MAKALAH Pengantar filsafat
-
Upload
che-imam-ferly -
Category
Documents
-
view
47 -
download
2
description
Transcript of MAKALAH Pengantar filsafat
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Progresifisme dan perenialisme merupakan dua aliran yang
mendasari aliran rekonstruksionisme. Adapun yang menjadi penyebab
lahirnya aliran rekonstruksionisme adalah karena timbulnya krisis di
berbagai bidang kehidupan modern ini. Hal ini dapat dilihat dari keadaan
zaman dimana kebudayaan telah terganggu oleh kehancuran,
kebingungan dan kesimpangsiuran. Begitu pula dalam dunia pendidikan
yang turut mengalami krisis.
Untuk mengatasi krisis kehidupan tersebut maka lahirlah aliran
rekonstruksionisme yang turut berupaya mencari kesepakatan semua
orang mengenai tujuan utama yang berupaya mengatur tata kehidupan
manusia dalam tatanan baru seluruh lingkungannya. Aliran ini juga
berupaya membina konsensus yang paling luas dan paling mungkin
mengenai tujuan pokok dan tertinggi dalam kehidupan umat manusia.
Oleh karena itu, pada aliran rekonstruksionisme ini peradaban manusia
masa depan sangat ditekankan. Di samping itu aliran rekonstruksionisme
juga jauh menekankan tentang pemecahan masalah dan berfikir kritis.
Jika dikontekskan dalam dunia pendidikan, aliran ini lebih berupaya
untuk merombak tatanan lama dan menyusun tatanan baru dengan
susunan kebudayaan yang bercorak modern.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian dan ide gagasan aliran rekonstruksionisme?
2. Bagaimana prinsip aliran rekonstruksionisme?
3. Bagaimana pandangan aliran rekonstruskionisme?
4. Bagaimana teori pendidikan aliran rekonstruksionisme?
1
5. Bagaimana implikasi aliran rekonstruksionisme dalam bidang
pendidikan?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dan ide gagasan aliran rekonstruksionisme.
2. Mengetahui prinsip aliran rekonstruksionisme.
3. Mengetahui pandangan aliran rekonstruskionisme.
4. Mengetahui pendidikan aliran rekonstruksionisme.
5. Mengetahui pandangan aliran rekonstruskionisme.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Ide Gagasan Rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme berasal dari kata reconstruct yang berarti
menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan, aliran
rekonstruksionisme adalah suatu aliran yang berusaha merombak tata
susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang
bercorak modern. Aliran ini dipelopori oleh George Count dan Harold
Rugg pada tahun 1930. Mereka bermaksud membangun masyarakat baru,
masyarakat yang dipandang pantas dan adil.
Ide gagasan mereka secara meluas dipengaruhi oleh pemikiran
progresif Dewey, dan ini menjelaskan mengapa aliran
rekonstruksionisme memiliki landasan filsafat pragmatisme. Meskipun
mereka juga banyak terinspirasi oleh pemikiran Theodore Brameld,
khususnya dengan beberapa karya filsafat pendidikannya, mulai dari
Pattern of Educational Philosophy (1950), Toward a reconstructed
Philosophy of Education (1956), dan Education as Power (1965).
Pada prinsipnya, rekonstruksionisme sepaham dengan aliran
perenialisme, khususnya keprihatinan mereka pada kehidupan manusia
modern. Kedua aliran tersebut memandang jika kehidupan manusia
modern adalah zaman ketika manusia hidup dalam kebudayaan yang
terganggu, sakit, penuh kebingungan, serta kesimpangsiuran proses.
Menurut pandangan rekonstruksionisme, pendidikan perlu merombak
tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang
3
baru, dan untuk mencapai tujuan utama tersebut memerlukan kerjasama
antar umat manusia.
Aliran rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas
penyelamatan dunia merupakan tugas semua umat manusia atau bangsa.
Oleh karenanya, pembinaan kembali daya intelektual dan spiritual yang
sehat akan membina kembali manusia melalui pendidikan yang tepat atas
nilai dan norma yang benar demi generasi sekarang dan generasi yang
akan datang sehingga terbentuk dunia baru dalam pengawasan umat
manusia.
Aliran ini memersepsikan bahwa masa depan suatu bangsa
merupakan suatu dunia yang diatur, diperintah oleh rakyat secara
demokratis dan bukan dunia yang dikuasai oleh golongan tertentu. Sila-
sila demokrasi yang sungguh bukan hanya teori tetapi mesti menjadi
kenyataan sehingga dapat diwujudkan suatu dunia dengan potensi-
potensi teknologi, mampu meningkatkan kualitas kesehatan,
kesejahteraan dan kemakmuran serta keamanan masyarakat tanpa
membedakan warna kulit, keturunan, nasionalisme, agama (kepercayaan)
dan masyarakat bersangkutan.
Dengan singkat dapat dikemukakan bahwa aliran
rekonstruksionisme bercita-cita untuk mewujudkan suatu dunia dimana
kedaulatan nasional berada dalam pengayoman atau subordinate dari
kedaulatan dan otoritas internasional.
B. Prinsip-Prinsip Rekonstruksionisme
Masyarakat Dunia Sedang dalam Kondisi krisis, Jika Praktik-
praktik yang Ada Sekarang Tidak Dibalik (Diubah secara Mendasar),
Maka Peradaban yang Kita Kenal ini Akan Megalami Kehancuran.
Persoalan-persoalan tentang kependudukan, sumber daya alam yang
terbatas, kesenjangan global dalam distribusi (penyebaran) kekayaan,
poliferasi nuklir, rasisme, nasionalisme sempit, dan penggunaan
teknologi yang tidak bertanggung jawab telah mengancam dunia kita
sekarang dan akan memusnahkannya jika tidak dikoreksi segera
mungkin.
4
Persoalan tersebut menurut kalangan rekonstruksionisme, berjalan
seiring dengan tantangan totalitarisme modern, yakni hilangnya nilai-
nilai kemanusiaan dalam masyarakat luas. Singkatnya, dunia sedang
menghadapi persoalan-persoalan sosial, militer dan ekonomi pada skala
yang terbayangkan. Persoalan-persoalan yang dihadapi tersebut sudah
sedemikian beratnya sehingga tidak dapat lagi diabaikan.
Solusi Efektif Satu-satunya bagi Persoalan-Persoalan Dunia Kita
adalah Penciptaan Tatanan Sosial yang Menjagat. Kerjasama dari semua
bangsa adalah satu-satunya harapan bagi penduduk dunia yang
berkembang terus yang menghuni dunia dengan segala keterbatasan
sumber daya alamnya. Era teknologi telah memunculkan saling
ketergantungan dunia, di samping juga kemajuan-kemajuan di bidang
sains. Di sisi lain, kita sedang didera kesenjangan budaya dalam
beradaptasi dengan tatanan dunia baru. Kita sedang berupaya hidup di
ruang angkasa dengan sebuah sistem nilai dan mentalitas politik yang
dianut di era kuda dan andong.
Menurut rekonstruksionisme, umat manusia sekarang hidup dalam
masyarakat dunia yang mana kemampuan teknologinya dapat
membinasakan kebutuhan-kebutuhan material semua orang. Dalam
masyrakat ini, sangat mungkin muncul penghayal karena komunitas
internasional secara bersama-sama bergelut dari kesibukan menghasilkan
dan mengupayakan kekayaan material menuju ke tingkat dimana
kebutuhan dan kepentingan manusia dianggap paling penting. Dunia
semasa itu, orang-orang berkonsentrasi untuk menjadi manusia yang
lebih baik (secara material) sebagai tujuan akhir.
Pendidikan Formal Dapat Menjadi Agen Utama dalam
Rekonstruksionisme Tatanan Sosial. Sekolah-sekolah yang
merefleksikan nilai-nilai sosial dominan, menurut rekonstruksionisme
hanya akan mengalihkan penyakit-penyakit politik, sosial, dan ekonomi
yang sekarang ini mendera umat manusia. Sekolah dapat dan harus
mengubah secara mendasar peran tradisionalnya dan menjadi sumber
inovasi baru. Tugas mengubah peran pendidikan amatlah urgen, karena
5
kenyataan bahwa manusia sekarang mempunyai kemampuan
memusnahkan diri.
Kalangan rekontruksionis di satu sisi tidak memandang sekolah
sebagai memiliki kekuatan untuk menciptakan perubahan sosial seorang
diri. Di sisi lain, mereka melihat sekolah sebagai agen kekuatan utama
yang menyentuh kehidupan seluruh masyarakat, karena ia menyantuni
anak-anak didik selama usia mereka yang paling peka. Dengan demikian,
ia dapat menjadi penggerak utama pencerahan problem-problem sosial
dan agitator utama perubahan sosial.
Metode–metode Pengajaran Harus Didasarkan pada Prinsip-Prinsip
Demokratis yang Bertumpu pada Jumlah Mayoritas untuk Merenungkan
dan Menawarkan Solusi yang Paling Valid bagi Persoalan-Persoalan
Umat Manusia. Dalam pandangan kalangan rekonstruksionisme,
demokrasi adalah sistem politik yang terbaik karena sebuah keharusan
bahwa prosedur-prosedur demokratis perlu digunakan di ruangan kelas
setelah para peserta didik diarahkan kepada kesempatan-kesempatan
untuk memilih di antara keragaman pilihan-pilihan ekonomi, politik, dan
sosial.
Brameld menggunakan istilah pemihakan defensif untuk
mengungkapkan posisi (pendapat) guru dalam hubungannya dengan
item-item kurikuler yang kontroversial. Dalam menyikapi ini, guru
membolehkan uji pembuktian terbuka yang setuju dan yang tidak setuju
dengan pendapatnya, dan ia menghadirkan pendapat-pendapat alternatif
sejujur mungkin. Di sisi lain, guru jangan menyembunyikan pendirian-
pendiriannya. Ia harus mengungkapkan dan mempertahankan
pemihakannya secara publik. Di luar ini, guru harus berupaya agar
pendirian-pendiriannya diterima dalam skala seluas mungkin.
Tampaknya telah diasumsikan oleh kalangan rekonstruksionis bahwa
persoalan-persoalan itu sedemikian clear-cut (jelas-tegas) sehingga
sebagian besar akan setuju terhadap persoalan-persoalan dan solusi-solusi
jika dialog bebas dan demokratis diizinkan.
6
Jika Pendidikan Formal adalah Bagian Tak Terpisahkkan dari
Solusi Sosial dari Krisis Dunia Sekarang, maka Ia Harus secara Aktif
Mengajarkan Perubahan Sosial. Kesadaran sosial akan dapat
ditumbuhkan jika peserta didik dibuat berani untuk mempertanyakan
statusquo dan untuk mengkaji isu-isu kontroversial dalam agama,
masyarakat, ekonomi, politik, dan pendidikan. Kajian dan diskusi kritis
akan membantu para peserta didik melihat ketidakadilan dan
ketidakfungsian beberapa aspek sistem sekarang ini dan akan membantu
mereka mengembangkan alternatif-alternatif bagi kebijaksanaan
konvensional.
Ilmu-ilmu sosial, semisal antropologi, ekonomi, sosiologi, sains
politik, dan psikologi merupakan landasan kurikuler yang amat
membantu kalangan rekonstruksionis untuk mengidentifikasi lingkup
persoalan utama kontroversi, konflik, dan inkonsistensi. Peran
pendidikan adalah mengungkapkan lingkup persoalan budaya manusia
dan membangun kesepakatan seluas mungkin tentang tujuan-tujuan
pokok yang akan menata umat manusia dalam tatanan budaya dunia.
Masyarakat dunia yang ideal, menurut rekonstruksionisme, haruslah
“berada di bawah kontrol mayoritas warga masyarakat yang secara benar
menguasai dan menentukan nasib mereka sendiri.”
C. Pandangan Rekonstruksionisme
1. Pandangan Ontologi
Dengan ontologi, dapat diterangkan tentang bagaimana hakikat
dari segala sesuatu. Aliran rekonstruksionisme memandang bahwa realita
itu bersifat universal, yang mana realita itu ada dimana dan sama di
setiap tempat. Untuk mengerti suatu realita beranjak dari suatu yang
konkrit dan menuju ke arah yang khusus menampakkan diri dalam
perwujudan sebagaimana yang kita lihat di hadapan kita dan ditangkap
oleh panca indra manusia seperti bewan dan tumbuhan atau benda lain di
sekeiling kita, dan realita yang kita ketahui dan kita hadapi tidak terlepas
dari suatu sistem, selain substansi yang dipunyai dan tiap-tiap benda
tersebut, dan dapat dipilih melalui akal pikiran.
7
Kemudian, tiap realita sebagai substansi selalu cenderung bergerak
dan berkembang dari potensialitas menuju aktualitas (teknologi). Dengan
demikian gerakan tersebut mencakup tujuan dan terarah guna mencapai
tujuan masing-masing dengan caranya sendiri dan diakui bahwa tiap
realita memiliki perspektif tersendiri.
2. Pandangan Ontologis
Dalam proses interaksi sesama manusia, diperlukan nilai-nilai.
Begitu juga halnya dalam hubungan manusia dengan sesamanya dan
alam semesta tidak mungkin melakukan sikap netral, akan tetapi manusia
sadar ataupun tidak sadar telah melakukan proses penilaian, yang
merupakan kecenderungan manusia. Tetapi, secara umum ruang lingkup
(scope) tentang pengertian “nilai” tidak terbatas.
Aliran rekonstruksionisme memandang masalah nilai berdasarkan
azas-azas supernatural yakni menerima nilai natural yang universal, yang
abadi berdasarkan prinsip nilai teologis. Hakikat manusia adalah
pancaran yang potensial yang berasal dari dan dipimpin oleh Tuhan dan
atas dasar inilah tinjauan tentang kebenaran dan keburukan dapat
diketahuinya. Kemudian, manusia sebagai subyek telah memiliki potensi-
potensi kebaikan dan keburukan sesuai dengan kodratnya. Kebaikan itu
akan tetap tinggi nilainya apabila tidak dikuasai oleh hawa nafsu belaka,
karena itu akal mempunyai peran untuk memberi penentuan.
Neo-Thomisme memandang bahwa etika, estetika dan politik
sebagai cabang dari filsafat praktis, dalam pengertian tetap berhubungan
dan berdasarkan pada prinsip-prinsip dari praktek-praktek dalam
tindakan-tindakan moral, kreasi estetika dan organisasi politik.
Karenanya, dalam arti teologis manusia perlu mencapai kebaikan
tertinggi, yakni bersatu dengan Tuhan, kemudian berpikir rasional.
Dalam kaitannya dengan estetika (keindahan), hakikat sesungguhnya
ialah Tuhan sendiri.
8
Aristoteles memandang bahwa kebajikan dibedakan menjadi dua
macam, yakni kebajikan intelektual dan kebajikan moral, kebajikan
moral merupakan suatu kebajikan berdasarkan pembiasaan dan
merupakan dasar dari kebajikan intelektual. Dari gerakan intelektualitas
pada abad pertengahan yang mencapai kristalisasi pada abad IX-XIV,
memberikan argumentasi rasio tentang eksistensi Tuhan.
Alselpus, seorang tokoh utama scholastik, menyatakan bahwa
secara kritis realita semesta dapat dipahami dan tidak ada sesuatu di alam
nyata ini di luar kekuasaan Tuhan karena semua itu sebagai perwujudan
dari kesempurnaannya. Dalam perkembangan selanjutnya, penafsiran
yang demikian didukung oleh Thomas Aquinas yang inti
pembicaraannya untuk mengetahui realita yang ada yang berdasarkan
iman dan perkembangan rasional hanya dapat dijawab dan mesti diikuti
dengan iman.
3. Pandangan Epistimologis
Kajian epsitimologis aliran ini lebih merujuk pada pendapat aliran
pragmatisme (progressive) dan perenialisme. Berpijak dari pola
pemikiran bahwa untuk memahami realita alam nyata memerlukan suatu
azas tahu dalam arti bahwa tidak mungkin memahami realita ini tanpa
melalui proses pengalaman dan hubungan dengan realita terlebih dahulu
melalui penemuan suatu pintu gerbang ilmu pengetahuan. Karenanya,
baik akal maupun rasio sama-sama berfungsi membentuk pengetahun,
dan akal dibawa oleh panca indera menjadi pengetahuan dalam yang
sesungguhnya.
Aliran ini juga berpendapat bahwa dasar dari suatu kebenaran
dapat dibuktikan dengan self evidence, yakni bukti yang ada pada diri
sendiri, realita dan eksistensinya. Pemahamannya bahwa pengetahuan
yang benar buktinya ada di dalam pengetahuan ilmu itu sendiri. Sebagai
ilustrasi, adanya Tuhan tidak perlu dibuktikan dengan bukti-bukti lain
atas eksistensi Tuhan (self evidence). Kajian tentang kebenaran itu
diperlukan suatu pemikiran, metode yang diperlukan guna menuntun agar
sampai kepada pemikiran yang hakiki. Penalaran-penalaran memiliki
9
hukum-hukum tersendiri agar dijadikan pegangan ke arah penemuan
definisi atau pengertian yang logis.
Ajaran yang dijadikan pedoman berasal dari Aristoteles yang
membicarakan dua hal pokok, yakni pikiran (ratio) dan bukti (evidence),
dengan jalan pemikirannya adalah silogisme. Silogisme menunjukkan
hubungan logis antara premis mayor, premis minor dan kesimpulan
(condusion), dengan memakai cara pengambilan kesimpulan deduktif
dan induktif.
D. Teori Pendidikan Rekonstruksionisme
Teori pendidikan rekonstruksionisme yang dikemukakan oleh
Brameld terdiri atas 5 tesis, yaitu :
1. Pendidikan harus dilaksanakan di sini dan sekarang dalam rangka
menciptakan tata sosial baru yang akan mengisi nilai-nilai dasar
budaya kita, dan selaras dengan mendasari kekuatan-kekuatan
ekonomi, dan sosial masyarakat modern. Sekarang peradaban
menghadapi kemungkinan penghancuran diri. Pendidikan harus
mensponsori perubahan yang benar dalam nurani manusia. Oleh
karena itu, kekuatan teknologi yang sangat hebat harus dimanfaatkan
untuk membangun umat manusia, bukan untuk menghancurkannya.
Masyarakat harus diubah bukan melalui tindakan politik, melainkan
dengan cara yang sangat mendasar, yaitu melalui pendidikan bagi para
warganya, menuju suatu pandangan baru tentang hidup dan kehidupan
mereka bersama.
2. Masyarakat banyak harus berada dalam kehidupan demokrasi sejati,
dimana sumber dan lembaga utama dalam masyarakat dikontrol oleh
muridnya sendiri. Semua yang mempengaruhi harapan dan hajat
masyarakat, seperti sandang, papan, pangan, kesehatan, industri, dan
sebagainya, semuanya akan menjadi tanggung jawab rakyat, melalui
wakil-wakil yang dipilih. Masyarakat ideal adalah masyarakat
demokratis, dan harus direalisasikan secara demokrasi. Struktur,
tujuan dan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan tata aturan baru
harus diakui merupakan bagian dari pendapat masyarakat.
10
3. Anak, sekolah, dan pendidikan itu sendiri dikondisikan oleh kekuatan
budaya dan sosial. Menurut Brameld, kaum progresif terlalu sangat
menekankan bahwa kita semua dikondisikan secara sosial. Perhatian
kaum progresif hanya untuk mencari cara dimana individu dapat
merealisasikan dirinya dalam masyarakat, dan mengabaikan derajat
dimana masyarakat telah menjadikan jati dirinya. Menurut
rekonstruksionisme, hidup beradab adalah hidup berkelompok,
sehingga kelompok akan memainkan peran yang penting di sekolah.
Pendidikan merupakan realisasi dari sosial (social self realization).
Melalui pendidikan, individu tidak hanya mengembangkan aspek-
aspek sifat sosialnya melainkan juga belajar bagaimana keterlibatan
dalam perencanaan sosial.
4. Guru harus meyakini terhadap validitas dan urgensi dirinya dengan
cara bijaksana dengan cara memperhatikan prosedur yang demokratis.
Guru harus melaksanakan pengujian secara terbuka terhadap fakta-
fakta, walaupun bertentangan dengan pandangan-pandangannya. Guru
menghadirkan beberapa pemecahan alternatif dengan jelas, dan ia
memperkenankan siswa-siswanya untuk mempertahankan pandangan-
pandangan mereka sendiri.
5. Cara dan tujuan pendidikan harus diubah kembali seluruhnya dengan
tujuan untuk menemukan kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan
dengan krisis budaya dewasa ini, dan untuk menyesuaikan kebutuhan
dengan sains sosial. Yang penting dari sains sosial adalah mendorong
kita untuk menemukan nilai-nilai, dimana manusia percaya atau tidak
bahwa nilai-nilai itu bersifat universal.
E. Implikasi Rekonstruksionisme dalam Pendidikan
Power (1982) menggunakan istilah neoprogresivisme untuk aliran
rekonstruksionisme, dan mengemukakan implikasi pendidikannya
sebagai berikut : Tema Pendidikan merupakan usaha sosial. Misi sekolah
adalah untuk meningkatkan rekonstruksi sosial.
1. Tujuan Pendidikan
11
Pendidikan bertanggung jawab dalam menciptakan aturan sosial yang
ideal. Transmisi budaya adalah esensial dalam masyarakat yang
majemuk. Transmisi budaya juga harus mengenal fakta budaya yang
majemuk tersebut.
2. Kurikulum
Kurikulum sekolah tidak boleh didominasi oleh budaya mayoritas
maupun oleh budaya yang ditentukan atau disukai. Semua budaya dan
nilai-nilai yang berhubungan berhak untuk mendapatkan tempat dalam
kurikulum.
3. Kedudukan siswa
Nilai-nilai budaya siswa yang dibawa ke sekolah merupakan hal yang
berharga. Keluhuran pribadi dan tanggung jawab sosial ditingkatkan,
mana kala rasa hormat diterima semua latar belakang budaya.
4. Metode
Sebagai kelanjutan dari pendidikan progresif, metode aktivitas
dibenarkan (learning by doing).
5. Peranan Guru
Guru harus menunjukkan rasa hormat yang sejati atau ikhlas terhadap
semua budaya baik dalam memberi pelajaran maupun dalam hal
lainnya. Pelajaran sekolah harus mewakili budaya masyarakat.
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Rekonstruksionisme berasal dari bahasa Inggris reconstruct yang
berarti menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan aliran
rekonstruksionisme adalah suatu aliran yang berusaha merombak tata
susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang
bercorak modern. Melalui lembagai dan proses pendidikan,
rekonstruksionisme ingin merombak tata susunan lama dan membangun
tata susunan hidup kebudayaan yang sama sekali baru.
Adapun implikasi aliran ini dalam dunia pendidikan diantaranya
yaitu: misi sekolah adalah untuk meningkatkan rekonstruksi sosial,
pendidikan bertanggung jawab dalam menciptakan aturan sosial yang
ideal, kurikulum sekolah tidak boleh didominasi oleh budaya mayoritas
maupun oleh budaya yang ditentukan atau disukai karena semua budaya
dan nilai-nilai yang berhubungan berhak untuk mendapatkan tempat
dalam kurikulum, guru harus menunjukkan rasa hormat yang sejati atau
ikhlas terhadap semua budaya baik dalam memberi pelajaran maupun
dalam hal lainnya.
B. Saran
Setelah mempelajari aliran rekonstruksionisme, maka sebagai
calon guru PAI seharusnya mampu memahami dan kelak mampu
menerapkannya. Seorang guru harus mampu menyadarkan peserta didik
13
terhadap masalah-masalah yang dihadapi, seorang guru harus membantu
peserta didik mengidentifikasi masalah-masalah untuk dipecahkan. Guru
juga harus mampu mendorong peserta didik untuk dapat berpikir tentang
alternatif-alternatif dalam memecahkan masalah di kehidupan modern
ini.
DAFTAR PUSTAKA
H.W, Gandhi Teguh Wangsa. Filsafat Pendidikan Mazhab-Mazhab Filsafat Pendidikan. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media. 2011
Indar, M. Djumberansjah. Filsafat pendidikan. Surabaya : Abditama. 1994
Jalaluddin dan Abdullah Idi. 1997. Filsafat Pendidikan (Manusia, Filsafat, dan Pendidikan). Jakarta : Gaya Media Pratama.
Knight George. 2007. Issue and Alternative in Educational Philoshopy Terjemahan Mahmud Arif. Yogyakarta : Gama Media
Sadulloh Uyoh. 2006. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung : Alfabeta
14