Makalah-Fiqh-Munakahat-Perintah-Menikah-Definisi-Hukum-Hikmah-Maksud-Dan-Tujuan-Pernikahan.docx

16
Perintah Menikah (Definisi, Hukum, Hikmah, Maksud dan Tujuan Pernikahan) Makalah Fiqh Munakahat Dosen Pengampu: Muhammad Saifullah, M.Ag. Kelompok VII: Muhammad Saddam Naghfir (082111087) PRODI KONSENTRASI ILMU FALAK JURUSAN AL-AHWAL AS-SYAKHSIYAH

description

sssssssssssssssssssssssssssssss ssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssss

Transcript of Makalah-Fiqh-Munakahat-Perintah-Menikah-Definisi-Hukum-Hikmah-Maksud-Dan-Tujuan-Pernikahan.docx

Page 1: Makalah-Fiqh-Munakahat-Perintah-Menikah-Definisi-Hukum-Hikmah-Maksud-Dan-Tujuan-Pernikahan.docx

Perintah Menikah(Definisi, Hukum, Hikmah, Maksud dan Tujuan Pernikahan)

Makalah Fiqh Munakahat

Dosen Pengampu: Muhammad Saifullah, M.Ag.

Kelompok VII:

Muhammad Saddam Naghfir (082111087)

PRODI KONSENTRASI ILMU FALAK

JURUSAN AL-AHWAL AS-SYAKHSIYAH

FAKULTAS SYARIAH

IAIN WALISONGO SEMARANG

2011

Page 2: Makalah-Fiqh-Munakahat-Perintah-Menikah-Definisi-Hukum-Hikmah-Maksud-Dan-Tujuan-Pernikahan.docx

2

PENDAHULUAN

Diantara tanda-tanda kekuasaan Allah, ialah diciptakannya pasangan-pasanganmu dari

jenismu sendiri, agar kamu cenderung padanya. Dan Allah menjadikan di antara kalian perasaan

tenteram dan kasih sayang. Pada yang demikian ada tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum

yang berfikir.

Ketika tiba masa usia aqil baligh, maka perasaan ingin memperhatikan dan diperhatikan

lawan jenis begitu bergejolak. Banyak perasaan aneh dan bayang-bayang suatu sosok

berseliweran tak karuan. Kadang bayang-bayang itu menjauh tapi kadang terasa amat dekat.

Kadang seorang pemuda bisa bersikap acuh pada bayang-bayang itu tapi kadang terjebak dan

menjadi lumpuh. Perasaan sepi tiba-tiba menyergap ke seluruh ruang hati. Hati terasa sedih dan

hidup terasa hampa. Seakan apa yang dilakukannya jadi sia-sia. Hidup tidak bergairah. Ada

setitik harapan tapi berjuta titik kekhawatiran justru mendominasi. Perasaan semakin tak

menentu ketika harapan itu mulai mengarah kepada lawan jenis. Semua yang dilakukannya jadi

serba salah. Sampai kapan hal ini berlangsung? Jawabnya ada pada pemuda itu sendiri.

Kapan ia akan menghentikan semua ini. Sekarang, hari ini, esok, atau tahun-tahun besok.

Semakin panjang upaya penyelesaian dilakukan yang jelas perasaan sakit dan tertekan semakin

tak terperikan. Sebaliknya semakin cepat / pendek waktu penyelesaian diupayakan, kebahagiaan

& kegairahan hidup segera dirasakan. Hidup menjadi lebih berarti & segala usahanya terasa lebih

bermakna.

Penyelesaian apa yang dimaksud? Menikah! Ya menikah adalah alat solusi untuk

menghentikan berbagai kehampaan yang terus mendera. Lantas kapan? Bilakah ia bisa

dilaksanakan? Segera!

Semarang, 29 Maret 2011

Page 3: Makalah-Fiqh-Munakahat-Perintah-Menikah-Definisi-Hukum-Hikmah-Maksud-Dan-Tujuan-Pernikahan.docx

3

Pemakalah

RUMUSAN MASALAH

Dalam penulisan makalah ini, penulis akan menyajikannya sesuai dengan kerangka

rumusan masalah yang penulis buat, sehingga, makalah ini tidak akan keluar dari obyek

pembahasan. Adapun rumusan masalah tersebut adalah:

1. Definisi pernikahan menurut etimologi

2. Definisi pernikahan menurut terminologi

3. Hukum pernikahan

4. Maksud dan tujuan pernikahan

5. Hikmah pernikahan (manfaat) dan madharatnya

PEMBAHASAN

1. Definisi Pernikahan Menurut Etimologi

Kata pernikahan berasal dari kata nikah yang semakna dengan kawin atau zawaj dalam

bahasa arab. Dalam kamus Al-Munawwir, kata nikah disebut dengan an-nikah (النكاح) dan az-

ziwaj (الزواج), az-zawj atau az-zijah. Secara harfiah, an-nikh berarti al-wath’u (الوطء). Ad-

dhammu (الضم) dan al-jam’u (الجمع). Al-wath’u berasal dari kata wathi’a – yatha’u – wath’an (

- – وطأ يطأ ,artinya berjalan di atas, melalui, memijak, menginjak, memasuki, menaiki (وطأ

menggauli dan bersetubuh atau bersenggama. Ad-dhammu yang terambil dari akar kata dhamma

- yadhummu – dhamman ( ضما – - يضم ,secara harfiah berarti mengumpulkan, memegang (ضم

menggenggam, menyatuka, menggabungkan, menjumlahkan, menyandarkan, merangkul,

memluk dan menjumlahkan, juga berarti bersikap lunak dan ramah. Sedangkan al-jam’u yang

berasal dari kata jama’a – yajma’u – jam’an ( - – جمعا يجمع (جمع berarti mengumpulkan,

menghimpun, menyatukan, menggabungkan, menjumlahkan dan menyusun. Itulah sebabnya

mengapa bersetubuh atau bersenggama dalam istilah fiqh disebut dengan al-jima’ mengingat

persetubuhan secara langsung mengisyaratkan semua aktivitas yang terkandung dalam makna-

makna harfiah dari kata al-jam’u. sebutan lain buat perkawinan adalah az-zawaj, az-ziwaj dan

az-zijah. Terambil dari akar kata zaja – yazuju – zaujan ( زوجا – - يزوج yang secara harfiah (زاج

berarti menghasut, menaburkan benih perselisihan dan mengadu domba. Namun yag dimaksud

Page 4: Makalah-Fiqh-Munakahat-Perintah-Menikah-Definisi-Hukum-Hikmah-Maksud-Dan-Tujuan-Pernikahan.docx

4

dengan az-zawaj / az-ziwaj di sini adalah at-tazwij yang mulanya terambil dari kata zawwaja –

yuzawwiju – tazwijan ( تزويجا – - يزوOج ) ”dalam bentuk wazan “fa’ala – yufa’ilu – taf’ilan (زوOج

- تفعيال- يفعOل (فعOل yang secara harfiah berarti mengawinkan, mencampuri, menemani,

mempergauli, menyertai dan memperistri.1

2. Definisi Pernikahan Menurut Terminologi

Menurut zakiah daradjat, perkawinan adalah suatu akad atau perikatan untuk

menghalalkan hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan

kebahagian hidup berkeluarga yang diliputi rasa ketentraman serta kasih saying dengan cara

yang diridhai allah SWT. Menurut zahry hamid, yang dinamakan nikah menurut syara’ ialah:

“akad (ijab qobul) antara wali calon istri dan mempelai laki-laki dengan ucapan-ucapan tertentu

dan memenuhi rukun dan syaratnya.”2

Menurut hukum islam, pernikahan atau perkawinan ialah: “Suatu ikatan lahir batin antara

seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk hidup bersama dalam suatu rumah tangga dan

untuk berketurunan, yang dilaksanakan menurut ketentuan-ketentuan hokum syariat islam”.

Dalam pasal I Bab I Undang-undang No. 1 tahun 1974 tanggal 2 Januari 1974

dinyatakan: “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita

sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa”.

Menurut KHI pasal 2 bab II (Dasar-dasar Perkawinan): Perkawinan menurut hokum

islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqon gholiidhan untuk menaati

perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.

3. Hukum Pernikahan

Dasar hukum pernikahan adalah sebagai berikut:

a. Al-Quran surat An-Nisa’ ayat 3:

1 Ahmad Warson Al-Munawwir. Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap. (Yogyakarta: Pustaka Progressif). 1997. hlm. 1461.

2 Zahry Hamid. Pokok-Pokok Hokum Perkawinan Islam Dan Undang-Undang Perkawinan Di Indonesia. Yogyakarta: Bina Cipta. 1978. hlm. 1.

Page 5: Makalah-Fiqh-Munakahat-Perintah-Menikah-Definisi-Hukum-Hikmah-Maksud-Dan-Tujuan-Pernikahan.docx

5

..………

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak)

perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah

wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian

jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang

saja…..”

b. Hadits Nabi SAW:

يستطع لم ومن للفرج وأحصن للبصر أغض فإنه فليتزوج الباءة منكم استطاع من الشباب معشر يا

( الجماعة ( رواه وجاء له فإنه بالصوم فعليه

“Hai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang mampu untuk menikah, maka menikahlah,

karena sesungguhnya menikah itu bias memelihara pandangan dan menjaga farji dari maksiat

dan barangsiapa yang belum mampu menikah, maka berpuasalah, karena sesungguhnya puaa itu

adalah tameng dari maksiat”

Para fuqaha berbeda pendapat tentang status hukum asal dari perkawinan. Menurut

pendapat yang terbanyak dari fuqaha madzhab Syafi’I, hukum nikah adalah mubah (boleh),

menurut madzhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali hukum nikah adalah sunnah, sedangkan menurut

madzhab Dhahiry dan Ibnu Hazm hukum nikah adalah wajib dilakukan sekali seumur hidup.

Adapun hukum melaksanakan pernikahan jika dihubungkan dengan kondisi seseorang serta niat

dan akibat-akibatnya, maka tidak terdapat perselisihan di antara para ulama’, bahwa hukumnya

ada beberapa macam, yaitu:

Pertama: perkawinan hukumnya wajib bagi orang yang telah mempunyai keinginan kuat

untuk kawin dan telah mempunyai kemampuan untuk melaksanakan dan memikul beban

kewajiban dalam hidup berkeluarga, serta ada kekhawatiran, apabila tidak kawin, ia akan mudah

tergelincir untuk berbuat zina. Alasan ketentuan tersebut adalah sebagi berikut: menjaga diri dari

perbuatan zina adalah wajib. Apabila bagi seseorang tertentu penjagaan diri itu hanya akan

terjamin dengan jalan kawin, bagi orang itu, melakukan perkawinan hukumnya wajib. Qaidah

fiqhiyah mengatakan, “Sesuatu yang mutlak diperlukan untuk menjalankan suatu kewajiban,

Page 6: Makalah-Fiqh-Munakahat-Perintah-Menikah-Definisi-Hukum-Hikmah-Maksud-Dan-Tujuan-Pernikahan.docx

6

hukumnya adalah wajib”; atau dengan kata lain, “Apabila suatu kewajiban tidak akan terpenuhi

tanpa adanya suatu hal, hal itu wajib pula hukumnya.” Penerapan kaidah tersebut dalam masalah

perkawinan adalah apabila seseorang hanya dapat menjaga diri dari perbuatan zina dengan jalan

perkawinan, baginya perkawinan itu wajib hukumnya.

Kedua: Perkawinan hukumnya sunnah bagi orang yang telah berkeinginan kuat untuk

kawin dan telah mempunyai kemampuan untuk melaksanakan dan memikul kewajiban-

kewajiban dalam perkawinan, tetapi apabila tidak kawin juga tidak ada kekhawatiran akan

berbuat zina. Alasan hukum sunnah ini diperoleh dari ayat-ayat Al-Quran dan hadis-hadis Nabi

sebagaimana telah disebutkan dalam hal islam menganjurkan perkawinan di atas. Kebanyakan

ulama berpendapat dengan beralasan ayat-ayat Al-Quran dan hadis-hadis Nabi itu, hukum dasar

perkawinan adalah sunnah. Ulama madzhab Syafi’i berpendapat bahwa hukum asal perkawinan

adalah mubah. Ulama-ulama madzhab Dhahiri berpendapat bahwa perkawinan wajib dilakukan

bagi orang yang telah mampu tanpa dikaitkan adanya kekhawatiran akan berbuat zina apabila

tidak kawin.

Ketiga: perkawinan hukumnya haram bagi orang yang belum berkeinginan serta tidak

mempunyai kemampuan untuk melaksanakan dan memikul kewajiban-kewajiban hidup

perkawinan sehingga apabila kawin juga akan berakibat menyusahkan istrinya. Hadis Nabi

mengajarkan agar orang jangan sampai berbuat yang berakibat menyusahkan diri sendiri dan

orang lain. Al-Qurthubi dalam kitabnya Jami’il Ahkam Al-Quran (Tafsir Al-Qurthubi)

berpendapat bahwa apabila calon suami menyadari tidak akan mampu memenuhi kewajiban

nafkah dan membayar mahar (maskawin) untuk istrinya, atau kewajiban lain yang menjadi hak

istri, tidak halal mengawini seseorang kecuali apabila ia menjelaskan keadaannya kepada calon

istri, atau ia bersabar sampai merasa akan dapat memenuhi hak-hak istrinya, barulah ia boleh

melakukan perkawinan. Lebih lanjut Al-Qurthubi dalam kitabnya Jami’il Ahkam Al-Quran

mengatakan juga bahwa orang yang mengetahui pada dirinya terdapat penyakit yang dapat

menghalangi kemungkinan melakukan hubungan dengan calon istri harus memberi keterangan

kepada calon istri agar pihak istri tidak merasa tertipu. Apa yang dikatakan Al-Qurtubi itu sangat

penting artinya, untuk kesuksesan atau kegagalan hidup berkeluarga. Dalam bentuk apa pun,

penipuan itu harus dihindari, bukan saja cacat atau penyakit yang dialami oleh calon suami,

Page 7: Makalah-Fiqh-Munakahat-Perintah-Menikah-Definisi-Hukum-Hikmah-Maksud-Dan-Tujuan-Pernikahan.docx

7

tetapi juga nasab keturunan, kekayaan, kedudukan, dan pekerjaan jangan sampai tidak dijelaskan

agar tidak berakibat pihak istri merasa tertipu.

Keempat: perkawinan hukumnya makruh bagi seseorang yang mampu dalam segi

materiil, cukup mempunyai daya tahan mental dan agama sehingga tidak khawatir akan tersesat

dalam perbuatan zina, tetapi mempunyai kekhawatiran tidak dapat memenuhi kewajiban-

kewajibannya kepada istrinya, meskipun tidak akan berakibat menyusahkan istri, misalnya, calon

istri tergolong kaya atau calon suami belum mempunyai keinginan untuk menikah. Imam

Ghazali berpendapat bahwa apabila suatu perkawinan dikhawatirkan akan berakibat mengurangi

semangat beribadah kepada Allah dan semangat bekerja, hukumnya lebih makruh daripada yang

dsebutkan di atas.

Kelima: perkawinan hukumnya mubah bagi orang yang mempunyai harta, tetapi apabila

tidak kawin tidak merasa khawatir akan berbuat zina dan andaikata kawin pun tidak merasa

khawatir akan menyia-nyiakan kewajibannya terhadap istri. Perkawinan dilakukan sekedar untuk

memenuhi syahwat dan kesenangan, bukan dengan tujuan membina keluarga dan menjaga

keselamatan hidup beragama.3

4. Maksud Dan Tujuan Pernikahan

Adapun maksud dan tujuan pernikahan sangat banyak sekali, karena setiap orang

memiliki maksud yang berbeda-beda dalam melakukan pernikahan, namun berikut akan

dipaparkan beberapa maksud dan tujuan pernikahan secara umum, yaitu:

a. Untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rohmah (KHI

Pasal 3 Bab I).

b. Mentaati perintah Allah SWT (surat An-Nisa ayat 3: النساء من لكم طاب ما فانكحوا

فواحدة تعدلوا أال خفتم فإن ورباع ثالث و ...مثنى ) dan mengikuti jejak para Nabi dan

Rasul, terutama meneladani Sunnah Rasulullah Muhammad SAW, karena hidup beristri,

berumah tangga dan berkeluarga adalah termasuk Sunnah beliau.

c. Memelihara pandangan mata, menentramkan jiwa, memeelihara nafsu seksualitas,

menenangkan pikiran, membina kasih saying serta menjaga kehormatan dan memelihara

kepribadian.

3 Ahmad Azhar Basyir. Hukum Perkawinan Islam. Yogyakarta: UII Press. 2004. Hal. 16.

Page 8: Makalah-Fiqh-Munakahat-Perintah-Menikah-Definisi-Hukum-Hikmah-Maksud-Dan-Tujuan-Pernikahan.docx

8

d. Melaksanakan pembangunan materiil dan spiritual dala kehidupan berkeluarga dan

rumah tangga sebagai sarana terwujudnya keluarga sejahtera dalam rangka pembangunan

masyarakat dan bangsa.

e. Memelihara dan membina kualitas dan kuantitas keturunan untuk mewujudkan

kelestarian kehidupan keluarga di sepanjang masa dalam rangka pembinaan spiritual dan

fisik materiil yang diridhai Allah SWT.

f. Mempererat dan memperkokoh tali kekeluargaan antara keluarga suami dan keluarga istri

sebagai sarana terwujudnya kehidupan masyarakat yang aman dan sejahtera lahir batin di

bawah naungan Rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala.

5. Hikmah Pernikahan (Manfaat) Dan Madharatnya

Manfaat pernikahan dapat ditinjau dari berbagai segi, yaitu:

1. Agama, yaitu memenuhi anjuran agama, karena dengan menikah, maka akan tercapai

beberapa hal yang bermanfaat bagi seorang muslim, misalnya: memenuhi perintah allah

SWT, mengikuti sunnah Rasul, senantiasa mendapat doa dari sang anak, menghindari

dari maksiat (zina).

2. Ekonomi, bias hidup mandiri tanpa bergantung pada orang tua, biaya hidup lebih ringan,

karena harta dan pembiayaan atas rumah tangga ditanggung oleh dua orang, sehingga

bias saling membantu dan menutupi.

3. Biologis, untuk memnuhi kebutuhan biologis, yaitu kecenderungan manusia untuk

memenuhi hasrat seksualnya sebagai makhluk biologis. Selain itu juga untuk

memperoleh keturunan, yang akan melanjutknan generasi umat manusia.

4. Social, berlatih menjadi makhluk social, yang harus saling mengerti dan memahami

karakter orang lain, dalam hal ini suami / istri.

5. Kesehatan, memeperpanjang umur, khususnya bagi pria, suatu penelitian telah

membuktikan bahwa seorang pria yang menikah, mempunyai umur lebih panjang

daripada pria yang tidak menikah. Hal ini dikarenakan pernikahan telah memberikan

pengaru besar bagi pria, menyebabkan dia lebih bersemangat hidup, mencari nafkah,

mengurangi rasa stresnya.4 Sebuah studi internasional di Selandia Baru menyimpulkan

bahwa pernikahan sangat baik pengaruhnya terhadap kesehatan seseorang. Penelitian ini

4 http://Ezine.articles.com/?expert=douglad_Woods

Page 9: Makalah-Fiqh-Munakahat-Perintah-Menikah-Definisi-Hukum-Hikmah-Maksud-Dan-Tujuan-Pernikahan.docx

9

melibatkan 35.000 responden dari 15 negara. Menurut hasil studi yang dirilis di Jurnal

Psychological Medicine Inggris, selasa (15/12), pernikahan mampu memberikan jaminan

kesehatan mental baik sisi laki-laki maupun pihak perempuan. Selain itu, juga

mengurangi resiko kemungkinan gangguan mental seperti depresi, kecemasan hingga

penyalahgunaan zat seperti narkoba.5

6. Meningkatkan kenyamanan hidup, dengan menikah, urusan mengatur dan

mempernyaman rumah akan terasa lebih mudah, karena bias dikerjakan bersama-sama.

7. Psikologi, mengurangi stress, karena dalam rumah tangga , selalu ada seseorang yang

bias diajak curhat, member nasehat, menghibur, dll.

Ibarat bunga mawar, ada bunganya ada juga durinya, begitu juga pernikahan memiliki sisi positif

juga negatif, adapun sisi negatif/madharat pernikahan adalah:

1. Pihak pria merasa terbebani secara mental untuk menafkahi keluarganya. Hal itu sangat

mempengaruhi kondisi mental dan psikologis suami, sehingga banyak suami yang stress

memikirkan nafkah keluaga, bahkan ada juga yang akhirnya mencari nafkah dengan jalan

yang tidak benar, seperti mencuri, merampok, korupsi, dsb. Hal ini juga menjelaskan

banyaknya kasus kriminal yang melibatkan kaum pria daripada kaum wanita.

2. Pernikahan adalah hubungan yang sangat lama antara dua orang yang mempunyai sifat

dan karakter masing-masing, pada awalnya, mungkin saat keduanya masih saling

mencintai akan tercipta keluarga yang bahagia, namun seiring berjalannya waktu,

kadang-kadang juga akan ditemukan kekurangan-kekurangan dari pasangannya, baik itu

dalam hal fisik ataupun sifat aslinya / kebiasaan buruknya, misalnya sering merokok,

akan membuat pasangannya tidak nyaman. Oleh karena itu, diusahakan agar bisa saling

memahami karakter masing-masing pasangan.

3. Berkurangnya kebebasan masing-masing pasangan, Karena terikat dalam keluarga

sehingga akan terasa sungkan untuk menemui teman lawan jenisnya, walaupun hanya

sebatas menyapa, baik itu karena dilihat pasangannya atau dilihat tetangganya.

5 www.duniawebid.com

Page 10: Makalah-Fiqh-Munakahat-Perintah-Menikah-Definisi-Hukum-Hikmah-Maksud-Dan-Tujuan-Pernikahan.docx

10

PENUTUP

Demikianlah makalah ini kami buat, kami menyadari tentunya makalah ini tak lepas dari

kesalahan-kesalahan, baik itu kesalah tulisan atau kesalahan materi, oleh karena itu kritik dan

saran yang membangun dari segenap pembaca dan dosen pengampu senantiasa kami harapkan,

demi kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Munawwir, Ahmad Warson. Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap. (Yogyakarta: Pustaka

Progressif). 1997.

Azhar Basyir, Ahmad. Hukum Perkawinan Islam. Yogyakarta: UII Press. 2004.

Hamid, Zahry. Pokok-Pokok Hukum Perkawinan Islam Dan Undang-Undang Perkawinan Di Indonesia.

(Yogyakarta: Bina Cipta). 1978.

Rasjid, Sulaiman. Fiqh Islam (hukum fiqh islam). (Bandung: Sinar Baru Algesindo). Cet. 37. 2004.

Sabiq, Sayyid. Fiqh Al-Sunnah. (Kairo: Maktabah Dar Al-Turas). Juz 2. Tanpa Tahun.

Tim Redaksi FOKUSMEDIA. Himpunan peraturan perundang-undangan tentang kompilasi hukum islam.

(Bandung: Fokusmedia). 2007.

http://Ezine.articles.com/?expert=douglad_Woods

www.duniawebid.com

www.nikah.com/marriage/defaault.asp

Page 11: Makalah-Fiqh-Munakahat-Perintah-Menikah-Definisi-Hukum-Hikmah-Maksud-Dan-Tujuan-Pernikahan.docx

11