88350759 Full Makalah Nu

30
BAB I PENDAHULUAN Puji syukur peulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Nahdlatul Ulama’”, yang merupakan sebuah organisasi islam yang terbesar nomor satu di Indonesia. Penulisaan makalah ini adalah merupakan salah satu bentuk apresiasi dari keseriusan DP HIKMAT khususnya bidang keilmuan dalam rangka menfasilitasi kegiatan diskusi dwi mingguan. Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin. BAB II

description

NU

Transcript of 88350759 Full Makalah Nu

Page 1: 88350759 Full Makalah Nu

BAB I

PENDAHULUAN

Puji syukur peulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka penulis

dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Nahdlatul Ulama’”, yang merupakan

sebuah organisasi islam yang terbesar nomor satu di Indonesia.

Penulisaan makalah ini adalah merupakan salah satu bentuk apresiasi dari keseriusan DP

HIKMAT khususnya bidang keilmuan dalam rangka menfasilitasi kegiatan diskusi dwi

mingguan.

Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik

pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk

itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan

makalah ini.

Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada

mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai

ibadah, Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.

BAB II

SEJARAH NAHDLATUL ULAMA’

Kalangan pesantren gigih melawan kolonialisme dengan membentuk organisasi

pergerakan, seperti Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada tahun 1916. Kemudian

tahun 1918 didirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan Nahdlatul Fikri (Kebangkitan

Pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan kaum santri.

Selanjutnya didirikanlah Nahdlatut Tujjar, (Pergerakan Kaum Sudagar) yang dijadikan basis

Page 2: 88350759 Full Makalah Nu

untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul

Afkar, selain tampil sebagi kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang

sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.

Sementara itu, keterbelakangan, baik secara mental, maupun ekonomi yang dialami

bangsa Indonesia, akibat penjajahan maupun akibat kungkungan tradisi, menggugah kesadaran

kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa ini, melalui jalan pendidikan dan

organisasi. Gerakan yang muncul 1908 tersebut dikenal dengan Kebangkitan Nasional. Semangat

kebangkitan memang terus menyebar ke mana-mana, setelah rakyat pribumi sadar terhadap

penderitaan dan ketertinggalannya dengan bangsa lain, sebagai jawabannya,  muncullah berbagai

organisai pendidikan dan pembebasan.

Ketika Raja Ibnu Saud hendak menerapkan asas tunggal yakni mazhab wahabi di Mekah,

serta hendak menghancurkan semua peninggalan sejarah Islam maupun pra-Islam, yang selama

ini banyak diziarahi karena dianggap bi'dah. Gagasan kaum wahabi tersebut mendapat sambutan

hangat dari kaum modernis di Indonesia, baik kalangan Muhammadiyah di bawah pimpinan

Ahmad Dahlan, maupun PSII di bahwah pimpinan H.O.S. Tjokroaminoto. Sebaliknya, kalangan

pesantren yang selama ini membela keberagaman, menolak pembatasan bermadzhab dan

penghancuran warisan peradaban tersebut.

Karena sikapnya yang berbeda, kalangan pesantren dikeluarkan dari anggota Kongres Al

Islam di Yogyakarta 1925, akibatnya kalangan pesantren juga tidak dilibatkan sebagai delegasi

dalam Mu'tamar 'Alam Islami (Kongres Islam Internasional) di Mekah yang akan mengesahkan

keputusan tersebut.

Didorong oleh minatnya yang gigih untuk menciptakan kebebasan bermadzhab serta

peduli terhadap pelestarian warisan peradaban, maka kalangan pesantren terpaksa membuat

delegasi sendiri yang dinamai dengan Komite Hejaz, yang diketuai oleh KH. Wahab Hasbullah.

Atas desakan kalangan pesantren yang terhimpun dalam Komite Hejaz, dan tantangan dari segala

penjuru umat Islam di dunia, Raja Ibnu Saud mengurungkan niatnya. Hasilnya hingga saat ini di

Mekah bebas dilaksanakan ibadah sesuai dengan madzhab mereka masing-masing. Itulah peran

internasional kalangan pesantren pertama, yang berhasil memperjuangkan kebebasan

bermadzhab dan berhasil menyelamatkan peninggalan sejarah serta peradaban yang sangat

berharga.

Page 3: 88350759 Full Makalah Nu

Berangkat dari komite dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka

setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis,

untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah berkordinasi dengan berbagai kiai,

akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama

(Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh

KH. Hasyim Asy'ari sebagai Rais Akbar.

K.H. Hasyim Asy'arie, Rais Akbar (ketua) pertama NU

Untuk menegaskan prisip dasar orgasnisai ini, maka KH. Hasyim Asy'ari merumuskan

Kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I'tiqad Ahlussunnah Wal

Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam Khittah NU , yang dijadikan

dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan

politik.

Berikut ini adalah daftar Ketua Rais Aam (pimpinan tertinggi) Syuriyah Pengurus Besar

Nahdlatul Ulama:

No Nama Tahun Menjabat

1 KH Mohammad Hasyim Asy’arie 1926 - 1947

2 KH Abdul Wahab Chasbullah 1947 - 1971

3 KH Bisri Syansuri 1972 - 1980

Page 4: 88350759 Full Makalah Nu

4 KH Muhammad Ali Maksum 1980 - 1984

5 KH Achmad Muhammad Hasan Siddiq 1984 - 1991

KH Ali Yafie 1991 - 1992

6 KH Mohammad Ilyas Ruhiat 1992 - 1999

7 KH Mohammad Ahmad Sahal Mahfudz 1999 - sekarang

BAB III

PAHAM KEAGAMAAN, DINAMIKA DAN POLITIK

Nahdlatul Ulama (NU) menganut paham Ahlussunah Wal Jama'ah, sebuah pola pikir

yang mengambil jalan tengah antara ekstrim aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrim naqli

(skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak hanya Al-Qur'an, Sunnah, tetapi juga

menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu

dirujuk dari pemikir terdahulu, seperti Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi

Page 5: 88350759 Full Makalah Nu

dalam bidang teologi. Kemudian dalam bidang fikih mengikuti empat madzhab; Hanafi, Maliki,

Syafi'i, dan Hanbali. Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan

Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat.

Gagasan kembali ke khittah pada tahun 1984, merupakan momentum penting untuk

menafsirkan kembali ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah, serta merumuskan kembali metode

berpikir, baik dalam bidang fikih maupun sosial. Serta merumuskan kembali hubungan NU

dengan negara. Gerakan tersebut berhasil membangkitkan kembali gairah pemikiran dan

dinamika sosial dalam NU.

Prinsip-prinsip dasar yang dicanangkan Nahdlatul Ulama (NU) telah diterjemahkan

dalam perilaku kongkrit. NU banyak mengambil kepeloporan dalam sejarah bangsa Indonesia.

Hal itu menunjukkan bahwa organisasi ini hidup secara dinamis dan responsif terhadap

perkembangan zaman. Prestasi NU antara lain:

1. Menghidupkan kembali gerakan pribumisasi Islam, sebagaimana diwariskan oleh para

walisongo dan pendahulunya.

2. Mempelopori perjuangan kebebasan bermadzhab di Mekah, sehingga umat Islam sedunia

bisa menjalankan ibadah sesuai dengan madzhab masing-masing.

3. Mempelopori berdirinya Majlis Islami A'la Indonesia (MIAI) tahun 1937, yang kemudian

ikut memperjuangkan tuntutan Indonesia berparlemen.

4. Memobilisasi perlawanan fisik terhadap kekuatan imperialis melalui Resolusi Jihad yang

dikeluarkan pada tanggal 22 Oktober 1945.

5. Berubah menjadi partai politik, yang pada Pemilu 1955 berhasil menempati urutan ketiga

dalam peroleh suara secara nasional.

6. Memprakarsai penyelenggaraan Konferensi Islam Asia Afrika (KIAA) 1965 yang diikuti

oleh perwakilan dari 37 negara.

7. Memperlopori gerakan Islam kultural dan penguatan civil society di Indonesia sepanjang

dekade 90-an.

Page 6: 88350759 Full Makalah Nu

Bendera Nahdlatul Ulama

Pertama kali NU terjun pada politik praktis pada saat menyatakan memisahkan diri

dengan Masyumi pada tahun 1952 dan kemudian mengikuti pemilu 1955. NU cukup berhasil

dengan merahil 45 kursi DPR dan 91 kursi Konstituante. Pada masa Demokrasi Terpimpin NU

dikenal sebagai partai yang mendukung Sukarno. Setelah PKI memberontak, NU tampil sebagai

salah satu golongan yang aktif menekan PKI, terutama lewat sayap pemudanya GP Ansor.

NU kemudian menggabungkan diri dengan Partai Persatuan Pembangunan pada tanggal 5

Januari 1973 atas desakan penguasa orde baru. Mengikuti pemilu 1977 dan 1982 bersama PPP.

Pada muktamar NU di Situbondo, NU menyatakan diri untuk 'Kembali ke Khittah 1926' yaitu

untuk tidak berpolitik praktis lagi.

Namun setelah reformasi 1998, muncul partai-partai yang mengatasnamakan NU. Yang

terpenting adalah Partai Kebangkitan Bangsa yang dideklarasikan oleh Abdurrahman Wahid.

Pada pemilu 1999 PKB memperoleh 51 kursi DPR dan bahkan bisa mengantarkan Abdurrahman

Wahid sebagai Presiden RI. Pada pemilu 2004, PKB memperoleh 52 kursi DPR.

BAB IV

BAHTSUL MASA’IL DAN ISTINBATH HUKUM NU

NU sebagai jam’iyah sekaligus gerakan diniyah Islamiyah dan ijtima’iyah, sejak

berdirinya telah menjadikan faham ahlussunnah wal jama’ah sebagai basis teologi (dasar

beraqidah) dan menganut dari salah satu dari empat madzhab : Hanafi, Maliki, Syafi’I dan

Page 7: 88350759 Full Makalah Nu

Hambali sebagai pandangan dalam berfiqh. Dengan mengikuti empat madzhab fiqh ini,

menunjukkan elestisitas dan fleksibelitas sekaligus memungkinkan bagi NU untuk beralih

madzhab secara total atau dalam beberapa hal yang dipandang sebagai kebutuhan (hajah)

meskipun kenyataannya dalam keseharian para ulama NU menggunakan fiqh Indonesia yang

bersumber dari madzhab Syafi’i. Hampir dapat dipastikan bahwa fatwa, petunjuk dan keputusan

hukum yang diberikan oleh ulama NU dan kalangan pesantren selalu bersumber dari madzhab

Syafi’i.

Dengan menganut salah satu dari empat madzhab dalam fiqh, NU sejak berdirinya

memang selalu mengambil sikap dasar untuk bermadzhab. Sikap ini secara konsekuen ditindak

lanjuti dengan upaya pengambilan hukum fiqh dari referensi dari kitab-kitab fiqh yang umumnya

dikerangkakan secara sisetematik dari beberapa komponen: ibadah, mu’amalah, munaqahah

(mnhukum keluarga), jinayah/qadha’ (pidana/peradilan). Dalam hal ini para ulama NU dan

forum bahstul masail mengarahkan orentitasnya pada pengambilan hukum kepada pendapat para

mujtahid yang muthlaq maupun muntashib. Bila kebetulan ditemukan pendapat yang telah ada

nashnya, maka qaul itulah yang dipegangi, kalau tidak ditemukan maka akan beralih ke pendapat

hasil takhrij. Bila terjadi khilaf (perbedaan) maka diambil yang paling kuat sesuai pentarjihan

ahli tarjih. Mereka juga sering mengambil keputusan sepakat dalam khilaf, akan tetapi

mengambil sikap dalam menentukan pilihan sesuai dengan situasi kebutuhan hajiyah tahsiniyah

(kebutuhan sekunder maupun dharuriyah (kebutuhan primer).

Dari segi historis maupun operasionalitas, bahstul masail NU merupakan forum yang

sangat dinamis, demoktratis dan berwawasan luas. Dikatakan dinamis sebab persoalan (masail)

yang digarap selalu mengikuti perkembangan hukum di masyarakat. Demokratis karena forum

tersebut tidak ada perbedaan antara kiyai, santri yang tua maupun yang muda. Pendapat siapapun

yang paling kuat itulah yang diambil. Dikatakan berwawasan luas sebab dalam bahstul masail

tidak ada dominasi madzhab dan selalu sepakat dalam khilaf.

BAB IV

PENUTUP

Page 8: 88350759 Full Makalah Nu

Dari uraian di atas penulis mencoba memaparkan tentang sejarah berdirinya Nahdlatul

Ulama’, seluk beluk organisasi ini di dunia politik, serta dapat diambil kesimpulan sebagai

berikut :

1. Nahdlatul Ulama (NU) menganut paham Ahlussunah Wal Jama'ah. Sumber pemikiran

NU adalah Al-Qur'an, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Kemudian dalam bidang fikih mengikuti

empat madzhab; Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali. Sementara dalam bidang tasawuf,

mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan

antara tasawuf dengan syariat.

2. Bahstul masail NU merupakan forum yang sangat dinamis, demoktratis dan berwawasan

luas. Dikatakan dinamis sebab persoalan (masail) yang digarap selalu mengikuti

perkembangan hukum di masyarakat. Demokratis karena forum tersebut tidak ada

perbedaan antara kiyai, santri yang tua maupun yang muda. Pendapat siapapun yang

paling kuat itulah yang diambil. Dikatakan berwawasan luas sebab dalam bahstul masail

tidak ada dominasi madzhab dan selalu sepakat dalam khilaf.

Selain itu, NU juga golongan yang mengikuti perkembangan zaman, sebab yang dibahas

dalam bahstul masail NU bukan hanya permasalahan kontemporer tetapi juga permasalahan-

permasalahan yang terjadi sekarang ini

DAFTAR PUSTAKA

http://www.nu.or.id/

http://id.wikipedia.org/wiki/Nahdlatul_Ulama

http://afud1428.wordpress.com/2011/02/18/makalah-tentang-nu-nahdlatul-ulama/

Page 9: 88350759 Full Makalah Nu

LAMPIRAN

Tujuan Organisasi

Menegakkan ajaran Islam menurut paham Ahlussunnah Wal Jama'ah di tengah-tengah kehidupan

masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

Usaha Organisasi

1. Di bidang agama, melaksanakan dakwah Islamiyah dan meningkatkan rasa persaudaraan

yang berpijak pada semangat persatuan dalam perbedaan.

2. Di bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai

Islam, untuk membentuk muslim yang bertakwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas.

3. Di bidang sosial-budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta kebudayaan yang

sesuai dengan nilai ke-Islaman dan kemanusiaan.

4. Di bidang ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk menikmati hasil

pembangunan, dengan mengutamakan berkembangnya ekonomi rakyat.

5. Mengembangkan usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

Struktur

1. Pengurus Besar (tingkat Pusat)

2. Pengurus Wilayah (tingkat Propinsi)

3. Pengurus Cabang (tingkat Kabupaten/Kota)

4. Majelis Wakil Cabang (tingkat Kecamatan)

5. Pengurus Ranting (tingkat Desa/Kelurahan)

Page 10: 88350759 Full Makalah Nu

Untuk tingkat Pusat, Wilayah, Cabang, dan Majelis Wakil Cabang, setiap kepengurusan terdiri

dari:

1. Mustasyar (Penasehat)

2. Syuriah (Pimpinan Tertinggi)

3. Tanfidziyah (Pelaksana Harian)

Untuk tingkat Ranting, setiap kepengurusan terdiri dari:

1. Syuriaah (Pimpinan tertinggi)

2. Tanfidziyah (Pelaksana harian)

Lembaga

Merupakan pelaksana kebijakan NU yang berkaitan dengan suatu bidang tertentu. Lembaga ini

meliputi:

1. Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU)

2. Lembaga Pendidikan Ma'arif Nahdlatul Ulama (LP Ma'arif NU)

3. Lembaga Pelayanan Kesehatan Nahdlatul Ulama ( LPKNU )

4. Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU)

5. Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LP2NU)

6. Rabithah Ma'ahid Islamiyah (RMI)

7. Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (LKKNU)

8. Lembaga Takmir Masjid Indonesia ( LTMI )

9. Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (LAKPESDAM)

10. Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (SARBUMUSI)

11. Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH)

12. Lajnah Bahtsul Masail (LBM-NU)

Lajnah

Merupakan pelaksana program Nahdlatul Ulama (NU) yang memerlukan penanganan khusus.

Lajnah ini meliputi:

1. Lajnah Falakiyah (LF-NU)

Page 11: 88350759 Full Makalah Nu

2. Lajnah Ta'lif wan Nasyr (LTN-NU)

3. Lajnah Auqaf (LA-NU)

4. Lajnah Zakat, Infaq, dan Shadaqah (Lazis NU)

Badan Otonom

Merupakan pelaksana kebijakan NU yang berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu.

Badan Otonom ini meliputi:

1. Jam'iyyah Ahli Thariqah Al-Mu'tabarah An-Nahdliyah

2. Muslimat NU

3. Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor)

4. Fatayat NU

5. Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU)

6. Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU)

7. Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU)

8. Ikatan Pencak Silat Pagar Nusa (IPS Pagar Nusa)

9. Jami'iyyatul Qurro wal Huffadz (JQH)

BAB V

Kekurangan NU

1. Sepinya kegiatan di berbagai ranting atau cabang atau wilayah.

Di beberapa daerah, kegiatan yang dibawah structural NU kurang progresif dan cenderung

sepi. Hal inilah yang kemudian membuat beberapa kalangan menyebut NU sebagai The

Page 12: 88350759 Full Makalah Nu

Silence Majority(mayoritas yang hanya diam). Hal ini jelas merugikan NU sebagai organisasi

Islam yang dibangun dengan tujuan salah satunya menegakkan agama Islam khususnya

amalan-amalan ahlussunnah wal jama’ah dan juga menyejahterakan ummat. Sebagai

organisasi yang terbesar, jangan sampai NU hanya mempunyai kegiatan yang menguntungkan

pihak NU sendiri, NU harus progresif mengadakan kegiatan yang outputnya dapat dirasakan

secara langsung oleh masyarakat luas secara umum dan masyarakat sekitar secara khusus.

Tidak hanya kuantitas kegiatan yang menjadi sasaran di dalam menyusun program kerja, tetapi

kualitas kegiatan juga penting. Kegiatan yang diadakan harus bersifat tepat sasaran, tepat

guna, dan tepat tujuan. Mempertahankan kegiatan yang sudah menjadi tradisi memang baik,

tetapi mengadakan inovasi kegiatan akan lebih baik. Ketika jaman semakin membuat tingkat

kesulitan mencapai kesejahteraan hidup semakin tinggi dan juga berefek kepada tergadainya

iman dan aqidah, kegiatan-kegiatan yang tidak hanya kegiatan keagamaan, misalnya kegiatan

seminar, training, pelatihan, kursus, membuka klinik, koperasi, dan sebagainya, sangat

dibutuhkan oleh masyarakat. Kegiatan-kegiatan yang diadakan seperti ini sebenarnya tinggal

mengadopsi konsep Fiqh Sosial yang dicetuskan oleh DR HC KH Muhammad Ahmad Sahal

Mahfudh (Rais Am Syuriah PBNU) dan kemudian mengimplementasikannya dengan berbagai

teknik dan metode yang disesuaikan dengan sasaran dan kebutuhan sehingga

memiliki output yang maksimal. Kegiatan seperti ini juga harus menyebar baik di setiap

tingkatan maupun di setiap daerah. Kemampuan berpikir inovatif dan peka terhadap kebutuhan

ummat tentu saja tidak cukup dan harus diimbangi dengan skill pengelolaan organisasi yang

tentunya sangat dibutuhkan dan harus ada di setiap jajaran structural NU.

2. Semakin besar jumlah anggota suatu kelompok, semakin tidak kohesif (kompak, lekat, solid).

Data tahun 2009 menunjukkan bahwa sebanyak lima puluh satu juta jiwa muslim dan santri

Indonesia berafiliasi dengan NU, baik secara cultural maupun secara structural. Hal ini menjadi

kelebihan yang dimiliki oleh NU yang menjadikan NU sebagai organisasi kemasyarakatan

terbesar di Indonesia, tetapi di sisi lain juga menimbulkan efek negative yang lain. Efek tersebut

adalah sulitnya mengelola keanggotaan yang sangat banyak. Di dalam hukum kohesivitas

psikologi social, semakin besar jumlah anggota suatu kelompok akan mengakibatkan

kurangnya kohesivitas para anggota kelompok tersebut. Beberapa kalangan juga menilai

bahwa NU kurang serius di dalam mengelola keanggotaan warganya. Di pihak lain, banyak

terdapat para anggota structural NU yang juga kurang memahami manajemen organisasi yang

Page 13: 88350759 Full Makalah Nu

baik yang juga akan mengakibatkan kurang solidnya barisan NU secara structural. Banyak

pertemuan di berbagai tingkatan dan daerah secara rutin dengan agenda membahas masalah

terkini ummat untuk dicarikan solusinya mungkin akan dapat menjadi sebuah solusi untuk

permasalahan kohesivitas ini. Selain itu, di sisi lain para anggota structural NU juga harus

belajar mengenai manajemen organisasi yang baik, bagaimana menyolidkan warga NU,

bagaimana menghadapi masalah ummat, bagaimana ketika ada gesekan atau tantangan dari

luar datang, dan sebagainya. Barangkali tantangan dari kaum radikalis—puritan yang semakin

tinggi menjadi hikmah bagi NU untuk semakin menyolidkan barisan dan tidak lengah sedikitpun

di dalam memperjuangkan Islam Sunni dan Ahlussunnah wal Jama’ah di Indonesia.

3. System taqlid mengharuskan para kyai NU menuntun para warga Nahdliyyin yang awam.

Warga NU sangat bervariasi, termasuk salah satunya mengenai tingkat pemahaman terhadap

Islam secara umum dan ahlussunnah wal jama’ah secara khusus. Ada yang sangat pandai dan

paham, tetapi ada juga yang tidak paham sama sekali atau taqlid buta. Hal ini jika dibiarkan

secara terus menerus, bisa saja akan merugikan. Di sini saya tidak bermaksud mengharuskan

setiap warga NU untuk berijtihad, tetapi setidaknya ada usaha dari setiap warga NU terutama

yang awam untuk belajar mengenai keilmuan dan kemadzhaban serta ahlussunah wal jama’ah

sehingga semakin mantap di dalam beramaliyyah. Begitu juga sebaliknya, dibutuhkan peran

aktif dari para kyai terutama di tingkat pedesaan untuk istiqamah di dalam memberikan kajian-

kajian yang tidak hanya bersifat akhlaq dan aqidah, tetapi juga kajian fiqh, paling tidak

disesuaikan dengan sasaran sehingga warga yang awam mampu memahami amaliyyah-

amaliyyah mereka meskipun tidak secara detail, namun akan lebih baik jika para warga mampu

untuk memahami sampai detail. Memberikan dan menyerahkan permasalahan kepada yang

bukan ahlinya merupakan perbuatan yang tidak terpuji, namun membiarkan ummat di dalam

keawaman juga bukan tindakan yang bijaksana. Busyairi Harits, seorang tokoh dari PWNU

Jawa Tengah memiliki konsep Gerakan Kiai Kampung untuk memberikan solusi agar ummat

khususnya di daerah pedesaan tidak awam mengenai masalah keagamaan dan peribadatan

serta dapat mencapai kesejahteraan.

4. Kontekstualisasi hukum membuat banyak orang terpengaruh paham skripturalis atau

tekstualis.

Page 14: 88350759 Full Makalah Nu

Corak pemikiran NU adalah mengkontekskan hukum Islam tanpa meninggalkan nilai-nilai atau

hukum-hukum yang terdapat di dalam Al Quran dan Sunnah sebagai sumber utama di dalam

penggalian hukum (istinbath al-ahkam) dan juga sebagai dalil utama. Hal ini sebagai

konsekuensi dari prinsip Ahlussunnah wal Jama’ah yang peka terhadap kemashlahatan ummat

dan moderat, salah satunya terhadap budaya. Arti moderat bukan berarti mengijinkan

berkembangnya budaya begitu saja tanpa penyaringan atau filter. Arti moderat di sini adalah

tetap menghargai adanya budaya tersebut dengan berupaya mengadakan akulturasi dan

asimiliasi dengan budaya Islam. Sehingga, budaya-budaya yang menjadi amalan-amalan warga

Nahdliyyin atau Syafi’iyyah di Indoensia dan diklaim bid’ah dlalalah tersebut sudah tidak lagi

memakai nilai Hindu, Budha, dan kejawen, tetapi justru diganti dengan nilai-nilai keIslaman,

misalkan menghilangkan unsure kesyirikan, mengisi acara dengan doa dan sesuatu yang

bermanfaat. Kontekstualisasi hukum seperti ini membutuhkan kecerdasan, kepahaman,

ketelitian, dan kehati-hatian yang sangat dalam pada kalangan kyai karena yang dihadapi tidak

hanya masalah duniawi saja, tetapi masalah keagamaan yang diperlukan ijtihad meskipun tidak

berupa ijtihad muthlaq. Di dalam hadits Rasulullah SAW bersabda kesalahan ijtihad saja tetap

diberi pahala satu, lalu mengapa masih ada pihak-pihak yang mengeklaim sesat dan salah

padahal NU dan Syafi’iyyah belum tentu salah dan mereka belum tentu benar?

Kontekstuaslisasi hukum ini juga kemudian berefek kepada sulitnya memahami hasil dari

kontekstualisasi hukum tersebut, sehingga memberikan peluang ketidakpahaman kalangan

awam yang kemudian banyak kalangan awam yang mudah terpengaruh oleh gerakan radikalis

—puritan yang cenderung tekstual dan skripturalis di dalam memahami hukum-hukum di dalam

Al Quran dan Sunnah. Hal ini yang kemudian membutuhkan upaya keras dari kalangan

cendekiawan NU dan warga NU yang duduk di jajaran structural NU untuk senantiasa

mengawal dan membentengi para warga yang masih awam agar tidak terseret dan tidak

terpengaruh oleh gerakan-gerakan semacam itu yang justru mengancam keutuhan ummat dan

ukhuwah islamiyyah.

5. Banyak para kaum muda NU terlibat ke dalam pemikir yang bebas (neo Mu’tazilah).

Pemikiran akan terus berkembang karena sifat pikiran dan ilmu pengetahuan yang dinamis.

Perkembangan pemikiran seperti ini mampu memberikan efek positif di dalam kehidupan untuk

tujuan kesejahteraan ummat. Namun, di sisi lain ketika terdapat kesulitan di dalam kehidupan

yang membutuhkan tingkat dinamis dan fleksibiltas pemikiran yang tinggi, akan justru

Page 15: 88350759 Full Makalah Nu

mengakibatkan liarnya pemikiran yang mungkin dapat keluar dari ketentuan syara’. Seperti

yang telah tercatat oleh sejarah bahwa Islam pernah berjaya di tangan kaum Mu’tazilah yang

pandai berdebat dengan teknik rasionalitas yang tinggi dan kemampuan filsafat yang hebat

untuk menghadapi kaum zindiq yang menggerogoti Islam dari dalam. Namun, di sisi lain,

mereka justru telah melampaui batas di dalam menggunakan akal dan pikiran mereka sehingga

mereka diberangus oleh mantan pengikutnya sendiri, Abu Hasan al-Asy’ari yang telah taubat

dari paham Mu’tazilah yang dianutnya selama 40 tahun, dan beliau telah menancapkan paham

Asy’ariyyah menggantikan paham Mu’tazilah. Periode saat ini banyak muncul pemikiran liberal

yang oleh beberapa kalangan dianggap sebagai pemikiran liar dan liberal yang

menyalahi syara’. Beberapa dari kalangan yang disebut sebagai neo-Mu‘tazilah oleh beberapa

pihak yang tidak setuju dengan mereka, justru menganut paham NU meskipun secara structural

tidak masuk di dalam kepengurusan NU. Terlepas apakah cara berpikir mereka benar atau

bahkan salah, keberadaan pemikiran tersebut terbukti menodai kalangan NU sendiri, bahkan

tidak jarang kalangan kyai berselisih pendapat dengan kaum muda NU yang liberal. Selain itu,

terdapat beberapa mahasiswa NU yang tergabung dalam PMII suatu universitas sering

mengadakan diskusi membahas mengenai teologi dan doktrin-doktrin yang membuat mereka

berfilsafat tanpa arah dan tujuan yang jelas dan kemudian menjadikan mereka mempermainkan

Tuhan dengan setiap tindakannya. Hal ini selain dapat menghilangkan nilai-nilai hukum Islam,

juga dapat mengancam ukhuwah di tubuh NU sendiri. Jelas efek semacam ini sangat

merugikan bagi NU sendiri. Sehingga kalangan kyai atau Syuriah atau Mustasyar harus dapat

bertindak secara tegas dan tepat di dalam menghadapi kasus seperti ini. Islam memang agama

rahmat untuk seluruh alam, namun bukan berarti universalitas dan fleksibilitas hukumnya

meninggalkan nilai-nilai yang dibawanya sendiri.

6. Sikap toleransi yang kemudian disalahartikan menyebabkan sikap toleransi yang berlebihan.

Salah satu prinsip dari Ahlussunnah wal Jama’ah adalah prinsip tasamuh yang diartikan

sebagai sikap toleransi dan menghargai perbedaan. Mungkin saja sikap pluralisme tumbuh dari

sikap toleransi ini, yang kemudian menimbulkan polemic dan kontroversi dari tingkat ulama

sampai tingkat akademis. Ada salah satu fenomena yang menurut saya kurang tepat dari segi

aqidah, misalkan ketika Yenny Wahid (putri Alloh Yarham KH Abdurrahman Wahid)

menginstruksikan kepada Barisan Ansor Serba Guna (BANSER) untuk ikut menjaga keamanan

dan ketertiban perayaan Paskah. Dari segi toleransi ummat beragama jelas ini adalah sikap

Page 16: 88350759 Full Makalah Nu

yang menguntungkan karena dapat menimbulkan good image dari kalangan non-Islam

terhadap kalangan Islam. Namun, dari segi aqidah, bisa-bisa sikap semacam ini melunturkan

aqidah seseorang. Menjaga ketertiban dan keamanan peringatan keagamaan agama lain

memang kewajiban setiap warga, namun bukankah POLRI yang seharusnya berada di garda

terdepan karena itu memang tugas POLRI? Bukankah ketika ikut menjaga peribadatan mereka

juga berarti mengakui kegiatan peribadatan mereka yang pada akhirnya berefek kepada

kepercayaan secara tidak langsung terhadap Tuhan mereka? Toleransi bukan selalu harus

terlibat secara langsung, membiarkan mereka beribadah dan tidak bersikap anarkis serta

provokatif pun sudah termasuk sikap toleransi. Toleransi memang membutuhkan pertimbangan

kemashlahatan ummat, tetapi juga bukan berarti membuat aqidah kita menjadi luntur.

7. Motivasi menulis warga Nahdliyyin rendah.

NU merupakan sebuah organisasi yang didominasi oleh kalangan santri dan kyai. Hampir

seluruh waktu di setiap harinya dipakai santri untuk mengaji kitab kuning kepada para kyainya.

Selain itu, santri juga dituntut menegakkan sembahyang-sembahyang sunnah sehingga bisa

dikatakan waktu 24 jam dalam sehari kurang bagi santri dan kyai. Betapa sibuknya mereka

untuk mencapai kemuliaan akhirat dan untuk mencari bekal menyejahterakan ummat kelak

ketika sudah keluar dari pondok. Kesibukan ini ternyata memiliki sedikit (jika tidak mau

dikatakan banyak) efek yang kurang baik bagi santri, yaitu kurangnya (bukan tidak adanya)

motivasi untuk menulis. Menulis adalah sebuah pekerjaan yang sangat mulia juga selain

mengaji. Hadlratusy Syaikh Kyai Haji Muhammad Hasyim Asy’ari (sebagai pendiri dan Rais

Akbar NU) saja rajin menulis yang membuat beliau menghasilkan karya sebanyak 20 kitab.

Apalagi para santri dan warga NU, harus mencontoh keteladanan beliau. Menulis ini juga akan

menimbulkan dampak positif bagi NU sendiri, yaitu sebagai sarana membentengi diri dari

hantaman kalangan radikalis—puritan yang notabene rajin menulis namun ketika diadakan

dialog terbuka secara ilmiah justru tidak pernah menyanggupi. Banyak media massa yang

didominasi oleh kalangan radikalis—puritan yang menjadikannya sebagai alat untuk

menyebarkan pahamnya. Buku merupakan salah satu media yang paling ekonomis dan dapat

menyebar luas sehingga untuk menghadapinya juga dibutuhkan usaha sebanding. Salah satu

upaya untuk menumbuhkan minat menulis ini sebenarnya sudah dilaksanakan oleh NU sendiri

yaitu melalui pelatihan yang diadakan oleh lembaga NU yang bernama Lembaga Kajian dan

Pengembangan Sumber Daya Manusia (LAKPESDAM). Namun, upaya ini sepertinya kurang

Page 17: 88350759 Full Makalah Nu

progresif di berbagai daerah. Upaya seperti training dan pelatihan menulis harus diupayakan

secara kontinyu dan berkualitas di berbagai tingkatan dan daerah. Tidak hanya

mengembangkan kemampuan menulis, tetapi juga mengembangkan keilmuan terkait konten

atau materi mengenai apa yang ditulis, misalkan keilmuan fiqh, hadits, Al Quran, tafsir, dan

sebagainya. Para kyai pun juga dituntut untuk memotivasi para santrinya agar memiliki gairah

berkarya.

8. Pengkaderan yang kurang progresif di beberapa daerah.

Sebagai organisasi secara structural, NU kurang dapat mengendalikan keanggotannya. Hal ini

berakibat pada pengkaderan yang kurang rapi dan kurang optimal. Banyaknya anggota dan

kader secara structural belum tentu menjamin kelangsungan NU sendiri. Selain kuantitas,

kualitas kader juga sangat penting. Karena itu, harus ada upaya pengkaderan secara serius

dan kontinyu. Misalkan, pengkaderan IPNU, IPPNU, GP Ansor dan Banser-nya, Fatayat NU,

harus dilaksanakan sesuai dengan program kerja dan konsep yang telah dicanangkan oleh NU,

seperti Pelatihan Kader Muda (Lakmud) untuk pengkaderan IPNU dan IPPNU. Tidak hanya itu,

teknik acara dan konten acara juga harus diperhatikan. Materi-materi yang diberikan harus

berkualitas, misalkan materi tentang manajemen organisasi, aswaja, keNUan, networking,

kohesivitas, pendidikan karakter dan mental, dan sebagainya. Dari situ, tentu saja dibutuhkan

peran kalangan senior di dalam mengadakan kegiatan tersebut. Pengkaderan yang berkualitas

akan melahirkan kader yang tidak hanya berkualitas, tetapi juga militan dan loyal. Kader yang

militant dan loyal akan mengakibatkan kohesivitas yang tinggi di antara para kader NU. Pada

akhirnya, NU akan menjadi organisasi yang kuat dan kokoh, tidak mudah goyah dengan

terpaan badai dan tantangan serta akan dapat memecahkan permasalahan ummat.

9. Jangan hanya berNU secara cultural, tetapi juga secara akademisi.

Sebagai jam’iyyah diniyyah, tidak cukup ketika hanya mengaku dan melaksanakan amaliyyah-

amaliyyah NU saja. Tetapi diperlukan upaya untuk paling tidak memahami amaliyyah-amaliyyah

tersebut sesuai kadar kemampuan sehingga akan semakin mantap di dalam beramaliyyah.

Tidak hanya itu, peningkatan pendidikan juga harus menjadi perhatian khusus NU. Pendidikan

merupakan permasalahan urgen dan sampai sekarang masih menjadi permasalahan yang

terus diperbincangkan. Pandai di dalam keilmuan agama merupakan tingkatan yang mulia,

namun pandai di dalam keilmuan umum juga tidak bisa dianggap remeh. Keilmuan agama dan

Page 18: 88350759 Full Makalah Nu

umum sangat bermanfaat guna mencapai kesejahteraan dunia dan kahirat (sa’adatuddarain).

Permasalahan kekinian tidak cukup diselesaikan dengan hanya beribadah dan berdoa saja,

tetapi juga dengan upaya yang membutuhkan kecerdasan dan pengembangan pemikiran dan

keilmuan guna memecahkan permasalahan ummat, khususnya yang bersifat duniawi. Efek

selanjutnya, kemiskinan, keterbelakangan, dan kebodohan dapat diminalisir dan dihilangkan

yang selanjutnya mengakibatkan kesejahteraan ummat. Arah perjuangan di dalam

mengentaskan dan memecahkan berbagai masalah tersebut harus sejalan dengan Qanun

Asasy Nahdlatul Ulama (yang dipidatokan oleh Rais Akbar NU pada Muktamar I NU, Hadlratusy

Syaikh Kyai Haji Muhammad Hasyim Asy’ari yang sekaligus menjadi Anggaran Dasar

NU), Khiththah Nahdliyyah(yang dirumuskan oleh Kyai Haji Achmad Shiddiq yang menjadi Rais

Am PBNU masa jabatan 1984—1991), dan Mabadi’ Khairu Ummat. Sehingga sebagai warga

NU, khususnya santri, harus mampu menjadi kalangan terpelajar sebelum akhirnya melakukan

upaya pengentasan kemiskinan, keterbelakangan, dan kebodohan ummat demi mencapainya

kesejahteraan ummat dan kejayaan Islam.

10. Para warga Nahdliyyin diharapkan aktif untuk menyumbangkan segala sesuatu kepada NU.

Sebagai warga yang bersedia diafiliasikan dengan NU, seharusnya memiliki komitmen tinggi

untuk berkorban kepada NU. Berkorban banyak caranya. Berkorban juga sebaiknya

dilaksanakan dengan maksimal tanpa menafikan kemampuan dan kadar diri masing-masing.

Bagi para warga Nahliyyin yang duduk di jajaran structural NU, sebaiknya melengkapi

keterampilan diri dengan keterampilan manajemen organisasi di samping keterampilan

keilmuan dan interpersonal. Bagi para warga Nahdliyyin yang memiliki kelebihan harta

diharapkan bersedia menyisihkan sebagian hartanya untuk NU, misalkan membangun gedung

NU tingkat Majelis Wakil Cabang atau Cabang atau Wilayah, agar di setiap kegiatannya NU

mampu mengaktualisasikan dirinya dengan baik tanpa terkendala fasilitas. Selain itu bisa juga

menyumbangkan hartanya untuk kegaiatan-kegaiatan NU sebagai donator. Bagi para warga

Nahdliyyin yang memiliki kelebihan di bidang pemikiran, diharapkan bersedia menyumbangkan

pemikiran dalam hal apapun untuk kemajuan NU dan kemashlahatan ummat, misalkan

pemikiran mengenai hal-hal kekinian, pemikiran mengenai konsep kegiatan yang inovatif, dan

sebagainya. Bagi para warga Nahdliyyin yang memiliki kemampuan menulis, diharapkan

bersedia menuliskan setiap pemikirannya dan mempublikasikannya kepada masyarakat NU

dan umum sehingga mampu mencerahkan tidak hanya NU saja tetapi juga masyarakat umum.

Page 19: 88350759 Full Makalah Nu

Bagi warga Nahdliyyin yang memiliki kelebihan di dalam hal kepandaian atau kefaqihan, maka

diharapkan mampu mencerahkan dan mencerdaskan ummat dengan ilmunya. Tentunya sikap-

sikap seperti harus disertai dengan pengimplementasian prinsip-prinsip ahlussunnah wal

jama’ah dengan baik.

11.  NU harus merapikan strukturalnya.

Sebuah tantangan yang berat untuk organisasi sebesar NU di dalam mengelola keanggotaan

dan organisasinya. Dibutuhkan skill dan kemampuan mengenai keilmuan manajemen

organisasi untuk mengelola organisasi besar dengan baik. NU yang juga bercorak structural

jangan hanya mengandalkan basis strukturalnya. Anggota NU sudah banyak tanpa pengelolaan

dengan baik karena sudah melekatnya tradisi ahlussunnah wal jama’ah yang berkembang di

Indonesia. Hal ini akan sangat baik jika disertai pengelolaan organsasi dengan kualitas yang

tinggi yang akan membuat organsasi menjadi sangat rapi. Efeknya, keangotaan akan jelas dan

kinerja akan semakin produktif. Sebagai salah satu contohnya, program dari PBNU yang

membuat KARTANU (Kartu Tanda Anggota NU), baik untuk warga NU secara structural

maupun secara cultural. Program ini tentunya sangat berkualitas karena dengan adanya

KARTANU ini, maka seluruh anggota dan warga NU akan tercatat di databaseNU. Jika

keanggotaan jelas, maka PBNU tidak akan kesulitan untuk berinteraksi dengan para warganya

dan juga tidak akan mengalami hambatan jika warganya membutuhkan pertolongan. Kelebihan

yang lain dari KARTANU ini tidak hanya berfungsi sebagai kartu tanda anggota saja, tetapi juga

sebagai kartu asuransi dan kartu pra bayar. Namun, sayangnya upaya PBNU ini tidak diimbangi

dengan respon yang reaktif dari jajaran structural dibawahnya yang seharusnya membantu

PBNU di dalam mengkoordinasi warga NU untuk membuat KARTANU tersebut, misalkan oleh

PWNU dan PCNU, sehingga program yang berkualitas ini kurang terpublikasi dan terealisasi

dengan baik. Upaya yang lain untuk merapikan structural NU adalah dengan cara

memasang nameboard NU dan badan otonom-badan otonom (banom) NU di setiap ranting

(desa) atau majelis wakil cabang (kecamatan) atau cabang (kabupaten) atau wilayah (propinsi),

sehingga akan jelas bahwa di daerah tersebut merupakan basis pendukung NU.

Pemasangan nameboard NU dan banom-banomnya ini merupakan tanggung jawab dari jajaran

structural NU misalkan PCNU. Pemasangan nameboard NU dan banom-banomnya ini juga

tidak dapat dilakukan “asal dipasang”, tetapi harus berada di tempat yang strategis, atau jika

dimungkinkan dipasang di kantor NU dan banom-banomnya. Hal ini akan memudahkan akses

Page 20: 88350759 Full Makalah Nu

para warga NU jika membutuhkan bantuan dari NU dan mengadakan kegiatan keNUan. Selain

upaya tersebut, merapikan organisasi juga tidak hanya merapikan secara structural, tetapi juga

merpikan program kerja dan realisasinya sehingga program kerja dapat terlaksana dengan baik

dan dampaknya dapat dirasakan oleh masyarakat.

12. NU harus bertindak tegas kepada para warganya yang melenceng dari prinsip dan ajaran

aswaja.

Ketika saya jalan-jalan di sebuah toko buku, terdapat buku yang sangat kontroversi, yaitu

Mahrus Ali yang mengaku Mantan Kiai NU dan buku yang diterbitkan oleh penerbit yang sama

yang berjudul “MWC NU Menggugat Aqidah Sesat NU”. Hal ini sangat disayangkan karena

mengancam ukhuwah NU secara khusus dan ukhuwah islamiyyah secara umum. Diperlukan

ketegasan yang nyata dari jajaran structural NU yang lebih tinggi untuk menindaklanjuti para

warganya yang mengancam ukhuwah terlebih lagi beberapa oknum warga NU yang bertindak

provokatif dan meninggalkan prinsip-prinsip aswaja. Hal ini jelas dibutuhkan untuk

menumbuhkan persepsi bahwa NU merupakan organisasi yang tidak hanya besar, tetapi juga

tanggap dan tegas secara cerdas. Respon-respon untuk tindakan semacam ini tidak cukup

dengan menulis buku-buku counter yang banyak tetapi juga dengan sikap dan tindakan seperti

yang sudah dilakukan oleh beberapa jajaran cultural dan sturktural NU misalnya dengan

memberikan pengajian kefiqhan dan debat ilmiah secara terbuka. Namun, upaya ini harus

dilakukan secara merata dan menyeluruh di setiap tingkatan dan daerah NU. Tentu saja hal ini

membutuhkan tidak hanya keilmuan semata, tetapi juga motivasi dan keberanian yang tinggi

tanpa mengancam ukhuwah dan tanpa meninggalkan prinsip-prinsip aswaja.

13. Perbaikan akhlaq dan pergaulan di kalangan pelajar dan kaum muda NU.

Ketika era semakin berkembang pesat, tidak hanya teknologi saja yang mengglobal, tetapi juga

karakteristik berpikir dan budaya dari tempat asal tekonologi tersebut. Hal ini memungkinkan

terjadinya gerusan budaya local dan local wisdom Indonesia yang banyak sesuai dengan

prinsip aswaja. Pada akhirnya, etika bersikap dan bergaul akan semakin menipis dan pudar.

Fenomena seperti ini merupakan fenomena yang sangat ironis mengingat NU tidak hanya

bergerak di bidang pendidikan dan keagamaan saja tetapi juga bergerak di bidang akhlaq dan

etika. Banyak para kaum muda dan pelajar NU di berbagai daerah yang kehilangan etika dan

mencerminkan rendahnya akhlaq yang disebabkan oleh gaya hidup yang semakin modern.

Page 21: 88350759 Full Makalah Nu

Fenomena semacam ini perlu mendapatkan perhatian khusus dari NU, terutama kalangan

structural NU. Pondok yang tersebar luas dan merata di berbagai pedesaan perlu

dimaksimalkan lagi untuk memberikan perannya di dalam memperbaiki akhlaq masyarakat.

Peran kyai juga lebih ditonjolkan lagi mengingat karakter kyai yang tidak hanya pandai mengaji,

tetapi juga bijak dan berakhlaq mulia yang harus dijadikan tauladan di setiap daerah. Oleh

karena itu, diperlukan peran aktif dari para kyai dan santri untuk tetap mempertahankan etika

dan akhlaq yang mulia di tengah arus globalisasi ini. Selain itu, saya pernah menemui karakter

santri yang “memudahkan” (jawa : nggampangke) ibadah dengan dalil Alloh Maha Tahu. Hal ini

kurang bijak jika dilakukan oleh santri yang notabene merupakan kalangan yang tidak hanya

tahu tetapi juga paham mengenai keagamaan dan ibadah (meskipun tidak bijak juga jika

dilakukan oleh orang biasa non santri). Mengetahui dan memahami secara mendalam

seharusnya lebih membuat diri seorang santri semakin rajin dan tidaknggampangke masalah

keagamaan dan ibadah. Apalagi santri menjadi role model kaum terpelajar dan harus bisa

menjadi contoh bagi masyarakat.

14. NU harus mengelola kegiatan-kegiatan dengan baik di setiap tingkatan.

Sebagai sebuah organisasi yang besar, NU membutuhkan orang-orang

dengan skill manajemen organisasi yang tinggi. Tidak hanya dibutuhkan di dalam merapikan

dan menyolidkan jajaran structural NU, tetapi juga untuk mengelola kegiatan dan program kerja

dengan baik. Kegiatan yang merupakan realisasi program kerja harus dikelola oleh NU dengan

baik agar kegaiatan tersebut terkendali dan terarah sehingga efek positif dapat dirasakan oleh

semua kalangan yang membutuhkan. Pada setiap kegiatan dan organisasi, juga dibutuhkan

tingkat koordinasi dan komunikasi yang tinggi, apalagi pada organisasi sebesar NU. Kegaiatan-

kegiatan yang diadakan juga harus dikoordinasikan dan dikomunikasikan tidak hanya dengan

structural NU setempat, tetapi juga dengan structural NU yang lebih tinggi. Hal ini bukan hanya

sekedar bentuk pertanggungjawaban kepada structural NU yang lebih tinggi, tetapi juga

memungkinkan pengawasan dari structural NU yang lebih tinggi sehingga kegiatan yang

diadakan akan semakin berkualitas. Jika koordinasi kurang, maka jajaran structural NU yang

lebih tinggi akan tidak mengetahui structural NU yang lebih rendah mana saja yang program

kerjanya terlaksana dengan baik dan structural NU yang lebih rendah mana saja yang program

kerjanya tidak terlaksana, sehingga jajaran structural NU yang lebih tinggi harus menegur dan

mengetahui permasalahan yang terjadi yang menyebabkan program kerja dapat terlaksana

Page 22: 88350759 Full Makalah Nu

dengan baik dan tidak terlaksana. Di sinilah peran structural NU yang lebih tinggi tersebut untuk

membantu jajaran structural NU yang lebih rendah di dalam kegiatan salah satunya, sehingga

kegiatan-kegaiatan NU akan berkualitas dan NU tidak akan diklaim sebagai The Silence

Majority. Selain itu, jangan sampai juga organisasi sebesar NU memiliki orsi kegiatan yang

berefek pada diri sendiri lebih besar daripada kegiatan yang berefek pada masyarakat luas.

Jangan sampai juga terlena atas keberhasilan masa lalu yang akan membuat warga NU

sekarang membanggakan nenek moyangnya dan tidak lagi berkarya.

15. Membangkitkan semangat untuk senantiasa memperkokoh NU.

Semangat dan motivasi diperlukan untuk setiap sesuatu yang membutuhkan perjuangan di

dalam mencapai goal(tujuan). Semangat di dalam mempertahankan NU dapat dilakuakn

dengan berbagai cara sesuai kadar kemampuan masing-masing warga NU. Yang jelas, jangan

sampai organisasi sebesar NU kehilangan semangat terutama semangat memperkokoh NU

dan semangat senantiasa berjuang untuk kemashlahatan ummat. Semangat ini bisa dibangun

dengan berbagai macam cara. Misalnya dengan membaca buku-buku keNUan yang berisi profil

para tokoh NU dan keberhasilan-keberhasilan NU sehingga memotivasi untuk selalu berkarya

lewat NU. Selain itu, peka terhadap realitas juga akan menimbulkan semangat dan motivasi,

seperti misalnya melihat realitas bahwa aswaja dan NU semakin tergerus oleh kalangan

radikalis—puritan yang gigih menyuarakan visi dan misinya memurnikan agama Islam serta

mengkafirkan ummat Islam yang tidak sepandangan dengan mereka, melihat realitas bahwa

ternyata masalah kebodohan, keterbelakangan, kesejahteraan, pendidikan, akhlaq, ekonomi,

dan sebagainya masih menjadi masalah serius yang perlu mendapatkan perhatian dan

penanganan khusus. Semangat dan motivasi keNUan juga dapat ditumbuhkan ketika pelatihan

kader dan reorganisasi yang disisipkan di setiap materi yang diberikan. Namun, menimbulkan

semangat dan motivasi tanpa menjaganya merupakan tindakan yang kurang berkualitas

sehingga menjaga motivasi dan semangat juga merupakan suatu hal yang tidak kalah penting

dari memunculkan semangat dan motivasi itu sendiri.

16. Mengadakan relasi dengan penerbit ternama untuk menerbitkan buku-buku keNUan.

Relasi dengan penerbit terutama penerbit yang bonafide dan ternama merupakan sebuah

langkah penting di dalam mempublikasikan dan mendistribusikan pemikiran-pemikiran,

gagasan-gagasan, dan karya-karya warga NU. Terutama sekarang NU dihadapkan dengan

Page 23: 88350759 Full Makalah Nu

pertarungan media dengan kaum radikalis—puritan yang mendominasi media, terutama buku

dan penerbit. Penerbit yang menjadi relasi juga jangan sampai hanya memikirkan untung—rugi,

tetapi juga mempertimbangkan pengorbanan terhadap NU sehingga personal

approachdibutuhkan di dalam hal ini. Sehingga, buku-buku keNUan, ke-aswaja-an, dan

kemadzhaban Syafi’i  dapat diterbitkan secara luas dan merata serta dicetak berulang kali.

17. Perkuat aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah dan madzhab Syafi’iyyah.

Tidak semua kalangan santri atau warga Indonesia yang memiliki amaliyyah-amaliyyah seperti

NU bersedia diafiliasikan dengan NU karena NU merupakan organisasi, sedangkan amaliyyah-

amaliyyah tersebut tidak terikat organisasi, tetapi terikat oleh madzhab. Sehingga kalangan

madzhab secara umum dan kalangan Syafi’iyyah secara khusus, yang tidak tergabung ke

dalam NU, juga perlu memperkuat aqidah ahlussunnah wal jama’ah dan pengetahuan tentang

kemadzhaban sehingga tidak mudah terpengaruh dan memiliki benteng pertahanan yang kuat

dari serangan kalangan radikalis—puritan.