu Kalam artinya ilmu yang mempelajari ikatan/keyakinan

seseorang tentang masalah ketuhanan dengan menggunakan dalil-dalil fikiran dan

disertai alasan-alasan yang rasional.

B. Saran

Semoga makalah ini berguna baik bagi penulis maupun pembaca, penulis

sangat mengharapkan kritikan dan sarannya demi kelancaran penulis dalam

membuat makalah ini

DAFTAR PUSTAKA

Page 32: makalah hamiyah

Abdurrahman   Saleh   Abdullah,  Teori-Teori   Pendidikan   Berdasarkan   Al-

Qur'an.  Jakarta : Rineka Cipta. 1994.

Ahmad Tafsir,   Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Bandung : Rosda. 2000.

--------------,  Metodologi Pengajaran Agama Islam. Bandung : Rosda. 2002.

Al-Maktabah   Alfiyah,   Al-Maktabah     Al-Fiyah   Lisunnatin   Nabawiyah   ver 

1.50 (CD Hadits).

Atang Abd. Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam. Bandung : Rosda.

2000.

Djamaludin   dan   Abdullah   Aly, Kapita   Selekta  Pendidikan   Islam.

Bandung    : Pustaka Setia. 1999.

Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Logos. 1999.

M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur'an. Bandung : Mizan.  1998.

Oemar Muhammad Al-Taomy Al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam. Jakarta :

Bulan Bintang. 1979.

Qur’an Auto Reciter Sofware, The Holy Qur'an Program ver. 6.50. Mesir :

SearchTruth.com. 1997.