Makalah Dok AsKep Integumen
-
Upload
titahpalupi1502 -
Category
Documents
-
view
140 -
download
11
description
Transcript of Makalah Dok AsKep Integumen
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dokumentasi Keperawatan merupakan bagian dari pelaksanaan Asuhan
Keperawatan yang menggunakan proses keperawatan yang memiliki suatu nilai
hukum yang sangat penting. Tanpa dokumentasi keperawatan maka semua
implementasi keperawatan yang dilaksanakan oleh perawat tidak mempunyai
makna dalam hal tanggung jawab dan tanggung gugat. Dokumentasi keperawatan
dapat dikatakan sebagai pegangan untuk para perawat dalam mempertanggung
jawabkan dan membuktikan pekerjaannya atau tindakan yang perawat
lakukan.oleh sebab itu ada beberapa kaidah atau aturan yang harus ditaati oleh
perawat didalam melakukan pendokumentasian perawatan ( Setiyarini, 2010 )
Dokumentasi keperawatan merupakan bukti otentik yang dituliskan dalam
format yang sudah baku / sudah di sediakan dan harus di sertakan dengan tanda
tangan dan nama perawat dengan jelas ( tidak menggunkan paraf ) dan harus
menyatu dengan status rekam medis pasien. Dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan memerlukan pendokumentasian mulai dari tahap pengkajian ,
penentuan diagnosa keperawatan , intervensi , implementasi dan evaluasi
keperawatan di mana semua itu harus di dokumentasikan. ( Setiyarini , 2010 )
Dokumentasi asuhan keperawatan pada gangguan sistem integumen adalah
sebuah catatan dari riwayat kesehatan, perubahan status kesehatan, tindakan
keperawatan atau pengobatan yang diberikan serta respon terhadap tindakan dari
klien yang mengalami gangguan atau penyakit pada sistem integumen.
1.2 Rumusan Masalah
a) Apa yang dimaksud dengan dokumentasi asuhan keperawatan?
b) Apa tujuan dari dokumentasi asuhan keperawatan?
c) Apa kegunaan dari dokumentasi asuhan keperawatan?
d) Bagaimana tahap-tahap pendokumentasian asuhan keperawatan?
e) Apa saja jenis-jenis dokumentasi keperawatan?
f) Bagaimana dokumentasi asuhan keperawatan pada gangguan sistem
integumen?
1.3 Tujuan Penulisan
a) Tujuan Umum
Untuk memperoleh informasi mengenai pendokumentasian asuhan
keperawatan.
b) Tujuan Khusus
Untuk mengetahui pengertian, tujuan, kegunaan, tahap dan jenis dari
dokumentasi asuhan keperawatan serta mengetahui contoh dari asuhan
keperawatan sistem integumen
1.4 Manfaat Penulisan
a) Memberikan informasi pada mahasiswa tentang pendokumentasian
asuhan keperawatan.
b) Menambah pengetahuan penulis tentang pendokumentasian asuhan
keperawatan.
BAB IIPEMBAHASAN
2.1 Pengertian Dokumentasi Asuhan Keperawatan
Beberapa ahli mengemukakan pengertian dokumentasi asuhan keperawatan
antara lain:
”Dokumentasi keperawatan merupakan bukti pencatatan dan pelaporan yang
dimiliki perawat dalam melakukan catatan perawatan yang berguna untuk
kepentingan klien, perawat dan tim kesehatan dalam memberikan pelayanan
kesehatan dengan dasar komunikasi yang akurat dan lengkap secara tertulis
dengan tanggung jawab perawat” (Hidayat, 2002).
”Dokumentasi asuhan keperawatan adalah sebuah catatan dari riwayat
kesehatan klien, perubahan status kesehatan klien, tindakan keperawatan atau
pengobatan yang diberikan serta respon klien terhadap tindakan itu” (Kozier,
Erb and Olivieri, 1991).
Dokumen asuhan keperawatan merupakan bukti dari pelaksanaan
keperawatan yang menggunakan metode pendekatan proses keperawatan dan
catatan tentang tanggapan/respon klien terhadap tindakan medis, tindakan
keperawatan atau reaksi klien terhadap penyakit (Depkes,1994).
2.2 Tujuan Dokumentasi Asuhan Keperawatan
Tujuan utama dari pendokumentasian asuhan keperawatan adalah untuk :
(1) Mengidentifikasi status kesehatan klien dalam rangka mencatat kebutuhan
klien, merencanakan, melaksanakan tindakan keperawatan, dan
mengevaluasi tindakan.
(2) Dokumentasi untuk penelitian keuangan, hukum, dan etika. Hal ini juga
menyediakan: Bukti kualitas asuhan keperawatan, bukti legal dokumentasi
sebagai pertanggungjawaban kepada klien, informasi terhadap perlindungan
individu, bukti aplikasi standar praktek keperawatan, sumber informasi
statistik untuk standar dan riset keperawatan, pengurangan biaya informasi,
sumber informasi untuk data yang harus dimasukkan, komunikasi konsep
resiko tindakan keperawatan, dokumentasi untuk tenaga profesional dan
tanggung jawab etik dan mempertahankan kerahasiaan informasi klien,
suatu data keuangan yang sesuai, data perencanaan pelayanan kesehatan di
masa yang akan datang.
2.3 Kegunaan Dokumentasi Asuhan Keperawatan
Dokumentasi keperawatan menurut Hidayat (2002) mempunyai beberapa
kegunaan bagi perawat dan klien, antara lain :
a. Sebagai alat komunikasi
b. Sebagai mekanisme pertanggungugatan
c. Sebagai metode pengumpulan data
d. Sebagai sarana pelayanan keperawatan secara individual
e. Sebagai sarana evaluasi
f. Sebagai sarana meningkatkan kerjasama antar tim kesehatan\
g. Sebagai sarana pendidikan lanjutan
h. Sebagai audit pelayanan keperawatan
2.4 Tahap-tahap Pendokumetasian Asuhan Keperawatan
1) Dokumentasi Pengkajian Asuhan Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber
data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Iyer et
al., 1996). Data pada pengkajian diperoleh melalui wawancara, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan laboratorium maupun pemeriksaan diagnostik yang lain.
Perawat harus mencatat semua pengkajian keperawatan secara sistematis,
akurat dan komprehensif. Tahap pengkajian meliputi pengumpulan data,
analisa data dan perumusan masalah keperawatan.
2) Dokumentasi Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan klinis dalam pertimbangan
perawat, menggambarkan respon klien terhadap masalah kesehatan aktual dan
resiko berdasarkan data yang telah dikumpulkan, yang pemecahannya berada
dalam batas kewenangan perawat. Diagnosa keperawatan ini menjadi dasar
untuk menentukan rencana tindakan keperawatan guna mencapai tujuan yang
diharapakan.
3) Dokumentasi Rencana Asuhan Keperawatan
Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan
keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai
dengan diagnosa keperawataan yang telah ditentukan dengan tujuan
terpenuhinya kebutuhan klien (Depkes, 1994). Dalam pembuatan rencana
keperawatan ini, perawat menyusun daftar masalah klien yang memerlukan
intervensi keperawatan dalam urutan prioritas, merumuskan hasil yang
diharapkan serta menyusun intervensi untuk mencapai hasil tersebut.
4) Dokumentasi Pelaksanaan (Implementasi) Asuhan Keperawatan
Dokumentasi pelaksanaan tindakan asuhan keperawatan merupakan
catatan tentang tindakan yang diberikan oleh perawat. Tindakan keperawatan
ini termasuk tindakan keperawatan mandiri dan tindakan kolaborasi perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien, sesuai dengan rencana
asuhan keperawatan yang telah disusun pada tahap sebelumnya.
5) Dokumentasi Evaluasi Asuhan Keperawatan
Evaluasi merupakan fase penilaian proses keperawatan yang bertujuan
untuk menilai keefektifan tindakan keperawatan dan mengidentifikasi
kemajuan klien terhadap pencapaian tujuan (Fischbach, 1991).
2.5 Jenis Dokumentasi Keperawatan
a) Source- Oriented Record (Catatan Berorientasi pada Sumber)
Format Source- Oriented Record (SOR) ini merupakan format yang
dipakai untuk mencatat perkembangan klien dari hari kehari, berbentuk cerita.
Catatan ini merupakan informasi yang berasal dari setiap tenaga kesehatan
yang memberikan pelayanan (Depkes RI., 1994).
b) Problem-Oriented Record (Catatan Berdasarkan pada Masalah)
Format pencatatan Problem- Oriented Record (POR) ini berorientasi
pada masalah yang mencerminkan masalah yang diidentifikasi oleh semua
anggota tim keperawatan. Jenis pencatatan ini terdiri dari empat komponen,
yaitu: data dasar, daftar masalah, rencana keperawatan dan catatan
perkembangan (Fischbach, 1991).
Data dasar berisi semua informasi yang didapat dari pengkajian berupa
data subjektif dan data objektif. Daftar masalah berisi tentang masalah klien
yang telah teridentifikasi dari data dasar. Rencana keperawatan berisi rencana
tindakan yang akan diberikan dan juga tujuannya. Catatan perkembangan
berisi hasil evaluasi, tingkat pencapaian tujuan, dan perencanaan pulang,
sehingga pencatatan ini juga dikenal dengan pencatatan bentuk ”SOAPIER”,
dimana:
S: Data subjektif, yaitu masalah yang dikemukakan oleh klien dan
pandangannnya terhadap masalah.
O: Data objektif, yaitu tanda-tanda klinik dan fakta yang berhubungan
dengan diagnosa perawatan, meliputi data-data fisiologi dan hasil
dari pemeriksaan.
A: Analisis/pengkajian, yaitu analisis dari data objektif dan data subjektif
dalam menentukan status kesehatan klien. Jika data berubah
diagnosa akan berubah atau bisa juga tetap.
P: Perencanaan, yaitu pengembangan rencana untuk mencapai status
kesehatan yang optimal.
I: Intevensi, yaitu intervensi sesuai dengan diagnosa yang ada.
E: Evaluasi, yaitu analisis respon klien terhadap intervensi yang
diberikan.
R: Revisi, yaitu perubahan rencana perawatan sesuai dengan perubahan
respon klien.
c) Progres- Oriented Record (Catatan Berorientasi pada Perkembangan)
Format ini mempunyai tiga jenis catatan perkembangan yaitu catatan
perawat, flowsheet atau lembar alur, dan catatan pemulangan atau ringkasan
rujukan. Catatan perawat meliputi berbagai informasi tentang pengkajian,
tindakan keperawatan baik yang bersifat mandiri maupun kolaboratif,
evaluasi dari tiap tindakan keperawatan. Lembar alur atau flowsheet berisi
catatan hasil observasi, termasuk data-data klinik klien tentang tanda-tanda
vital, berat badan, jumlah masukan dan keluaran cairan dalam 24 jam dan
pemberian obat. Catatan perkembangan dan ringkasan rujukan berisi
informasi yang diperlukan sebelum klien dipulangkan, seperti: masalah
kesehatan yang masih aktif, pengobatan terakhir, penanganan yang masih
harus diteruskan.
BAB IIIDOKUMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN
SISTEM INTEGUMEN
3.1 Pengkajian
Anamnesis
- Tanggal dan waktu pengkajian
- Biodata: nama, umur (penting mengetahui angka prevelensi), jenis kelamin,
pekerjaan (pada beberapa kasus penyakit kulit, banyak terkait dengan factor
pekerjaan, [misalnya, dermatitis kontak alergi]).
- Riwayat kesehatan: meliputi masalah kesehatan sekarang, riwayat penyakit
dahulu, status kesehatan keluarga, dan status perkembangan.
- Riwayat pengobatan atau terpapar zat: obat apa saja yang pernah
dikonsumsi atau pernahkah klien terpapar faktor-faktor yang tidak lazim.
Terkena zat-zat kimia atau bahan iritan lain, memakai sabun mandi baru, minyak
wangi atau kosmetik yang baru, terpapar sinar matahari.
- Riwayat pekerjaan atau aktifitas sehari-hari: bagaimana pola tidur klien,
lingkungan kerja klien untuk mengetahui apakah klien berkontak dengan bahan-
bahan iritan, gaya hidup klien (suka begadang, minum-minuman keras, olah raga
atau rekreasi, pola kebersihan diri klien).
- Riwayat psikososial: Stress yang berkepanjangan
Pemeriksaan Kulit
- Perubahan menyeluruh
Kaji ciri kulit secara keseluruhan. Informasi tentang kesehatan umum klien
dapat diperoleh dengan memeriksa turgor, tekstur, dan warna kulit.
- Perubahan setempat
Mula-mula, lakukan pemeriksaan secara sepintas ke seluruh tubuh.
Selanjutnya, anjurkan klien untuk membuka pakaiannya dan amati seluruh tubuh
klien dari atas kebawah, kemudian lakukan pemeriksaan yang lebih teliti dan
evaluasi distribusi, susunan, dan jenis lesi kulit.
- Ruam kulit
Ruam kulit dapat berubah pada waktu berlangsungnya penyakit. Kadang-
kadang perubahan ini dapat dipengaruhi oleh keadaan dari luar, misalnya trauma
garkan dan pengobatan yang diberikan., sehingga perubahan tersebut tidak biasa
lagi. Perawat perlu menguasai pengetahuan tentang ruam primer atau ruam
sekunder untuk digunakan sebagai dasar dalam melaksanakan pengkajian serta
membuat diagnosis penyakit kulit secara klinis.
Ruam primer adalah kelainan yang pertama timbul, berbentuk macula,
papula, plak, nodula, vesikula, bula, pustule, irtika, dan tumor.
Ruam sekunder adalah kelainan berbentuk skuama, krusta, fisura, erosion,
ekskoriasio, ulkus, dan parut.
3.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan masalh
integumen adalah :
1. Gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan kerusakan jaringan,
gangguan kekebalan tubuh, atau infeksi.
2. Gangguan rasa nyaman yang berhubungan dengan proses peradangan,
terbukanya ujung-ujung saraf kulit, atau tidak adekuatnya pengetahuan
tentang pelaksanaan nyeri.
3. Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan anatomi kulit
atau bentuk tubuh.
4. Gangguan harga diri yang berhubungan dengan penyakit yang tidak
teratasi dengan mudah.
5. Kecemasan yang berhubungan dengan penyakit kronis, perubahan kulit,
atau potensial keganasan.
6. Resiko infeksi yang berhubungan dengan tidak adanya perlindungan kulit.
7. Defesiensi pengetahuan tentang factor penyebab timbulnya lesi, cara
pengobatan, dan perawatan diri.
8. Gangguan istirahat tidur yang berhubungan dengan rasa gatal atau nyeri
pada kulit.
9. Isolasi sosial yang berhubungan dengan penolakan dari oranglain karena
perubahan bentuk kulit.
10. Potensial kecacatan sekunder yang berhubungan dengan hilangnya
sensasi rasa/anastesi, kurangnya pengetahuan tentang perawatn diri.
3.3 Rencana Keperawatan
Tujuan yang harus dicapai pada klien dengan masalah kulit dapat ditentukan
berdasarkan tujuan jangka pendek atau jangka panjang. Tujuan keperawatan
secara umum adalah sebagai berikut.
1. Kulit menjadi normal kembali.
2. Berkurangnya rasa nyeri atau gatal
3. Terlindungnya kulit dari trauma.
4. Tidak terjadi infeksi
5. Konsep diri positif
6. Tidak terjadi penularan
7. Kebutuhan istirahat tidur dapat terpenuhi.
Dalam pengobatan penyakit kulit cukup banyak digunakan obat-obat
topical. Macam dan jenis-jenis obat topical ini banyak sekali, diantaranya saleb
dan bedak, minyak, gel, krem, solusi, atau astringen. Perawat perlu mempelajari
sifat dan jenis, obat-obat topical ini karena dalam proses perawatan kulit,
perawat banyak memegang peranan, baik pada tahap promotif, preventif, kuratif,
maupun pada tahap rehabilitative. Pada penggunaan obat-obatan topical, jagan
oleskan obat terlalu tebal karena dapat menyebabkan iritasi bahan kimia dan
akan menghambat proses penyembuhan. Di samping itu, obat jadi banyak
terbuang.
Sediaan topical umumnya terdiri dari dua bahan pokok, yaitu:
1. Bahan aktif, bahan ini umumnya berasal berbagai golongan obat, antara
lain golongan antibiotic, kortikostiroid, analgesi, dan lain-lain.
2. Bahan dasar, adalah suatu bahan yang berfungsi sebagai :
a. Pemberi bentuk, menentukan bentuk dari sediaan yang akan dibuat.
b. Distributor, membawa bahan aktif baik untuk diratakan atau
dipenetralisasikan ke dalam kulit.
c. Pengawet, mempertahankan khasiat bahan aktif yang lebih lama.
BAB IVKONSEP ASUHAN KEPERAWATAN VERICELLA
4.1 Konsep Dasar Penyakit
A. Definisi
Varisela berasal dari bahasa latin, Varicella. Di Indonesia penyakit ini
dikenal dengan istilah cacar air, sedangkan di luar negeri terkenal dengan
nama Chicken – pox.
Varisela adalah Penyakit Infeksi Menular yang disebabkan oleh virus
Varicella Zoster, ditandai oleh erupsi yang khas pada kulit.
Varisela atau cacar air merupakan penyakit yang sangat menular yang
disebabkan oleh virus Varicella Zoster dengan gejala-gejala demam dan
timbul bintik-bintik merah yang kemudian mengandung cairan.
Varisela merupakan penyakit akut menular yang ditandai oleh vesikel di
kulit dan selaput lendir yang disebabkan oleh virus varisella. Varisela adalah
infeksi akut prime yang menyerang kulit dan mukosa secara klinis terdapat
gejala konstitusi, kelainan kulit polimorfi terutama berlokasi di bagian sentral
tubuh, disebut juga cacar air, chicken pox (Kapita Selekta, 2000).
B. Etiologi
Virus Varicella Zoster, termasuk Famili Herpes Virus. Menurut Richar E,
varisela disebabkan oleh Herpes virus varicella atau disebut juga virus
varicella-zoster (virus V-Z). Virus tersebut dapat pula menyebabkan herpes
zoster. Kedua penyakit ini mempunyai manifestasi klinis yang berbeda.
Diperkirakan bahwa setelah ada kontak dengan virus V-Z akan terjadi
varisela; kemudian setelah penderita varisela tersebut sembuh, mungkin virus
itu tetap ada dalam bentuk laten (tanpa ada manifestasi klinis) dan kemudian
virus V-Z diaktivasi oleh trauma sehingga menyebabkan herpes zoster. Virus
V-Z dapat ditemukan dalam cairan vesikel dan dalam darah penderita verisela
dapat dilihat dengan mikroskop electron dan dapat diisolasi dengan
menggunakan biakan yang terdiri dari fibroblas paru embrio manusia.
C. Klasifikasi
Menurut Siti Aisyah (2003). Klasifikasi Varisela dibagi menjadi 2 :
1. Varisela congenital
Varisela congenital adalah sindrom yang terdiri atas parut sikatrisial,
atrofi ekstremitas, serta kelainan mata dan susunan syaraf pusat.
Sering terjadi ensefalitis sehingga menyebabkan kerusakan
neuropatiki. Risiko terjadinya varisela congenital sangat rendah
(2,2%), walaupun pada kehamilan trimester pertama ibu menderita
varisela. Varisela pada kehamilan paruh kedua jarang sekali
menyebabkan kematian bayi pada saat lahir. Sulit untuk
mendiagnosis infeksi varisela intrauterin. Tidak diketahui apakah
pengobatan dengan antivirus pada ibu dapat mencegah kelainan fetus.
2. Varisela neonatal
Varisela neonatal terjadi bila terjadi varisela maternal antara 5 hari
sebelum sampai 2 hari sesudah kelahiran. Kurang lebih 20% bayi
yang terpajan akan menderita varisela neonatal. Sebelum penggunaan
varicella-zoster immune globulin (VZIG), kematian varisela neonatal
sekitar 30%. Namun neonatus dengan lesi pada saat lahir atau dalam
5 hari pertama sejak lahir jarang menderita varisela berat karena
mendapat antibody dari ibunya. Neonatus dapat pula tertular dari
anggota keluarga lainnya selain ibunya. Neonatus yang lahir dalam
masa risiko tinggi harus diberikan profilaksis VZIG pada saat lahir
atau saat awitan infeksi maternal bila timbul dalam 2 hari setelah
lahir. Varisela neonatal biasanya timbul dalam 5-10 hari walaupun
telah diberikan VZIG. Bila terjadi varisela progresif (ensefalitis,
pneumonia, varisela, hepatitis, diatesis pendarahan) harus diobati
dengan asiklovir intravena. Bayi yang terpajan dengan varisela
maternal dalam 2 bulan sejak lahir harus diawasi. Tidak ada indikasi
klinis untuk memberikan antivirus pada varisela neonatal atau
asiklovir profilaksis bila terpajan varisela maternal.
D. Manifestasi Klinik
Masa tunas penyakit berkisar antara 8-12 hari.
Didahului stadium prodromal yang ditandai :
1. Demam
2. Malaise
3. Sakit kepala
4. Anoreksia
5. Sakit punggung
6. Batuk kering
7. Sore throat yang berlangsung 1-3 hari.
Stadium : erupsi yang ditandai dengan terbentuknya verikula yang khas,
seperti tetesan embun (teardrops) vesikula akan berubah menjadi pustule,
kemudian pecah menjadi kusta, sementara proses ini berlangsung, timbul lagi
vesikel baru sehingga menimbulkan gambaran polimorfi.
Penyebaran lesi terutama adalah di daerah badan kemudian menyebar
secara satrifugal ke muka dan ekstremitas. (Prof.dr. Marwali Harahap, 2000 :
94 – 95 )
E. Patofisiologi
Virus Varicella Zoster menginfeksi sel satelit di sekitar Neuron pada
ganglion akar dorsal Sumsum Tulang Belakang. Dari sini virus bisa kembali
menimbulkan gejala dalam bentuk Herpes Zoster.
Sekitar 250 – 500 benjolan akan timbul menyebar diseluruh bagian
tubuh, tidak terkecuali pada muka, kulit kepala, mulut bagian dalam, mata ,
termasuk bagian tubuh yang paling intim. Namun dalam waktu kurang dari
seminggu , lesi teresebut akan mengering dan bersamaan dengan itu terasa
gatal. Dalam waktu 1 – 3 minggu bekas pada kulit yang mengering akan
terlepas.
Virus Varicella Zoster penyebab penyakit cacar air ini berpindah dari
satu orang ke orang lain melalui percikan ludah yang berasal dari batuk atau
bersin penderita dan diterbangkan melalui udara atau kontak langsung dengan
kulit yang terinfeksi.
Virus ini masuk ke tubuh manusia melalui paru-paru dan tersebar
kebagian tubuh melalui kelenjar getah bening.
Setelah melewati periode 14 hari virus ini akan menyebar dengan
pesatnya ke jaringan kulit. Memang sebaiknya penyakit ini dialami pada masa
kanak-kanak dan pada kalau sudah dewasa. Sebab seringkali orang tua
membiarkan anak-anaknya terkena cacar air lebih dini.
Varicella pada umumnya menyerang anak-anak ; dinegara-negara
bermusin empat, 90% kasus varisela terjadi sebelum usia 15 tahun. Pada
anak-anak , pada umumnya penyakit ini tidak begitu berat.
Namun di negara-negara tropis, seperti di Indonesia, lebih banyak remaja
dan orang dewasa yang terserang Varisela. Lima puluh persen kasus varisela
terjadi diatas usia 15 tahun. Dengan demikian semakin bertambahnya usia
pada remaja dan dewasa, gejala varisela semakin bertambah berat.
F. Komplikasi
Cacar air jarang menyebabkan komplikasi. Jika terjadi komplikasi dapat
berupa infeksi kulit. Komplikasi yang paling umum ditemukan adalah :
1. Bekas luka yang menetap. Hal ini umumnya ditemukan jika cacar air
terjadi pada anak yang usianya lebih tua atau cenderung pada orang
dewasa.
2. Acute Cerebral Ataxia Komplikasi ini tidak umum ditemukan dan
cenderung lebih mungkin tejadi pada anak yang lebih tua. Komplikasi ini
ditandai dengan gerakan otot yang tidak terkoordinasi sehingga anak
dapat mengalami kesulitan berjalan, kesulitan bicara, gerakan mata yang
berganti-ganti dengan cepat. Ataxia ini akan menghilang dengan
sendirinya dalam waktu beberapa minggu atau bulan.
G. Treatment
Karena umumnya bersifat ringan, kebanyakan penderita tidak
memerlukan terapi khusus selain istirahat dan pemberian asupan cairan yang
cukup. Yang justru sering menjadi masalah adalah rasa gatal yang menyertai
erupsi. Bila tidak ditahan-tahan , jari kita tentu ingin segera menggaruknya.
Masalahnya,bila sampai tergaruk hebat, dapat timbul jaringan parut pada
bekas gelembung yang pecah. Tentu tidak menarik untuk dilihat.
Umum
1. Isolasi untuk mencegah penularan.
2. Diet bergizi tinggi (Tinggi Kalori dan Protein).
3. Bila demam tinggi, kompres dengan air hangat.
4.Upayakan agar tidak terjadi infeksi pada kulit, misalnya pemberian
antiseptik pada air mandi.
5. Upayakan agar vesikel tidak pecah.
- Jangan menggaruk vesikel.
- Kuku jangan dibiarkan panjang.
- Bila hendak mengeringkan badan, cukup tepal-tepalkan handuk pda kulit,
jangan digosok.
Farmakoterapi :
1. Antivirus dan Asiklovir
Biasanya diberikan pada kasus-kasus yang berat, misalnya pada
penderita leukemia atau penyakit-penyakit lain yang melemahkan daya
tahan tubuh.
2. Antipiretik dan untuk menurunkan demam
- Parasetamol atau ibuprofen.
- Jangan berikan aspirin pda anak anda, pemakaian aspirin pada infeksi
virus (termasuk virus varisela) telah dihubungkan dengan sebuah
komplikasi fatal, yaitu Syndrom Reye.
3. Salep antibiotika = untuk mengobati ruam yang terinfeksi.
4. Antibiotika = bila terjadi komplikasi pnemonia atau infeksi bakteri pada
kulit.
5. Dapat diberikan bedak atau losio pengurang gatal (misalnya losio
kalamin).
H. Pencegahan
1. Hindari kontak dengan penderita.
2. Tingkatkan daya tahan tubuh.
3. Imunoglobulin Varicella Zoster
- Dapat mencegah (atau setidaknya meringankan0 terjadinya cacar air. Bila
diberikan dalam waktu maksimal 96 jam sesudah terpapar.
- Dianjurkan pula bagi bayi baru lahir yang ibunya menderita cacar air
beberapa saat sebelum atau sesudah melahirkan.
4.2 Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Aktivitas / Istirahat
Tanda : penurunan kekuatan tahanan
2. Integritas ego
Gejala : masalah tentang keluarga, pekerjaan, kekuatan, kecacatan.Tanda :
ansietas, menangis, menyangkal, menarik diri, marah.
3. Makan/cairan
Tanda : anorexia, mual/muntah
4. Neuro sensori
Gejala : kesemutan area bebas Tanda : perubahan orientasi, afek, perilaku
kejang (syok listrik), laserasi corneal, kerusakan retinal, penurunan
ketajaman penglihatan
5. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Sensitif untuk disentuh, ditekan, gerakan udara, peruban suhu.
6. Keamanan
Tanda : umum destruksi jaringan dalam mungkin terbukti selama 3-5 hari
sehubungan dengan proses trambus mikrovaskuler pada kulit.
7. Data subjektif
Pasien merasa lemas, tidak enak badan, tidak nafsu makan dan sakit kepala.
8. Data Objektif :
a) Integumen : kulit hangat, pucat dan adanya bintik-bintik kemerahan
pada kulit yang berisi cairan jernih.
b) Metabolik : peningkatan suhu tubuh.
c) Psikologis : menarik diri.
d) GI : anoreksia.
e) Penyuluhan / pembelajaran : tentang perawatan luka varicela.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit.
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan erupsi pada kulit.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dnegan
kurangnya intake makanan.
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan luka pada kulit.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan.
C. Intervensi
Diagnosa 1
Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit.
Tujuan : mencapai penyembuhan luka tepat waktu dan tidak demam.
Intervensi Rasional
1. Tekankan pentingnya teknik cuci
tangan yang baik untuk semua
individu yang datang kontak dnegan
pasien
1. Mencegah kontaminasi silang,
menurunkan resiko infeksi.
2. Gunakan skort, sarung tangan,
masker dan teknik aseptic, selama
perawatan kulit.
2. Mencegah masuknya organisme
infeksius
3. Awasi atau batasi pengunjung bila
perlu
3. Mencegah kontaminasi silang dari
pengunjung
4. Cukur atau ikat rambut di sekitar
daerah yang terdapat erupsi.
4. Rambut merupakan media yang
baik untuk pertumbuhan bakteri.
5. Bersihkan jaringan nekrotik / yang
lepas (termasuk pecahnya lepuh)
5. Meningkatkan penyembuhan.
6. Awasi tanda vital 6. Indikator terjadinya infeksi.
Diagnosa 2
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan erupsi pada kulit.
Tujuan : mencapai penyembuhan tepat waktu dan adanya regenerasi
jaringan.
Intervensi Rasional
1. Pertahankan jaringan nekrotik dan
kondisi sekitar luka.
1. mengetahui keadaan integritas
kulit.
2. Berikan perawatan kulit 2. menghindari gangguan integritas
kulit
Diagnosa 3
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dnegan
kurangnya intake makanan
Tujuan : terpenuhinya kebutuhan nitrisi sesuai dengan kebutuhan.
Intervensi Rasional
1. Berikan makanan sedikit tapi
sering
1. Membantu mencegah distensi
gaster/ ketidaknyamanan dan
meningkatkan pemasukan
2. Pastikan makanan yang
disukai/tidak disukai. Dorong orang
terdekat untuk membawa makanan
dari rumah yang tepat.
2. Meningkatkan partisipasi dalam
perawatan dan dapat memperbaiki
pemasukan.
Diagnosa 4
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan luka pada kulit.
Tujuan : pasien dapat menerima keadaan tubuhnya.
Intervensi Rasional
1. Bantu memaksimalkan
kemampuan yang dimiliki pasien
saat ini
1. memanfaatkan kemampuan dapat
menutupi kekurangan.
2. Eksplorasi aktivitas baru yang
dapat dilakukan.
2. memfasilitasi dengan
memanfaatkan keletihan.
Diagnosa 5
Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan.
Tujuan : adanya pemahaman kondisi dan kebutuhan pengobatan.
Intervensi Rasional
1. Diskusikan perawatan erupsi pada
kulit.
1. Meningkatkan kemampuan
perawatan diri dan menngkatkan
kemandirian.
D. Implementasi
Diagnosa 1
1. Menekankan pentingnya teknik cuci tangan yang baik untuk semua individu
yang datang kontak dengan pasien.
2. Menggunakan skort,masker, sarung tangan dan teknik aseptik selama
perawatan luka.
3. Mengawasi atau membatasi pengunjung bila perlu.
4. Mencukur atau mengikat rambut disekitar daerah yang terdapat erupsi.
5. Membersihkan jaringan mefrotik.yang lepas (termasuk pecahnya lepuh).
6. Mengawasi tanda vital.
Diagnosa 2
a. Memperhatikan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka.
b. Memberikan perawatan kulit
DiDiagnosa 3
a. Memberikan makanan sedikit tapi sering.
b. Memastikan makanan yang disukai/tidak disukai , dorong orang terdekat
untuk membawa makanan dari rumah yang tepat.
Diagnosa 4
a. Membantu memaksimalkan kemampuan yang dimiliki pasien saat ini.
b. Mengeksplorasi aktivitas baru yang dapat dilakukan.
Diagnosa 5
a. Mendiskusikan perawatan erupsi pada kulit.
E. Evaluasi
Evaluasi disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai dalam intervensi
dan masalah gangguan intebritas kulit dikatakan teratasi apabila :
1. Fungsi kulit dan membran mukosa baik dengan parut minimal
2. Krusta berkurang
3. Suhu kulit, kelembapan dan warna kulit serta membran mukosa normal
alami, tidak terjadi kelainan neurogik.
4. Tidak terjadi kelainan respiratorik.