Makalah Blok 26
-
Upload
samuelwosangara -
Category
Documents
-
view
241 -
download
2
description
Transcript of Makalah Blok 26
Kepatuhan Minum Obat dan Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan
Meningkatnya MDR
Samuel Wosangara Billy
NIM : 102012152, Kelompok: F1
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 2012, Jl. Arjuna Utara No.6
Jakarta 11510, Telp : 021-56942061, Fax : 021-563173, E-mail : [email protected]
Skenario
Puskesmas “K” pada pelaksanaan Mikro planning bulan lalu didapatkan data bahwa banyak
pasien yang telah didiagnosis TB paru dan diobati dengan sistem DOTS tidak kembali lagi
mengambil obat. Sementara itu angka kejadian Multi Drugs Resistance semakin meningkat.
Kepala puskesmas ingin melakukan penelitian untuk mengetahui faktor apa saja yang
menyebabkan kunjungan follow up pasien TB tidak kembali. Berdasarkan beberapa literature
diduga faktor-faktor yang berhubungan dengan keteraturan berobat antara lain: usia pasien,
tingkat pendidikan, sosial ekonomi, pekerjaan, jarak rumah dengan Puskesmas, efek samping
obat, lamanya minum obat, dan faktor-faktor lainnya.
Pendahuluan
Latar Belakang Masalah
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru. Tuberkulosis paru (TB paru) adalah
penyakit kronis yang dapat menurunkan daya tahan tubuh penderitanya secara serius. Hal ini
disebabkan oleh karena adanya kerusakan jaringan paru yang bersifat permanen. Penyakit ini
menyebar dan ditularkan melalui udara, ketika orang yang terinfeksi TB paru, batuk, bersin,
berbicara atau meludah.1,2
1 | P a g e
Diperkirakan sepertiga populasi dunia terinfeksi Mycobacterium tuberculosis, bakteri
penyebab tuberkulosis (TB). Dan dari populasi yang terinfeksi tersebut, setiap tahun lebih dari 8
juta orang menjadi sakit, serta 2 juta orang meninggal karena TB. Indonesia berada pada tingkat
ketiga terbesar di dunia dalam jumlah penderita TB, setelah India dan China.1,3
Sekitar 40% dari kasus TB dunia ditemukan di wilayah Asia Tenggara dan hampir satu
juta kematian setiap tahunnya. Sekitar 95% dari kasus kasus yang dilaporkan terjadi di
Bangladesh, India, Indonesia, Myanmar, dan Thailand. Di negara-negara tersebut TB telah
dikenal sebagai salah satu masalah kesehatan masyarakat yang paling besar. Situasi tersebut
menjadi jauh lebih rumit dengan penyebaran HIV yang sangat cepat dan munculnya jenis TB
yang kebal terhadap pengobatan wilayah tersebut. Angka kejadian TB paru di wilayah kerja
Puskesmas Tempuran bulan Januari - Agustus 2011 sendiri ialah sebanyak 9 orang. Pasien
tersebut harus mendapatkan penatalaksanaan yang tepat dari pelayanan kesehatan di wilayah
tersebut, dalam hal ini Puskesmas Tempuran.4
Menurut WHO, kematian wanita karena TBC lebih banyak daripada kematian karena
kehamilan, persalinan dan nifas. Bila tak dikendalikan, dalam 20 tahun mendatang TB akan
membunuh 35 juta orang. Melihat kondisi tersebut, WHO menyatakan TB sebagai kedaruratan
global sejak 1993. WHO telah merekomendasikan strategi DOTS (Directly Observed Treatment
Short Course strategy) sebagai strategi dalam penanggulangan TB sejak tahun 1995. Strategi ini
memasukkan pendidikan kesehatan, penyediaan obat anti TB gratis dan pencarian secara aktif
kasus TB. Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan
kepada pasien TB tipe menular.5,6
Selain itu, untuk mengurangi bertambahnya jumlah penderita TB paru dan masalah yang
ditimbulkan, penanganan awal yang dapat dilakukan dimulai dari lingkungan keluarga, di mana
keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa
orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling
ketergantungan. Keluarga dalam hal ini sangat berperan sebagai pengawas minum obat maupun
pengingat untuk selalu hidup sehat, sehingga pengobatan TB paru dapat berhasil dan penularan
dapat diminimalkan.1,7
2 | P a g e
Pembahasan
Definisi Tuberkulosis8
Tuberkulosis adalah setiap penyakit menular pada manusia dan hewan lain yang
disebabkan oleh species Mycobacterium dan ditandai dengan pembentukan tuberkel dan
nekrosis kaseosa pada jaringan setiap organ.
Etiologi9
Penyebab tuberkulosis adalah mycobacterium tuberculosis merupakan anggota ordo
Actinomisetales dan family Mycobacteriaseae. Basil tuberkel adalah batang lengkung, gram
positif lemah, pleiomorfik, tidak bergerak, tidak berspora, panjang sekitar 2-4um.
Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri aerob, yang tumbuh pada media sintesis yang
mengandung gliserol sebagai sumber karbon dan garam amonium sebagai sumber nitrogen.
Mikobakteria ini tumbuh paling baik pada suhu 37-410C, menghasilkan niasin dan tidak ada
pigmentasi. Dinding sel kaya lipid menimbulkan resistensi terhadap daya bakterisid antibody dan
komplemen. Tanda semua mikobakteria adalah ketahan asamnya—kapasitas membentuk
kompleks mikolat stabil dengan pewarnaan arilmetan seperti kristal violet, karbolfukhsin,
auramin, dan rodamin.
Mikobakterium tumbuh lambat, waktu pembentukannya adalah 12-24 jam. Isolasi dari
specimen klinis pada media sintetik padat biasanya memerlukan waktu 3-6 minggu, dan uji
kerentanan obat memerlukan 4 minggu tambahan. Namun pertumbuhan dapat dideteksi dalam 1-
3 minggu pada medium cairan selektif dengan menggunakan nutrient radiolabel, dan kerentanan
obat dapat ditentukan dalam 3-5 hari tambahan. Adanya M. tuberculosis dalam specimen klinik
dapat dideteksi dalam beberapa jam dengan menggunakan reaksi rantai polymerase (RRP) yang
menggunakan probe DNA yang merupakan pelengkap terhadap DNA atau RNA mikobakteria.
Patogenesis8
Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar
menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara
bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan
kelembaban. Dalam suasana yang gelap dan lembab kuman dapat bertahan berhari-hari sampai
3 | P a g e
berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhirup oleh orang sehat, ia akan menempel pada
saluran napas atau jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel < 5
mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian baru oleh makrofag.
Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan
trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya. Bila kuman menetap di jaringan paru,
berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di sini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh
lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosis dan disebut
sarang primer afek primer atau fokus ghon.
Bila menjalar ke pleura maka akan menjadi efusi pleura. Kuman dapat juga masuk ke
saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring dan kulit terjadi limfadenopati regional
kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti otak, ginjal,
tulang. Proses ini berlangsung selama 3-8minggu. Kompleks primer ini selanjutnya dapat
menjadi sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat, sembuh dengan meninggalkan sedikit
bekas berupa gari-garis fibrotik, berkomplikasi dan menyebar.
Klasifikasi4,10
I. Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk
pleura. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA) TB paru dibagi atas:
Tuberkulosis paru BTA (+)
Hasil pemeriksaan dahak 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif,
gambaran klini dan kelainan radiologis menunjukkan tuberkulosis aktif
Hasil pemeriksaan dahak 1 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif dan
biakan M. Tuberculosis positif
Tuberkulosis paru BTA (-)
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinik dan kelainan
radiologis menunjukkan tuberkulosis aktif.
4 | P a g e
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M. tuberculosis
positif.
Tuberkulosis paru kambuh
Kasus defaulted atau drop out
Adalah pasien yang tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatannya selesai.
Kasus gagal
Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada
akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan. Juga dikatakan gagal apabila
pasien dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik positif menjadi BTA positif pada
akhir bulan ke-2 pengobatan.
Kasus kronik / persisten
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan
ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik.
II. Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain
paru, misalnya pleura, kelenjar getah bening, selaput otak, perikard, tulang, persendian,
kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin dan lain-lain.
III. Multi drugs resistance tuberkulosis
Multi drug resistance TB (MDR TB) merupakan bentuk TB yang resisten disebabkan
oleh organisme yang resisten terhadap obat anti tuberkulosis yang paling efektif, yaitu
isoniazid dan rifampisin. MDR TB merupakan hasil dari infeksi dari organisme yang
sudah resisten terhadap obat atau timbul saat pasien sedang terapi, namun terhenti.
Fluorokuinolon merupakan golongan paling kuat di antara obat-obat lini kedua untuk
terapi MDR-TB. Pasien MDR-TB yang disertai resistensi terhadap golongan
fluorokuinolon memiliki manifestasi klinik yang lebih serius dibandingkan dengan yang
tidak. Penyakit ini lebih susah diterapi, dan lebih berisiko untuk menjadi XDR-TB, dan
memungkinkan resistensi terhadap obat-obat lini kedua yang lain.
5 | P a g e
IV. Extensive drugs resistance tuberkulosis
XDR TB merupakan bentuk TB yang resisten terhadap setidaknya empat obat inti anti
TBC. XDR TB mencakup resistensi terhadap dua obat anti tuberkulosis yang paling
efektif, isoniazid dan rifampisin, sama seperti MDR TB, ditambah dengan resistensi
terhadap golongan fluorokuinolon (seperti ofloxacin atau moxifloxacin), dan terhadap
satu dari tiga obat second-line therapy (amikacin, capreomycin, atau kanamycin). MDR
TB dan XDR TB membutuhkan terapi lebih banyak dibandingkan dengan TB yang tidak
resisten, dan membutuhkan kegunaan dari obat second-line therapy yang lebih mahal dan
mempunyai efek samping yang lebih banyak dari first-line therapy.
V. Total drugs resistance tuberkulosis
Penyakit TB ini bisa disebut juga TB yang resisten terhadap OAT total, baik lini pertama
(INH, rifampisin, ethambutol, dan streptomycin) dan lini kedua (seperti: kanamisin,
amikasin, dan lain sebagainya). Resisten terhadap rifampisin bisa dideteksi menggunakan
metode fenotipik dan genotipik, dengan atau tanpa resistensi terhadap OAT lain.
Resistensi rifampisin, apapun variasinya, termasuk dalam katogeri, baik monoresisten,
poliresisten, resisten obat ganda, atau resisten total OAT.
Gejala Klinis8
Keluhan yang dirasakan pasien tuberculosis dapat bermacam-macam atau malah banyak
pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Keluhan
terbanyak adalah
Demam. Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang panas
badan mencapai 40-41°C. Serangan demam pertama dapat sembut sebentar, tetapi
kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam influenza
ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza.
Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi
kuman tuberculosis yang masuk.
6 | P a g e
Batuk/batuk berdarah. Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi
pada bronkus, batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang yang keluar.
Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada
setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau
berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-
produktif) kemudian setelah timbul peradangan baru menjadi produktif (batuk dengan
sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah
yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis terjadi pada kavitas, tetapi juga
terjadi pada ulkus dinding bronkus.
Sesak napas. Pada penyakit yang ringan (baru tunbuh) belum dirasakan sesak napas.
Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah
meliputi setengah bagian paru-paru.
Nyeri dada. Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi sudah
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu
pasien menarik/melepaskan napasnya.
Malaise. Penyakit tuberculosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa anoreksia, badan makin kurus, sakit kepala, meriang, nyeri otot,
keringat malam hari, dan lain sebagainya. Gejala ini makin lama akan makin berat dan
dapat hilang timbul secara tidak teratur.
Cara Penularan8
Penularan Mycobacterium tuberculosis terjadi melalui udara pada waktu percikan dahak
yang mengandung kuman tuberkulosis paru dibatukkan keluar, dihirup oleh orang sehat melalui
jalan napas dan selanjutnya berkembang biak melalui paru-paru. Cara lain adalah dahak yang
dibatukkan mengandung kuman tuberkulosis jatuh dulu ke tanah, mengering dan debu yang
mengandung kuman beterbangan kemudian dihirup oleh orang sehat dan masuk ke dalam paru-
paru (airborne disease).
7 | P a g e
Daya penularan ditentukan oleh banyaknya kuman Bakteri Tahan Asam (BTA) yang
terdapat dalam paru-paru penderita serta penyebarannya. Pada perjalanan kuman ini banyak
mengalami hambatan, antara lain di hidung (bulu hidung) dan lapisan lendir yang melapisi
seluruh saluran pernafasan dari atas sampai ke kantong alveoli. Sebagian besar manusia yang
terinfeksi (80–90 %) belum tentu menjadi sakit tuberkulosis, hal ini disebabkan karena adanya
kekebalan tubuh.
Resiko penularan8
1. Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB paru
dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar dari pasien
TB paru dengan BTA negatif.
2. Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis
Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko Terinfeksi TB selama satu tahun.
ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap
tahun.
3. ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.
4. Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi positif.
Resiko menjadi sakit TB8
1. Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.
2. Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000
terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setiap tahun.
Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA positif.
3. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah daya
tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk).
4. HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB menjadi sakit TB.
Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (cellular
immunity), sehingga jika terjadi infeksi penyerta (oportunistic), seperti tuberkulosis,
maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan bias mengakibatkan kematian.
Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat,
dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.
8 | P a g e
Diagnosis8
Apabila seseorang dicurigai menderita atau tertular TB Paru, maka ada beberapa hal
pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk memberikan diagnosa yang tepat antara lain:
1. Anamnesis
Beberapa hal yang harus diketahui dalam anamnesis adalah: gejala umum dan spesifik
paru; adakah kontak dengan penderita tuberkulosis paru di lingkungan keluarga, atau
tetangga dekat
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik pasien tuberkulosis mungkin ditemukan konjungtiva mata atau
kulit yang pucat karena anemia, suhu demam, badan kurus, atau berat badan menurun.
Selain itu juga ditemukan adanya perkusi yang redup dan auskultasi suara napas bronkial
pada bagian apeks paru. Bila terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan
suara hipersonor atau timpani dan auskultasi memberikan suara amforik.
3. Pemeriksaan penunjang
I. Pemeriksaan darah
Pada saat TB baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi
dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju
endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali
normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah normal
lagi.
II. Pemeriksaan radiologis
Sesuai dengan gambaran tuberculosis paru. Lokasi lesi tuberculosis umumnya di daerah
apeks paru, tetapi bisa juga mengenai lobus bawah (bagian inferior). Pada awal penyakit,
lesi merupakan sarang-sarang pneumonia, gambaran radiologis berupa bercak-bercak
seperti awan dan dengan batas tidak tegas. Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang
mula-mula berdinding tipis. Lama-lama dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila
terdapat fibrosis terlohat bayangan yang bergaris-garis.
9 | P a g e
III. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan secara mikroskopis dengan pewarnaan Ziehl Nelsen dari dahak dilakukan
pada setiap penderita tersangka tuberkulosis paru yang datang ke unit pelayanan
kesehatan. Pemeriksaan dahak BTA merupakan pemeriksaan yang terpenting, bukan saja
untuk memastikan diagnosis tuberkulosis, tetapi untuk mengidentifikasi sumber
penularan, karena hanya penderita yang dahaknya ditemukan BTA yang mempunyai
potensi menular.
Walaupun pemeriksaan ini sangat spesifik, tetapi tidak cukup sensitif, karena hanya 30-
70 % saja penderita tuberculosis paruyang dapat di diagnosis berdasarkan pemeriksaan
bakteriologis. Hal ini sangat tergantung dari kualitas laboratorium danpemeriksa. Pada
anak pemeriksaan bakteriologi dapat dilakukan dengan pemeriksaan bilas lambung
(gastric lavage) 3 hari berturut-turut, minimal 2 hari. Hasil bakteriologi sebagian besar
negatif. Sedangkan hasil biakan memerlukan waktu sekitar 6-8 minggu.
Pemeriksaan bakteriologis selain untuk diagnosis penemuan kasus juga untuk evaluasi
pengobatan. Dewasa ini evaluasi pengobatan diutamakan hasil pemeriksaan
bakteriologik, karena bila dilihat berdasarkan ketepatan, pemeriksaan ini menempati
urutan pertama dibandingkan dengan radiologis dan klinis.
IV. Uji tuberkulin
Uji tuberkulin yang dilakukan biasanya tes Mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc
tuberkulin PPD (Purified Protein Derivative) intrakutan berkekuatan 5TU (intermediate
strength). Bila ditakutkan reaksi hebat dengan 5TU dapat diberikan dulu 1 atau 2 TU
(first strength). Kadang-kadang bila dengan 5TU masih memberikan hasil negatif dapat
diulangi dengan 250TU (second strength). Bila dengan 250TU masih memberikan hasil
negatif, berarti tuberkulosis dapat disingkirkan. Umumnya tes Mantoux dengan 5TU saja
sudah cukup berarti.
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau pernah
mengalami infeksi M. tuberculosis, M. bovis, vaksinasi BCG, dan Mycobacteria patogen
lainnya. Dasar tes tuberkulin ini adalah reaksi alergi tipe lambat. Pada penularan dengan
kuman patogen baik yang virulen ataupun tidak (Mycobacterium tuberculose atau BCG)
tubuh manusia akan mengadakan reaksi imunologi dengan dibentuknya antibodi seluler
10 | P a g e
pada permulaan dan kemudian diikuti oleh pembentukan antibodi humoral yang dalam
perannya akan menekankan antibodi seluler.
Bila pembentukan antibodi seluler cukup, misalnya pada penularan dengan kuman yang
sangat virulen dan jumlah kuman sangat besar atau pada keadaan dimana pembentukan
antibodi humoral amat berkurang (pada hipogama-globulinemia), maka akan mudah
terjadi penyakit sesudah penularan.
Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan
yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni reaksi persenyawaan antara antibodi selular
dengan antigen tuberkulin. Banyak sedikitnya reaksi persenyawaan antibodi seluler dan
antigen tuberkulin amat dipengaruhi oleh antibodi humoral, makin besar pengaruh
antobodi humoral, makin kecil indurasi yang ditimbulkan.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatasm hasil tes Mantoux dibagi dalam: 1) Indurasi 0-5 mm
(diameternya): Mantoux negatif = golongan no sensitivity. Disini peran antibodi humoral
paling menonjol; 2) Indurasi 6-9 mm : Hasil meragukan = golongan low grade
sensitivity. Disini peran antibodi selular paling menonjol; 3) Indurasi 10-15m : Mantoux
positif = golongan normal sesitivity; 4) Indurasi lebih dari 15mm : Mantoux positif kuat=
golongan hypersensitivity.
Biasanya hampir seluruh pasien TB memberikan reaksi Mantoux yang positif (99.8%).
Kelemahan tes ini juga dapat positif palsu yakni pada pemberian BCG atau terinfeksi
dengan Mycobacterium lain. Negatif palsu lebih banyak ditemui daripada positif palsu.
Hal-hal yang memberikan reaksi tuberkulin berkurang (negatif palsu) yakni:
Pasien baru 2-10 minggu terpajan TB
Anergi, penyakit sistemik berat (Sarkoidosis, LE)
Penyakit eksantematous dengan panas yang akut: morbili, cacar air, poliomielitis
Reaksi hipersensitivitas menurun pada penyakit limforetikular (Hodgkin)
Pemberian kortikosteroid yang lama, pemberian obat-obat imunosurpresi lainnya
Usia tua, malnutrisi, uremia, penyakit keganasan
Untuk pasien dengan HIV positif, tes Mantoux +5mm, dinilai positif.
11 | P a g e
Tatalaksana11
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah
kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap
OAT (Obat Anti Tuberkulosis). Pengobatan pada penderita tuberkulosis dewasa dibagi menjadi
beberapa kategori:
1) Kategori-1 (2HRZE/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan Ethambutol
(E). Obat-obat tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZE). Kemudian diteruskan
dengan tahap lanjutan yang terdiri dari Isoniazid (H) dan Rifampisin (R), diberikan tiga kali
dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3). Obat ini diberikan untuk:
Penderita baru TB Paru BTA positif
Penderita TB Paru BTA negatif Rontgen Positif yang “sakit berat”
Penderita TB Ekstra Paru Berat
2) Kategori-2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan. Dua bulan pertama dengan Isoniazid (H),
Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Ethambutol (E) dan suntikan streptomisin setiap hari di
Unit Pelayanan Kesehatan. Dilanjutkan 1 bulan dengan Isoniazid (H), Rifampisin (R),
Pirazinamid (Z) dan Ethambutol (E) setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan
selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu. Perlu diperhatikan
bahwa suntikan streptomisin diberikan setelah penderita selesai minum obat. Obat ini
diberikan untuk:
Penderita kambuh (relaps)
Penderita gagal (failure)
Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default )
3) Kategori-3 (2HRZ/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan, diteruskan dengan
tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu. Obat ini diberikan
untuk:
Penderita baru BTA negatif dan rontgen positif sakit ringan
Penderita ekstra paru ringan
12 | P a g e
4) OAT Sisipan
Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori 1 atau
penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih
BTA positif, diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan.
Program Pengendalian Tuberkulosis di Puskesmas
Kegiatan Program Tuberkulosis8
Kegiatan pada program penanggulangan tuberkulosis yaitu kegiatan pokok dan kegiatan
pendukung. Kegiatan pokok mencakup kegiatan penemuan penderita (case finding) pengamatan
dan monitoring penemuan penderita didahului dengan penemuan tersangka tuberkulosis dengan
gejala klinis adalah batuk-batuk terus menerus selama tiga minggu atau lebih. Setiap orang yang
datang ke unit pelayanan kesehatan dengan gejala utama ini harus dianggap suspek tuberkulosis
atau tersangka tuberkulosis paru dengan pasive promotive case finding (penemuan penderita
secara pasif dengan promosi yang aktif).
Petugas pengelola
Petugas pengelola program tuberkulosis adalah petugas yang bertangung jawab dan
mengkoordinir seluruh kegiatan dari mulai perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dalam
program tuberkulosis dipuskesmas. Petugas kesehatan yang dimaksud mempunyai kompetensi;
mampu memberikan pengobatan, penyuluhan, pencatatan dan pelaporan pemberantasan penyakit
tuberkulosis. Mampu menjaring tersangka, menetapkan klasifikasi dan diagnosa penderita,
monitoring dan evaluasi, mampu melaksanakan survailans (R/R), mampu merencanakan dan
menilai kebutuhan logistik kesehatan, mampu membuat sediaan apus dan membaca dibawah
mikroskop serta pencatatan yang relevan.
Tugas Pokok dan Fungsi Petugas Program Tuberkulosis di Puskesmas:
1. Menemukan Penderita
Memberikan penyuluhan tentang TBC kepada masyarakat umum
Menjaring suspek (penderita tersangka) TBC
Mengumpulkan dahak dan mengisi buku daftar suspek Form Tb
Membuat sediaan hapus dahak
Mengirim sediaan hapus dahak ke laboratorium dengan form TB
Menegakkan diagnosis TB
13 | P a g e
Membuat klasifikasi penderita
Mengisi kartu penderita dan kartu identitas penderita
Memeriksa kontak terutama kontak dengan penderita TBC BTA (+)
Memantau jumlah suspek yang diperiksa dan jumlah penderita TBC yang ditemukan.
2. Memberikan Pengobatan
Menetapkan jenis paduan obat
Memberi obat tahap intensip dan tahap lanjutan
Mencatat pemberian obat tersebut dalam kartu penderita
Menentukan PMO (bersama penderita)
Memberi KIE (penyuluhan) kepada penderita, keluarga dan PMO
Memantau keteraturan berobat
Melakukan pemeriksaan dahak ulang untuk follow-uppengobatan
Mengenal efek samping obat dan komplikasi lainnya serta cara penangganannya
Menentukan hasil pengobatan dan mencatatnya di kartu penderita.
3. Penanganan Logistik
Menjamin ketersediaan OAT di puskesmas
Menjamin tersedianya bahan pelengkap lainnya (formulir, reagens, dll)
4. Jaga mutu pelaksanaan semua kegiatan
Program DOTS di Indonesia8
DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) adalah nama untuk strategi yang
dilaksanakan pada pelayanan kesehatan dasar di dunia untuk mendeteksi dan menyembuhkan
pasien TB. Strategi ini terdiri dari lima komponen, yaitu:
1. Dukungan politik para pimpinan wilayah di setiap jenjang sehingga program ini menjadi
salah satu prioritas dan pendanaan pun akan tersedia.
2. Mikroskop sebagai komponen utama untuk mendiagnosa TB melalui pemeriksaan
sputum langsung pasien tersangka TB.
3. Pengawas Minum Obat (PMO) yaitu orang yang dikenal dan dipercaya baik oleh pasien
maupun petugas kesehatan yang akan ikut mengawasi pasien minum seluruh obatnya.
4. Pencatatan dan pelaporan dengan baik dan benar.
14 | P a g e
5. Paduan obat anti TB jangka pendek yang benar, termasuk dosis dan jangka waktu yang
tepat.
Pada tahun 1994, pemerintah Indonesia bekerja sama dengan Badan Kesehatan Dunia
(WHO), melaksanakan suatu evaluasi bersama (WHO-Indonesia Joint Evaluation) yang
menghasilkan rekomendasi, “Perlunya segera dilakukan perubahan mendasar pada strategi
penanggulangan TB di Indonesia, yang kemudian disebut sebagai Strategi DOTS”. Sejak saat
itulah dimulailah era baru pemberantasan TB di Indonesia. Fokus utama DOTS adalah penemuan
dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan
memutuskan penularan TB dan dengan demkian menurunkan insidens TB di masyarakat.
Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan
penularan TB. Sejak DOTS diterapkan secara intensif terjadi penurunan angka kesakitan TB
menular. Hasil yang dicapai Indonesia dalam menanggulangi TB hingga saat ini telah meningkat.
Penguatan strategi DOTS dan pengembangannya ditujukan terhadap peningkatan mutu
pelayanan, kemudahan akses untuk penemuan dan pengobatan sehingga mampu memutuskan
rantai penularan dan mencegah terjadinya MDR-TB.
Pengawas Minum Obat (PMO)8
Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan
pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO.
1. Persyaratan PMO
a. Seseorang yang dikenal, dipercaya, dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan
maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien.
b. Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.
c. Bersedia membantu pasien dengan sukarela.
d. Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien.
2. Siapa yang bisa jadi PMO
Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya bidan di desa, perawat,
pekarya, sanitarian, juru imunisasi, dan lain-lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang
15 | P a g e
memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK,
atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga.
3. Tugas seorang PMO
a. Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan.
b. Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.
c. Mengingkatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan.
d. Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai gejala-
gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke Unit Pelayanan
Kesehatan. Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban pasien
mengambil obat dari unit pelayanan kesehatan.
4. Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada pasien dan
keluarganya:
a. TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan.
b. TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur.
c. Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara pencegahannya.
d. Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan).
e. Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur.
f. Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta pertolongan
ke unit pelayanan kesehatan.
Follow Up8
Penderita dinyatakan sembuh bila penderita telah menyelesaikan pengobatannya secara
lengkap, dan pemeriksaan ulang dahak (follow-up) paling sedikit dua kali berturut-turut hasilnya
negatif (yaitu pada akhir pengobatan dan/atau sebelum akhir pengobatan, dan pada satu
pemeriksaan follow-up sebelumnya).
Dalam proses penyembuhan, penderita TB dapat diberikan obat anti-TB (OAT) yang
diminum secara teratur sampai selesai dengan pengawasan yang ketat. Masa pemberian obat
memang cukup lama yaitu 6-8 bulan secara terus-menerus, sehingga dapat mencegah penularan
kepada orang lain. Walau telah ada cara pengobatan tuberkulosis dengan efektivitas tinggi, angka
sembuh lebih rendah dari yang diharapkan. Kondisi seorang penderita penyakit tuberkulosis
sering berada dalam kondisi rentan dan lemah, baik fisik maupun mentalnya. Kelemahan itu
16 | P a g e
dapat menyebabkan penderita tidak berobat, putus berobat, dan atau menghentikan pengobatan
karena berbagai alasan. Peranan PMO sangat mempengaruhi kedisiplinan penderita TB paru dan
keberhasilan pengobatan. Kerjasama petugas kesehatan dengan keluarga yang ditunjuk untuk
mendampingi ketika penderita minum obat merupakan faktor yang perlu dievaluasi untuk
menentukan tingkat keberhasilan pengobatan. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi angka
kesembuhan TB paru:
A. Faktor sarana ditentukan oleh:
1. Pelayanan kesehatan : sikap petugas kesehatan terhadap pola penyakit TB paru
2. Ketersediaan obat
B. Faktor penderita ditentukan oleh:
1. Pengetahuan penderita mengenai penyakit TB paru, cara pengobatan, dan bahaya
yang dapat ditimbulkan akibat berobat tidak adekuat
2. Menjaga kondisi tubuh dengan makan makanan bergizi, cukup istirahat, hidup teratur,
dan tidak mengkonsumsi alkohol atau merokok
3. Menjaga kebersihan diri dengan tidak membuang dahak sembarangan dan bila batuk
menutup mulut dengan saputangan.
C. Faktor keluarga dan lingkungan ditentukan oleh:
1. Dukungan keluarga, ventilasi yang tidak baik, lantai rumah yang lembab, dan
sirkulasi udara.
Penelitian12
Penelitian kesehatan adalah sebuah cara yang sistematis dan prinsip dalam memperoleh
bukti (data dan informasi) untuk memecahkan masalah masalah kesehatan dan investigasi isu-isu
kesehatan.
Penelitian juga merupakan survei yang didesain untuk mendapatkan informasi dari
populasi mengenai prevalensi, distribusi, dan inter-relasi dari variabel dalam populasi tersebut.
Penelitian survei adalah studi dengan desain cross-sectional dalam hubugan dengan
pengumpulan data yang telah ditentukan dengan kuesioner atau wawancara terstruktur pada lebih
dari satu kasus dan pada satu titik waktu agar dapat mengumpulkan data kuantitatif atau data
17 | P a g e
yang quantifiable dalam hubungan dengan dua atau lebih variable yang nantinya diuji untuk
mengetahui pola asosiasinya.
Proposal Penelitian12
Proposal penelitian adalah dokumen yang menjelaskan usulan peneliti untuk melakukan
penelitian, proposal ini disiapkan sebelum proyek penelitian dimulai. Proposal semestinya
mampu mengkomunikasikan masalah penelitan signifikasi penelitian, dan merencakan prosedur
untuk memecahkan masalah yang menjadi perhatian pihak tertentu.
Sistematika penulisan
Bab I Pendahuluan
Bab II Tinjauan pustaka
Bab III Metodologi penelitian
Bab IV Hasil yang diharapkan
Etika penelitian -> inform consent
Daftar kepustakaan
Daftar lampiran
Pendahuluan
Latar belakang
Latar belakang merupakan bagian yang terpenting dalam pembuatan proposal penelitian.
Pada latar belakang inilah peneliti menuliskan tentang mengapa dipilihnya topik penelitian
tertentu, memuat masalah yang ingin diteliti, penyebab dan dampak yang akan terjadi, cara
penanggulangan terkait dengan variabel yang akan diteliti, dan apa yang akan dilakukan melalui
riset ini.
18 | P a g e
Tujuan penelitian
Tujuan penelitian umumnya dibagi menjadi 2 bagian. Bagian pertama dikenal dengan
tujuan umum atau juga dikenal dengan general objective dan yang kedua dikenal dengan tujuan
khusus. Sebuah tujuan umum terdiri dari beberapa tujuan khusus. Dalam membuat tujuan
penelitian, terdapat beberapa kata yang umum digunakan di antaranya: untuk mengidentifikasi,
mengkaji, mendeterminasi, menguji, mengevaluasi, membandingkan, mengklarifikasi, dan lain-
lain.
Contoh
Tujuan umum : untuk mengetahui angka meningkatnya kejadian MDR dan tuberkulosis
putus obat
Tujuan khusus : untuk mengidentifikasi apakah tuberkulosis putus obat berhubungan
dengan meningkatnya angka MDR
Manfaat penelitian
Umumnya terdapat dua manfaat penelitian. Pertama, manfaat secara teoritis dan yang
kedua adalah manfaat praktis. Manfaat teoritis terkait dengan pengembangan teori, penemuan
teori baru ataupun konsen baru. Sedangkan manfaat praktis akan berhubungan dengan manfaat
hasil penelitian terhadap aplikasi di lapangan atau di masyarakat sesuai dengan hasil penelitian,
termasuk manfaatnya untuk memberikan atau pertimbangan dalam pembuatan kebijakan atau
program kesehatan.
Tinjauan pustaka
Tinjauan pustaka atau literature review adalah bagian penting dalam proses penelitian.
Peneliti membuat literature review agar peneliti lebih memahami tentang pengetahuan area yang
akan diteliti. Adapun tujuan dari literature review adalah sebagai berikut: identifikasi masalah
penelitian dan mengebangkan rumusan masalah dan hipotesis, orientasi apa yang sudah dan
19 | P a g e
belum diketahui tentang area penelitian serta mendeterminasi gap atau inkonsistensi dalam a
body of knowledge.
Berikut ini adalah alasan mengapa kita perlu membuat tinjauan pustaka atau literature
review:
1. Kita perlu mengetahui apa yang sudah diketahui atau yang sudah diteliti terkait dengan
penelitian kita, agar kita tidak menghasilkan atau mengulang hal yang sudah ada.
2. Kita dapat belajar dari kesalahan peneliti yang lain dan menghindari untuk melakukan hal
yang sama.
3. Kita dapat belajar tentang teori yang berbeda dan pendekatan methodologis ke area riset
kita.
4. Dapat membantu kita dalam mengebangkan kerangka kerja analitis.
5. Mengarahkan kita untuk mempertimbangkan variabel inklusi dalam riset kita.
6. Lebih jauh dapat dijadikan sebagai research question kita.
7. Membantu interpretasi tentang penemuan kita.
Untuk dapat menyusun bagian kepustakaan dengan baik, maka diperlukan berbagai macam
sumber kepustakaan atau literatur guna mendukung serta memperkuat apa yang akan diteliti.
Berbagai sumber pustaka yang dapat digunakan seperti buku, jurnal penelitian, lembaga atau
institusi yang tertentu yang memiliki kewenangan baik pemerintah maupun non pemerintah, dan
sumber-sumber pustaka lainnya.
Laporan Penelitian12
Penulisan laporan penelitian merupakan tahap akhir dari suatu penelitian dan merupakan hasil
akhir yang diwujudkan dalam bentuk karya tulis ilmiah. Laporan dari suatu penelitian pun harus
dapat dipertanggungjawabkan dan juga mudah dipahami oleh setiap pembaca. Suatu penulisan
laporan yang baik terlebih dahulu harus memiliki bahasa yang baik dan setiap aspek yang
disampaikan dalam penulisan juga harus sesuai dengan apa yang telah dilakukan dalam
penelitian.
Penulisan laporan penelitian ini harus ditulis dengan teliti dan juga jelas, hal ini adalah kegiatan
20 | P a g e
menuangkan pikiran-pikiran kedalam kalimat yang baik dan juga menyusun kalimat-kalimat ke
dalam alinea dan merangkai alinea tersebut menjadi suatu karya ilmiah. Penulisan laporan ini
menjadi mutlak karena dengan adanya laporan maka masyarakat dapat dengan mudah untuk
dipahami, atau mungkin menyempurnakan hasil dari penelitian yang telah dilakukan. Aspek
yang harus diperhatikan dalam sebuah penulisan laporan penelitian adalah penggunaan bahasa
yang komunikatif, mengetahui target atau untuk siapa laporan tersebut ditujukan kemudian juga
adanya kejelasan serta kemampuan meyakinkan para pembaca.
Teknik Sampling12
Teknik sampling adalah teknik atau metode untuk memilih dan mengambil unsur-unsur atau
anggota-anggota dari populasi untuk digunakan sebagai sampel secara representatif. Teknik
sampling banyak menggunakan teori probabilitas sehingga berdasarkan tekniknya dikategorikan
menjadi dua disebut probability sampling dan non-probability sampling.
Probability sampling
Probability sampling adalah teknik sampling dimana setiap anggota populasi memiliki
peluang sama dipilih menjadi sampel. Dengan kata lain, semua anggota tunggal dari populasi
memiliki peluang tidak nol. Teknik ini melibatkan pengambilan acak (dikocok) dari suatu
populasi. Ada bermacam-macam metode probability sampling dengan turunan dan variasi
masing-masing, namun paling populer sebagai berikut:
1. Sampling Acak Sederhana (Simple Random Sampling)
Random sampling adalah metode paling dekat dengan definisi probability sampling.
Pengambilan sampel dari populiasi secara acak berdasarkan frekuensi probabilitas semua
anggota populasi.
2. Sampling Acak Sistematis (Systematic Random Sampling)
Pengambilan sampel melibatkan aturan populasi dalam urutan sistematika tertentu.
Probabilitas pengambilan sampel tidak sama terlepas dari kesamaan frekuensi setiap
anggota populasi.
3. Sampling Stratifikasi (Stratified Sampling)
21 | P a g e
Populasi dibagi ke dalam kelompok strata dan kemudian mengambil sampel dari tiap
kelompok tergantung kriteria yang ditetapkan. Misalnya, populasi dibagi ke dalam anak-
anak dan orang tua kemudian memilih masing-masing wakil dari keduanya.
4. Sampling Rumpun (Cluster Sampling)
Populasi dibagi ke dalam kelompok kewilayahan kemudian memilih wakil tiap-tiap
kelompok. Misalnya, populasi adalah Jawa Tengah kemudian sampel diambil dari tiap-
tiap kabupaten. Bisa juga batas-batas gunung, pulau dan sebagainya.
5. Sampling Bertahap (Multistage Sampling)
Pengambilan sampel menggunakan lebih dari satu teknik probability sampling. Misalnya,
menggunakan metode stratified sampling pada tahap pertama kemudian metode simple
random sampling di tahap kedua dan seterusnya sampai mencapai sampel yang
diinginkan.
6. Probabilitas Proporsional Ukuran Sampling (Probability Proportional to Size Sampling)
Probabilitas pengambilan sampel sebanding dengan ukuran sampling bahwa sampel
dipilih secara proporsional dengan ukuran total populasi. Ini adalah bentuk multistage
sampling di tahap pertama dan kemudian random sampling di tahap kedua, tapi jumlah
sampel sebanding dengan ukuran populasi.
Non-Probability Sampling
Teknik non-probability sampling bahwa setiap anggota populasi memiliki peluang nol.
Artinya, pengambilan sampel didasarkan kriteria tertentu seperti judgment, status, kuantitas,
kesukarelaan dan sebagainya. Ada bermacam-macam metode non-probability sampling dengan
turunan dan variasinya, tapi paling populer sebagai berikut:
1. Sampling Kuota (Quota Sampling)
Mirip stratified sampling yaitu berdasarkan proporsi ciri-ciri tertentu untuk menghindari
bias. Misalnya, jumlah sampel laki-laki 50 orang maka sampel perempuan juga 50 orang.
2. Sampling Kebetulan (Accidental Sampling)
Pengambilan sampel didasarkan pada kenyataan bahwa mereka kebetulan muncul.
Misalnya, populasi adalah setiap pegguna jalan tol, maka peneliti mengambil sampel dari
orang-orang yang kebetulan melintas di jalan tersebut pada waktu pengamatan.
3. Sampling Purposive (Purposive or Judgemental Sampling)
22 | P a g e
Pengambilan sampel berdasarkan seleksi khusus. Peneliti membuat kriteria tertentu siapa
yang dijadikan sebagai informan. Misalnya, Anda meneliti kriminalitas di Kota
Semarang, maka Anda mengambil informan yaitu Kapolresta Semarang, seorang pelaku
kriminal dan seorang korban kriminal.
4. Sampling Sukarela (Voluntary Sampling)
Pengambilan sampel berdasarkan kerelaan untuk berpartisipasi dalam penelitian. Metode
ini paling umum digunakan dalam jajak pendapat.
5. Sampling Snowball (Snowball Sampling)
Pengambilan sampel berdasarkan penelusuran sampel sebelumnya. Misalnya, penelitian
tentang korupsi bahwa sumber informan pertama mengarah kepada informan kedua lalu
informan ke tiga dan seterusnya
Desain Penelitian12
Desain penelitian adalah kerangka kerja yang digunakan untuk melakukan suatu
riset/penelitian. Desian penelitian memberikan prosedur untuk mendapatkan informasi yang
diperlukan untuk menyusun atau menyelesaikan masalah dalam penelitian serta merupakan dasar
dalam melakukan penelitian. Macam – macam desain penelitian antara lain:
STUDY CROSS SECTIONAL
Study cross sectional merupakan suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi
antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan observasi atau pengumpulan
data sekaligus pada suatu saat (poin time approach). Artinya, tiap subjek penelitian hanya
diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek
pada saat pemeriksaan. Hal ini tidak berarti semua subjek penelitian diamati pada waktu yang
sama. Tujuan penelitian ini untuk mengamati hubungan antara faktor resiko dengan akibat yg
terjadi berupa penyakit atau keadaan kesehatan tertentu dalam waktu yang bersamaan, ditanya
masalahnya (akibat) sekaligus penyebabnya (faktor resikonya).
23 | P a g e
Kelebihan penelitian Cross Sectional:
Mudah dilaksanakan, sederhana, ekonomis dalam hal waktu, dan hasil dapat
diperoleh dengan cepat dan dalam waktu bersamaan dapat dikumpulkan variabel yang
banyak, baik variabel resiko maupun variabel efek.
Kekurangan penelitian Cross Sectional:
Diperlukan subjek penelitian yang besar
Tidak dapat menggambarkan perkembangan penyakit secara akurat
Tidak valid untuk meramalkan suatu kecenderungan
Kesimpulan korelasi faktor resiko dengan faktor efek paling lemah bila dibandingkan
dengan dua rancangan epidemiologi yang lain.
Contoh: Ingin mengetahui hubungan antara menurunnya kepatuhan berobat dengan multi drugs
resistance (MDR), dengan menggunakan rancangan/pendekatan cross sectional.
Tahap pertama: Mengidentifikasi variabel-variabel yang akan diteliti dan kedudukanya masing-
masing.
Variabel dependen (efek) : MDR
Variebel independen (risiko) : Menurunnya kepatuhan berobat
Variebel independen (risiko) yang dikendalikan: usia pasien, tingkat pendidikan dan
keadaan sosial ekonomi pasien.
Tahap kedua: menetapkan subjek penelitian atau populasi dan sampelnya.
Subjek penelitian : pasien TB, namun perlu dibatasi daerah mana mereka akan diambil
contohnya lingkup rumah sakit atau puskesmas. Demikian pula batas waktu dan cara
pengambilan sampel, apakah berdasarkan tekhnik random atau non-random.
Tahap ketiga : Melakukan pengumpulan data, observasi atau pengukuran terhadap variabel
dependen-independen dan variabel-variabel yang dikendalikan secara bersamaan (dalam waktu
yang sama).
Tahap keempat : Mengolah dan menganalisis data dengan cara membandingkan.
Bandingkan kepatuhan berobat dengan kasus MDR. Dari analisis ini akan diperoleh bukti adanya
atau tidak adanya hubungan antara kepatuhan berobat dengan kasus MDR.
24 | P a g e
STUDY CASE CONTROL
Study case control adalah suatu penelitian analitik yang menyangkut bagaimana faktor
resiko dipelajari dengan menggunakan pandekatan retrospective. Dengan kata lain, efek
(penyakit atau status kesehatan) diidentifikasi pada saat ini, kemudian faktor resiko diidentifikasi
adanya atau terjadinya pada waktu yang lalu. Study case control ini didasarkan pada kejadian
penyakit yang sudah ada sehingga memungkinkan untuk menganalisa dua kelompok tertentu
yakni kelompok kasus yangg menderita penyakit atau terkena akibat yang diteliti, dibandingkan
dengan kelompok yang tidak menderita atau tidak terkena akibat. Intinya, penelitian case control
ini adalah diketahui penyakitnya kemudian ditelusuri penyebabnya.
Kelebihan penelitian Case Control
Adanya kesamaan ukuran waktu antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol
Adanya pembatasan atau pengendalian faktor resiko sehingga hasil penelitian lebih
tajam dibanding hasil rancangan cross sectional
Tidak menghadapi kendala etik seperti pada penelitian eksperimen (kohort)
Tidak memerlukan waktu lama ( lebih ekonomis )
Kekurangan Rancangan Penelitian Case Control
Pengukuran variabel yang retrospective, objektivitas, dan reabilitasnya kurang karena
subjek penelitian harus mengingatkan kembali faktor-faktor resikonya.
Tidak dapat diketahui efek variabel luar karena secara teknis tidakdapat dikendalikan.
Kadang-kadang sulit memilih kontrol yang benar-benar sesui dengan kelompok
kasusu karena banyaknya faktor resiko yang harus dikendalikan.
Contoh: Penelitian ingin membuktikan hubungan antara menurunnya kepatuhan berobat dengan
multi drugs resistance (MDR).
Tahap pertama: Mengidentifikasi variabel dependen (efek) dan variabel- variabel independen
(faktor resiko)
Variabel dependen (efek) : MDR
Variebel independen (risiko) : Menurunnya kepatuhan berobat
Variebel independen (risiko) yang dikendalikan: usia pasien, tingkat pendidikan dan
keadaan sosial ekonomi pasien.
25 | P a g e
Tahap kedua: Menetapkan objek penelitian, yaitu populasi dan sampel penelitian. Objek
penelitian disini adalah pasien TB. Namun demikian perlu dibatasi pasien TB daerah mana yang
dianggap menjadi populasi dan sampel penelitian ini.
Tahap ketiga: Mengidentifikasi kasus, yaitu pasien TB dengan kepatuhan berobat yang menurun.
Kasus diambil dari populasi yang telah ditetapkan.
Tahap keempat: Pemilihan subjek sebagai kontrol, yaitu pasien TB. Pemilihan kontrol
hendaknya didasarkan kepada kesamaan karakteristik subjek pada kasus. Misalnya ciri-ciri
masyarakatnya, sosial ekonominya dan sebagainya.
Tahap kelima: Melakukan pengukuran secara retrospektif, yaitu dari kasus (tingkat
kepatuhannya diukur atau ditanyakan kepada pasien/anggota keluarga dengan menggunakan
metode recall mengenai perilaku minum obat pasien).
Tahap keenam: Melakukan pengolahan dan analisis data. Dengan membandingkan proporsi
pasien TB yang baik dan yang kurang baik dalam hal meminum obat pada kelompok kasus,
dengan proporsi perilaku pasien TB yang sama pada kelompok kontrol. Dari sini akan diperoleh
bukti ada tidaknya hubungan perilaku meminum obat dengan MDR pada pasien TB.
STUDY COHORT
Study cohort adalah penelitian observasional analitik yang didasarkan pada pengamatan
sekelompok penduduk tertentu dalam jangka waktu tertentu. Dalam hal ini kelompok penduduk
yang diamati merupakan kelompok penduduk dengan 2 kategori tertentu yakni yang terpapar
dan atau yang tidak terpapar terhadap faktor yang dicurigai sebagai faktor penyebab. Penelitian
cohort adalah kebalikan dari case control. faktor resiko (penyebab) telah diketahui terus diamati
secar terus menerus akibat yang akan ditimbulkannya.
Kelebihan Penelitian Cohort :
Dapat mengatur komparabilitas antara dua kelompok (kelompok subjek dan
kelompok kontrol) sejak awal penelitian.
Dapat secara langsung menetapkan besarnya angka resiko dari suatu waktu ke waktu
yang lain.
Ada keseragaman observasi, baik terhadap faktor resiko maupun efek dari waktu ke
waktu.
26 | P a g e
Kekurangan Penelitian Cohort
Memerlukan waktu yang cukup lama
Memerlukan sarana dan pengelolaan yang rumit
Kemungkinan adanya subjek penelitian yang drop out dan akan mengganggu analisis
hasil
Ada faktor resiko yang ada pada subjek akan diamati sampai terjadinya efek
(mungkin penyakit) maka hal ini berarti kurang atau tidak etis.
Contoh: Penelitian yang ingin membuktikan adanya hubungan antara Ca paru (efek) dengan
merokok (resiko) dengan menggunakan pendekatan atau rancangan prospektif.
Tahap pertama : Mengidentifikasi faktor efek (variabel dependen) dan resiko (variabel
independen) serta variabel-variabel pengendali (variabel kontrol).
Variabel dependen : Ca. Paru
Variabel independen : merokok
Variabel pengendali : umur, pekerjaan dan sebagainya.
Tahap kedua: Menetapkan subjek penelitian, yaitu populasi dan sampel penelitian. Misalnya
yang menjadi populasi adalah semua pria di suatu wilayah atau tempat tertentu, dengnan umur
antara 40 sampai dengan 50 tahun, baik yang merokok maupun yang tidak merokok.
Tahap ketiga: Mengidentifikasi subjek yang merokok (resiko positif) dari populasi tersebut, dan
juga mengidentifikasi subjek yang tidak merokok (resiko negatif) sejumlah yang kurang lebih
sama dengan kelompok merokok.
Tahap keempat: Mengobservasi perkembangan efek pada kelompok orang-orang yang merokok
(resiko positif) dan kelompok orang yang tidak merokok (kontrol) sampai pada waktu tertentu,
misal selama 10 tahun ke depan, untuk mengetahui adanya perkembangan atau kejadian Ca paru.
Tahap kelima : Mengolah dan menganalisis data. Analisis dilakukan dengan membandingkan
proporsi orang-orang yang menderita Ca paru dengan proporsi orang-orang yang tidak menderita
Ca paru, diantaranya kelompok perokok dan kelompok tidak merokok.
27 | P a g e
Variabel Penelitian12
Variabel adalah suatu besaran yang dapat diubah atau berubah sehingga mempengaruhi
peristiwa atau hasil penelitian. Dengan menggunakan variabel, kita akan mmeperoleh lebih
mudah memahami permasalahan. Hal ini dikarenakan kita seolah-olah seudah mendapatkan
jawabannya. Biasanya bentuk soal yang menggunakan teknik ini adalah soal counting
(menghitung) atau menentuakan suatu bilangan. Dalam penelitian sains, variable adalah bagian
penting yang tidak bisa dihilangkan. Variabel juga dapat berarti sarana untuk memperoleh
pemahaman terhadap masalah (problem) yang sedang diteliti secara benar. Dengan
menggunakan variabel-variabel tertentu, peneliti menguji benar atau tidaknya asumsi dan
rumusan masalah yang sebelumnya sudah dibuat. Macam-macam variabel, yaitu:
a. Variabel Independen
Variable ini sering disebut sebagai variabel predictor, variabel pengaruh, kausa, variabel
perlakuan, treatment, variabel risiko, stimulus, dan juga dikenal sebagai variabel bebas dan
variabel predictor. Variabel ini merupakan variabel yang menjadi sebab terjadinya perubahan
atau mempengaruhi timbulnya variabel terikat (dependen). Oleh karena itu, variabel ini
disebut variabel bebas (independent). Variabel bebas juga sering tuliskan dalam Structural
Equation Modelling sebagai variabel eksogen.
b. Variabel Dependen
Variabel ini sering disebut sebagai variabel konsekuen, variabel kriteria, variabel pengaruh,
terikat, tergantung, dan variabel output. Berbeda dengan variabel independet, variabel
dependen dalam SEM atau permodelan persamaan struktural, variabel independen juga
dikenal sebagai variabel indogen. Alasan variabel dependen disebut variabel terikat adalah
karena setiap variabel independen akan mempengaruhi variabel terikat / independen
c. Variable Moderator
Variabel moderator adalah variabel yang berpengaruh baik itu memperkuat maupun
memperlemah hubungan (relation) antara variabel bebas dan variabel terikat. Variabel
independen kedua merupakan nama lain untuk variabel moderator.
d. Variabel Intervening
Variabel intervening adalah variabel yang secara teoritis mempengaruhi hubungan (relation)
antara variabel bebas dengan variabel terikat, tetapi tidak dapat diamati dan diukur. Variabel
ini merupakan variabel penyela/Antara yang terletak diantara variabel bebas dan bariabel
28 | P a g e
terikat, sehingga Variabel Bebas tidak secara langsung mempengaruhi berubahnya atau
timbulnya variabel terikat. Contoh: Tinggi rendahnya pendapatan akan mempengaruhi secara
tidak langsung terhadap umur harapan hidup. Di sini ada variabel antaranya yaitu yang
berupa gaya hidup seseorang. Antara variabel penghasilan dan gaya hidup terdapat variabel
moderator yaitu Budaya Lingkungan Tempat Tinggal.
e. Variabel kontrol
Variabel kontrol adalah variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan sehingga hubungan
variabel bebas terhadap variabel terikat tidak dipengaruhi oleh faktor dari luar yang tidak
diteliti. Variabel kontrol sering dipakai oleh peneliti dalam penelitian yang bersifat
membandingkan, melalui penelitian eksperimental.
Analisis Data12
Analisis data merupakan upaya mengolah data menjadi informasi, sehingga
karakteristik atau sifat-sifat data tersebut dapat dengan mudah dipahami dan bermanfaat untuk
menjawab masalah-masalah yang berkaitan dengan kegiatan penelitian. Dengan demikian, teknik
analisis data dapat diartikan sebagai cara melaksanakan analisis terhadap data, dengan tujuan
mengolah data tersebut menjadi informasi, sehingga karakteristik atau sifat-sifat datanya dapat
dengan mudah dipahami dan bermanfaat untuk menjawab masalah-masalah yang berkaitan
dengan kegiatan penelitian, baik berkaitan dengan deskripsi data maupun untuk membuat
induksi, atau menarik kesimpulan tentang karakteristik populasi (parameter) berdasarkan data
yang diperoleh dari sampel (statistik).
Tujuan dari analisis data antara lain sbagai media dalam mendeskripsikan data, biasanya
dalam bentuk frekuensi, ukuran tendensi sentral maupun ukuran dispersi, sehingga dapat
dipahami karakteristik datanya. Dalam statistika, kegiatan mendeskripsikan data ini dibahas pada
statistika deskriptif. Selain itu, analisis data juga dapat digunakan untuk membuat induksi atau
menarik kesimpulan tentang karakteristik populasi, atau karakteristik populasi berdasarkan data
yang diperoleh dari sampel (statistik). Kesimpulan yang diambil ini bisanya dibuat berdasarkan
pendugaan (estimasi) dan pengujian hipotesis. Dalam statistika, kegiatan membuat induksi atau
menarik kesimpulan tentang karakteristik populasi atau sampel ini dibahas pada statistika
inferensial.
29 | P a g e
Langkah dan Prosedur Analisis Data
1. Tahap mengumpulkan data, dilakukan melalui instrumen pengumpulan data.
2. Tahap editing, yaitu memeriksa kejelasan dan kelengkapan pengisian instrumen
pengumpulan data.
3. Tahap koding, yaitu proses identifikasi dan klasifikasi dari setiap pertanyaan yang terdapat
dalam instrumen pengumpulan data menurut variabel-variabel yang diteliti.
4. Tahap tabulasi data, yaitu mencatat atau entri data ke dalam tabel induk penelitian.
5. Tahap pengujian kualitas data, yaitu menguji validitas dan realiabilitas instrumen
pengumpulan data.
6. Tahap mendeskripsikan data, yaitu tabel frekuensi dan/atau diagram, serta berbagai ukuran
tendensisentral, maupun ukuran dispersi. tujuannya memahami karakteristik data sampel
penelitian.
7. Tahap pengujian hipotesis, yaitu tahap pengujian terhadap proposisi-proposisi yang dibuat
apakah proposisi tersebut ditolak atau diterima, serta bermakna atau tidak. Atas dasar
Pengujian hipotesis inilah selanjutnya keputusan dibuat.
Macam Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian, dibagi menjadi dua, yaitu teknik analisis data
diskriptif dan teknik analisis data inferensial. Teknik analisis data penelitian secara deskriptif
dilakukan melalui statistika deskriptif, yaitu statistik yang digunakan untuk menganalisis data
dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana
adanya tanpa bermaksud membuat generalisasi hasil penelitian. Temasuk dalam teknik analisis
data statistik deskriptif antara lain penyajian data melalui tabel, grafik, diagram, persentase,
frekuensi, perhitungan, mean, median atau modus. Sementara itu teknik analisis data inferensial
dilakukan dengan statistik inferensial, yaitu statistik yang digunakan untuk menganalisis data
dengan membuat kesimpulan yang berlaku umum. Ciri analisis data inferensial adalah
digunakannya rumus statistik tertentu (misalnya uji T, uji Z, Chi-square dan lain sebagainya).
Hasil dari perhitungan rumus statistik inilah yang menjadi dasar pembuatan generalisasi dari
sampel bagi populasi. Dengan demikian, statistik inferensial berfungsi untuk
menggeneralisasikan hasil penelitian sampel bagi populasi. Sesuai dengan fungsi tersebut maka
statistik inferensial cocok untuk penelitian sampel.
30 | P a g e
Penutup
Daftar Pustaka
1. Departemen Kesehatan RI. 2008. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Available from :
www.depkes.go.id.pdf diakses pada tanggal 4 Juli 2015
2. Febrian, Ria. Asuhan keperawatan keluarga dengan masalah TB paru. [Diakses pada 4 Juli
2015). Diunduh dari http://digilib.unimus.ac.id/ files/disk1/103/jtptunimus-gdl-riafebrian-
5117-1-bab1.pdf
3. Tuberculosis. [Diakses pada: 4 Juli 2015]. Diunduh dari
http://keluargasehat.wordpress.com/2010/04/08/tuberkulosis-tb/
4. Bramantyo, Arimas. 2011. Hubungan Status Gizi Anak dan Tingkat Pendidikan Serta
Pengetahuan Ibu terntang Gizi Terhadap Keberhasilan Pengobatan Tuberkulosis Pada
Anak Di Puskesmas Pisangan Tahun 2009-2010 . Skripsi Program Sarjana Fakultas
Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional “Verterran” Jakarta (skripsi).
5. Departemen Kesehatan RI. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Jakarta
: Depkes RI
6. Kementrian Kesehatan RI. 2009. Pengendalian Tuberkulosis Salah Satu Indikator
Keberhasilan MDG’s. Available from : www.depkes.go.id diakses pada tanggal 4 Juli 2015
7. Wirasti, Bagas. 2011. Hubungan Antara Karakteristik dan Pengetahuan Tentang
Tuberkulosis Paru Dengan Perilaku Penularan Tuberkulosis Paru Di Puskesmas Sawangan
Kota Depok Tahun 2010. Skripsi Program Sarjana Fakultas Kedokteran Universitas
Pembangunan Nasional “Verterran” Jakarta
8. Sudoyo Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid ke-2 Revisi IV. Jakarta :
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
9. Starke JR. Nelson: ilmu kesehatan anak. Ed 15. Jakarta: EGC;2012.h. 1028-37.
10. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Ed 3. Jakarta: EGC; 545-9.
11. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, etall. Kapita selekta kedokteran. Jakarta: Media
Aesculapius; 2008.h.473-6.
12.Swarjana IK. Pengantar penelitian. Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Penerbit
ANDI; 2012.h. 1-3, 13, 17-9, 30-1, 33-5,41-2
31 | P a g e