MAKALAH FILSAFAT PERENIALISME
description
Transcript of MAKALAH FILSAFAT PERENIALISME
![Page 1: MAKALAH FILSAFAT PERENIALISME](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082315/577c77a91a28abe0548cfd6d/html5/thumbnails/1.jpg)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Filsafat pendidikan pada dasarnya menggunakan cara kerja filsafat dan akan
menggunakan hasil-hasil dari filsafat, yaitu berupa hasil pemikiran manusia tentang realitas,
pengetahuan, dan nilai. Salah satu aliran yang terkenal dalam filsafat pendidikan adalah aliran
perenialisme.
Perenialisme diambil dari kata perennial, yang dalam Oxford Advanced Learner’s
Dictionary of Current English diartikan sebagai “continuing throughout the whole year” atau
“lasting for a very long time” – abadi atau kekal. Dari makna yang terkandung dalam kata itu
adalah aliran perenialisme mengandung kepercayaan filsafat yang berpegang pada nilai-nilai
dan norma-norma yang bersifat kekal abadi.
Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi dan solusi terhadap pendidikan progresif dan
atas terjadinya suatu keadaan yang mereka sebut krisis kebudayaan dalam kehidupan manusia
modern. Perenialisme menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan
sesuatu yang baru. Jalan yang ditempuh oleh kaum perenialis adalah dengan jalan mundur,
dengan menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsip umum yang telah menjadi pandangan
hidup yang kuat, kukuh pada zaman kuno dan abad pertengahan.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Aliran Perenialisme
2. Apa sejarah Aliran Perenialisme
3. Bagaimana Aliran Perenialisme terhadap pendidikan
1.3. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui pengertian dan sejarah aliran filsafat pendidikan, dan sebagai
bahan pertimbangan dosen atas tugas makalah.
1.4. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adala kajian kepustakaan
(library research).
1
![Page 2: MAKALAH FILSAFAT PERENIALISME](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082315/577c77a91a28abe0548cfd6d/html5/thumbnails/2.jpg)
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Perenialisme
Perenialisme diambil dari kata perennial, yang dalam Oxford Advanced Learner’s
Dictionary of Current English diartikan sebagai “continuing throughout the whole year” atau
“lasting for a very long time” – abadi atau kekal. Dari makna yang terkandung dalam kata itu
adalah aliran perenialisme mengandung kepercayaan filsafat yang berpegang pada nilai-nilai
dan norma-norma yang bersifat kekal abadi. Perenialisme melihat bahwa akibat dari
kehidupan zaman moderen telah menimbulkan krisis di berbagai bidang kehidupan umat
manusia. Mengatasi krisis ini perenialisme memberikan jalan keluar berupa “kembali kepada
kebudayaan masa lampau” regresive road to culture. Oleh sebab itu perennialisme
memandang penting peranan pendidikan dalam proses mengembalikan keadaan manusia
zaman modren ini kapada kebudayaan masa lampauyang dianggap cukup ideal yang telah
teruji ketangguhan nya.
2.2. Sejarah Perkembangan Aliran perenialisme
Aliran perenialisme lahir pada awal abad kedua puluh. Perenialisme lahir sebagai
suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Mereka menentang pandangan progresivisme
yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Perenialisme memandang situasi dunia
dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian, dan ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan
moral, intelektual dan sosio kultual. Oleh karena itu perlu ada usaha untuk mengamankan
ketidakberesan tersebut, yaitu dengan jalan menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsip-
prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kukuh, kuat dan teruji. Beberapa
tokoh pendukung gagasan ini adalah: Robert Maynard Hutchins dan ortimer Adler.
Perenialisme lahir pada tahun 1930-an sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan
progresif. Perenialsme menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan
dan suatu yang baru. Perenialisme memandang situasi didunia ini penuh kekacawan, ketikdak
pastian dan ketidak teraturan, terutama pada kehidupan moral, intelektual dan sosial kultural.
Maka perlu ada usaha untuk mengamankan ketidak beresan ini. Teori atau konsep pendidikan
perenialisme dilatar belakangi oleh filsafat-filsafat Plato yang merupakan bapak edialime
klasik, filsafat Aristoteles sebagai bapak realisme klasik dan filsafat Thomas Aquinas yang
2
![Page 3: MAKALAH FILSAFAT PERENIALISME](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082315/577c77a91a28abe0548cfd6d/html5/thumbnails/3.jpg)
mencoba memadukan antara filsafat Aristoteles dengan ajaran (filsafat) greja katolik yang
tumbuh pada zamannya (abat pertengahan).
Filsafat perenial atau yang sering disebut sebagai kebijaksanaan univeral, disebabkan
oleh beberapa alasan yang kompleks secara berangsur-angsur mulai rumtuh menjelang akhir
abad ke-16. Salah satu alasan yang paling dominan adalah perkembangan yang pesat dari
pilsafat materialis. Filsafat materialis ini membawa perubahan yang radikal terhadap
paradigma hidup dan pemikiran manusia pada saat itu.
Memasuki abad ke-18, karena pengaruh filsafat materialis, banyak aspek relita yang
diabaikan, dan yang tinggal hanyalah mekanistik belaka. Filsafat materialis ini begitu kuat
mempengaruhi pola pikir manusia abad modern yang merentang sejak abad ke-16 hingga
akhir abad ke-20. Memasuki akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21, sehingga pada tia-tiap
bentuk pemikiran baru yang muncul hingga pada zaman kontemporer. Dan zaman
kontemporer inilah dapat dikatakan zama kebangkitan filsafat perenialisme.
2.3. Tokoh-tokoh Aliran Perenialisme
2.3.1 Aristoteles
Filsafat perenialisme terkenal dengan bahasa latinnya Philosophia Perenis. Pendiri
utama dari aliran filsafat ini adalah Aristoteles sendiri, kemudian didukung dan dilanjutkan
oleh St. Thomas Aquinas sebagai pemburu dan reformer utama dalam abad ke-13.
Perenialisme memandang bahwa kepercayaan-kepercayaan aksiomatis zaman kuno
dan abad pertengahan perlu dijadikan dasar penyusunan konsep filsafat dan pendidikan
zaman sekarang. Sikap ini bukanlah nostalgia (rindu akan hal-hal yangsudah lampau semata-
mata) tetapi telah berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan-kepercayaan tersebut berguna
bagi abad sekarang.
Jadi sikap untuk kembali kemasa Iampau itu merupakan konsep bagi perenialisme di
mana pendidikan yang ada sekarang ini perlu kembali kemasa lampau dengan berdasarkan
keyakinan bahwa kepercayaan itu berguna bagi abad sekarang ini.
2.3.2. Plato
Plato (427-347 SM), hidup pada zaman kebudayaan yang sarat dengan
ketidakpatian, yaitu filsafat sofisme. Ukuran kebenaran dan ukuran moral menurue sofisme
adalah manusia secara pribadi, sehingga pada zaman itu tidak ada kepastian dalam moral,
tidak ada kepastian dalam kebenaran, tergantung pada masing-masing individu. Bahaya
perang dan kejahatan menggancam bangsa Athena. Siapa yang bisa memperoleh kebenaran
3
![Page 4: MAKALAH FILSAFAT PERENIALISME](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082315/577c77a91a28abe0548cfd6d/html5/thumbnails/4.jpg)
secara retorik, dialah yang benar. Plato ingin membangun dan membina tata kehidupan yang
ideal, di atas tata kebudayaan yang tertib dan sejahtera, membina cara yang menuju
kebajikan.
Plato berpandangan bahwa realitas yang hakiki itu tetep tidak beubah. Realitas atau
kenyataan-kenyataan itu telah ada pada diri manuasia sejak dari asalnya, yang berasal dari
realitas yang hakiki. Menurut Plato, “dunia idea”, bersumber dari ide mutlak, yaitu Tuhan.
Kebenaran, pengetahuan, dan nilai sudah ada sebelum manusia lahir yang berumber dari ide
yang mutlak tadi. Manusia tidak mengusahakan dalam arti memciptakan kebenaran,
pengetahuan, dan nilai moral, melainkan bagaimana menusia menemukan semuanya itu.
Dengan menggunakan akal atau rasio, semuanya itu dapat ditemukan kembali oleh manuisa.
Kebenaran itu ada, yaitu kebenaran yang bulat dan utuh. Manusia dapat memperoleh
kebenaran tersebut dengan jalan berpikir, bukan dengan pengamatan indera, karena dengan
berpikir itulah manusia dapat mengetaui hakikat kebenaran dan pengetahuan. Dengan indera,
manusia hanya sampai pada memperkiraan. Manusia hendaknya memikirkan, menyelidiki
dan mempelajari dirinya sendiri dan keseluruhan alam semesta.
Masyarakat yang ideal adalah masyarakat adil sejehtera. Masyarakat ini lahir apabila
setiap warga negara melaksanakan fungsi sosialnya sesuai dengan tingkat kependudukan dan
kemampuan pribadinya. Manusia yang terbaik adalah manusia yang hidup atas dasar prinsip
“idea mutlak”. Ide mutlak inilah yang membimbing manusia untuk menemukan kriteria
moral, politik, dan sosial, serta keadilan. Ide mutlak adalah suatu prinsip mutlak yang menjadi
sumber realitas semesta dan hakikat kebenaran abadi yang transendental. Ide mutlak adalah
pencipta alam semseta, yaitu Tuhan.
2.3.3. Thomas Aquinas
Thomas Aquina mencoba mempertemuak suatu pertentangan yang muncul pada
waktu itu, yaitu antara ajaran Kristen dengan filsafat (sebetuknya dengan filsafat Aritoteles,
sebab pada waktu itu yang dijadikan dasar pemikiran logis adalah filsafat noeplatonisme dari
Plotinus yang dikembangkan oleh St. Agustinus). Menurut Aquina tidak terdapat
pertentangan antara filsafat (khususnya filsafat Aristoteles) dengan ajaran agama (Kristen).
Keduanya dapat berjalan dalam lapangannya masing-masing. Thomas Aquina secara terus
terang dan tanpa ragu-ragu mendasarkan filsafatnya kepada filsafat Aristoteles.
Dalam masalah pengetahhuan, Thomas Aquina mengemukakan bahwa pengetahuan
itu diperoleh sebagai persentuhan dunia luar dan oleh akan budi, maenjadi pengetahuan.
Selain pengetahuan manusia yang bersumber dari wahyu, manusia dapat meperoleh
4
![Page 5: MAKALAH FILSAFAT PERENIALISME](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082315/577c77a91a28abe0548cfd6d/html5/thumbnails/5.jpg)
pengetahuan melalui pengelaman dan rasionya (di sinilah ia mempertemukan pandagan
filsafat idealisme, realisme, dan ajaran gereja). Filsafat Thomas Aquina disebut tomisme.
2.4. Prinsip-prinsip Pendidikan Perennialisme
Di bidang pendidikan, perennialisme sangat dipengaruhi oleh tokoh tokohnya: Plato,
Aristoteles dan Thomas Aquinas. Dalam hal ini pokok pikiran Plato tentang ilmu
pengetahuan dan nilai-nilai adalah manifestasi dari pada hukum universal yang abadi dan
sempurna, yakni ideal, sehingga ketertiban sosial hanya akan mungkin bila ide itu menjadi
ukuran, asas normatif dalam tata pemerintahan. Maka tujuan utama pendidikan adalah
“membina pemimpin yang sadar dan mempraktekkan asas-asas normatif itu dalam semua
aspek kehidupan. Menurut Plato, manusia secara kodrati memiliki tiga potensi, yaitu: nafsu,
kemauwan dan pikiran. Pendidikan hendaknya berorientasi pada potensi itudan kepada
masyarakat, agar supaya kebutuhan yang ada disetiap lapisan masyarakat bisa terpenuhi. Ide-
ide Plato itu dikembangkan oleh Aristoteles dengan lebih mendekat pada dunia kenyataan.
Bagi Aristoteles, tujuan pendidikan adalah “kebahagiaan”. Untuk mencapai tujuan pendidikan
itu, maka aspek jasmani, emosi yang intelek harus dikenbangkan secara seimbang.
Seperti halnya prinsip-prinsip Plato dan Aristoteles, pendidikan yang dimaui oleh
Thomas Aquinas adalah sebagai ”Usaha mewujutkan kapasitas yang ada dalam individu agar
menjadi aktualitas” aktif dan nyata. Dalam hal ini peranan guru adalah mengajar – memberi
bantuan pada anak didik untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada pada nya.
Prinsip-prinsip pendidikan perenialisme tersebut perkembangannya telah
mempengaruhi sistem pendidikan modern, seperti pembagian kurikulum untuk sekolah dasar,
menengah perguruan tinggi dan pendidikan orang dewasa.
Metode pembelajaran yang digunakan oleh para kaum perenialis adalah membaca dan
diskusi, yaitu membaca dan mendiskusikan karya-karya yang termashur dalam rangka
mendisplinkan pikiran.
Guru berperan bukan sebagai perantara antara dunia dan jiwa anak, melainkan guru
juga sebagai murid yang mengalami proses belajar. Disamping mengembangkan potensi self-
discovery, ia juga melakukan otoritas moral kepada murid-muridnya karena guru
memposisikan seorang yang professional yang qualified dan superior dibandingkan dengan
muridnya. Guru harus memiliki aktualitas yang lebih dan pengetahuan yang sempurna.
5
![Page 6: MAKALAH FILSAFAT PERENIALISME](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082315/577c77a91a28abe0548cfd6d/html5/thumbnails/6.jpg)
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan ini adalah:
1. Perenialisme diambil dari kata perennial, yang dalam Oxford Advanced Learner’s
Dictionary of Current English diartikan sebagai “continuing throughout the whole year”
atau “lasting for a very long time”- abadi atau kekal.
2. Perenialisme memandang situasi di dunia ini penuh kekacauan, ketikdak pastian dan
ketidak teraturan, terutama pada kehidupan moral, intelektual dan sosial kultural. Maka
perlu ada usaha untuk mengatasinya, maka dari itu muncullah ajaran perenialisme.
3. Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau mengembalikan keadaan
sekarang. Maksudnya, pendidikan sebagai jalan kembali dan sebagai suatu proses
mengembalikan kebudayaan sekarang ke kebudayaan masa lampau.
6
![Page 7: MAKALAH FILSAFAT PERENIALISME](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082315/577c77a91a28abe0548cfd6d/html5/thumbnails/7.jpg)
DAFTAR PUSTAKA
Agastya. Vol 01 N0. 02 Juli 2011. Jurnal Sejarah dan Pembelajarannya. Madiun: Prodi
Pendidikan Sejarah IKIP PGRI Madiun.
Alwasiah, Chaedra. 2008. Filsafat Bahasa dan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Amri, Amsal, Drs. 2009. Studi Filsafat Pendidikan. Banda Aceh: Yayasan PeNA.
Barnadib, Iman. 1976. Filsafat Pendidikan Sistem Dan Metode. Yogyakarta : Andi Offset.
HW, Teguh Wangsa Gandhi. Filsafat Pendidikan. Jogyakarta : Ar-Ruzz Media.
Parasetya, Drs. 2002. Filsafat Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.
Sadulloh, Uyoh. 2004. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung : Alfabeta.
Suharto, Suparlan. 2007. Filsafat Pendidikan. Jogyakarta : Ar-Ruzz Media Group.
Muhmidayeli, Prof. Dr. .M. Ag. Filsafat Pendidikan. Bandung: Rafika Aditama. 2011.
Wahyudin,Dinn dkk. 2010. Pengantar Pendidika. Jakarta: Universitas Terbuka.
Zuhairini, Drs. dkk,. 2008. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: BUMI AKSARA.
7