Makalah filsafat ilmu (epistemologi)
-
Upload
yudiyunika -
Category
Documents
-
view
34.891 -
download
14
description
Transcript of Makalah filsafat ilmu (epistemologi)
MAKALAH FILSAFAT ILMU
EPISTEMOLOGI PENGETAHUAN
Disusun oleh:
Yudi Yunika Putra
Dosen Pengasuh:
1. Prof. Dr. H. Fuad Abd. Rachman, M.Pd.
2. Dr. Rusdy A. Siroj, M.Pd.
PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2013
2
PENDAHULUAN
Manusia pada dasarnya adalah makhluk pencari kebenaran. Manusia tidak pernah
puas dengan apa yang sudah ada, tetapi selalu mencari dan mencari kebenaran
yang sesungguhnya dengan bertanya-tanya untuk mendapatkan jawaban. Namun
setiap jawaban-jawaban tersebut juga tidak selalu memuaskan manusia.
Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental yang secara langsung atau tak
langsung turut memperkaya kehidupan kita. Sukar untuk dibayangkan bagaimana
kehidupan manusia seandainya pengetahuan itu tak ada, sebab pengetahuan
merupakan sumber jawaban bagi berbagai pertanyaan yang muncul dalam
kehidupan. Tiap jenis pengetahuan pada dasarnya menjawab jenis pertanyaan
tertentu yang diajukan. Oleh sebab itu agar kita dapat memanfaatkan segenap
pengetahuan kita secara maksimal maka harus kita ketahui jawaban apa saja yang
mungkin bisa diberikan oleh suatu pengetahuan tertentu. Atau dengan kata lain,
perlu kita ketahui kepada pengetahuan mana suatu pertanyaan tertentu harus kita
ajukan (Suriasumantri, 2007: 104-105).
Jadi, pada hakikatnya kita mengharapkan jawaban yang benar, dan bukannya
sekedar jawaban yang bersifat sembarang saja. Lalu timbullah masalah,
bagaimana cara kita menyusun pengetahuan yang benar? Masalah inilah yang
dalam kajian filsafat disebut epistemologi dan landasan epistemologi ilmu disebut
metode ilmiah.
3
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Epistemologi
Istilah epistemologi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiridari dua kata, yaitu
epistemeyang berarti pengetahuan, dan logos, yang berarti pikiran, teori atau ilmu.
Jadi, epistemologi berarti pikiran atau teori tentang pengetahuan atau ilmu
pengetahuan. Istilah lain juga biasa digunakan, yaitu teori pengetahuan (theory of
knowledge) atau filsafat pengetahuan (philosophy of knowledge) (Susanto,
2011:136).
Epistemologi merupakan pembahasan mengenai bagaimana kita mendapatkan
pengetahuan: Apakah sumber-sumber pengetahuan? Apakah hakikat, jangkauan
dan ruang lingkup pengetahuan? Apakah manusia dimungkinkan untuk
mendapatkan pengetahuan? Sampai tahap mana pengetahuan yang mungkin untuk
ditangkap manusia (William S. Sahakian dan Mabel Lewis Sahakian, 1965 dalam
Suriasumantri, 2007:119).
Menurut Surajiyo (2010:26), epistemologi adalah bagian filsafat yang
membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula
pengetahuan, batas-batas, sifat, metode, dan kesahihan pengetahuan. Dan menurut
Pidarta (2009:77) epistemologi ialah filsafat yang membahas tentang pengetahuan
dan kebenaran.
Dari berbagai pendapat ahli di atas dapat disimpulkan dengan bahasa sederhana
epistemologi merupakan cara mendapatkan pengetahuan yang benar.
4
2.2 Jarum Sejarah Pengetahuan
Sejarah pengetahuan berjalan sejalan dengan perkembangan pemikiran manusia.
Dengan mengetahui sejarah akan pengetahuan, kita akan dibantu bagaimana
menetapkan suatu metode untuk memperoleh pengetahuan yang benar nantinya.
Secara garis besar, sejarah pengetahuan terbagi menjadi tiga fase, yaitu :
1. Pengetahuan abad primitif
Pada abad primitif manusia sudah mulai mengenal dengan yang namanya
pengetahuan. Mereka menfungsikan pengetahuan tersebut sebagai alat dan cara
mereka untuk menyelesaikan masalah yang terjadi disekitar mereka. Akan tetapi,
pada abad ini pengetahuan masih berupa satu kesatuan yang bulat. Tidak adanya
pengklasifikasian antara suatu pengetahuan tertentu dengan pengetahuan yang
lainnya. Akibatnya, pada masa itu, seorang yang dianggap mampu dibidang
kedokteran, dia juga akan dianggap mampu dibidang pertanian, keagamaan,
pemerintahan dan lainnya. Seorang pemimpin pada masa itu adalah mereka yang
ahli atau pakar dalam seluruh aspek kehidupan masyarakat yang berada dibawah
kepemimpinanya.
2. Pengetahuan abad penalaran (age of reason)
Pada abad ini manusia telah mengalami perkembangan pemikiran yang cukup
pesat setelah terlewatnya masamasa pemikiran primitif. Pada abad ini manusia
mulai melakukan pembedaan pembedaan antara satu pengetahuan dengan
pengetahuan yang lainnya. Mereka membedakan pengetahuan pengetahuan
tersebut dalam wadahnya yang terpisah. Artinya, antara satu pengetahuan dengan
pengetahuan yang lainnya memiliki ranahnya masing masing untuk dikaji. Tidak
ada hubungan antara satu pengetahuan dengan pengetahuan yang lainnya dalam
rangka menyelesaikan suatu masalah. Metode yang berkembangpun antara satu
pengetahuan dengan pengetahuan yang lainnya sangat berbeda. Intinya, pada
masa ini pengetahuan mengalami diferensiasi dan memiliki ranahnya masing
masing tanpa berhubungan atau berkait dengan pengetahuan lainnya.
5
3. Pengetahuan abad modern
Fase terakhir ini adalah fase pengetahuan yang masih berlaku hingga sekarang ini.
Manusia mulai menggabungkan antara metode primitif dengan metode yang
digunakan oleh manusia masa penalaran. Dengan penggabungan dua cara
tersebut, munculah metode inter-disipliner dalam pengetahuan. Tidak seperti
metode yang dipergunakan pada masa penalaran, masa ini, pengetahuan lebih
diperlakukan sebagai suatu rangkaian penyelesaian masalah yang berkaitan antara
satu pengetahuan dengan pengetahuan yang lainnya. Artinya, wilayah antara satu
pengetahuan dengan pengetahuan yang lainnya tetap dibedakan untuk kajian
telaahnya. Akan tetapi, dalam perannya sebagai alat untuk menyelesaikan masalah
yang dihadapi manusia, pengetahun memiliki semacam ikatan yang erat antara
satu wilayah kajian keilmuan dengan yang lain. Demikianlah jarum sejarah
perjalanan pengetahuan dalam perannya sebagai alat untuk menyelesaikan
permasalahan-permasalahan manusia yang terjadi pada kehidupan sehari hari.
2.3 Pengetahuan
Sama seperti sejarah pada perkembangan pengetahuan dari masa ke masa, metode
epistemologi juga berkembang seiring dengan berkembangnya cara berpikir
manusia. Dimulai dengan nenek moyang kita yang hidup di masa-masa purba
yang mana masih sangat primitif. Usaha mereka dalam mendapatkan pengetahuan
yang benar terutama dalam penafsiran dan memahami alam adalah dengan
meletakkan dewa dewa pada setiap gejala yang terjadi di alamini. Hujan deras
yang merusak pertanda bahwa dewa hujan sedang dalam keadaan badmood. Entah
itu karena manusia yang lupa memberikannya sesajen atau dia sedang ada
masalah dengan dewa lainnya.
Tahap selanjutnya adalah masa dimana manusia mulai berusaha untuk melepas
belenggu mitos dalam setiap gejala alam yang mereka rasakan dan mereka lihat.
Dari usaha ini berkembanglah epistemologicommon sense dan trial-and-error.
Ada dua ciri dari epistemologi manusia zaman ini untuk mendapatkan
6
pengetahuan yang benar. Yang pertama dengan menggunakan common sense atau
akal sehat. Pada tahap ini mereka mulai menggunakan akal mereka untuk
menafsirkan alam dengan melepas belenggu belenggu mitos yang diwariskan
generasi sebelumnya. Kedua adalah dengan trial-and-error yaitu metode praktek
lapangan dengan mencoba-coba. Artinya sebelum mengkaji tentang tentang
sesuatu mereka masih belum dibekali dengan suatu teori tentang hal tersebut.
Yang ada hanyalah bekal akal yang sehat dan keberanian untuk mencoba-coba.
Akibatnya sistem epistemologi seperti ini tidaklah mendatangkan sebuah
pengetahuan yang benar akan objek yang dikaji. Contoh : ketika Copernicus
mengatakan bahwa bumilah yang mengelilingi matahari. Masyarakat setempat
tidak mempercayainya. Sebab, menurut akal sehat mereka mataharilah yang
mengelilingi bumi. Jadi, akal sehat selamanya tidak selalu memberikan
kebenaran. Akan tetapi, epistemology seperti ini berperan penting dalam usaha
manusia untuk menemukan penjelasan mengenai berbagai gejala alam.
Dilanjutkan dengan tumbuh rasionalisme untuk merontokkan dasar dasar pikiran
yang masih bersifat mitos. Lalu, karena adanya beberapa kelemahan pada metode
seperti ini, berkembanglah empirisme. Sama seperti rasionalisme, empirisme juga
terdapat celah-celah dalam metode penemuan kebenarannya.Selanjutnya,
munculah metode eksperimen yang menengahi antara merode rasionalisme dan
empirisme. Bagaimana kita mendapatkan pengetahuan yang benar? Yaitu dengan
mengadakan penjelasan-penjelasan teoritis dalam ranah rasio dan melakukan
pembuktian pembuktian dalam ranah empiris. Inilah yang disebut dengan metode
eksperimen yang menjembatani antara rasionalisme dan empirisme. Konsep
epistemologi ini dikembangkan para sarjana muslim ketika masa keemasan islam
dan dimasyarakatkan oleh Francis Bacon. Dari metode eksperimen inilah nanti
timbul “metode ilmiah” yang menggabungkan antara cara berpikir deduktif dan
cara berpikir induktif.
7
2.3 Metode Ilmiah
Kata metode berasal dari kata Yunani methodos, sambungan kata depan meta
(menuju, melalui, mengikuti, sesudah) dan kata benda hodos (jalan, perjalanan,
cara, arah) kata methodos sendiri lalu berarti penelitian, metode ilmiah, hipotesis
ilmiah, uraian ilmiah.
Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang
disebut ilmu. Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode
ilmiah. Tidak semua pengetahuan dapat disebut ilmu sebab ilmu merupakan
pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu pengetahuan dapat disebut ilmu
tercantum dalam apa yang dinamakan dengan metode ilmiah (Suriasumantri,
2007:119).
Alur berpikir yang tercakup dalam metode ilmiah dapat dijabarkan dalam
beberapa langkah yang mencerminkan tahap-tahap dalam kegiatan ilmiah.
Kerangka berpikir ilmiah yang berintikan proses logico-hypothetico-verifikasi ini
pada dasarnya terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:
1. Perumusan masalah yang merupakan pertanyaan mengenai obyek empiris
yang jelas batas-batasnya serta dapat diidentifikasikan faktor-faktor yang
terkait di dalamnya;
2. Penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis yang
merupakan argumentasi yang menjelaskan hubungan yang mungkin
terdapat antara berbagai faktor yang saling mengkait dan membentuk
konstelasi permasalahan. Kerangka berpikir ini disusun secara rasional
berdasarkan premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya dengan
memperhatikan faktor-faktor empiris yang relevan dengan permasalahan;
3. Perumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara atau dugaan
terhadap pertanyaan yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan
dari kerangka berpikir yang dikembangkan;
8
4. Pengujian hipotesis yang merupakan pengumpulan fakta-fakta ynag
relevan dengan hipotesis yang diajukan untuk memperlihatkan apakah
terdapat fakta-fakta yang mendukung hipotesis tersebut atau tidak;
5. Penarikan kesimpulan yang merupakan penilaian apakah sebuah hipotesis
yang diajukan itu ditolak atau diterima. Sekiranya dalam pengujian
terdapat fakta yang cukup yang mendukung hipotesis maka hipotesis itu
diterima. Sebaliknya sekiranya dalam proses pengujian tidak tedapat fakta
yang cukup mendukung hipotesis maka hipotesis itu ditolak. Hipotesis
yang diterimakemudian dianggap menjadi bagian dari pengetahuan ilmiah
sebab telah memenuhi persyaratan keilmuan yakni mempunyai kerangka
penjelasan yang konsisiten dengan pengetahuan ilmiah sebelumnya serta
telah teruji kebenarannya. Pengertian kebenaran di sini harus ditafsirkan
secara pragmatis artinya bahwa sampai saat ini belum terdapat fakta yang
menyatakan sebaliknya.
Metode Ilmiah ini tidak dapat digunakan pada pengetahuan yang tidak termasuk
kedalam kelompok ilmu, contohnya matematika dan bahasa tidak
mempergunakan metode ilmiah dalam penyusunan pengetahuannya, karena
matematika hanyalah pengetahuan yang menjadi sarana dalam berfikir ilmiah.
bagitu juga halnya dengan bidang sastra yang termasuk kedalam humoniora yang
jelas tidak mempergunakan metode ilmiah dalam penyusunan tubuh
pengetahunnya.
1.4 Struktur Pengetahuan Ilmiah
Pengetahuan yang diproses menurut metode ilmiah merupakan pengetahuan yang
memenuhi syarat-syarat keilmuan, dan dengan demikian dapat disebut
pengetahuan ilmiah atau ilmu. Ilmu pada dasarnya merupakan kumpulan
pengetahuan yang bersifat menjelaskan berbagai gejala alam yang memungkinkan
manusia melakukan serangkaian tindakan untuk menguasai gejala tersebut
berdasarkan penjelasan yang ada. Penjelasan keilmuan memungkinkan kita
meramalkan apa yang akan terjadi dan berdasarkan ramalan tersebut kita bisa
9
melakukan upaya untuk mengontrol agar ramalan itu menjadi kenyataan atau
tidak. Jadi pengetahuan ilmiah pada hakikatnya mempunyai tiga fungsi, yakni
menjelaskan, meramalkan dan mengontrol.
Secara garis besar terdapat empat jenis pola penjelasan yakni deduktif,
probabilistik, fungsional atau teleologis, dan genetik (Ernest Nagel, 1961, dalam
Suriasumantri, 2007:142).
1. Penjelasan deduktif mempergunakan cara berpikir deduktif dalam
menjelaskan suatu gejala dengan menarik kesimpulan secara logis dari
premis-premis yang telah ditetapkan sebelumnya.
2. Penjelasan probabilistik merupakan penjelasan yang ditarik secara induktif
dari sejumlah kasus yang dengan demikian tidak memberikan kepastian
seperti penjelasan deduktif melainkan penjelasan yang bersifat peluang
seperti “kemungkinan”, „kemungkinan besar” atau “hampir dapat
dipastikan”.
3. Penjelasan fungsional atau teleologis merupakan penjelasan yang
meletakkan sebuah unsur dalam kaitannya dengan sistem secara
keseluruhan yang mempunyai karakteristik atau arah perkembangan
tertentu.
4. Penjelasan genetik mempergunakan faktor-faktor yang timbul sebelumnya
dalam menjelaskan gejala yang muncul kemudian.
Struktur pengetahuan ilmiah terdiri dari:
a. Teori
Merupakan pengetahuan ilmiah yang mencakup penjelasan mengenai
suatu faktor tertentu dari sebuah disiplin keilmuan.
b. Hukum
Pada hakikatnya merupakan pernyataan yang menyatakan hubungan antara
dua variabel atau lebih dalam suatu kaitan sebab akibat.
10
c. Prinsip
Dapatdiartikan sebagai pernyataan yang berlaku secara umum bagi
sekelompok gejala-gejala tertentu, yang mampu menjelaskan kejadian
yang terjadi, umpamanya saja hukum sebab akibat sebuah gejala.
d. Postulat
Merupakan asumsi dasar yang kebenarannya kita terima tanpa dituntut
pembuktiannya. Bila postulat dalam pengajuannya tidak memerlukan bukti
tentang kebenarannya maka hal ini berlainan dengan asumsi yang harus
ditetapkan dalam sebuah argumentasi ilmiah. Asumsi harus merupakan
pernyataan yang kebenarannya secara empiris dapat diuji.
PENUTUP
Pengetahuan adalah alat bagi manusia untuk memahami apa yang ada di
sekelilingnya, untuk menafsirkan gejala-gejala alam yang terjadi dan untuk
mencari penyelesaian terhadap masalah-masalah kehidupan mereka. Cara
memperoleh pengetahuan terus mengalami perkembangan dari masa ke masa.
Epistemologi merupakan salah satu cabang filsafat yang mempelajari cara
mendapatkan ilmu pengetahuan yang benar. Yaitu melalui metode ilmiah dengan
langkah-langkahnya yang terdiri dari perumusan masalah, perumusan kerangka
berpikir dalam menyusun hipotesis, pengajuan hipotesis, pengujian hipotesis, dan
penarikan kesimpulan. Jadi, tidak semua pengetahuan dapat disebut ilmu.
11
DAFTAR PUSTAKA
Pidarta, Made. 2009. Landasan Kependidikan: Stimulus Ilmu Pendidikan
Bercorak Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Surajiyo. 2010. Filsafat Ilmu & Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi
Aksara.
Suriasumantri, Jujun S. 2007. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Susanto, A. 2011. Filsafat Ilmu: Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis,
Epistemologis, dan Aksiologis. Jakarta: Bumi Aksara.