Makalah geng motor

14
Makalah Geng Motor Dan Punkkers Dalam Kehidupan Remaja " Makalah ini disusun dalam rangka untuk memenuhi tugas kelompok Media Bimbingan dan Konseling. Makalah ini disusun berdasarkan hasil wawancara dan observasi pada Geng Motor dan Anak Punk di Wilayah Gresik. Dosen Pembimbing : Drs. M. Nursalim, M.Si. & Najlatul Naqiyah, S.Ag.,M.Pd oleh Feri Kurniawan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini punkkers dan geng- geng motor telah menjadi gejala sosial yang sangat meresahkan masyarakat. Kehadiran kelompok-kelompok remaja dengan penampilan khasnya itu identik dengan kekerasan. Melalui tayangan televisi, kita dapat menyimak mereka menjalankan aksi brutal di jalanan. Mereka juga digambarkan sebagai kaum remaja yang sering membuat keributan dan sudah dicap negative oleh kalangan masyarkat umum. Para anggota punk ini sering dikenal degan sebutan Punkers. Dalam bahasa psikoanalisis Sigmund Freud (1856-1939), kaum remaja itu lebih mengikuti kekuatan id (dorongan-dorongan agresif) ketimbang superego (hati nurani). Keberadaan ego (keakuan) mereka gagal untuk memediasi agresivitas menjadi aktivitas sosial yang dapat diterima dengan baik dalam kehidupan sosial (sublimasi). Namun, pendekatan psikologis itu sekadar mampu mengungkap persoalan dalam lingkup individual. Itu berarti nilai-nilai etis yang berdimensi sosial cenderung untuk dihilangkan. Padahal, kehadiran Punkers lebih banyak berkaitan dengan problem sosiologis.

Transcript of Makalah geng motor

Page 1: Makalah geng motor

Makalah Geng Motor Dan Punkkers Dalam Kehidupan Remaja "

Makalah ini disusun dalam rangka untuk memenuhi tugas kelompok Media Bimbingan dan

Konseling. Makalah ini disusun berdasarkan hasil wawancara dan observasi pada Geng Motor dan Anak Punk di Wilayah Gresik.

Dosen Pembimbing :

Drs. M. Nursalim, M.Si. & Najlatul Naqiyah, S.Ag.,M.Pd

oleh Feri Kurniawan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saat ini punkkers dan geng-geng motor telah menjadi gejala sosial yang sangat meresahkan

masyarakat. Kehadiran kelompok-kelompok remaja dengan penampilan khasnya itu identik

dengan kekerasan. Melalui tayangan televisi, kita dapat menyimak mereka menjalankan aksi

brutal di jalanan. Mereka juga digambarkan sebagai kaum remaja yang sering membuat

keributan dan sudah dicap negative oleh kalangan masyarkat umum. Para anggota punk ini

sering dikenal degan sebutan Punkers.

Dalam bahasa psikoanalisis Sigmund Freud (1856-1939), kaum remaja itu lebih mengikuti

kekuatan id (dorongan-dorongan agresif) ketimbang superego (hati nurani). Keberadaan ego

(keakuan) mereka gagal untuk memediasi agresivitas menjadi aktivitas sosial yang dapat

diterima dengan baik dalam kehidupan sosial (sublimasi).

Namun, pendekatan psikologis itu sekadar mampu mengungkap persoalan dalam lingkup

individual. Itu berarti nilai-nilai etis yang berdimensi sosial cenderung untuk dihilangkan.

Padahal, kehadiran Punkers lebih banyak berkaitan dengan problem sosiologis.

Page 2: Makalah geng motor

Definisi tentang kedua geng itu sendiri sangat jelas identik dengan kehidupan berkelompok.

Hanya saja geng memang memiliki makna yang sedemikian negatif. Geng bukan sekadar

kumpulan remaja yang bersifat informal. Geng (gank) adalah sebuah kelompok penjahat yang

terorganisasi secara rapi. Dalam konsep yang lebih moderat, geng merupakan sebuah kelompok

kaum muda yang pergi secara bersama-sama dan seringkali menyebabkan keributan.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang mengenai Punkers tersebut dapat di rumuskan beberapa rumusan

masalah yaitu sebagai berikut:

1. Mengapa ada sebagian kalangan remaja yang mudah terbujuk untuk mengikuti Punkkers

dan geng-geng motor?

2. Benarkah seluruh fenomena itu sekadar persoalan psikologis, ataukah justru lebih

bercorak sosiologis? Apabila problem sosial itu dilihat dari perspektif psikologistis, maka

penilaian yang muncul adalah kaum remaja yang menjadi anggota Punkkers/geng

tersebut sedang melampiaskan hasrat tersembunyinya.

3. Mengapa sekalipun geng identik dengan pola-pola sosial yang negatif, kaum remaja

relatif mudah tergelincir memasuki kelompok sejenis itu? Apabila kita mengikuti

pemikiran Jurgen Habermas, kaum remaja yang terlibat dalam kehidupan geng

sebenarnya sedang mengalami distorsi komunikasi. Kaum remaja tidak mampu

memahami atau sengaja tidak sudi untukmenyepakati aturan-aturan budaya, masyarakat,

dan komunitas tempat berfungsinya dengan baik. Padahal, dalam aturan-aturan itu dapat

ditelusuri latar belakang sosial dan kultural yang memberikan kemungkinan

membayangkan diri kita dalam posisi orang lain.

Komunikasi yang terdistorsi itulah, yang menjadikan anggota-anggota geng lebih

permisif untuk melakukan kekerasan. Itu disebabkan karena mereka telah kehilangan sensitivitas

terhadap kehadiran pihak lain. Bahkan rasa simpati dilenyapkan begitu saja.

Tidak aneh, jika anggota-anggota Punkers memiliki preferensi untuk memaksa, dan

setidaknya menggertak pihak yang dianggap lebih lemah untuk mengikuti kehendak mereka.

Page 3: Makalah geng motor

Cara-cara kekerasan fisik dan verbal sengaja dilakukan untuk menundukkan pihak yang

dipandang tidak sejalan. Itulah yang disebut sebagai praktik bullying yang dapat terjadi di lokasi

mana pun, baik di sekolah maupun jalanan. Melalui pemahaman demikian, tampaknya lebih

tepat apabila kehadiran Punkers dilihat sebagai gejala deviasi atau penyimpangan sosial.

Kaum remaja yang terlibat dalam kehidupan geng sebenarnya sedang mengalami distorsi

komunikasi. Kaum remaja tidak mampu memahami atau sengaja tidak sudi untuk menyepakati

aturan-aturan budaya, masyarakat, dan komunitas tempat berfungsinya dengan baik.

Hal tersebut dikarenakan para anggota Punkers secara sadar melakukan pelanggaran

terhadap norma-norma sosial. Perasaan khawatir bahwa geng ini akan merebak atau menular

layaknya bahaya patologis pun dapat dimengerti. Sebab, apa yang disebut sebagai kenakalan

remaja tidak dapat lahir sendiri.

Kenakalan atau penyimpangan sosial remaja, yang terlihat dengan bertumbuhnya geng,

ditransmisikan dan dipelajari dari kelompok yang satu kepada kelompok yang lain. Terlebih lagi

remaja sangat rentan untuk melakukan tindakan-tindakan peniruan, apalagi terhadap perilaku

yang dianggap sebagai mode (fashion) yang menimbulkan heroisme dan rasa bangga.

C. Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mendiskripsikan secara singkat tentang

beberapa kenakalan remaja yang saat-saat ini berkembangbiak di masyarakat, terutama bagi

kalangan remaja. Karena bagaimanapun remaja memiliki suatu ego yang besar sehingga sulit

untuk mengontrol diri dari hal-hal negative. Hal ini desebabkan oleh minimnya penanaman nilai-

nilai agama (akhlak) sehingga para remaja tidak memiliki benteng untuk menfilter maupun

menghindari hal-hal negative tersebut. Hal ini diperkuat dengan lingkungan yang serba cuek

ataupun bahkan memberikan contoh-contoh negative, sehingga semua hal-hal yang berbau

negative seakan-akan mendapat pupuk ataupun angin segar untuk berkembangbiak. Karena

bagaimanapun yang haq dan yang batil itu jelas jadi kita tidak boleh membiarkan yang batil itu

berkembangbiak. Pepatah mengatakan janganlah engkau bermain-main dengan api, karena

engkau pasti akan terkena percikannya. Dalam makalah ini kami mencoba untuk membahas

secara singkat tentang punkkers dan geng motor.

Page 4: Makalah geng motor

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Kenakalan remaja (Punkker dan Geng motor) dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan ke

dalam perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi

karena terdapat penyimpangan perilaku dari berbagai aturan-aturan sosial ataupun dari nilai dan

norma social yang berlaku. Perilaku menyimpang dapat dianggap sebagai sumber masalah

karena dapat membahayakan tegaknya sistem sosial. Penggunaan konsep perilaku menyimpang

secara tersirat mengandung makna bahwa ada jalur baku yang harus ditempuh. Perilaku yang

tidak melalui jalur tersebut berarti telah menyimpang.

Untuk mengetahui latar belakang perilaku menyimpang perlu membedakan adanya

perilaku menyimpang yang tidak disengaja dan yang disengaja, diantaranya karena si pelaku

kurang memahami aturan-aturan yang ada. Sedangkan perilaku yang menyimpang yang

disengaja, bukan karena si pelaku tidak mengetahui aturan. Hal yang relevan untuk memahami

bentuk perilaku tersebut, adalah mengapa seseorang melakukan penyimpangan, sedangkan ia

tahu apa yang dilakukan melanggar aturan.

Becker (dalam Soerjono Soekanto,1988,26), mengatakan bahwa tidak ada alasan untuk

mengasumsikan hanya mereka yang menyimpang mempunyai dorongan untuk berbuat demikian.

Hal ini disebabkan karena pada dasarnya setiap manusia pasti mengalami dorongan untuk

melanggar pada situasi tertentu, tetapi mengapa pada kebanyakan orang tidak menjadi kenyataan

yang berwujud penyimpangan, sebab orang dianggap normal biasanya dapat menahan diri dari

dorongan-dorongan untuk menyimpang.

Masalah sosial perilaku menyimpang dalam tulisan tentang “Punkers dan Geng motor

Dalam Kehidupan Remaja” bisa melalui pendekatan individual dan pendekatan sistem. Dalam

pendekatan individual melalui pandangan sosialisasi. Berdasarkan pandangan sosialisasi,

perilaku akan diidentifikasi sebagai masalah sosial apabila ia tidak berhasil dalam melewati

belajar sosial (sosialisasi). Tentang perilaku disorder di kalangan anak dan remaja (Kauffman ,

1989 : 6) mengemukakan bahwa perilaku menyimpang juga dapat dilihat sebagai perwujudan

dari konteks sosial. Perilaku disorder tidak dapat dilihat secara sederhana sebagai tindakan yang

tidak layak, melainkan lebih dari itu harus dilihat sebagai hasil interaksi dari transaksi yang tidak

benar antara seseorang dengan lingkungan sosialnya. Ketidak berhasilan belajar sosial atau

Page 5: Makalah geng motor

“kesalahan” dalam berinteraksi dari transaksi sosial tersebut dapat termanifestasikan dalam

beberapa hal.

Proses sosialisasi terjadi dalam kehidupan sehari-hari melalui interaksi sosial dengan

menggunakan media atau lingkungan sosial tertentu. Oleh sebab itu, kondisi kehidupan

lingkungan tersebut akan sangat mewarnai dan mempengaruhi input dan pengetahuan yang

diserap. Salah satu variasi dari teori yang menjelaskan kriminalitas di daerah perkotaan, bahwa

beberapa tempat di kota mempunyai sifat yang kondusif bagi tindakan kriminal oleh karena

lokasi tersebut mempunyai karakteristik tertentu, misalnya (Eitzen, 1986 : 400), mengatakan

tingkat kriminalitas yang tinggi dalam masyarakat kota pada umumnya berada pada bagian

wilayah kota yang miskin, dampak kondisi perumahan di bawah standar, overcrowding, derajat

kesehatan rendah dari kondisi serta komposisi penduduk yang tidak stabil Sutherland dalam

(Eitzen,1986) beranggapan bahwa seorang belajar untuk menjadi kriminal melalui interaksi.

Apabila lingkungan interaksi cenderung devian, maka seseorang akan mempunyai kemungkinan

besar untuk belajar tentang teknik dan nilai-nilai devian yang pada gilirannya akan

memungkinkan untuk menumbuhkan tindakan kriminal.

Mengenai pendekatan sistem, yaitu perilaku individu sebagai masalah sosial yang

bersumber dari sistem sosial terutama dalam pandangan disorganisasi sosial sebagai sumber

masalah. Dikatakan oleh (Eitzen, 1986:10) bahwa seorang dapat menjadi buruk/jelek oleh karena

hidup dalam lingkungan masyarakat yang buruk. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pada umumnya

pada masyarakat yang mengalami gejala disorganisasi sosial, norma dan nilai sosial menjadi

kehilangan kekuatan mengikat. Dengan demikian kontrol sosial menjadi lemah, sehingga

memungkinkan terjadinya berbagai bentuk penyimpangan perilaku. Di dalam masyarakat yang

disorganisasi sosial, seringkali yang terjadi bukan sekedar ketidak pastian dan surutnya kekuatan

mengikat norma sosial, tetapi lebih dari itu, perilaku menyimpang karena tidak memperoleh

sanksi sosial kemudian dianggap sebagai yang biasa dan wajar.

BAB III

Diskusi Permasalahan Dan Pembahasan

BERITA tentang perilaku punkkers dan geng motor akhir-akhir ini bisa dianggap sudah

sangat meresahkan masyarakat, sehingga dapat dikategorikan sebagai kondisi patologi sosial,

Page 6: Makalah geng motor

penyakit masyarakat yang perlu segera diobati. Lembaga kepolisian sampai mempermaklumkan

akan menembak di tempat anggota Punkkers maupun geng motor yang melakukan kebrutalan.

Perang antar Punkkers dan geng kerap menimbulkan korban luka hingga korban jiwa.

Yang lebih mengkhawatirkan lagi, saat ini aksi Punkers sudah bukan tawuran antar Punkkers

lagi, namun sudah melibatkan masyarakat umum sebagai korban mereka.

Subkultur geng anak muda, kata kriminolog Cloward dan Ohlin, akan tumbuh subur

tergantung pada tipe atau cara pertentangan di mana mereka tinggal. Ada tiga tipe geng:

Pertama, geng pencurian (thief gangs), mereka berkelompok melakukan pencurian yang mula-

mula hanya untuk menguji keberanian anggota kelompok.

Kedua, geng konflik (conflict-gangs) kelompok ini suka sekali mengekpresikan dirinya melalui

perkelahian berkelompok supaya tampak gagah dan pemberani.

Ketiga, geng pengasingan (retreats gangs), kelompok geng ini sengaja mengasingkan dirinya

dengan kegiatan minum minuman keras, atau napza yang kerap dianggap sebagai suatu cara

”pelarian” dari alam nyata. Tetapi bisa saja sebuah geng memiliki lebih dari satu macam tipe.

Dalam geng acapkali tumbuh subkultur kekerasan (subculture of violence). Munculnya

subkultur itu disebabkan oleh adanya sekelompok orang yang memiliki sistem nilai yang berbeda

dengan kultur dominan. Masing-masing subkultur memiliki nilai dan peraturan berbeda-beda

yang kemudian mengatur anggota kelompoknya. Nilai-nilai itu terus berlanjut karena adanya

perpindahan nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Berlatar belakang pengetahuan tentang berbagai jenis geng, kini perlu diteliti secara

objektif keberadaan komunitas Punk di Indonesia. Dari hasil penelitian punkkers maupun geng

motor dapat diidentifikasi bercirikan: punya identitas (nama, ornamen pembeda, lambang, dsb).

Kelompok ini identik dengan minuman keras, obat-obatan terlarang (ganja,sabu-sabu,ektasi,etc),

freesexs, berkendaraan,bergerombol, dengan penampilan khasnya yang terlihat urak-urakan; dan

memiliki semacam daerah kekuasaan, dan musuh berupa Punkers lainnya.

1. Karakteristik keanggotaan

Karakteristik anggota Punkkers maupun geng motor adalah sebagai berikut: usia antara

14-32 tahun; kebanyakan berjenis kelamin laki-laki; sangat bangga dengan statusnya sebagai

Page 7: Makalah geng motor

salah satu anggota Punkers; agresif dan menantang bahaya; tingkat pendidikan antara SMP

sampai dengan perguruan tinggi; menjadi anggota Punkers atas ajakan rekan sekolah maupun

lingkungan.

Apabila geng mereka diekspos di media massa, mereka merasa sangat bangga, sehingga

semakin berlomba-lomba untuk lebih banyak melakukan perilaku yang mereka anggap

menimbulkan sensasi yang akan dipublikasikan oleh media. Kadang-kadang mereka tidak

menyadari bahwa perbuatan tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan kriminal. Misalnya

merampas milik orang lain, melakukan tindak kekerasan, tawuran antargeng, dan melakukan

pembunuhan terhadap anggota geng lain . Namun setelah kami melakukan interview langsug

pada komunitas geng tersebut (Punkkers Gresik), semua realita diatas tidak sesuai dengan tujuan

utama terbentuknya Punkkers dan geng-geng tersebut. Karena tujuan utama pendirian kelompok

tersebut merupakan upaya (expresi) penolakan terhadap benyaknya peraturan-paraturan dalam

masyarakat yang banyak membatasi kegiatan (aktivitas) mereka.

Menurut hasil analisis kami, hal ini terjadi karena mereka tidak sadar bahwa ada

kemungkinan terbuka peluang bagi para penjahat yang menyusup ke dalam punkkers maupun

geng motor, sehingga masyarakat menganggap perilaku kriminal tersebut dilakukan oleh para

remaja yang sebenarnya tidak berniat untuk melakukan tindak kriminal. Penyusupan tersebut

sulit untuk diidentifikasikan, karena jumlah Punkers di kota-kota sangat banyak. Dan ketika

melakukan operasi, mereka menggunakan penutup yang menutupi seluruh wajah. Jadi sulit

sekali mengidentifikasi pelaku.

Inilah yang membuat polisi melakukan tindakan represif dan mempermaklumkan

tindakan tembak di tempat untuk para pelaku kekerasan dari geng motor. Namun demikian,

polisi harus berhati-hati menumpas perilaku kriminal tersebut, sehingga masyarakat tidak resah,

terutama bagi para orang tua yang kebetulan anak remajanya terlibat dalam Punkkers maupun

geng motor. Polisi harus benar-benar bekerja keras untuk menyisir mana remaja yang delinquent

dan mana para kriminal yang berkedok geng motor atupun punkkers juga provokator.

Membubarkan atau melarang tumbuhnya Punkers bukan merupakan jalan keluar yang

baik, bahkan akan jadi bumerang bagi penegakan hukum. Karena akan melahirkan masalah

sosial yang baru; remaja akan kehilangan ruang publik untuk berekspresi diri, dan mencari

kegiatan lain yang boleh jadi lebih patologis wujudnya, misalnya kebut-kebutan di jalan.

Page 8: Makalah geng motor

2. Faktor Kenakalan Remaja

Berdasarkan perkembangan zaman saat ini adapun yang menjadi faktor-faktor penyebab

kenakalan remaja saat ini adalah:

1. Faktor intern

Faktor intern adalah faktor yang datangnya dari dalam tubuh remaja sendiri. Faktor intern ini

jika mendapatkan contoh-contoh yang kurang mendidik dari tayangan televisi akan

menimbulkan niat remaja untuk meniru adegan-adegan yang disaksikan pada isi program televisi

tersebut. Khususnya menyangkut masalah pergaulan remaja di zaman sekarang yang makin

berani mengedepankan nilai-nilai budaya luar yang tidak sesuai dengan adat budaya bangsa.

Akhirnya keinginan meniru tersebut dilakukan hanya sekedar rasa iseng untuk mencari sensasi

dalam lingkungan pergaulan dimana mereka bergaul tanpa batas dan norma agar dipandang oleh

teman-temannya dan masyarakat sebagai remaja yang gaul dan tidak ketinggalan zaman.

Timbulnya minat atau kesenangan remaja yang memang gemar menonton acara televisi

tersebut dikarenakan kondisi remaja yang masih dalam tahap pubertas. Sehingga rasa ingin tahu

untuk mencontoh berbagai tayangan tersebutyang dinilai kurang memberikan nilai moral bagi

perkembangan remaja membuat mereka tertarik. Dan keinginan untuk mencari sensasipun timbul

dengan meniru tayangan-tayangan tesebut, akibat dari kurangnya pengontrolan diri yang

dikarenakan emosi jiwa remaja yang masih labil.

2. Faktor ekstern

Faktor ekstern adalah faktor yang datangnya dari luar tubuh remaja. Faktor ini dapat

disebut sebagai faktor lingkungan yang memberikan contoh atau teladan negatif serta didukung

pula oleh lingkungan yang memberikan kesempatan.

Hal ini disebabkan karena pengaruh trend media televisi saat ini yang banyak

menampilkan edegan-adegan yang bersifat pornografi, kekerasan, hedonisme dan hal-hal yang

menyimpang dari nilai moral dan etika bangsa saat ini. sepertinya media televisi telah memaksa

remaja untuk larut dalam cerita-cerita yang mereka tampilkan seolah-olah memang begitulah

Page 9: Makalah geng motor

pergaulan remaja seharusnya saat ini. Yang telah banyak teradopsi oleh nilai-nilai budaya luar

yang kurang dapat mereka seleksi mana yang layak dan yang tidak layak untuk ditiru.

3. Minimnya perhatian dari Orang Tua dan Lingkungan

Hal tersebut memberikan dampak buruk pula bagi remaja untuk mudah larut dalam hal-

hal negatif. Baik dari tayangan televisi maupun dari pergaulan teman-temannya. Kurangnya

perhatian orang tua banyak para remaja mencari perhatian didunia luar. Mereka cenderung

melakukan atau mencari kesenangan di lingkungan pergaulannya. Ikut-ikutan dan tak lagi dapat

membedakan yang mana baik dan buruk. Rasa takut hilang karena menganggap banyak

temannya yang melakukan hal keliru tersebut. Hingga akhirnya ketergantungan dan mereka terus

melakukannya berulang kali seperti halnya biasa dan membentuk sebuah budaya yang tak bisa

lepas dari hidup mereka. Seperti mengkonsumsi minuman keras, narkoba dan kegiatan lain yang

dinilai dapat memberikan kesenangan sesaat. Dan dampak dari kegiatan tersebut akan

menciptakan orang-orang yang hedonis.

Faktor lain yang juga ikut berperan menjadi alasan mengapa remaja saat ini memilih

bergabung dengan geng motor adalah kurangnya sarana atau media bagi mereka untuk

mengaktualisasikan dirinya secara positif. Begitu juga dengan keterlibatannya menjadi anak-

anak punk.

Remaja pada umumnya, lebih suka memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi. Namun,

ajang-ajang lomba balap yang legal sangat jarang digelar. Padahal, ajang-ajang seperti ini sangat

besar manfaatnya, selain dapat memotivasi untuk berprestasi, juga sebagai ajang aktualisasi diri.

Karena sarana aktualisasi diri yang positif ini sulit mereka dapatkan, akhirnya mereka

melampiaskannya dengan aksi ugal-ugalan di jalan umum yang berpotensi mencelakakan dirinya

dan orang lain.

4. Pengendalian

Dalam literatur sosiologi (Paul B Horton dan Chester L Hunt, 1964: 140-146, dan Alex

Thio, 1989: 176-182), ada tiga cara yang dapat dikerahkan untuk mengatasi deviasi sosial.yaitu:

Page 10: Makalah geng motor

Pertama, Internalisasi atau penanaman nilai-nilai sosial melalui kelompok informal atau

formal. Lembaga-lembaga sosial, seperti keluarga dan sekolah, adalah kekuatan yang dapat

membatasi meluasnya punkkers ataupun geng motor. Mekanisme pengendalian itu lazim disebut

sebagai sosialisasi.

Dalam proses sosialisasi itu, setiap unit keluarga dan sekolah memiliki tanggung jawab

membentuk, menanamkan, dan mengorientasikan harapan-harapan, kebiasaan-kebiasaan, serta

tradisi-tradisi yang berisi norma-norma sosial kepada remaja. Bahkan, hal yang harus ditegaskan

adalah sosialisasi yang bersifat informal dalam lingkup keluarga jauh lebih efektif. Sebab, dalam

domain sosial terkecil itu terdapat jalinan yang akrab antara orang tua dengan remaja.

Kedua, penerapan hukum pidana yang dilakukan secara formal oleh pihak negara.

Dalam kaitan itu, aparat penegak hukum, seperti kepolisian, pengadilan, dan lembaga

pemenjaraan, digunakan untuk mengatasi geng motor maupun punkkers.Keuntungannya adalah

penangkapan dan pemberian hukuman kepada anggota-anggota geng/punkkers yang melakukan

tindakan kriminal mampu memberikan efek jera bagi anggota-anggota atau remaja lain.

Kerugiannya, aplikasi hukum pidana membatasi kebebasan pihak lain yang tidak berbuat serupa.

Bukankah dalam masyarakat ada kelompok-kelompok pengendara sepeda motor yang memiliki

tujuan-tujuan baik, misalnya untuk menyalurkan hobi automotif? Selain itu bukankah ada juga

pembentukan kelompok-kelompok yang bertujuan untuk positif? Seperti kelompok peduli

lingkungan dan hutan Indonesia, etc.

Ketiga, dekriminalisasi yang berarti bahwa eksistensi geng-geng motor ataupun

punkkers justru diakui secara hukum oleh negara. Tentu saja, dekriminalisasi bukan bermaksud

untuk melegalisasi kejahatan, kekerasan, dan berbagai pelanggaran norma-norma sosial yang

dilakukan remaja. Dekriminalisasi memiliki pengertian sebagai “kejahatan yang tidak memiliki

korban”. Prosedur yang dapat ditempuh adalah pihak pemerintah dan masyarakat membuka

berbagai jenis ruang publik yang dapat digunakan kaum remaja untuk mengekspresikan

keinginannya, terutama dalam menggunakan kendaraan bermotor. Lapangan terbuka atau arena

balap bisa jadi merupakan jalan keluar terbaik. Kehadiran geng motor dan punkkers merupakan

fenomena sosial yang harus direspons secara proporsional. Menanggapi kemunculan mereka

dengan lagak sok moralistis atau menunjukkan sikap sebagai aparat negara dan orang tua yang

sedemikian histeris, justru dengan mudah memancing kaum remaja menjadi semakin sinis.

Page 11: Makalah geng motor

4. Penanaman Nilai-nilai Agama

Sebagai upaya preventif terhadap peningkatan jumlah anggota geng motor dan punkkers

di kemudian hari, perlu dilakukan penanaman nilai-nilai agama sejak dini. terutama tentang

akhlaq (moral dan etika). Dengan begitu anak akan mengetahui mana yang layak dilakukan dan

mana yang tidak boleh dilakukan. Sehingga pada saat mereka sudah mulai berinteraksi dengan

masyarakat mereka tahu batasan-batasan dan aturan yang harus dipatuhi.

Salah satu solusi yang bisa memperbaiki keadaan mereka secara efektif adalah peran;

kepedulian; dan kasih sayang orang tua mereka sendiri.

”Solusi ini akan lebih efektif, mengingat penyebab utama mereka memilih geng motor dan

punkkers sebagai bagian kehidupannya adalah karena mereka merasa jauh dari kasih sayang

orang tua. Dalam menterapi anaknya yang sudah terlanjur terlibat anggota geng motor, orang tua

bisa bekerja sama dengan psikolog yang mereka percayai. Sehingga secara pasikologis sedikit

demi sedikit anak akan mendapatkan kembali kenyamanan berada dalam kasih sayang orang tua”

selain itu kita sebagai mahluk Allah swt juga berkewajiban memasukkan nilai-nilai religius

kepada para anak didik kita. Karena bagaimanapun kita harus mematuhi peraturan-peraturan

yang telah ditetepkan oleh sang pencipta, selain itu yang menjadi benteng paling efektif untuk

mencegah nilai-nilai negatif yang sudah dijelaskan diatas hanyalah agama”.

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

Page 12: Makalah geng motor

Tindak kekerasan yang dilakukan geng motor dan punkkers ini merupakan cermin

kondisi masyarakat yang sedang sakit dan tengah mengalami krisis multidimensi yang

berkepanjangan.

Penanganan geng motor dan punkkers sendiri tidak dapat dilakukan secara represif karena

anggota-anggotanya kebanyakan berasal dari kalangan remaja. ”Hukum memang harus

ditegakkan, tetapi tetap harus dipilah-pilah”.

Di tengah kondisi masyarakat yang sedang mengalami patologi, sanksi yang bersifat

represif bukanlah obat yang mujarab. Bentuk sanksi yang bersifat represif seperti ancaman

tembak di tempat maupun ancaman dikeluarkan dari sekolah, tidak tepat.

Pasalnya sanksi represif justru tidak akan membuat anggota geng motor dan punkkers

menjadi jera. Justru dikhawatirkan remaja yang menjadi anggota-anggotanya menjadi penjahat

besar.

Untuk anggota geng motor dan punkkers yang masih remaja, sebaliknya dilakukan

pendekatan secara psikologis dan sosiologis. Penanganannya tetap perlu melibatkan masyarakat

secara luas, terutama melibatkan peran orang tua secara aktif. Orang tua menjadi ujung tombak

penting.

Membubarkan geng motor juga bukan solusi yang tepat. hal itu malah menimbulkan

tindak kriminalitas baru.Penanganan terhadap geng motor dan punkkers tak hanya sebatas

dengan cara-cara hukum. ”Polisi tetap mengedepankan cara-cara lain dengan melibatkan orang

tua, guru dan masyarakat secara luas

Bagi anggota geng motor dan punkkers yang terbukti melakukan tindak kriminal, polisi

tetap memberikan sanksi hukum.

Sanksi hukum diharapkan dapat menjadi efek jera. berharap penanganan yang dilakukan

dapat menjadi obat yang tepat. Sebab, jika obat tersebut keliru, dikhawatirkan di masa

mendatang fenomena geng motor dan punkkers dengan aksi kekerasannya justru semakin marak.

Jika melihat kenakalan remaja yang dilakukan oleh geng motor dan punnkers, maka saran

yang dapat diajukan adalah:

Pertama, sebaiknya masalah tindak pidana yang dilakukan oleh kelompok tersebut diatas

diatur secara khusus dalam sebuah peraturan daerah (perda) yang tentu saja secara yuridis harus

mengacu pada perundang-undangan yang lebih tinggi. Isi perda memuat ketentuan penanganan

Page 13: Makalah geng motor

masalah kejahatan remaja yang meliputi empat unsur, yaitu unsur preventif, unsur represif, unsur

kuratif, dan unsur koordinatif.

Ketentuan sanksinya dibuat lebih tegas, tidak hanya terhadap pelaku tetapi juga kepada

anggota kelompok geng lainnya yang mempengaruhi untuk melakukan tindak kejahatan. Dan

yang sangat penting pula adanya penyuluhan hukum kepada anggota geng motor dan punnkers

agar mereka ”melek hukum”.

Kedua, penanganan masalah tindak pidana yang dilakukan geng motor dan punnkers

harus melibatkan berbagai pihak dalam masyarakat. Upaya pembinaan dilakukan tidak hanya

terhadap pelaku tindak pidana juga terhadap semua unsur dalam masyarakat, yaitu aparat

penegak hukum, instansi terkait, dan masyarakat luas. Karena adanya aparat penegak hukum

yang profesional mutlak diberlakukan dalam upaya penegak hukum.

Begitu juga pada masyarakat, dengan dilakukannya pembinaan tersebut, diharapkan terjadi

peningkatan kesadaran hukum masyarakat untuk mematuhi peraturan yang ada, tidak melakukan

ejekan dan sangkaan buruk terhadap remaja yang tergabung dalam kelompok geng bermotor.

Terutama peran pihak keluarga remaja diperlukan agar dapat lebih memperhatikan kebutuhan

dan kasih sayang yang seharusnya didapatkan oleh para remaja seusianya, serta memberikan

bimbingan yang lebih baik terhadap apa yang mereka lakukan.

Ketiga, untuk remaja sendiri diperlukan sikap mawas diri dalam melihat kelemahan dan

kekurangan diri sendiri dan melakukan introspeksi dan koreksi terhadap kekeliruan yang telah

dilakukan. Sebaliknya, orang tua dan para pembina remaja harus memperbanyak kearifan,

kebaikan, dan keadilan, agar orang dewasa dapat dijadikan panutan bagi anak-anak muda demi

perkembangan dan proses kultivasi generasi muda penerus bangsa.***

DAFTAR PUSTAKA

Faizah, S.Ag, M.A dan H. Lalu Muchsin Effendi, Lc., M.A. “Psikologi Dakwah”.

Jakarta : Kencana, 2006.

Walgito,Bimo. Prof. Dr. (R004) “Pengantar Psikolagi Umum”. Yogyakarta :Andi Ofset

Page 14: Makalah geng motor

Kartono, Kartini, “Psikologi Umum”. (Bandung: Mandar Maju,1996)

Irwanto, Drs.dkk. “Psikologi Umum”. Jakarta, 2002.