MAKALAH fluorometri
-
Upload
pande-putu-krishna-wedana -
Category
Documents
-
view
558 -
download
3
description
Transcript of MAKALAH fluorometri
MAKALAH SPEKTROSKOPI
SPEKTROFLUOROMETRI
Disusun Oleh :
Tirzayana A. Tarawatu (108114028)
Anggun Amalia Margita (108114029)
Pande Putu Krisna W (108114030)
Ella Puspitasari (108114031)
Angelina Pangala (108114032)
LABORATORIUM KIMIA ANALISIS INSTRUMENTAL
FAKULTAS FARMASIUNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA2011
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Spektrofluorometer Luminesen merupakan salah satu alat analisis
kimia kuantitatif yang dapat menganalisis unsur berkadar rendah, dalam hal
ini alat spektrofluorometer Luminesen ini mempunyai kemampuan untuk
menganalisis Boron hingga kandungan 0,5 –10 mg dalam 50 ml sampel atau
sekitar 0,01-0,2 ppm. Analisis dilakukan dengan menggunakan metode
standar eksternal dan metoda addisi standar atau metode standar internal,
dengan memasukkan hasil pengukuran intensitas fluoresen dari sampel ke
dalam persamaan garis regresi linear yang diperoleh dari pengukuran
intensitas deret larutan standar maka kandungan Boron dalam sampel
tersebut dapat diketahui.
Boron merupakan salah satu unsur pengotor yang terdapat dalam
serbuk U3O8, karena Boron mempunyai tampang lintang/serapan netron
yang besar yaitu 4020 Barn, sehingga keberadaannya dalam bahan bakar
nuklir sangat dibatasi, biasanya hingga kandungan 10 ppm. Serbuk U3O8,
merupakan salah satu bahan baku untuk pembuatan elemen bakar nuklir.
Elemen bakar nuklir adalah material nuklir yang sangat vital dalam
suatu operasi reaktor nuklir, sehingga produksi elemen bakar nuklir harus
sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan. Untuk memperolehnya maka
terlebih dahulu dilakukan uji kualitas bahan baku untuk pembuatan elemen
bakar nuklir tersebut. Uji kualitas bahan baku tersebut antara lain adalah
analisis kadar pengotor.
Timbal atau plumbum (Pb) adalah salah satu unsur pengotor yang
biasa terdapat dalam uranil nitrat. Keberadaannya yang sangat dibatasi tidak
boleh lebih dari 200ppm, sehingga untuk menganalisisnya diperlukan suatu
metoda analisis yang mampu untuk menga-nalisis Pb hingga kandungan ppm.
Alat spektrofluorometer Luminesen dan spektrometri ICP-AES adalah alat
analisis kimia unsur yang dapat menganalisis unsur hingga kandungan part
per billion (ppb), namun penggunaan spektrometri ICP-AES untuk analisis
satu unsur Pb adalah kurang efektif dan tidak ekonomis dibanding
penggunaan alat spektrofluorometri luminesen yang cukup sederhana dan
tidak menggunakan gas argon yang harganya relatif mahal, sehingga
spektrofluorometri luminesen dapat menjadi salah satu alternatif alat untuk
menganalisis Pb yang terdapat dalam uranil nitrat.
2. MASALAH
1. Bagaimana mekanisme kerja spektrofluorometer dalam membaca
absorbansi ?
2. Gangguan apa yang bisa yang mempengaruhi pengukuran dengan metode
spektrofluorometer ?
3. Bagaimana hasil kalibrasi alat Luminesen dengan bahan standar kalibrasi
ovalen ?
4. Bagaimana menentukan batas pengukuran alat untuk analisis boron-curcumin dan daerah kerja alat untuk analisis boron-curcumin ?
5. Bagaimana menentukan daerah kerja analisis Pb menggunakan
spektrofluorometri Luminesen ?
3. TUJUAN
Untuk mencari kondisi analisis yang efektif untuk analisis boron yang
terdapat dalam bahan bakar U3O8 dengan metode spektrofluorometri
luminesen menggunakan pengomplek curcumin.
Untuk menganalisis unsur Pb dalam larutan Uranil Nitrat menggunakan
Spektrofluorometri Luminisense.
4. MANFAAT
Dari penelitian ini maka diharapkan akan didapatkan gambaran metode
analisis yang efektif untuk digunakan sebagai analisis boron yang terdapat
dalam bahan bakar nuklir U3O8.
Dari penelitian diharapkan dapat diketahui unsur Pb dalam Uranil Nitrat.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Penentuan Boron dalam Bahan Bakar Nuklir dengan Pengomplekan
Curcumin
a. Kalibrasi alat Luminesen
Pada kalibrasi alat Luminesen dengan bahan standar kalibrasi ovalen
menunjukkan bahwa alat masih dalam keadaan terkalibrasi dengan baik. Hal
ini ditunjukkan dari hasil pengukuran panjang gelombang Eksitasi dan Emisi
untuk bahan standar ovalen, sesuai dengan spesifikasi bahan standar kalibrasi
ovalen yaitu 482 nm untuk panjang gelombang Emisi, dan 342 nm untuk
panjang gelombang eksitasi, seperti tampak pada kurva dibawah ini :
b. Penentuan daerah kerja alat untuk analisis boron-curcumin
Untuk menentukan daerah kerja alat untuk analisis boron-curcumin,
dilakukan dengan penyapuan panjang gelombang eksitasi pada panjang
gelombang 230-720 nm dan untuk daerah kerja emisi dilakukan dengan
penyapuan panjang gelombang 250-800nm. Dari hasil penyapuan tersebut
diperoleh intensitas optimal dari boron-curcumin pada daerah panjang
gelombang eksitasi 230 nm dan untuk daerah kerja emisi pada panjang
gelombang 388nm. Sehingga daerah panjang gelombang tersebut digunakan
untuk pengukuran intensitas boron-curcumin berikutnya.
c. Penentuan batas pengukuran alat untuk analisis boron-curcumin
Pada penentuan batas pengukuran alat untuk analisis boron-curcumin
yang dilakukan terhadap larutan boron-curcumin dengan konsentrasi masing-
masing 0 ppm; 0.5 ppm; 1.0 ppm, 3,0 ppm; 5,0 ppm; 7,0 ppm diperoleh bahwa
batas pengukuran optimum terjadi pada konsentrasi 5 ppm sedangkan untuk
konsentrasi diatas 5 ppm sudah terjadi penurunan intensitas. Sehingga untuk
analisa boron-curcumin menggunakan spektofluorometri luminesen sebaiknya
digunakan.
Spektofluorometri luminesen sebaiknya digunakan untuk konsentasi
larutan dibawah 5 ppm. Seperti yang ditunjukan pada Tabel 1 dan Gambar 2
hubungan antara konsentrasi terhadap intensitas sinar yang diukur terlihat linier
pada konsentrasi 0.5 hingga 5 ppm dengan standar deviasi 0.5442 Sampai
dengan 0,7828.
d. Penentuan boron dalam bahan bakar nuklir U3O8
Dari hasil penentuan boron dalam bahan bakar nuklir U3O8
menggunakan metoda deret standar eksternal dengan kurva kalibrasi yang
ditunjukkan dalam Gambar 3 terlihat bahwa kurva kalibrasi yang terbentuk
cukup linear hal ini terlihat dari besarnya koefisien korelasi yang mendekati
nilai 1 yaitu 0.994, sehingga nilai perhitungan sampel yang terukur akan
mendekati nilai sebenarnya.
Dari persamaan linear kurva kalibrasi standar dilakukan perhitungan
besarnya kandungan boron yang terdapat dalam larutan sampel U3O8, pada
perhitungan tersebut diperoleh hasil perhitungan negatif, hal ini menunjukkan
bahwa boron yang terdapat di dalam sampel tersebut tidak dapat dideteksi.
Sedangkan untuk blanko sampel dalam hal ini menggunakan larutan standar
boron 5 ppm, hasil yang diperoleh mendekati hasil yang sebenarnya. Hasil
tersebut ditunjukkan dalam Tabel 2 berikut :
Dengan demikian metode yang digunakan untuk analisis boron
menggunakan alat spektrofluorometri luminsen dapat digunakan, namun
untuk preparasi sampel pada analisis boron didalam bahan bakar U3O8
menggunakan spektrofluorometri luminesen perlu di kaji ulang, karena
pengaruh unsur lain yang kandungan cukup besar dalam sampel, terbukti
sangat mempengaruhi pengukuran intensitas sampel. Terutama dengan
adanya kandungan Fe dengan konsentrasi sekitar 100 ppm dalam sampel.
Seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 4.
Gambar 4. tersebut menunjukkan bahwa keberadaan unsur Fe ini menurunkan
intensitas sinar fluoresen Boron, dimana semakin besar kandungan Fe yang
terdapat dalam larutan sampel Boron intensitas yang dihasilkan akan semakin
kecil. Sehingga keberadaan unsur Fe dalam pengukuran intensitas sinar fluoresen
Boron ini sangat mengganggu analisis. Penurunan intensitas dari Boron yang
diakibatkan oleh keberadaan unsur Fe adalah karena ikatan yang terjadi antara Fe
dengan benzoin tidak berfluoresen sedangkan ikatan Boron dengan benzoin
menghasilkan fluoresensi.sehingga melemahkan intensitas fluoresen yang
dihasilkan benzoin. [5] Hal ini terlihat dari scanning panjang gelombang intensitas
dari Fe-benzoin pada Gambar-5
Sedangkan persentase penurunan intensitas sinar fluoresen Boron-
curcumin akibat dari keberadaan pengotor Fe ditunjukkan dalam Tabel 2.
Dari Tabel 3 diatas terlihat bahwa semakin besar konsentrasi dari
pengotor Fe maka persentase penurunan intensitas yang terjadi akan semakin
besar pula, bahkan padakonsentrasi 125 ppm persentase penurunan intensitas
fluoresen Boron yang terjadi hampir 100%. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa fluoresen dari Boron sudah tidak terlihat lagi akibat adanya faktor self
quenching karena konsentrasi unsur yang besar.
2. Analisis unsur Pb dalam Uranil Nitrat menggunakan Spektrofluorometri
Luminesens
Pada penentuan daerah kerja analisis Pb menggunakan
spektrofluorometri Luminesen yang dilakukan dengan penyapuan panjang
gelombang eksitasi dari 270 – 700 nm dan panjang gelombang emisi dari 290
– 900 nm, diperoleh daerah kerja analisis Pb pada panjang gelombang 320 nm
untuk daerah eksitasi dan pada panjang gelombang 357 nm untuk daerah
emisi. Daerah kerja panjang gelombang yang diperoleh digunakan untuk
pengukuran intensitas sinar fluoresen Pb.
Tabel 2. Data pengaruh konsentrasi Morin terhadap pengukuran
intensitas Pb
Selanjutnya untuk meningkatkan intensitas Pb, maka Pb tersebut dikom-
plekskan dengan larutan pengompleks Morin. Untuk mengetahui berapa besar
pengaruh konsentrasi Morin terhadap intensitas Pb, dilakukan penentuan
pengaruh konsentrasi Morin terhadap intensitas Pb dengan cara memvariasikan
konsentrasi Morin terhadap larutan standar Pb 5 ppm. Hasil analisis tersebut
menunjukkan bahwa keberadaan Morin ini dapat menaikkan intensitas sinar
fluoresen dari Pb hingga kandungan Morin 30 ppm dengan standar deviasi 0,7647
seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.
Pada konsentrasi diatas 30 ppm terlihat bahwa keberadaan Morin dapat
menurunkan intensitas sinar fluoresen Pb seperti yang ditunjukkan pada Gambar
1. Dari hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa untuk penentuan intensitas Pb
selanjutnya, dilakukan pengompleksan larutan Pb dengan larutan Morin 30 ppm.
Pada Tabel 2 terlihat hasil pengukuran intensitas Pb setelah ditambah dengan
pengompleks Morin kurang baik karena pengukuran intensitas tidak stabil. Hal ini
ditunjukkan dari besarnya perbedaan kisaran pengukuran yang menggambarkan
bahwa sebaran data tidak terpusat, sehingga akan mempegaruhi rata-rata hasil
analisa.
Ketidakstabilan pengukuran intensitas terse-but disebabkan oleh pengaruh
sinar UV dan oksigen yang ada diudara, oleh karena itu maka perlu dilakukan
penambahan larutan penstabil dalam hal ini digunakan larutan Glysin.[2]
Untuk mengetahui berapa besar pengaruh konsentrasi Glysin terhadap
kestabilan pengukura intensitas Pb-Morin, maka dilakukan penentuan pengaruh
konsentrasi Glysin terhadap intensitas Pb-Morin dengan memvariasikan
konsentrasi Glysin terhadap larutan standar Pb Morin 5 ppm. Hasil analisis
ditunjukkan dalam Tabel 3 dan Gambar 2.
Tabel 3. Data pengaruh konsentrasi glysin terhadap pengukuran intensitas
sinar fluoresen Pb-Morin
Kons.
Pb
(ppm)
Kons.
Morin
(ppm)
Kons. Glysin
(ppm)
Intensitas
Pb rerata
Standar
Deviasi
1
2
3
4
5 6 7
5 30 0 42,7 42,5 42,5 42,2 42,1 41,9 42,0 42,2
7
0,29
84
5 30 10 28,3 28,0 28,1 28,2 28,1 28,1 28,2 28,1
4
0,09
76
5 30 20 32,1 32,5 32,4 32,6 32,8 32,6 32,5 32,5
0
0,21
60
5 30 30 38,9 39,0 38,9 38,8 38,8 38,9 38,0 38, 0,08
9**) 16
5 30 40 38,2 38,4 38,0 38,3 38,4 38,5 38,1 38,3
6
0,44
29
5 30 50 38,6 38,7 38,6 38,9 38,0 37,8 37,9 38,2
7
0,17
99
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa hasil pengukuran intensitas Pb-Morin
terlihat cukup baik, hal ini dapat dilihat dari kecilnya kisaran pengukuran
intensitas. Kisaran pengukuran menggambarkan bahwa sebaran data terpusat pada
suatu daerah sehingga tidak akan mempengaruhi rata-rata hasil analisis.
Sedangkan konsentrasi glysin yang mem-berikan hasil yang optimal terjadi pada
konsentrasi Glysin 30 ppm dengan standar deviasi 0.0816 sebagaimana
ditunjukkan dalam Gambar 2.
Selanjutnya dilakukan analisis Pb standar dalam uranil nitrat. Analisis dilakukan
dengan menggunakan metode deret standar eksternal. Sedangkan pemisahan Pb
dari larutan uranium nitrat dilakukan dengan cara ektraksi. Hasil pengukuran
intensitas larutan deret standar ditunjukkan dalam Tabel 4 dan Gambar 3. 121
Tabel 4. Data pengukuran intensitas larutan standar Pb-Morin untuk pembuatan
deret larutan standar
No. Konsentrasi Pb
(ppm)
Intensitas Fluoresen Pb
1.
2.
3.
4.
5.
6.
0
0,1
0,25
0,5
1
2
18,1
19,3
20,9
23,9
27,2
35,7
Dari Tabel 4 dan Gambar 3 diatas terlihat bahwa hasil pengukuran intensitas
larutan standar cukup linier hal ini dapat dilihat dari regresi yang diperoleh yaitu
0.994. Dengan demikian penentuan kandungan Pb standar dalam uranil nitrat
dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan regresi linier. Sedangkan hasil
analisis larutan standar Pb dalam uranil nitrat ditunjukkan dalam Tabel 5.
Pada Tabel 5 di atas terlihat bahwa besarnya kandungan Pb terukur hampir
mendekati besarnya kandungan Pb terhitung dengan persentase kesalahan berksar
antara 0.24% sampai dengan 5,5% sehingga dengan demikian dapat dinyatakan
bahwa penggunaan metode analisis ini cukup baik untuk digunakan pada analisis
Pb dalam uranil nitrat menggunakan spektrofluorometri.
N
o.
Konsentrasi
sampel terhitung
(ppm)
Intensitas
sampel
terukur
Konsentra
si sampel
terukur
(ppm)
%
Kesalahan
1.
2.
3.
4.
5.
0,15
0,25
0,5
1
2
19,9
20,8
22,9
26,8
35,2
0,1450
0,2494
0,4929
0,9450
1,9189
3.33
0,24
1.42
5.50
4.05
BAB III
KESIMPULAN dan SARAN
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang dapat disimpulkan bahwa :
1. Unsur – unsur dalam sampel yang berpengaruh terhadap pengukuran
intensitas sinar fluoresen Boron yaitu terjadinya penurunan yang
disebabkan oleh peristiwa peredaman (self quenching). Pengaruh Fe
terhadap penurunan intensitas sangat besar.
2. Untuk analisis boron dalam bahan bakar nuklir menggunakan
spektrofluorometer luminesen harus melalui tahapan pemisahan boron dari
unsur-unsur lain yang terdapat di dalam sampel.
3. Penggunaan metode analisis menggunakan spektrofluorometri luminesen
ini cukup baik untuk dipakai sebagai alat untuk analisis Pb dalam uranil
nitrat.
SARAN
Untuk kesempurnaan hasil pengukuran disarankan untuk melakukan
validasi metode sesuai dengan ISO 17025 agar memenuhi kualifikasi standar
hasil uji laboratorium. Uji validasi tersebut meliputi: konfirmasi daerah kerja
analisis, konfirmasi penggunaan bahan pengomplek dan bahan penstabil,
perhitungan limit deteksi, limit kuantitasi, linieritas standar serta ripitabilitas
untuk setiap konsentrasi unsur standar.
DAFTAR PUSTAKA
Boybul, Analisis Bahan Bakar Nuklir, ISSN 0852- 4777 No.9-10/Thn III Januari
1997 – April 1997, 35 - 37, Buletin Daur Bahan Bakar Nuklir Urania,
Jakarta
Clement J. Rodden, 1964, Analysis of Essential Nuclear Reactor Materials,
Laboratory U.S. Atomic Energy Commission, New Brunswick
Anonim, 1991, New Brunswick Laboratory Certified Reference Materials
Certificate of Analysis , CRM 123 (1-7)
Noviarty, 2005, Pengaruh Pengotor U3O8 Pada Penentuan Boron Menggunakan
Spektrofluorometri Luminesen, Tugas Akhir Sekolah Tinggi Teknologi
Nuklir , Yogyakarta
R.A. Day, J.R. and A.L. Underwood, 1983, Analisa Kimia Kuantitatif, edisi ke-4,
Penerjemah Drs. R. Soendoro, Universitas Airlangga-Surabaya, Penerbit
Erlangga, Jakarta
Perkin-Elmer, 1981, Operator’s Manual Luminesence Spectrofluorometer LS-5,
Perkin-Elmer Ltd., Beaconsfield, Buckinghamshire, England