Makalah Full Manajemen overcrowding

25
MANAJEMEN KONDISI OVERCROWDING DI INSTALASI GAWAT DARURAT 2014 Jurusan Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang Booklet Seminar Departemen Emergency

description

Makalah overcrowding di IGD dapat diatasi dengan cara manajemen yang baik

Transcript of Makalah Full Manajemen overcrowding

Page 1: Makalah Full Manajemen overcrowding

MANAJEMEN KONDISI OVERCROWDING DI INSTALASI GAWAT DARURAT

2014 Jurusan Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang

Booklet Seminar Departemen Emergency

Page 2: Makalah Full Manajemen overcrowding

MAKALAH SEMINAR EMERGENCY

Manajemen Kondisi Overcrowding di Instalasi Gawat Darurat

(disusun untuk memenuhi tugas kelompok Departemen Emergency di RS. Dr Iskak

Tulungagung)

Oleh Kelompok : 8

Lucky Ramanda

Ika Arum Dewi S.

Ivo Feorentina

Selfi Safrida

Reza Fitra K.N

Sucitra Dewi

Dwi Rinanti

Ike Izmi Zamzami

JURUSAN KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

2014

Page 3: Makalah Full Manajemen overcrowding

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada tahun 2007, data kunjungan pasien ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) di

seluruh Indonesia mencapai 4.402.205 (13,3% dari total seluruh kunjungan di RSU)

dengan jumlah kunjungan 12% dari kunjungan IGD berasal dari rujukan dengan

jumlah Rumah Sakit Umum 1.033 Rumah Sakit Umum dari 1.319 Rumah Sakit yang

ada. Jumlah yang signifikan ini kemudian memerlukan perhatian yang cukup besar

dengan pelayanan pasien gawat darurat (Keputusan Menteri Kesehatan, 2009)

Kepadatan atau overcrowding jumlah pasien di Unit gawat darurat menyebabkan

tertundanya perawatan, peningkatan angka mortalitas dan menurunnya kepuasan

pasien. Penyebab kepadatan pasien disebabkan oleh banyak faktor seperta faktor

input, manajemen staf dan output. (Liu dkk, 2012). Instalasi Gawat Darurat sebagai

gerbang utama penanganan kasus gawat darurat di rumah sakit memegang peranan

penting dalam upaya penyelamatan hidup klien. Wilde (2009) telah membuktikan

secara jelas tentang pentingnya waktu tanggap (response time) bahkan pada pasien

selain penderita penyakit jantung. Mekanisme response time , disamping menentukan

keluasan rusaknya organ organ dalam, juga dapat mengurangi beban pembiayaan.

Kecepatan dan ketepatan pertolongan yang diberikan pada pasien yang datang ke

IGD memerlukan standar sesuai dengan kompetensi dan kemampuannya sehingga

dapat menjamin suatu penanganan gawat darurat dengan response time yang cepat

dan penanganan yang tepat. Hal ini dapat dicapai dengan meningkatkan sarana,

prasarana, sumber daya manusia dan manajemen IGD rumah sakit sesuai standar

(Kepmenkes, 2009).

Salah satu cara untuk mengurangi kepadatan pasien adalah dengan metode

initiatives novels. Dimana metode ini seperti yang tertulis dalam jurnalnya yang

berjudul “ Established and Novel Initiatives to Reduce Crowding in Emergency

Departments” didapatkan hasil tingkat respon cepat pasien sebanyak 73% dari

responden dan tingkat penyelesaian 71 % dari responden. Inisiatif berbasis rumah

sakit yang paling umum adalah koordinasi pengiriman pasien ke unit rawat inap

sebanyak 46 % dari responden sedangkan sebagian kecilnya melalui pemerataan

jadwal bedah sebanyak 11% dari responden. Di antara banyak Inisiatif yang dijelaskan

untuk mengatasi ED crowding oleh American College of Emergency Physicians

(ACEP) adalah seperti pengiriman pasien ke rawat inap (rawat inap terpadu sebagai

Page 4: Makalah Full Manajemen overcrowding

upaya pengiriman pasien sebelum tengah hari), rawat inap protokol ketika kapasitas

pasien penuh, pembatalan operasi elektif, perataan jadwal bedah (perataan operasi

elektif selama seminggu), track satuan cepat, , unit observasi, ekspansi bed ED, dan

dokter triase.

Berdasarkan hal tersebut diatas maka pada pelayanaan Rumah Sakit ataupun

Instalasi Gawat Darurat, khususnya di RSUD Dr Iskak Tulungagung perlu mengetahui

kualitas layanan EMS pada tatanan cara mengatasi overcrowding pasien. Hal ini

ditujukan sebagai dasar membangun kualitas program, sebagai indikator

meningkatkan performance, sebagai proses yang berkelanjutan dalam menentukan

tujuan yang pada akhirnya berdampak pada kualitas pelayanan tertinggi rumah sakit.

1.3 Rumusan Masalah

Bagaimana cara mengatasi overcrowding pasien di Unit Gawat Darurat RSUD

Dr.Iskak Tulungagung ?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mendiskripsikan cara mengatasi overcrowding pasien Unit Gawat Darurat RSUD

Dr.Iskak Tulungagung ?

2.3.1 Tujuan Khusus

1) Mengidentifikasi tingkat overcrowding pasien di Unit Gawat Darurat RSUD Dr Iskak

Tulungagung

2) Mengetahui sistematika penanganan kondisi overcrowding

3) Mengetahui hasil penerapan sistematika penanganan overcrwoding

4) Mengetahui hasil penerapan sistematika penanganan overcrwoding

1.4 Manfaat

Dijadikan dasar informasi sebagai evidence based practice untuk mengurangi

overcrowding pasien di Unit Gawat Darurat RSUD Dr Iskak Tulungagung, yang

ditujukan sebagai dasar membangun kualitas program, sebagai indikator

meningkatkan performance, sebagai proses yang berkelanjutan dalam menentukan

tujuan yang pada akhirnya berdampak pada kualitas pelayanan tertinggi rumah sakit.

Page 5: Makalah Full Manajemen overcrowding

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi Kondisi IGD Overcrowding

Batasan yang dimaksud dengan pelayanan gawat darurat (emergency care)

adalah bagian dari pelayanan kedokteran yang dibutuhkan oleh penderita dalam waktu

segera (imediatlely) untuk menyelamatkan kehidupannya (life saving). Unit kesehatan

yang menyelenggarakan pelayanan gawat darurat disebut dengan nama Unit Gawat

Darurat (emergency Unit. Tergantung dari kemampuan yang dimilki, keberadaan UGD

tersebut dapat beraneka macam.

Kegiatan yang menjadi tanggung iawab UGD banyak macamnya. Secara umum

dapat dibedakan atas tiga macam (Flynn, 1962): (1) Menyelenggarakan pelayanan

gawat darurat Bertujuan menyelamatkan kehidupan penderita, namun sering

dimanfaatkan hanya untuk memperoleh mendapatkan pelayanan pertolongan pertama

dan bahkan pelayanan rawat jalan. (2) Menyelenggarakan pelayanan penyeringan

untuk kasus-kasus yang membutuhkan pelayanan rawat inap intensif. Merujuk kasus-

kasus gawat darurat yang dinilai berat untuk memperoleh pelayanan rawat inap

intensif.(3) Menyelenggarakan pelayanan informasi medis darurat. Menampung serta

menjawab semua pertanyaan semua anggota masyarakat tentang segala sesuatu yang

ada hubungannya dengan keadaan medis darurat (emergency medical questions).

Overcrowding di IGD telah menjadi isu selama 20 tahun lebih di rumah sakit

Kanada. Overcrowding di IGD didefinisikan sebagai suatu kondisi di mana permintaan

terhadap pelayanan gawat darurat melebihi kemampuan dari IGD untuk menyediakan

pelayanan prima dan berkualitas dalam suatu waktu tertentu (Affleck et al., 2013)

3.2. Faktor yang Mempengaruhi Kondisi IGD Overcrowding

2.2.1 Faktor Kunjungan

Dalam beberapa tahun terakhir, telah dibahas penyebab overcrowding di IGD.

Penyebab dari kepadatan di IGD tersebut sudah meliputi “penyakit musiman” dan para

orang tidak mampu yang tidak memiliki asuransi tetapi ingin mendapatkan pelayanan

prima dan aman seperti di IGD. Selain itu terdapat beberapa pasien yang merasa

mereka harus mendapat pelayanan gawat darurat. Tetapi setelah dilakukan

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diagnostik, pasien tersebut sama sekali tidak

memerlukan tindakan gawat darurat.

Page 6: Makalah Full Manajemen overcrowding

Penelitian terakhir mengungkapkan bahwa terdapat korelasi yang kuat antara

jumlah pasien yang datang ke IGD dengan masalah crowding. Hal ini dapat menjawab

jelas pertanyaan-pertanyaan yang ada tentang penyebab overcrowding di IGD. Bukan

IGD yang menyebabkan overcrowding, tetapi penyebabnya adalah rumah sakit yang

tidak mampu mengakomodasi tambahan pasien yang harus dirawat inap.

2.2.2 Respon Time (Waktu tanggap penanganan kasus)

Mekanisme response time, disamping menentukan keluasan rusaknya organ-

organ dalam, juga dapat mengurangi beban pembiayaan. Kecepatan dan ketepatan

pertolongan yang diberikan pada pasien yang datang ke IGD memerlukan standar

sesuai dengan kompetensi dan kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu

penanganan gawat darurat dengan response time yang cepat dan penanganan yang

tepat. Hal ini dapat dicapai dengan meningkatkan sarana, prasarana, sumber daya

manusia dan manajemen IGD rumah sakit sesuai standar

(Kepmenkes, 2009). Kecepatan waktu tanggap kasus juga dapat mempengaruhi tingkat

kepadatan di IGD.

Yoon et al (2003) mengemukakan faktor internal dan eksternal yang

memengaruhi keterlambatan penanganan kasus gawat darurat antara lain karakter

pasien, penempatan staf, ketersediaan stretcher dan petugas kesehatan, waktu

ketibaan pasien, pelaksanaan manajemen dan,strategi pemeriksaan dan penanganan

yang dipilih. Hal ini bisa menjadi pertimbangan dalam menentukan konsep tentang

waktu tanggap penanganan kasus di IGD rumah sakit.

2.2.3 Ketersediaan sarana dan petugas kesehatan

Peningkatan kunjungan di IGD dapat dikaitkan dengan waktu kunjungan pasien

yang membutuhkan pelayanan medis setiap saat. Tidak tersedianya berbagai sarana

kesehatan lain yang setiap saat dapat dimanfaatkan untuk memperoleh pelayanan

rawat jalan, terutama pada hari-hari libur. Basic pelayananan IGD yang memberikan

pelayanan kesehatan 24 jam ini biasanya tidak dibarengi dengan cukupnya jumlah

tenaga perawat dan dokter di tempat pelayanan. Hal ini juga dapat menjadi salah faktor

padatnya jumlah pasien di IGD .

2.2.4 Tingkat Pengetahuan Masyarakat

Makin banyak penderita yang menghemat, tidak berkunjung dulu ke dokter atau

ke klinik, karena menurut penilaian masyarakat, di IGD mereka akan mendapat

pelayanan yang lebuh cepat dan nantinya petugas pelayanan kesehatan di IGD juga

akan merujuk mereka ke pelayanan medis yang tepat.

Page 7: Makalah Full Manajemen overcrowding

2.2.5 Kebijakan Pemerintah

Pengaruh kebijakan asuransi kesehatan, yang hanya menanggung biaya

perawatan rawat jalan apabila diselenggarakan oleh UGD menyebabkan meningkatnya

jumlah kunjungan di IGD terutama oleh pasien dengan kondisi ekonomi menegah

kebawah.

3.3. Dampak Kondisi Overcrowding di IGD

Sebuah penelitian menunjukkan konsekuensi yang berat dari crowding pada

Emergency pada pasien dan dokter. Diantara temuan adalah sebagai berikut:

1. Pasien menunggu terlalu lama untuk menerima perawatan darurat. The Centers for

Disease Control dan Prevention (CDC) menemukan, pasien dinilai oleh perawat

triase untuk bersikap kritis, lebih dari 10% menunggu lebih dari 1 jam untuk melihat

seorang dokter di unit gawat darurat. Ini adalah masalah penting, karena banyak

penyakit tergantung waktu, dan intervensi dini menimbulkan hasil yang lebih baik.

Late Diagnostic mungkin sudah terlalu terlambat, dengan konsekuensi permanen

kecacatan atau kematian. Waktu tunggu dapat dikurangi dengan mengurangi akses

blok. Studi lain meneliti tingkat komplikasi antara pasien dengan sindrom koroner

akut (ACS) dan menemukan peningkatan yang signifikan dalam komplikasi serius

(sekitar 6% dibandingkan 3% kejadian kematian, serangan jantung, gagal jantung,

akhir MI, VTach atau VFib, SVT, bradikardia , stroke, atau hipotensi) pada pasien

yang mencari perawatan darurat selama masa crowding.

2. Boarding meningkatkan lama tinggal di rumah sakit, lebih jauh lagi memburuknya

akses ke perawatan darurat. Beberapa studi dokumen lama tinggal rumah sakit

lebih lama full day antara pasien di departemen darurat dibandingkan pasien

dengan penyakit serupa segera ditempatkan di unit rawat inap.

3. Boarding meningkatkan walkouts. Orang-orang lama menunggu, semakin besar

kemungkinan mereka akan meninggalkan sebelum menerima perawatan.

Sayangnya, persentase pasien dengan penyakit serius sedikit berbeda antara

pasien yang pergi dan orang-orang yang menunggu untuk perawatan. Sejumlah

walkouts ini nantinya akan membutuhkan penerimaan.

4. Kelebihan kapasitas meningkatkan kesalahan medis. Sejumlah artikel

mendokumentasikan peningkatan kesalahan medis terkait dengan boarding dan

crowding.11 Banyak dari mereka adalah kesalahan dari kelalaian dan bukan

menugaskan karena staf darurat harus secara simultan merawat inpatients dan

fokus pada situasi darurat baru datang. Menurut Joint Commission, 50% dari

Page 8: Makalah Full Manajemen overcrowding

kejadian sentinel menyebabkan cedera serius atau kematian terjadi di departemen

darurat, dan sekitar sepertiga dari ini terkait dengan crowding

5. Kelebihan kapasitas menyebabkan kematian. Emergency department telah lama

menyadari bahaya krowing dan delay dalam perawatan. Beberapa penelitian baru-

baru ini, melihat database besar yang membandingkan tingkat kematian pada

pasien mencari perawatan emergensi selama masa crowded dibandingkan saat

masa no crowded, menyimpulkan bahwa tingkat kematian lebih tinggi selama masa

crowding. Efek ini (rasio hazard untuk kematian sekitar 1,3) menawarkan target

yang lebih besar dibandingkan dengan inisiatif lain yang diberikan sangat penting,

seperti pemberian antibiotik untuk pasien pneumonia dalam waktu 4 jam, yang kini

merupakan tolak ukuran kinerja rumah sakit. Kepatuhan terhadap inisiatif ini

diperkirakan untuk mengurangi jumlah setiap 100 orang yang akan mati 93 orang.

Studi Menyisihkan Crowded diperkirakan bahwa kematian akan berkurang dari 100

menjadi antara 75 dan 83. Ini adalah jumlah besar dan berlaku untuk populasi yang

sangat besar. Dengan demikian, crowding tampaknya menjadi jauh lebih penting

untuk diselesaikan. Chalfin dan rekan (2007) mengamati untuk unit perawatan

intensif (ICU) pasien mengalami penundaan lebih dari 6 jam di transfer ke ICU, dan

menemukan peningkatan waktu tinggal dirumah sakit (7 vs 6 hari) dan tingkat

kematian yang lebih tinggi (10,7% dibandingkan dengan 8,4%) untuk pasien

tersebut.

6. Crowding menyebabkan penyimpangan ambulans. Menurut CDC, sekitar 50% dari

bagian gawat darurat mengalami crowding, dan sepertiga dari rumah sakit telah

mengalami ambulans diversion. Sembilan puluh persen dari laporan direksi

emergency crowding sebagai masalah berulang, dan studi lain telah melaporkan

ambulans diversion hingga 50 % dari departemen emergency. Crowding dan

diversion tersebut telah mengangkat alarm sehubungan kemampuan sistem

perawatan kesehatan untuk menanggapi bencana. Menariknya, ada sedikit bukti

bahwa ambulans diversion benar-benar bekerja, meskipun ada bukti untuk

perawatan tertunda dalam menghadapi ambulans diversion. Dalam hal ini, penulis

studi Nicholl menunjukkan tingkat kematian meningkat dengan times transportasi

yang memanjang. Jelas bahwa ambulans diversion didorong oleh boarding pasien

yang dirawat dan tidak dinyatakan terkait dengan masalah kepegawaian atau ruang

dalam departemen emergency itu sendiri.

7. Boarding dari inpatient mengganggu model perawatan patient-centered. Banyak

rumah sakit yang mengadopsi model perawatan patient-centered, yang berarti

bahwa tim kontinuitas merawat pasien selama mereka tinggal. Secara intuitif, jika

Page 9: Makalah Full Manajemen overcrowding

pasien menghabiskan sebagian dari mereka tinggal di departemen emergency

daripada di lantai yang tepat, kontinuitas adalah mustahil.

8. Crowding meningkatkan klaim kelalaian medis, yang meningkatkan biaya perawatan

kesehatan bagi semua orang. Frekuensi tuntutan hukum kewajiban medis diajukan

terhadap tenaga medis di emergency meningkat dengan faktor lima hanya

berdasarkan apakah pasien menunggu lebih dari, daripada kurang dari 30 menit

harus dilihat oleh dokter.

3.4. Manajemen Kondisi Overcrowding Di IGD

Internal Emergency Department Actions and Processes That Will Improve Access

and Flow

1. Bedside registration adalah konsep dasar perbaikan proses, yang sedapat mungkin

berusaha untuk merampingkan dan meningkatkan efisiensi. Banyak departemen

darurat akan triase, kemudian mendaftar, dan akhirnya menempatkan pasien di

tempat tidur. Hampir semua pasien darurat memiliki beberapa waktu menunggu

selama mereka bisa didaftarkan di samping tempat tidur, menghilangkan kebutuhan

untuk menunggu dalam antrean untuk mendaftar. Dalam mengadopsi bedside

registration, akan ada kebutuhan bagi pasien untuk memiliki "quick reg," yaitu,

dasar, seting cepat pengidentifikasi untuk mendaftarkan mereka ke dalam sistem

komputer rumah sakit. Pendaftaran lengkap kemudian dapat dicapai di bedside.

2. Batasi triase dengan apa yang crucial dan bypass triase sama sekali ketika beds

tersedia. Banyak bagian gawat darurat memiliki proses triase yang berlaku untuk

semua pasien, terlepas dari penyakit atau tingkat keparahan cedera. Akibatnya,

garis terbentuk di triase, mengalahkan manfaat utama triase, yang dengan cepat

memilah pasien yang membutuhkan apa dan di mana. Berikut adalah beberapa

contoh cara untuk merampingkan triase:

Pasien yang terlihat baik, dengan masalah lowrisk jelas seperti keseleo dan

luka, harus dikirim langsung ke daerah di mana mereka akan menerima

perawatan (misalnya, fast track area) tanpa menunda triase dengan

mendapatkan tanda-tanda vital dan / atau informasi lain yang jarang

menghasilkan perubahan pada triase. Pasien yang muncul sakit kritis atau

cedera harus dikirim langsung ke daerah yang tepat tanpa penundaan.

Dengan demikian, triase dapat lebih fokus waktu pada pasien yang

memerlukan lebih banyak evaluasi dan penilaian untuk menentukan keparahan

kondisi medis mereka.

Page 10: Makalah Full Manajemen overcrowding

Jika tempat tidur darurat yang tersedia, memungkinkan pasien untuk

memotong triase dan langsung ke bed. Bila ada staf dan ruang untuk melihat

pasien baru, tidak ada nilai tambah dalam menunda perawatan di triase.

3. Mengembangkan jalur cepat untuk mengobati patah tulang sederhana, luka, sakit

tenggorokan, dll. Memindahkan pasien dengan cepat dari arus utama dapat

membantu membuka ruang dan memungkinkan sumber daya untuk diarahkan

untuk menangan pasien yang lebih sakit dan memfasilitasi perawatan semua

pasien. Area jalur cepat harus dikelola secara konsisten dan cepat.

4. Minimalkan silo dalam departemen. Meskipun nilai trek cepat sangat establish,

pengelompokan emergency dapat menciptakan hambatan untuk aliran pasien.

Sebisa mungkin, memaksimalkan penggunaan ruang dan meningkatkan aliran

pasien dengan menggunakan tempat tidur untuk semua tujuan.

5. Perbanyak praktek observasi kesehatan. Terutama dalam menghadapi keterbatasan

kapasitas didorong oleh boarding pasien yang sudah terdaftar, pengobatan pasien

yang mungkin bisa menghindari admission melalui perpanjangan pengamatan,

diagnosis, dan pengobatan di ruang gawat darurat akan membantu mengurangi

kebutuhan kapasitas. Salah satu bidang yang berpotensi besar untuk tenaga medis

emergency adalah pembentukan protokol nyeri dada canggih untuk meningkatkan

proses diagnostik untuk pasien-pasien dengan risiko tinggi dan discharge pasien

dengan risiko minimal. Perhatikan bahwa praktek pengamatan tenaga medis atau

pembentukan protokol untuk menyingkirkan ACS di departemen darurat tidak

mengharuskan ruang tertentu untuk praktek seperti itu, meskipun itu yang mungkin

ideal. Secara keseluruhan, semakin besar masalah kapasitas, semakin gawat

emergency departemen, rumah sakit, dan pasien dilayani dengan stabil seperti

dengan protokol di departemen emergency, dengan mengurangi jumlah pasien

yang membutuhkan rawat inap. Unit observasi harus di bawah kendali departemen

emergency untuk memaksimalkan efektivitasnya.

6. Menetapkan jelas turnaround-time (TAT) gol di ruang gawat darurat untuk

memasukkan dan mengosongkan pasien, dan berkomitmen sebagai departemen

untuk mengidentifikasi dan memperbaiki semua hambatan untuk realisasi tujuan

TAT ini

7. Hati-hati mengevaluasi kebutuhan staf. Meskipun banyak model kepegawaian yang

ada, prinsip yang sama berlaku. Old staffing pattern didorong oleh pertanyaan:

"Bagaimana saya bisa bertahab dengan sedikit sumber daya" Sebagai departemen

emergency telah berkembang, pasien sakit, workups lebih komprehensif, dan

perluasan obat pengamatan telah mendorong peninjauan kembali atas kebutuhan

staf. Ukuran paling sederhana dari staf adalah apakah kebutuhan pasien dapat

Page 11: Makalah Full Manajemen overcrowding

terpenuhi secara tepat waktu. Langkah-langkah seperti waktu door-to-EKG, door-

to-antibiotik, dan door-to-pin medication dapat digunakan sebagai proxy untuk staf

yang memadai. Distribusi temporal staf harus sesuai dengan aliran pasien di

departemen emergency. Sebagai aturan kasar, dalam rangka untuk memberikan

perawatan yang cukup tepat waktu, tidak ada perawat yang mengelola lebih dari

empat pasien secara bersamaan. Untuk pasien sakit, perawat harus peduli untuk

tidak lebih dari dua pasien. Juga, mempertimbangkan jenis dan distribusi staf.

Bagian gawat darurat cenderung berat di bagian atas dengan dokter dan perawat,

dengan staf pendukung yang tidak memadai. Setiap pekerjaan yang bisa dilakukan

oleh orang lain selain dokter atau perawat harus digeser untuk mendukung staf.

8. Gunakan juru tulis untuk dokumentasi. Rata-rata dokter darurat menghabiskan tidak

kurang dari 90 sampai 120 menit dalam 8 jam pada dokumentasi. Penggunaan juru

tulis dapat mengurangi atau menghilangkan tugas ini untuk dokter, yang

memungkinkan mereka untuk melihat lebih banyak pasien pada waktu yang tepat.

Dengan perhatian yang tepat untuk dokumentasi yang tepat, program juru akan

dengan mudah membayar sendiri. Penggunaan juru tulis untuk perawat adalah

wajar, meskipun hanya sedikit akan mempertanyakan beban dokumentasi

ditanggung oleh staf perawat.

9. Penurunan TAT terkait dengan layanan tambahan. Pelayanan yang efektif bagi

pasien berarti TAT cepat untuk laboratorium dan radiologi tes. Pertimbangkan

bahwa, untuk departemen emergency yang melihat 200 pasien per hari, penurunan

rata-rata panjang departemen emergency tinggal 7,2 menit per pasien setara

dengan memiliki tempat tidur tambahan. Perbaikan kecil dalam layanan-volume

tinggi dapat memiliki dampak signifikan pada kapasitas gawat darurat.

10. Tutup ruang tunggu. Jangan mengirim pasien ke ruang tunggu setelah triase,

bahkan jika tidak ada tempat tidur untuk pasien di ruang klinik. Bawa semua pasien

menunggu untuk melihat ke gawat darurat. Pasien-pasien ini dapat disaksikan dan

reprioritized dan akan masuk ke tempat tidur lebih cepat untuk pemeriksaan. Hanya

pasien yang harus tetap di tempat tidur harus "memiliki" tempat tidur mereka

selama mereka tinggal.

11. Menggunakan protokol dan ketertiban set untuk keseragaman dan untuk

memastikan semua tes yang diperlukan dan intervensi terjadi pada kemungkinan

titik awal dalam pasien tinggal.

12. Pertimbangkan penggunaan rekam medis elektronik (EMR). Hati-hati

mempertimbangkan nilai tambah dari EMR terhadap waktu staf tambahan yang

diperlukan untuk memasukkan informasi. Jika catatan kertas yang digunakan di

departemen darurat, solusi pemindaian lokal dapat berfungsi sebagai EMR

Page 12: Makalah Full Manajemen overcrowding

sehingga grafik dari kunjungan sebelumnya yang tersedia. Meskipun penekanan

pada manfaat dari memiliki sebuah ESDM, waktu yang cukup lama dialihkan dari

sisi tempat tidur pasien ke komputer. Pertimbangkan penggunaan diperluas juru

tulis untuk memastikan bahwa dokter dan perawat berfungsi secara efektif.

13. Tentukan waktu respon untuk kedua inisiasi dan penyelesaian konsultasi.

Mengukur kali ini sebagai kebijakan kelembagaan dan mengidentifikasi mekanisme

untuk mengurangi TAT untuk dokter on call.

14. Melaksanakan protokol triase. Inisiasi protokol di triase telah ditunjukkan untuk

memfasilitasi perawatan pasca-triase lebih tepat waktu. Namun, penggunaan

protokol harus dilakukan sedemikian rupa tidak untuk merebut tujuan utama dari

triase: Untuk mengidentifikasi mereka yang sangat membutuhkan pengobatan yang

tepat waktu.

15. Menetapkan dokter untuk triase. Dalam departemen dengan berlebihan masalah

kapasitas, menempatkan dokter di triase dapat merampingkan pemulangan pasien

minor dan membantu memulai perawatan untuk pasien sakit. Secara umum, ini

membutuhkan seorang dokter tambahan untuk staf gawat darurat, dan

pertimbangan biaya yang terlibat harus menjadi faktor dalam keputusan untuk

melembagakan praktek ini. Seperti disebutkan sebelumnya, fungsi triase primer

tidak boleh dirampas.

16. Memantau praktisi individu di departemen darurat berkaitan dengan TAT secara

keseluruhan, jumlah dan jenis tes diperintahkan, dan persentase pasien yang

dirawat. Data tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi praktek dokter yang

membutuhkan pemantauan lebih dekat dan / atau perbaikan.

17. Perawatan tangguhan untuk pasien tidak mendesak. Meskipun dipraktekkan di

beberapa daerah, ada sedikit data untuk mendukung keselamatan pasien menunda

tidak mendesak untuk fasilitas lain. Dokter melaporkan bahwa, dalam rangka untuk

menentukan bahwa seorang pasien tidak mendesak, mereka harus melakukan

cukup dari evaluasi untuk membuat diagnosis. Setelah diagnosis dibuat, maka apa

gunanya penangguhan / rujukan? Catatan penelitian (dikutip sebelumnya) bahwa

pasien tidak mendesak TIDAK menciptakan penundaan untuk pasien yang

mendesak yang perlu dilihat. Proses penangguhan perawatan tidak boleh dianggap

tanpa terlebih dahulu memastikan tindak lanjut tertentu untuk pasien.

18. Memperluas ukuran gawat darurat. Memiliki ruang dan staf yang sesuai untuk

mencocokkan volume pasien darurat sangat penting untuk berfungsinya gawat

darurat. Dengan pesatnya pertumbuhan volume pasien darurat, ekspansi fisik

mungkin diperlukan. Perhatikan bahwa ruang meningkat baik dengan

meningkatkan ruang fisik atau dengan menurunkan rata-rata TAT. Proses

Page 13: Makalah Full Manajemen overcrowding

perbaikan secara substansial lebih murah dan mungkin lebih efektif dalam jangka

panjang daripada perluasan ruang. Jika kebutuhan ruang didorong oleh pesantren

dari pasien yang dirawat, meningkatkan ruang cenderung hanya meningkatkan

jumlah asrama, dan dengan demikian akan merugikan diri sendiri.

19. Ambulans diversion. Meskipun ambulans diversion tidak bekerja untuk

meringankan crowding dan mungkin mengakibatkan memburuknya perawatan,

tindakan "going on diversion" adalah cara yang efektif untuk memberitahu rumah

sakit, anggota staf, dan masyarakat dari kondisi krisis.

20. Memberikan staf tambahan selama masa peningkatan volume. Hal ini dapat dicapai

dengan menggunakan on-call dokter dan perawat atau dengan penjadwalan shift

pendek dengan harapan bahwa staf dapat diminta untuk datang dalam 1 sampai 2

jam lebih awal atau tinggal 1 sampai 2 jam terlambat, sebagai tuntutan kapasitas.

Pemicu dalam sistem tersebut harus secara jelas didefinisikan oleh kriteria obyektif

ketimbang menyerahkannya ke interpretasi.

21. Memiliki pemahaman yang jelas tentang kekuatan keuangan dari departemen

darurat dan dampaknya terhadap kesehatan fiskal secara keseluruhan lembaga.

Semua pemangku kepentingan harus memiliki pemahaman yang jelas tentang

manfaat dari gawat darurat yang dikelola dengan baik dan kerusakan institusional

dari departemen darurat kurang berfungsi.

Hospital Actions and Processes That Will Improve Access and Flow

1. Menciptakan kesadaran kelembagaan bahaya yang terkait dengan crowding

departemen emergency karena boarding pasien darurat. Solusi dapat ditemukan

bila ada kesadaran budaya rumah sakit bahwa crowding adalah masalah untuk

dibagikan dan diselesaikan melalui upaya seluruh institusi.

2. Cocokkan sumber daya dengan kebutuhan. Staffing harus sesuai dengan kebutuhan

pasien. Seringkali malam hari merupakan waktu kegiatan terbesar untuk kedua

pemakaian dan mengakui pasien di rumah sakit, yang mungkin tidak cocok dengan

staf perawat, rumah tangga, atau jasa yang diperlukan lainnya. Juga, akhir pekan

cenderung menjadi kekurangan ketika dicocokkan kebutuhan pasien.

3. Bergerak menuju 24/7 budaya operasional. Akhir pekan berbahaya di rumah sakit,

jadi sekali lagi, sumber cocok dengan kebutuhan pasien. Periksa debit pasien pada

akhir pekan, yang cenderung lebih rendah karena meliputi dokter yang melakukan

tidak tau pasien, dan kurangnya sumber daya lainnya pada akhir pekan (misalnya,

stress testing). Melaksanakan proses untuk meningkatkan perawatan dan

memfasilitasi pelepasan pada akhir pekan. Memperluas layanan dan staf di mana

diperlukan.

Page 14: Makalah Full Manajemen overcrowding

4. Mengkoordinasikan penjadwalan pasien elektif dan kasus bedah. Studi menunjukkan

bahwa masuknya merata pasien bedah elektif (terutama pada awal minggu) adalah

kontributor utama untuk melebihi kapasitas di departemen emergency.

5. Alamat keterlambatan dalam menggerakkan pasien darurat dirawat di rumah sakit

yang disebabkan oleh menunggu laporan keperawatan. Hal ini penting untuk

komunikasi terjadi ketika pergeseran keperawatan berubah dan staf yang berbeda

mengambil alih perawatan pasien. Namun, "lock-out" dalam hal ketika sebuah

laporan pasien dapat diberikan atau pasien dirawat di unit rawat inap harus

dihilangkan.

6. Periksa proses debit dan mengukur semua alasan untuk keterlambatan debit pasien.

Jangan menganggap penyebabnya diketahui tanpa benar-benar mengukur itu.

Proses discharge telah menjadi dramatis lebih kompleks. Peran dan fungsi tepat

waktu dokter, perawat, dan staf dari ambulans, rumah jompo, pelayanan sosial,

manajemen perawatan, farmasi, radiologi, laboratorium, layanan tambahan lainnya,

dan rumah tangga semua mempengaruhi proses pembuangan dan harus diperiksa.

Mengidentifikasi bagian-bagian dari proses discharge yang dapat dimulai sejak dini

dalam mengantisipasi debit. Lembaga ini harus berkomitmen untuk mengambil

tindakan pada temuan dan meningkatkan ketepatan waktu dari proses discharge.

Secara khusus, lembaga harus berhasil memaksimalkan debit tepat waktu untuk

meningkatkan ketersediaan tempat tidur untuk mereka yang membutuhkan. Salah

satu praktek, dilaporkan sebagai Institute for Healthcare Improvement inisiatif,

adalah penggunaan papan tulis debit. Sebuah papan tulis kecil di kepala setiap

tempat tidur pasien menguraikan apa yang telah terjadi sebelum pasien

dipulangkan (misalnya, konsultasi terapi fisik, konsultasi diet, dll) Praktek ini

menginformasikan thefamily, pasien, dan staf dari apa yang harus terjadi , dan

mereka menjadi driver untuk setiap proses.

7. Apakah semua layanan rawat inap yang dikelola oleh hospitalists, dan memiliki

semua ICU dikelola oleh intensivists. Hal ini menyebabkan baik perawatan dan

panjang lebih pendek tinggal.

8. Gunakan lounge debit untuk pasien yang menunggu debit. Mempertimbangkan untuk

memindahkan proses rawat inap discharge seluruh ke daerah debit sehingga tidur

dapat dibuat tersedia bagi pasien yang membutuhkan penerimaan.

9. Relokasi mengakui pasien asrama di departemen theemergency karena kurangnya

tersedia tempat tidur di unit rawat inap untuk lorong-lorong, ruang konferensi, atau

Solaria (misalnya, protokol kapasitas penuh, www.hospitalovercrowding.com)

dalam unit-unit rawat inap. Dengan setiap unit mengambil sejumlah kecil pasien,

Page 15: Makalah Full Manajemen overcrowding

gawat darurat dapat terus berfungsi untuk merawat keadaan darurat, tanpa terlalu

menekankan unit rawat inap.

10. Menyewa "bed czar." Orang ini harus memerintahkan semua tempat tidur rumah

sakit digunakan dan bertanggung jawab untuk pencocokan yang tepat dan tepat

waktu dari sumber daya tempat tidur untuk kebutuhan pasien. Idealnya, tempat

tidur tsar independen dari departemen rumah sakit dan laporan administrasi senior.

11. Pertimbangkan unit masuk express. Untuk pasien gawat darurat dirawat di rumah

sakit, mempertimbangkan memiliki tempat yang jauh dari daerah perawatan pasien

di departemen darurat untuk melakukan dokumen untuk penerimaan pengolahan,

yang dapat memakan waktu. Hal ini dapat digabungkan dengan mengungkapkan

mengakui tim dari departemen darurat didedikasikan untuk mendapatkan pasien di

lantai atas.

12. Pertimbangkan penggunaan generik agar masuk set diprakarsai oleh dokter

darurat. Set perintah ini akan terbatas pada perintah dasar, seperti aktivitas, diet,

alergi, status DNR [tidak menyadarkan], dan mungkin satu perintah untuk obat

penghilang rasa sakit. Hal ini tidak efektif untuk dokter darurat untuk bertanggung

jawab untuk menulis pesanan perawatan yang komprehensif bagi pasien yang

dirawat.

13. Menetapkan protokol rumah sakit-lebar untuk mengatasi masalah kapasitas di

departemen darurat dan menerapkan sistem peringatan ketika rumah sakit adalah

over kapasitas. Mengidentifikasi keadaan untuk peringatan dan tindakan yang akan

diambil. Mengukur keberhasilan, dan menggunakan pengukuran untuk

memodifikasi dan memperbaiki sistem peringatan.

14. Batalkan penerimaan elektif saat kapasitas rumah sakit maksimal.

High-Impact Solutions

Solusi berikut akan memiliki dampak yang signifikan pada pengurangan

boarding dan meningkatkan aliran pasien melalui bagian emergency:

1. Pindahkan pasien darurat yang telah dirawat di rumah sakit dari departemen darurat

ke daerah rawat inap, seperti lorong-lorong, ruang konferensi, dan Solaria (lihat

Penuh Kapasitas Protokol di www.hospitalovercrowding.com). Jika setiap unit

rumah sakit akan merawat sejumlah kecil pasien tambahan, beban asrama akan

lebih merata di seluruh rumah sakit, sehingga membebaskan departemen darurat

untuk berfungsi secara efektif tanpa terlalu menekankan unit rawat inap.

2. Mengkoordinasikan pemulangan pasien rumah sakit sebelum tengah hari. Penelitian

menunjukkan bahwa debit tepat waktu pasien secara signifikan dapat

meningkatkan aliran pasien melalui departemen darurat dengan membuat lebih

Page 16: Makalah Full Manajemen overcrowding

banyak tempat tidur rawat inap yang tersedia untuk pasien darurat. Namun, proses

discharge telah menjadi lebih kompleks, dan pemakaian pasien siang akan

membutuhkan kepemimpinan dan perubahan dalam budaya dan proses yang harus

melibatkan dokter, perawat, dan staf dari ambulans, rumah jompo, pekerjaan sosial,

manajemen perawatan, farmasi, radiologi, laboratorium, dan rumah tangga.

3. Mengkoordinasikan penjadwalan pasien elektif dan pasien bedah. Studi

menunjukkan bahwa masuknya merata pasien bedah elektif (terberat di awal

minggu) adalah kontributor utama untuk rumah sakit melebihi kapasitas mereka.

Additional Solution

Meningkatkan aliran pasien melalui bagian gawat darurat dapat menghemat

waktu tetapi sering menambah biaya yang signifikan. Metode meningkatkan aliran,

seperti menggunakan ahli-ahli Taurat, menambahkan perawat dan tenaga pendukung,

meningkatkan waktu turnaround untuk laboratorium dan X-ray (termasuk penggunaan

point-of-care testing), mendirikan catatan elektronik, memasang kios pendaftaran, dan

memungkinkan perawat untuk tes order di triase (triage muka) dapat menurunkan triase

untuk melepaskan waktu. Namun, biaya untuk menerapkan prosedur ini sering melebihi

jumlah tabungan yang mereka hasilkan. Berikut ini adalah solusi tambahan yang akan

meningkatkan aliran pasien darurat, bersama dengan pro dan kontra dari masing-

masing:

1. Bedside Pendaftaran. Mendaftarkan pasien di samping tempat tidur atau

menghilangkan sama sekali triase (dengan menempatkan pasien langsung di

tempat tidur) dapat mengurangi waktu menunggu dari triase ke tempat tidur darurat

dan memberikan penghematan kecil dalam waktu, tergantung pada waktu saat ini

dikhususkan untuk proses ini. Namun, lebih banyak personil biasanya diperlukan,

dan menghilangkan triase hanya mungkin jika tempat tidur kosong ada.

2. Fast Track Unit. Mendahulukan pasien dengan kondisi medis tidak mendesak ke

daerah yang terpisah dari departemen darurat untuk perawatan, sebuah praktek

yang dikenal sebagai "jalur cepat," sering membutuhkan lebih banyak personil,

tetapi juga memberikan staf kemampuan untuk cepat menangani pasien rendah

ketajaman. Namun, lanjut partisi gawat darurat menjadi unit-unit yang terpisah

mungkin tidak membantu dan juga akan membuat silo dan hambatan untuk aliran

pasien.

3. Unit observasi. Rumah sakit yang telah menambahkan daerah pengamatan telah

mengurangi crowding, tetapi bukan tanpa konstruksi yang signifikan dan biaya

personil.

Page 17: Makalah Full Manajemen overcrowding

4. Triage Dokter. Melibatkan seorang dokter dalam proses triase adalah cara yang

mahal untuk pasien debit rendah ketajaman cepat, yang tergantung pada jumlah

pasien rendah ketajaman mungkin bisa membantu. Namun, merujuk pasien dari

departemen darurat akan membutuhkan pilihan yang memadai untuk referensi

tersebut.

5. Membatalkan operasi elektif. Praktek ini dapat sangat mengurangi permintaan untuk

tempat tidur rawat inap, tetapi pendapatan yang hilang biasanya tidak diimbangi

dengan perawatan pasien darurat tambahan

“Solutions” That Are Not Effective

Beberapa rumah sakit telah memperluas departemen darurat mereka sebagai

cara untuk meningkatkan kapasitas mereka untuk merawat pasien. Namun, hal ini tidak

memecahkan kepadatan penduduk. Dengan sedikit tekanan pada sistem, rumah sakit

mungkin hanya memperluas ke ruang tambahan, meningkat daripada mengurangi

jumlah pasien yang masuk yang naik. Solusi yang lebih efektif adalah dengan

menambahkan area observasi.

Selain itu, daerah-daerah tertentu untuk pasien habis di lantai rawat inap

cenderung tidak digunakan oleh perawat rawat inap kecuali bila protokol kapasitas

penuh menempatkan tekanan pada bagian mereka dari sistem.

Beberapa rumah sakit menggunakan hospitalists untuk mengkoordinasikan

perawatan pasien. Menggunakan dokter berbasis rumah sakit, seperti hospitalists dan

intensivists, telah terbukti mengurangi panjang rumah sakit tinggal tetapi tidak gawat

darurat waktu tunggu.

Ambulans pengalihan digunakan oleh departemen darurat banyak, tetapi

semakin jelas bahwa, dalam banyak keadaan, itu hanya tidak bekerja. Juga,

pertumbuhan jumlah penelitian substantiates membahayakan pasien yang perawatan

tertunda karena dialihkan ke rumah sakit lebih jauh. Penelitian menunjukkan latihan

adalah baik tidak aman dan tidak efektif dan harus ditinggalkan sebagai pilihan untuk

mengatasi masalah rumah sakit crowding. Beberapa sistem yang telah dieliminasi

pengalihan sebagai pilihan belum melihat memburuknya berkerumun.

Page 18: Makalah Full Manajemen overcrowding

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Profil IGD dr. Iskak Tulungagung

Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah pelayanan rumah sakit yang memberikan

pelayanan pertama pada pasien dengan ancaman kematian dan kecacatan secara

terpadu dengan melibatkan multidisiplin. Pelayanan IGD di RS. Dr. Uskak Tulungagung

mengalami rehabilisasi total pada tahun 2012 agar dapat memberikan pelayanan

secara lebih komprehensif, cepatbdan nyaman. Semua fasilitas yang tersedia di IGD

dirancang khusus sesuai fungsinya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap

pelayanan emergency, yaitu terdiri dari triase primer, triase sekunder, area non kritis

(green zone), area semi kritis (yellow zone), Asthma Bay, area kritis (red zone), kamar

operasi, ruang radiologi dan ruang observasi intensif (ROI). IGD melayani 24 jam

dengan 3 shift perawat dan dokter jaga 24 jam selalu ada ditempat.

Fasilitas di IGD dr.Iskak Tulungagung dapat dikatakan sangat memadahi untuk

kebutuhan pelayanan pasien gawat darurat. Di area kritis (Red Zone) dilengkapi dengan

alat manajemen ABC lengkap, bedside monitor, infuse pump, syring pump, defibrilator,

Autoplus, Neopuff, Parrapuff, dan lain-lain. Di area semi critis (Yeloow Zone) yang

berkapasitas 30 bed dilengkapi dengan bedside monitor dan oksgienasi pada masing-

masing bed. Sedangkan di area non kritis (Green Zone) dilengkapi dengan ruang

tindakan untuk pasien trauma, ruang observasi, dan ruang psikiatri. Namun demikian

sistem manajerial pasien di IGD ini masih belum dilaksanakan secara optimal, sehingga

masih sering timbul jumlah kunjungan melebihi kapasitas ruangan yang dapat

diakibatkan oleh beberapa faktor.

Gambar 3.1 Fasilitas Pelayanan IGD dr. Iskak Tulungagung

Page 19: Makalah Full Manajemen overcrowding

3.2 Alur Penanganan Pasien di IGD dr. Iskak Tulungagung

Eagle eye ( Pemeriksaan menngunakan panca indera)

Penerimaan pasien di dropzone Triase Primer Pro aktif

(Persiapan alat : ex cervical colar, brangkat)

Pemilahan kondisi keparahan

Triase sekunder

Registrasi pasien Anamnesa Pengkajian Fisik

EKG,TTV, GDA

Red Zone (Critical Area)

Yellow Zone (Semi Critis Area)

Green Zone (Non Critical)

Area)

ABC Manajemen

Bedside Monitor

Anamnesa, Pengkajian fisik, Lab, diagnostik

Konsul

Terapi farmako

Pindah ruang intensif

ABC Manajemen

Bedside Monitor (jika perlu)

Anamnesa, Pengkajian fisik, Lab, diagnostik

Konsul

Terapi farmako

Pindah ruang/ KRS

Anamnesa,Pengkajian fisik, Lab, diagnostik

Penatalaksanna trauma (jika kasus trauma)

Terapi farmako

Kontrol poli/ KRS

Gambar 3.2 Alur Penatalaksannan Pasien di IGD

Page 20: Makalah Full Manajemen overcrowding

3.3 Jumlah Kunjungan IGD dr. Iskak Tulungangung

Kondisi overcrowding (kelebihan pengunjung)di IGD dr. Iskak Tulungagung sering

terjadi setiap hari dan setiap shift terutama di ruang semi critis (Yellow zone). Berikut

merupakan data jumlah kunjungan pasien yellow zone periode 16 Juni 2014 sampai 11

Juli 2014.

Tabel 3.1 Jumlah Kunjungan IGD dr. Iskak Tulungagung

Tanggal Pagi Siang Malam Total BOR (%)

16/6/14 18 24 12 54 123,3333

17/6/14 20 22 12 54 133,3333

18/6/14 8 17 12 37 150

19/6/14 16 14 10 40 150

20/6/14 23 17 5 45 193,3333

21/6/14 13 18 14 45 173,3333

22/6/14 22 22 14 58 133,3333

23/6/14 19 23 10 52 256,6667

24/6/14 12 18 10 40 120

25/6/14 31 32 14 77 263,3333

26/6/14 6 13 18 36 136,6667

27/6/14 26 44 9 79 163,3333

28/6/14 20 12 9 41 183,3333

29/6/14 19 13 17 49 160

30/6/14 21 19 15 55 110

01/7/14 20 11 17 48 123,3333

02/7/14 10 8 15 33 156,6667

03/7/14 10 13 14 37 183,3333

04/7/14 18 17 12 47 163,3333

05/7/14 19 18 18 55 156,6667

06/7/14 23 9 17 49 126,6667

07/7/14 20 13 14 47 150

08/7/14 15 12 11 38 123,3333

09/7/14 16 15 14 45 133,3333

Berdasarkan tabel diatas didapatkan data bahwa jumlah pasien yang masuk ke UGD dr.

Iskak setiap harinya melebihi kapasitas bed standar dimana kapasitas bed standar

sebanyak 30 bed. Dari data diatas didapatkan rata-rata BOR mulai periode 16 Juni 2014

sampai 10 Juli 2014 sebanyak 161.25%, sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah

kunjungan pasien di ruang yellow zone di IGD dr. Iskak Tulungagung melebihi kapasitasnya,

karena menurut Depkes 2000, BOR normal suatu ruangan sebanyak 60%-85%.

3.4 Sistematika Pengendalian Overcrowding

3.1 Koordinasi Pemulangan Pasien

Page 21: Makalah Full Manajemen overcrowding

Pemulangan pasien atau sistem pemindahan ke ruangan idealnya tidak

sampai 24 jam. Misalnya pasien datang pagi hari, pasien tersebut harus sudah

dipindahkan sebelum pergantian dari shift sore ke malam. Pada jurnal ini

didapatkan bahwa dari 103 Unit Gawat Darurat di Amerika 46 % diantaranya

sudah menerapkan koordinasi pemulangan pasien dengan baik, 43 % sedang

dalam proses penerapan koordinasi pemulangan pasien dan 12% Unit Gawat

Darurat tidak menggunakan metode ini.

3.2 Pelaksanaan Protokol Jika Pasien Penuh

Jika jumlah pasien memenuhi kapasitas bed yang tersedia, dapat dilakukan

pemindahan pasien dengan kondisi yang baik (keluhan minimal, tanda-tanda

vital normal) ke area yang sudah disediakan. Ex : hallway,ruangan tambahan

yang disedikan. Pada jurnal ini didapatkan bahwa dari 103 Unit Gawat Darurat di

Amerika 18 % diantaranya sudah menerapkan pelaksanaan protokol ini jika

jumlah pasien melebihi kapasitas bed, 18 % sedang dalam proses penerapan

protokol ini dan 63% Unit Gawat Darurat tidak menggunakan protokol ini.

3.3 Pembatalan Operasi Elective

Terdapat beberapa kondisi pasien yang membutuhkan operasi namun tidak

harus disegerakan. Kondisi pasien ini dapat dikatakan menjadi prioritas kedua

jika terdapat pasien yang mempunyai kondisi lebih gawat. Pembatalan /

penundaan bedah elektif biasanya dilakukan untuk mengurangi waktu tunggu

dan kepadatan pasien di IGD. Pasien dengan kondisi stabil dan tidak

mempunyai resiko kecacatan dapat dipindahkan dulu ke ruangan bangsal dan

dilakukan persiapan operasi di bangsal. Pada jurnal ini didapatkan bahwa dari

103 Unit Gawat Darurat di Amerika 14 % diantaranya sudah menerapkan sistem

pembatalan operasi elektif, 18 % sedang dalam proses penerapan sistem dan

71% Unit Gawat Darurat tidak menggunakan sistem ini.

3.4 Memperlancar Jadwal Operasi

Menjadwalkan waktu operasi pada hari-hari tertentu (hari kerja) atau waktu

yang terbatas seperti pada jam 08.00-16.00 WIB dapat meningkatkan tingkat

kepadatan IGD. Pelayanan Kamar operasi di IGD hendaknya dilakukan full 7

hari tiap minggu dan selama 24 jam untuk meminimalkan waktu tunggu dan

mempercepat respon terapi pasien. Perlu diperhatikan juga pemindahan ruang

intensif pasien setelah dilakukan operasi, pastikan kesiapan ruang intensif post

operatif. Pada jurnal ini didapatkan bahwa dari 103 Unit Gawat Darurat di

Amerika 11 % diantaranya sudah menerapkan pelancaran jadwal operasi, 35 %

sedang dalam proses penerapan metode ini dan 57% Unit Gawat Darurat tidak

menggunakan metode ini.

Page 22: Makalah Full Manajemen overcrowding

3.5 Bedside Registration/ Eliminating Triage

Selama tersedia bed di IGD pasien yang berada di ruang tunggu harus

segera dibawa ke ruang triase. Pada saat pasien di ruang triase, dilakukan

pemeriksaan dan pemilahan ruangan berdasarkan tingkat keparahan pasien.

Selain itu pada saat ini harus sudah dilakukian registrasi pasien, agar

sesampainya pasien di PI/P2/P3 pasien segera mendapatkan pelayanan. Pada

jurnal ini didapatkan bahwa dari 103 Unit Gawat Darurat di Amerika 57 %

diantaranya sudah menerapkan metode ini dengan baik, 37 % sedang dalam

proses penerapan metode ini dan 9% Unit Gawat Darurat tidak menggunakan

metode ini.

3.6 Fasttrack Unit and Observation Unit

Pemilahan pasien berdasarkan kondisi kegawatan. Pasien dengan tingkat

kegawatan akut (mengancam nyawa) atau menyebabkan kecacatan harus

segera dirawat di ruang observasi. Sedangkan pasien dengan kondisi tanpa

kegawatan dapat dirawat di poli atau di P3. Pada jurnal ini didapatkan bahwa

dari 103 Unit Gawat Darurat di Amerika 81 % diantaranya sudah menerapkan

metode ini dengan baik, 9 % sedang dalam proses penerapan metode ini dan

13% Unit Gawat Darurat tidak menggunakan metode ini.

3.7 Petugas Khusus Triage

Petugas ini bertugas khusus untuk membantu pasien pindah ke ruangan

yang telah disortir berdasarkan tingkat keparahan pasien dan membantu pasen

pulang jika tidak ada kondisi kegawatan atau telah selesai mendapatkan terapi.

Pada jurnal ini didapatkan bahwa dari 103 Unit Gawat Darurat di Amerika 46 %

diantaranya sudah menerapkan koordinasi pemulangan pasien dengan baik, 43

% sedang dalam proses penerapan koordinasi pemulangan pasien dan 12%

Unit Gawat Darurat tidak menggunakan metode ini.

3.8 Expansi Tempat Tidur

Peningkatan kapasitas bed dalam 3 tahun terakhir dapat menjadi kriteria

penanganan keadaan kondisi kepadatan di Unit Gawat Darurat. Pada jurnal ini

didapatkan bahwa dari 103 Unit Gawat Darurat di Amerika 50 % diantaranya

sudah melakukan expansi jumlah bed, 10 % sedang dalam proses ekspansi

kapasitas bed dan 41% Unit Gawat Darurat tidak melakukan ekspansi jumlah

bed.

Page 23: Makalah Full Manajemen overcrowding

Gambar 3.4 Penilaian Sistematika Pengendalian Overcrowding di Amerika

3.5 Manfaat Pengendalian Overcrowding di IGD

3.5.1 Peningkatan Kualitas Mutu Pelayanan Perawatan

Kondisi yang sesuai antara kapasitas fasilitas ruangan maupun sumber

daya dapat mencpitakan suatu pelayanan yang memaksimalkan suatu ukuran

yang inklusif dari kesejahteraan klien sesudah itu dihitung keseimbangan antara

keuntungan yang diraih dan kerugian yang semua itu merupakan penyelesaian

proses atau hasil dari pelayanan diseluruh bagian. Pasien dapat memperoleh

penataksanaan gawat darurat seca komprehensif dan cepat, sehingga tercipta

peningkatan kesehatan dan kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan.

3.5.2 Mengurangi Beban Kerja Perawat

Dua faktor utama yang berkorelasi dengan bervariasinya rasio kematian itu

adalah beratnya beban kerja perawat dan tingkat pendidikan perawat. Dengan

memberikan beban kerja yang sesuai dengan kapasiitas tenaga perawat per

shif, dapat menurunkan angka keparahan penyakit pasien dan dapat

meningkatkan kualitas kerja perawat sehinnga tidak terjadi penurunan taraf

kualitas SDM rumah sakit. Kepuasan tenaga kerja dalam melakukan perawatan

pasien merupakan salah satu faktor penting yang dapat mendukung tujuan

utama pelayanan kesehatan.

Page 24: Makalah Full Manajemen overcrowding

3.5.3 Minimalisir Pembiayaan Pelayanan Kesehatan

Penanganan kondisi kegawatan yang dilakukan secara cepat (mempunyai

respon time yang baik) dapat mengurangi kerugian pembiayaan pasien akibat

jam perawatan yang bertambah. Selain itu resiko masalah administrasi pasien

menengah kebawah juga dapat dihindari lebih dini.

Page 25: Makalah Full Manajemen overcrowding

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 KESIMPULAN

Di Rs dr. Iskak tulungagung sebagian besar telah diterapkan metode

pengendalian overcrowding di IGD, namun demikian presentasi BOR masih melebihi

kapasitas maksimal ruangan, sehingga penerapan metode pengendalian overcrowding

di IGD belum diterapkan secara mkasimal. Oleh karena itu diharapkan pihak rumah

sakit dapat mengidentifikasi ulang faktor-faktor yang menyebabkan kepadatan di IGD,

dan dapat menerapkan beberapa rekomendasi metode pengendalian overcrowding

yang terbukti berhasil diadaptasi oleh beberapa unit gawat darurat di amerika.

4.2 SARAN

Penelitian selanjutnya diharapkan meneliti tentang hambatan penerapan

manajemen dalam melaksanakan inisiatif crowding dan bagaimana mereka

mempengaruhi hasil seperti keselamatan pasien, ED LOS, dan pasien / kepuasan

provider. Namun, sampai ada adopsi solusi crowding high impact, ED crowding akan

terus membebani rumah sakit.