Makalah Blok 26

49
Kepatuhan Minum Obat dan Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Meningkatnya MDR Samuel Wosangara Billy NIM : 102012152, Kelompok: F1 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 2012, Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510, Telp : 021-56942061, Fax : 021-563173, E-mail : [email protected] Skenario Puskesmas “K” pada pelaksanaan Mikro planning bulan lalu didapatkan data bahwa banyak pasien yang telah didiagnosis TB paru dan diobati dengan sistem DOTS tidak kembali lagi mengambil obat. Sementara itu angka kejadian Multi Drugs Resistance semakin meningkat. Kepala puskesmas ingin melakukan penelitian untuk mengetahui faktor apa saja yang menyebabkan kunjungan follow up pasien TB tidak kembali. Berdasarkan beberapa literature diduga faktor-faktor yang berhubungan dengan keteraturan berobat antara lain: usia pasien, tingkat pendidikan, sosial ekonomi, pekerjaan, jarak rumah dengan Puskesmas, efek samping obat, lamanya minum obat, dan faktor-faktor lainnya. Pendahuluan 1 | Page

description

Makalah Blok 26

Transcript of Makalah Blok 26

Page 1: Makalah Blok 26

Kepatuhan Minum Obat dan Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan

Meningkatnya MDR

Samuel Wosangara Billy

NIM : 102012152, Kelompok: F1

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 2012, Jl. Arjuna Utara No.6

Jakarta 11510, Telp : 021-56942061, Fax : 021-563173, E-mail : [email protected]

Skenario

Puskesmas “K” pada pelaksanaan Mikro planning bulan lalu didapatkan data bahwa banyak

pasien yang telah didiagnosis TB paru dan diobati dengan sistem DOTS tidak kembali lagi

mengambil obat. Sementara itu angka kejadian Multi Drugs Resistance semakin meningkat.

Kepala puskesmas ingin melakukan penelitian untuk mengetahui faktor apa saja yang

menyebabkan kunjungan follow up pasien TB tidak kembali. Berdasarkan beberapa literature

diduga faktor-faktor yang berhubungan dengan keteraturan berobat antara lain: usia pasien,

tingkat pendidikan, sosial ekonomi, pekerjaan, jarak rumah dengan Puskesmas, efek samping

obat, lamanya minum obat, dan faktor-faktor lainnya.

Pendahuluan

Latar Belakang Masalah

Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman

Mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru. Tuberkulosis paru (TB paru) adalah

penyakit kronis yang dapat menurunkan daya tahan tubuh penderitanya secara serius. Hal ini

disebabkan oleh karena adanya kerusakan jaringan paru yang bersifat permanen. Penyakit ini

menyebar dan ditularkan melalui udara, ketika orang yang terinfeksi TB paru, batuk, bersin,

berbicara atau meludah.1,2

1 | P a g e

Page 2: Makalah Blok 26

Diperkirakan sepertiga populasi dunia terinfeksi Mycobacterium tuberculosis, bakteri

penyebab tuberkulosis (TB). Dan dari populasi yang terinfeksi tersebut, setiap tahun lebih dari 8

juta orang menjadi sakit, serta 2 juta orang meninggal karena TB. Indonesia berada pada tingkat

ketiga terbesar di dunia dalam jumlah penderita TB, setelah India dan China.1,3

Sekitar 40% dari kasus TB dunia ditemukan di wilayah Asia Tenggara dan hampir satu

juta kematian setiap tahunnya. Sekitar 95% dari kasus kasus yang dilaporkan terjadi di

Bangladesh, India, Indonesia, Myanmar, dan Thailand. Di negara-negara tersebut TB telah

dikenal sebagai salah satu masalah kesehatan masyarakat yang paling besar. Situasi tersebut

menjadi jauh lebih rumit dengan penyebaran HIV yang sangat cepat dan munculnya jenis TB

yang kebal terhadap pengobatan wilayah tersebut. Angka kejadian TB paru di wilayah kerja

Puskesmas Tempuran bulan Januari - Agustus 2011 sendiri ialah sebanyak 9 orang. Pasien

tersebut harus mendapatkan penatalaksanaan yang tepat dari pelayanan kesehatan di wilayah

tersebut, dalam hal ini Puskesmas Tempuran.4

Menurut WHO, kematian wanita karena TBC lebih banyak daripada kematian karena

kehamilan, persalinan dan nifas. Bila tak dikendalikan, dalam 20 tahun mendatang TB akan

membunuh 35 juta orang. Melihat kondisi tersebut, WHO menyatakan TB sebagai kedaruratan

global sejak 1993. WHO telah merekomendasikan strategi DOTS (Directly Observed Treatment

Short Course strategy) sebagai strategi dalam penanggulangan TB sejak tahun 1995. Strategi ini

memasukkan pendidikan kesehatan, penyediaan obat anti TB gratis dan pencarian secara aktif

kasus TB. Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan

kepada pasien TB tipe menular.5,6

Selain itu, untuk mengurangi bertambahnya jumlah penderita TB paru dan masalah yang

ditimbulkan, penanganan awal yang dapat dilakukan dimulai dari lingkungan keluarga, di mana

keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa

orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling

ketergantungan. Keluarga dalam hal ini sangat berperan sebagai pengawas minum obat maupun

pengingat untuk selalu hidup sehat, sehingga pengobatan TB paru dapat berhasil dan penularan

dapat diminimalkan.1,7

2 | P a g e

Page 3: Makalah Blok 26

Pembahasan

Definisi Tuberkulosis8

Tuberkulosis adalah setiap penyakit menular pada manusia dan hewan lain yang

disebabkan oleh species Mycobacterium dan ditandai dengan pembentukan tuberkel dan

nekrosis kaseosa pada jaringan setiap organ.

Etiologi9

Penyebab tuberkulosis adalah mycobacterium tuberculosis merupakan anggota ordo

Actinomisetales dan family Mycobacteriaseae. Basil tuberkel adalah batang lengkung, gram

positif lemah, pleiomorfik, tidak bergerak, tidak berspora, panjang sekitar 2-4um.

Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri aerob, yang tumbuh pada media sintesis yang

mengandung gliserol sebagai sumber karbon dan garam amonium sebagai sumber nitrogen.

Mikobakteria ini tumbuh paling baik pada suhu 37-410C, menghasilkan niasin dan tidak ada

pigmentasi. Dinding sel kaya lipid menimbulkan resistensi terhadap daya bakterisid antibody dan

komplemen. Tanda semua mikobakteria adalah ketahan asamnya—kapasitas membentuk

kompleks mikolat stabil dengan pewarnaan arilmetan seperti kristal violet, karbolfukhsin,

auramin, dan rodamin.

Mikobakterium tumbuh lambat, waktu pembentukannya adalah 12-24 jam. Isolasi dari

specimen klinis pada media sintetik padat biasanya memerlukan waktu 3-6 minggu, dan uji

kerentanan obat memerlukan 4 minggu tambahan. Namun pertumbuhan dapat dideteksi dalam 1-

3 minggu pada medium cairan selektif dengan menggunakan nutrient radiolabel, dan kerentanan

obat dapat ditentukan dalam 3-5 hari tambahan. Adanya M. tuberculosis dalam specimen klinik

dapat dideteksi dalam beberapa jam dengan menggunakan reaksi rantai polymerase (RRP) yang

menggunakan probe DNA yang merupakan pelengkap terhadap DNA atau RNA mikobakteria.

Patogenesis8

Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar

menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara

bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan

kelembaban. Dalam suasana yang gelap dan lembab kuman dapat bertahan berhari-hari sampai

3 | P a g e

Page 4: Makalah Blok 26

berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhirup oleh orang sehat, ia akan menempel pada

saluran napas atau jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel < 5

mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian baru oleh makrofag.

Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan

trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya. Bila kuman menetap di jaringan paru,

berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di sini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh

lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosis dan disebut

sarang primer afek primer atau fokus ghon.

Bila menjalar ke pleura maka akan menjadi efusi pleura. Kuman dapat juga masuk ke

saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring dan kulit terjadi limfadenopati regional

kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti otak, ginjal,

tulang. Proses ini berlangsung selama 3-8minggu. Kompleks primer ini selanjutnya dapat

menjadi sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat, sembuh dengan meninggalkan sedikit

bekas berupa gari-garis fibrotik, berkomplikasi dan menyebar.

Klasifikasi4,10

I. Tuberkulosis paru

Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk

pleura. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA) TB paru dibagi atas:

Tuberkulosis paru BTA (+)

Hasil pemeriksaan dahak 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif,

gambaran klini dan kelainan radiologis menunjukkan tuberkulosis aktif

Hasil pemeriksaan dahak 1 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif dan

biakan M. Tuberculosis positif

Tuberkulosis paru BTA (-)

Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinik dan kelainan

radiologis menunjukkan tuberkulosis aktif.

4 | P a g e

Page 5: Makalah Blok 26

Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M. tuberculosis

positif.

Tuberkulosis paru kambuh

Kasus defaulted atau drop out

Adalah pasien yang tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa

pengobatannya selesai.

Kasus gagal

Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada

akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan. Juga dikatakan gagal apabila

pasien dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik positif menjadi BTA positif pada

akhir bulan ke-2 pengobatan.

Kasus kronik / persisten

Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan

ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik.

II. Tuberkulosis ekstra paru

Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain

paru, misalnya pleura, kelenjar getah bening, selaput otak, perikard, tulang, persendian,

kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin dan lain-lain.

III. Multi drugs resistance tuberkulosis

Multi drug resistance TB (MDR TB) merupakan bentuk TB yang resisten disebabkan

oleh organisme yang resisten terhadap obat anti tuberkulosis yang paling efektif, yaitu

isoniazid dan rifampisin. MDR TB merupakan hasil dari infeksi dari organisme yang

sudah resisten terhadap obat atau timbul saat pasien sedang terapi, namun terhenti.

Fluorokuinolon merupakan golongan paling kuat di antara obat-obat lini kedua untuk

terapi MDR-TB. Pasien MDR-TB yang disertai resistensi terhadap golongan

fluorokuinolon memiliki manifestasi klinik yang lebih serius dibandingkan dengan yang

tidak. Penyakit ini lebih susah diterapi, dan lebih berisiko untuk menjadi XDR-TB, dan

memungkinkan resistensi terhadap obat-obat lini kedua yang lain.

5 | P a g e

Page 6: Makalah Blok 26

IV. Extensive drugs resistance tuberkulosis

XDR TB merupakan bentuk TB yang resisten terhadap setidaknya empat obat inti anti

TBC. XDR TB mencakup resistensi terhadap dua obat anti tuberkulosis yang paling

efektif, isoniazid dan rifampisin, sama seperti MDR TB, ditambah dengan resistensi

terhadap golongan fluorokuinolon (seperti ofloxacin atau moxifloxacin), dan terhadap

satu dari tiga obat second-line therapy (amikacin, capreomycin, atau kanamycin). MDR

TB dan XDR TB membutuhkan terapi lebih banyak dibandingkan dengan TB yang tidak

resisten, dan membutuhkan kegunaan dari obat second-line therapy yang lebih mahal dan

mempunyai efek samping yang lebih banyak dari first-line therapy.

V. Total drugs resistance tuberkulosis

Penyakit TB ini bisa disebut juga TB yang resisten terhadap OAT total, baik lini pertama

(INH, rifampisin, ethambutol, dan streptomycin) dan lini kedua (seperti: kanamisin,

amikasin, dan lain sebagainya). Resisten terhadap rifampisin bisa dideteksi menggunakan

metode fenotipik dan genotipik, dengan atau tanpa resistensi terhadap OAT lain.

Resistensi rifampisin, apapun variasinya, termasuk dalam katogeri, baik monoresisten,

poliresisten, resisten obat ganda, atau resisten total OAT.

Gejala Klinis8

Keluhan yang dirasakan pasien tuberculosis dapat bermacam-macam atau malah banyak

pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Keluhan

terbanyak adalah

Demam. Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang panas

badan mencapai 40-41°C. Serangan demam pertama dapat sembut sebentar, tetapi

kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam influenza

ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza.

Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi

kuman tuberculosis yang masuk.

6 | P a g e

Page 7: Makalah Blok 26

Batuk/batuk berdarah. Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi

pada bronkus, batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang yang keluar.

Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada

setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau

berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-

produktif) kemudian setelah timbul peradangan baru menjadi produktif (batuk dengan

sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah

yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis terjadi pada kavitas, tetapi juga

terjadi pada ulkus dinding bronkus.

Sesak napas. Pada penyakit yang ringan (baru tunbuh) belum dirasakan sesak napas.

Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah

meliputi setengah bagian paru-paru.

Nyeri dada. Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi sudah

sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu

pasien menarik/melepaskan napasnya.

Malaise. Penyakit tuberculosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering

ditemukan berupa anoreksia, badan makin kurus, sakit kepala, meriang, nyeri otot,

keringat malam hari, dan lain sebagainya. Gejala ini makin lama akan makin berat dan

dapat hilang timbul secara tidak teratur.

Cara Penularan8

Penularan Mycobacterium tuberculosis terjadi melalui udara pada waktu percikan dahak

yang mengandung kuman tuberkulosis paru dibatukkan keluar, dihirup oleh orang sehat melalui

jalan napas dan selanjutnya berkembang biak melalui paru-paru. Cara lain adalah dahak yang

dibatukkan mengandung kuman tuberkulosis jatuh dulu ke tanah, mengering dan debu yang

mengandung kuman beterbangan kemudian dihirup oleh orang sehat dan masuk ke dalam paru-

paru (airborne disease).

7 | P a g e

Page 8: Makalah Blok 26

Daya penularan ditentukan oleh banyaknya kuman Bakteri Tahan Asam (BTA) yang

terdapat dalam paru-paru penderita serta penyebarannya. Pada perjalanan kuman ini banyak

mengalami hambatan, antara lain di hidung (bulu hidung) dan lapisan lendir yang melapisi

seluruh saluran pernafasan dari atas sampai ke kantong alveoli. Sebagian besar manusia yang

terinfeksi (80–90 %) belum tentu menjadi sakit tuberkulosis, hal ini disebabkan karena adanya

kekebalan tubuh.

Resiko penularan8

1. Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB paru

dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar dari pasien

TB paru dengan BTA negatif.

2. Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis

Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko Terinfeksi TB selama satu tahun.

ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap

tahun.

3. ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.

4. Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi positif.

Resiko menjadi sakit TB8

1. Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.

2. Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000

terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setiap tahun.

Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA positif.

3. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah daya

tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk).

4. HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB menjadi sakit TB.

Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (cellular

immunity), sehingga jika terjadi infeksi penyerta (oportunistic), seperti tuberkulosis,

maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan bias mengakibatkan kematian.

Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat,

dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.

8 | P a g e

Page 9: Makalah Blok 26

Diagnosis8

Apabila seseorang dicurigai menderita atau tertular TB Paru, maka ada beberapa hal

pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk memberikan diagnosa yang tepat antara lain:

1. Anamnesis

Beberapa hal yang harus diketahui dalam anamnesis adalah: gejala umum dan spesifik

paru; adakah kontak dengan penderita tuberkulosis paru di lingkungan keluarga, atau

tetangga dekat

2. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik pasien tuberkulosis mungkin ditemukan konjungtiva mata atau

kulit yang pucat karena anemia, suhu demam, badan kurus, atau berat badan menurun.

Selain itu juga ditemukan adanya perkusi yang redup dan auskultasi suara napas bronkial

pada bagian apeks paru. Bila terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan

suara hipersonor atau timpani dan auskultasi memberikan suara amforik.

3. Pemeriksaan penunjang

I. Pemeriksaan darah

Pada saat TB baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi

dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju

endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali

normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah normal

lagi.

II. Pemeriksaan radiologis

Sesuai dengan gambaran tuberculosis paru. Lokasi lesi tuberculosis umumnya di daerah

apeks paru, tetapi bisa juga mengenai lobus bawah (bagian inferior). Pada awal penyakit,

lesi merupakan sarang-sarang pneumonia, gambaran radiologis berupa bercak-bercak

seperti awan dan dengan batas tidak tegas. Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang

mula-mula berdinding tipis. Lama-lama dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila

terdapat fibrosis terlohat bayangan yang bergaris-garis.

9 | P a g e

Page 10: Makalah Blok 26

III. Pemeriksaan sputum

Pemeriksaan secara mikroskopis dengan pewarnaan Ziehl Nelsen dari dahak dilakukan

pada setiap penderita tersangka tuberkulosis paru yang datang ke unit pelayanan

kesehatan. Pemeriksaan dahak BTA merupakan pemeriksaan yang terpenting, bukan saja

untuk memastikan diagnosis tuberkulosis, tetapi untuk mengidentifikasi sumber

penularan, karena hanya penderita yang dahaknya ditemukan BTA yang mempunyai

potensi menular.

Walaupun pemeriksaan ini sangat spesifik, tetapi tidak cukup sensitif, karena hanya 30-

70 % saja penderita tuberculosis paruyang dapat di diagnosis berdasarkan pemeriksaan

bakteriologis. Hal ini sangat tergantung dari kualitas laboratorium danpemeriksa. Pada

anak pemeriksaan bakteriologi dapat dilakukan dengan pemeriksaan bilas lambung

(gastric lavage) 3 hari berturut-turut, minimal 2 hari. Hasil bakteriologi sebagian besar

negatif. Sedangkan hasil biakan memerlukan waktu sekitar 6-8 minggu.

Pemeriksaan bakteriologis selain untuk diagnosis penemuan kasus juga untuk evaluasi

pengobatan. Dewasa ini evaluasi pengobatan diutamakan hasil pemeriksaan

bakteriologik, karena bila dilihat berdasarkan ketepatan, pemeriksaan ini menempati

urutan pertama dibandingkan dengan radiologis dan klinis.

IV. Uji tuberkulin

Uji tuberkulin yang dilakukan biasanya tes Mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc

tuberkulin PPD (Purified Protein Derivative) intrakutan berkekuatan 5TU (intermediate

strength). Bila ditakutkan reaksi hebat dengan 5TU dapat diberikan dulu 1 atau 2 TU

(first strength). Kadang-kadang bila dengan 5TU masih memberikan hasil negatif dapat

diulangi dengan 250TU (second strength). Bila dengan 250TU masih memberikan hasil

negatif, berarti tuberkulosis dapat disingkirkan. Umumnya tes Mantoux dengan 5TU saja

sudah cukup berarti.

Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau pernah

mengalami infeksi M. tuberculosis, M. bovis, vaksinasi BCG, dan Mycobacteria patogen

lainnya. Dasar tes tuberkulin ini adalah reaksi alergi tipe lambat. Pada penularan dengan

kuman patogen baik yang virulen ataupun tidak (Mycobacterium tuberculose atau BCG)

tubuh manusia akan mengadakan reaksi imunologi dengan dibentuknya antibodi seluler

10 | P a g e

Page 11: Makalah Blok 26

pada permulaan dan kemudian diikuti oleh pembentukan antibodi humoral yang dalam

perannya akan menekankan antibodi seluler.

Bila pembentukan antibodi seluler cukup, misalnya pada penularan dengan kuman yang

sangat virulen dan jumlah kuman sangat besar atau pada keadaan dimana pembentukan

antibodi humoral amat berkurang (pada hipogama-globulinemia), maka akan mudah

terjadi penyakit sesudah penularan.

Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan

yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni reaksi persenyawaan antara antibodi selular

dengan antigen tuberkulin. Banyak sedikitnya reaksi persenyawaan antibodi seluler dan

antigen tuberkulin amat dipengaruhi oleh antibodi humoral, makin besar pengaruh

antobodi humoral, makin kecil indurasi yang ditimbulkan.

Berdasarkan hal-hal tersebut diatasm hasil tes Mantoux dibagi dalam: 1) Indurasi 0-5 mm

(diameternya): Mantoux negatif = golongan no sensitivity. Disini peran antibodi humoral

paling menonjol; 2) Indurasi 6-9 mm : Hasil meragukan = golongan low grade

sensitivity. Disini peran antibodi selular paling menonjol; 3) Indurasi 10-15m : Mantoux

positif = golongan normal sesitivity; 4) Indurasi lebih dari 15mm : Mantoux positif kuat=

golongan hypersensitivity.

Biasanya hampir seluruh pasien TB memberikan reaksi Mantoux yang positif (99.8%).

Kelemahan tes ini juga dapat positif palsu yakni pada pemberian BCG atau terinfeksi

dengan Mycobacterium lain. Negatif palsu lebih banyak ditemui daripada positif palsu.

Hal-hal yang memberikan reaksi tuberkulin berkurang (negatif palsu) yakni:

Pasien baru 2-10 minggu terpajan TB

Anergi, penyakit sistemik berat (Sarkoidosis, LE)

Penyakit eksantematous dengan panas yang akut: morbili, cacar air, poliomielitis

Reaksi hipersensitivitas menurun pada penyakit limforetikular (Hodgkin)

Pemberian kortikosteroid yang lama, pemberian obat-obat imunosurpresi lainnya

Usia tua, malnutrisi, uremia, penyakit keganasan

Untuk pasien dengan HIV positif, tes Mantoux +5mm, dinilai positif.

11 | P a g e

Page 12: Makalah Blok 26

Tatalaksana11

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah

kekambuhan, memutuskan rantai  penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap

OAT (Obat Anti Tuberkulosis). Pengobatan pada penderita tuberkulosis dewasa dibagi menjadi

beberapa kategori:

1) Kategori-1 (2HRZE/4H3R3)

Tahap intensif terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan Ethambutol

(E). Obat-obat tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZE). Kemudian diteruskan

dengan tahap lanjutan yang terdiri dari Isoniazid (H) dan Rifampisin (R), diberikan tiga kali

dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3). Obat ini diberikan untuk:

Penderita baru TB Paru BTA positif

Penderita TB Paru BTA negatif Rontgen Positif yang “sakit  berat”

Penderita TB Ekstra Paru Berat

2) Kategori-2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)

Tahap intensif diberikan selama 3 bulan. Dua bulan pertama dengan Isoniazid (H),

Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Ethambutol (E) dan suntikan streptomisin setiap hari di

Unit Pelayanan Kesehatan. Dilanjutkan 1 bulan dengan Isoniazid (H), Rifampisin (R),

Pirazinamid (Z) dan Ethambutol (E) setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan

selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu. Perlu diperhatikan

bahwa suntikan streptomisin diberikan setelah penderita selesai minum obat. Obat ini

diberikan untuk:

Penderita kambuh (relaps)

Penderita gagal (failure)

Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default )

3) Kategori-3 (2HRZ/4H3R3)

Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2  bulan, diteruskan dengan

tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4  bulan diberikan 3 kali seminggu. Obat ini diberikan

untuk:

Penderita baru BTA negatif dan rontgen positif sakit ringan

Penderita ekstra paru ringan

12 | P a g e

Page 13: Makalah Blok 26

4) OAT Sisipan

Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA  positif dengan kategori 1 atau

penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih

BTA  positif, diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan.

Program Pengendalian Tuberkulosis di Puskesmas

Kegiatan Program Tuberkulosis8

Kegiatan pada program penanggulangan tuberkulosis yaitu kegiatan pokok dan kegiatan

pendukung. Kegiatan pokok mencakup kegiatan penemuan penderita (case finding) pengamatan

dan monitoring penemuan penderita didahului dengan penemuan tersangka tuberkulosis dengan

gejala klinis adalah batuk-batuk terus menerus selama tiga minggu atau lebih. Setiap orang yang

datang ke unit pelayanan kesehatan dengan gejala utama ini harus dianggap suspek tuberkulosis

atau tersangka tuberkulosis paru dengan pasive promotive case finding (penemuan penderita

secara pasif dengan promosi yang aktif).

Petugas pengelola

Petugas pengelola program tuberkulosis adalah petugas yang bertangung jawab dan

mengkoordinir seluruh kegiatan dari mulai perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dalam

program tuberkulosis dipuskesmas. Petugas kesehatan yang dimaksud mempunyai kompetensi;

mampu memberikan pengobatan, penyuluhan, pencatatan dan pelaporan pemberantasan penyakit

tuberkulosis. Mampu menjaring tersangka, menetapkan klasifikasi dan diagnosa penderita,

monitoring dan evaluasi, mampu melaksanakan survailans (R/R), mampu merencanakan dan

menilai kebutuhan logistik kesehatan, mampu membuat sediaan apus dan membaca dibawah

mikroskop serta pencatatan yang relevan.

Tugas Pokok dan Fungsi Petugas Program Tuberkulosis di Puskesmas:

1. Menemukan Penderita

Memberikan penyuluhan tentang TBC kepada masyarakat umum

Menjaring suspek (penderita tersangka) TBC

Mengumpulkan dahak dan mengisi buku daftar suspek Form Tb

Membuat sediaan hapus dahak

Mengirim sediaan hapus dahak ke laboratorium dengan form TB

Menegakkan diagnosis TB

13 | P a g e

Page 14: Makalah Blok 26

Membuat klasifikasi penderita

Mengisi kartu penderita dan kartu identitas penderita

Memeriksa kontak terutama kontak dengan penderita TBC BTA (+)

Memantau jumlah suspek yang diperiksa dan jumlah penderita TBC yang ditemukan.

2. Memberikan Pengobatan

Menetapkan jenis paduan obat

Memberi obat tahap intensip dan tahap lanjutan

Mencatat pemberian obat tersebut dalam kartu penderita

Menentukan PMO (bersama penderita)

Memberi KIE (penyuluhan) kepada penderita, keluarga dan PMO

Memantau keteraturan berobat

Melakukan pemeriksaan dahak ulang untuk follow-uppengobatan

Mengenal efek samping obat dan komplikasi lainnya serta cara penangganannya

Menentukan hasil pengobatan dan mencatatnya di kartu penderita.

3. Penanganan Logistik

Menjamin ketersediaan OAT di puskesmas

Menjamin tersedianya bahan pelengkap lainnya (formulir, reagens, dll)

4. Jaga mutu pelaksanaan semua kegiatan

Program DOTS di Indonesia8

DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) adalah nama untuk strategi yang

dilaksanakan pada pelayanan kesehatan dasar di dunia untuk mendeteksi dan menyembuhkan

pasien TB. Strategi ini terdiri dari lima komponen, yaitu:

1. Dukungan politik para pimpinan wilayah di setiap jenjang sehingga  program ini menjadi

salah satu prioritas dan pendanaan pun akan tersedia.

2. Mikroskop sebagai komponen utama untuk mendiagnosa TB melalui  pemeriksaan

sputum langsung pasien tersangka TB.

3. Pengawas Minum Obat (PMO) yaitu orang yang dikenal dan dipercaya  baik oleh pasien

maupun petugas kesehatan yang akan ikut mengawasi  pasien minum seluruh obatnya.

4. Pencatatan dan pelaporan dengan baik dan benar.

14 | P a g e

Page 15: Makalah Blok 26

5. Paduan obat anti TB jangka pendek yang benar, termasuk dosis dan  jangka waktu yang

tepat.

Pada tahun 1994, pemerintah Indonesia bekerja sama dengan Badan Kesehatan Dunia

(WHO), melaksanakan suatu evaluasi bersama (WHO-Indonesia Joint Evaluation) yang

menghasilkan rekomendasi, “Perlunya segera dilakukan perubahan mendasar pada strategi

penanggulangan TB di Indonesia, yang kemudian disebut sebagai Strategi DOTS”. Sejak saat

itulah dimulailah era baru pemberantasan TB di Indonesia. Fokus utama DOTS adalah penemuan

dan penyembuhan pasien,  prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan

memutuskan penularan TB dan dengan demkian menurunkan insidens TB di masyarakat.

Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan

penularan TB. Sejak DOTS diterapkan secara intensif terjadi penurunan angka kesakitan TB

menular. Hasil yang dicapai Indonesia dalam menanggulangi TB hingga saat ini telah meningkat.

Penguatan strategi DOTS dan pengembangannya ditujukan terhadap peningkatan mutu

pelayanan, kemudahan akses untuk penemuan dan pengobatan sehingga mampu memutuskan

rantai penularan dan mencegah terjadinya MDR-TB.

Pengawas Minum Obat (PMO)8

Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT  jangka pendek dengan

pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO.

1. Persyaratan PMO

a. Seseorang yang dikenal, dipercaya, dan disetujui, baik oleh  petugas kesehatan

maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien.

b. Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.

c. Bersedia membantu pasien dengan sukarela.

d. Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien.

2. Siapa yang bisa jadi PMO

Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya bidan di desa, perawat,

pekarya, sanitarian, juru imunisasi, dan lain-lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang

15 | P a g e

Page 16: Makalah Blok 26

memungkinkan, PMO dapat  berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK,

atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga.

3. Tugas seorang PMO

a. Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan.

b. Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.

c. Mengingkatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan.

d. Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai gejala-

gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke Unit Pelayanan

Kesehatan. Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban pasien

mengambil obat dari unit pelayanan kesehatan.

4. Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada pasien dan

keluarganya:

a. TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan.

b. TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur.

c. Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara  pencegahannya.

d. Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan).

e. Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur.

f. Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta pertolongan

ke unit pelayanan kesehatan.

Follow Up8

Penderita dinyatakan sembuh bila penderita telah menyelesaikan  pengobatannya secara

lengkap, dan pemeriksaan ulang dahak (follow-up)  paling sedikit dua kali berturut-turut hasilnya

negatif (yaitu pada akhir  pengobatan dan/atau sebelum akhir pengobatan, dan pada satu

pemeriksaan follow-up sebelumnya).

Dalam proses penyembuhan, penderita TB dapat diberikan obat anti-TB (OAT) yang

diminum secara teratur sampai selesai dengan  pengawasan yang ketat. Masa pemberian obat

memang cukup lama yaitu 6-8 bulan secara terus-menerus, sehingga dapat mencegah penularan

kepada orang lain. Walau telah ada cara pengobatan tuberkulosis dengan efektivitas tinggi, angka

sembuh lebih rendah dari yang diharapkan. Kondisi seorang penderita penyakit tuberkulosis

sering berada dalam kondisi rentan dan lemah, baik fisik maupun mentalnya. Kelemahan itu

16 | P a g e

Page 17: Makalah Blok 26

dapat menyebabkan penderita tidak berobat, putus berobat, dan atau menghentikan pengobatan

karena berbagai alasan. Peranan PMO sangat mempengaruhi kedisiplinan penderita TB  paru dan

keberhasilan pengobatan. Kerjasama petugas kesehatan dengan keluarga yang ditunjuk untuk

mendampingi ketika penderita minum obat merupakan faktor yang perlu dievaluasi untuk

menentukan tingkat keberhasilan pengobatan. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi angka

kesembuhan TB paru:

A. Faktor sarana ditentukan oleh:

1. Pelayanan kesehatan : sikap petugas kesehatan terhadap pola  penyakit TB paru

2. Ketersediaan obat

B. Faktor penderita ditentukan oleh:

1. Pengetahuan penderita mengenai penyakit TB paru, cara  pengobatan, dan bahaya

yang dapat ditimbulkan akibat berobat tidak adekuat

2. Menjaga kondisi tubuh dengan makan makanan bergizi, cukup istirahat, hidup teratur,

dan tidak mengkonsumsi alkohol atau merokok

3. Menjaga kebersihan diri dengan tidak membuang dahak sembarangan dan bila batuk

menutup mulut dengan saputangan.

C. Faktor keluarga dan lingkungan ditentukan oleh:

1. Dukungan keluarga, ventilasi yang tidak baik, lantai rumah yang lembab, dan

sirkulasi udara.

Penelitian12

Penelitian kesehatan adalah sebuah cara yang sistematis dan prinsip dalam memperoleh

bukti (data dan informasi) untuk memecahkan masalah masalah kesehatan dan investigasi isu-isu

kesehatan.

Penelitian juga merupakan survei yang didesain untuk mendapatkan informasi dari

populasi mengenai prevalensi, distribusi, dan inter-relasi dari variabel dalam populasi tersebut.

Penelitian survei adalah studi dengan desain cross-sectional dalam hubugan dengan

pengumpulan data yang telah ditentukan dengan kuesioner atau wawancara terstruktur pada lebih

dari satu kasus dan pada satu titik waktu agar dapat mengumpulkan data kuantitatif atau data

17 | P a g e

Page 18: Makalah Blok 26

yang quantifiable dalam hubungan dengan dua atau lebih variable yang nantinya diuji untuk

mengetahui pola asosiasinya.

Proposal Penelitian12

Proposal penelitian adalah dokumen yang menjelaskan usulan peneliti untuk melakukan

penelitian, proposal ini disiapkan sebelum proyek penelitian dimulai. Proposal semestinya

mampu mengkomunikasikan masalah penelitan signifikasi penelitian, dan merencakan prosedur

untuk memecahkan masalah yang menjadi perhatian pihak tertentu.

Sistematika penulisan

Bab I Pendahuluan

Bab II Tinjauan pustaka

Bab III Metodologi penelitian

Bab IV Hasil yang diharapkan

Etika penelitian -> inform consent

Daftar kepustakaan

Daftar lampiran

Pendahuluan

Latar belakang

Latar belakang merupakan bagian yang terpenting dalam pembuatan proposal penelitian.

Pada latar belakang inilah peneliti menuliskan tentang mengapa dipilihnya topik penelitian

tertentu, memuat masalah yang ingin diteliti, penyebab dan dampak yang akan terjadi, cara

penanggulangan terkait dengan variabel yang akan diteliti, dan apa yang akan dilakukan melalui

riset ini.

18 | P a g e

Page 19: Makalah Blok 26

Tujuan penelitian

Tujuan penelitian umumnya dibagi menjadi 2 bagian. Bagian pertama dikenal dengan

tujuan umum atau juga dikenal dengan general objective dan yang kedua dikenal dengan tujuan

khusus. Sebuah tujuan umum terdiri dari beberapa tujuan khusus. Dalam membuat tujuan

penelitian, terdapat beberapa kata yang umum digunakan di antaranya: untuk mengidentifikasi,

mengkaji, mendeterminasi, menguji, mengevaluasi, membandingkan, mengklarifikasi, dan lain-

lain.

Contoh

Tujuan umum : untuk mengetahui angka meningkatnya kejadian MDR dan tuberkulosis

putus obat

Tujuan khusus : untuk mengidentifikasi apakah tuberkulosis putus obat berhubungan

dengan meningkatnya angka MDR

Manfaat penelitian

Umumnya terdapat dua manfaat penelitian. Pertama, manfaat secara teoritis dan yang

kedua adalah manfaat praktis. Manfaat teoritis terkait dengan pengembangan teori, penemuan

teori baru ataupun konsen baru. Sedangkan manfaat praktis akan berhubungan dengan manfaat

hasil penelitian terhadap aplikasi di lapangan atau di masyarakat sesuai dengan hasil penelitian,

termasuk manfaatnya untuk memberikan atau pertimbangan dalam pembuatan kebijakan atau

program kesehatan.

Tinjauan pustaka

Tinjauan pustaka atau literature review adalah bagian penting dalam proses penelitian.

Peneliti membuat literature review agar peneliti lebih memahami tentang pengetahuan area yang

akan diteliti. Adapun tujuan dari literature review adalah sebagai berikut: identifikasi masalah

penelitian dan mengebangkan rumusan masalah dan hipotesis, orientasi apa yang sudah dan

19 | P a g e

Page 20: Makalah Blok 26

belum diketahui tentang area penelitian serta mendeterminasi gap atau inkonsistensi dalam a

body of knowledge.

Berikut ini adalah alasan mengapa kita perlu membuat tinjauan pustaka atau literature

review:

1. Kita perlu mengetahui apa yang sudah diketahui atau yang sudah diteliti terkait dengan

penelitian kita, agar kita tidak menghasilkan atau mengulang hal yang sudah ada.

2. Kita dapat belajar dari kesalahan peneliti yang lain dan menghindari untuk melakukan hal

yang sama.

3. Kita dapat belajar tentang teori yang berbeda dan pendekatan methodologis ke area riset

kita.

4. Dapat membantu kita dalam mengebangkan kerangka kerja analitis.

5. Mengarahkan kita untuk mempertimbangkan variabel inklusi dalam riset kita.

6. Lebih jauh dapat dijadikan sebagai research question kita.

7. Membantu interpretasi tentang penemuan kita.

Untuk dapat menyusun bagian kepustakaan dengan baik, maka diperlukan berbagai macam

sumber kepustakaan atau literatur guna mendukung serta memperkuat apa yang akan diteliti.

Berbagai sumber pustaka yang dapat digunakan seperti buku, jurnal penelitian, lembaga atau

institusi yang tertentu yang memiliki kewenangan baik pemerintah maupun non pemerintah, dan

sumber-sumber pustaka lainnya.

Laporan Penelitian12

Penulisan laporan penelitian merupakan tahap akhir dari suatu penelitian dan merupakan hasil

akhir yang diwujudkan dalam bentuk karya tulis ilmiah. Laporan dari suatu penelitian pun harus

dapat dipertanggungjawabkan dan juga mudah dipahami oleh setiap pembaca. Suatu penulisan

laporan yang baik terlebih dahulu harus memiliki bahasa yang baik dan setiap aspek yang

disampaikan dalam penulisan juga harus sesuai dengan apa yang telah dilakukan dalam

penelitian.

Penulisan laporan penelitian ini harus ditulis dengan teliti dan juga jelas, hal ini adalah kegiatan

20 | P a g e

Page 21: Makalah Blok 26

menuangkan pikiran-pikiran kedalam kalimat yang baik dan juga menyusun kalimat-kalimat ke

dalam alinea dan merangkai alinea tersebut menjadi suatu karya ilmiah. Penulisan laporan ini

menjadi mutlak karena dengan adanya laporan maka masyarakat dapat dengan mudah untuk

dipahami, atau mungkin menyempurnakan hasil dari penelitian yang telah dilakukan. Aspek

yang harus diperhatikan dalam sebuah penulisan laporan penelitian adalah penggunaan bahasa

yang komunikatif, mengetahui target atau untuk siapa laporan tersebut ditujukan kemudian juga

adanya kejelasan serta kemampuan meyakinkan para pembaca.

Teknik Sampling12

Teknik sampling adalah teknik atau metode untuk memilih dan mengambil unsur-unsur atau

anggota-anggota dari populasi untuk digunakan sebagai sampel secara representatif. Teknik

sampling banyak menggunakan teori probabilitas sehingga berdasarkan tekniknya dikategorikan

menjadi dua disebut probability sampling dan non-probability sampling.

Probability sampling

Probability sampling adalah teknik sampling dimana setiap anggota populasi memiliki

peluang sama dipilih menjadi sampel. Dengan kata lain, semua anggota tunggal dari populasi

memiliki peluang tidak nol. Teknik ini melibatkan pengambilan acak (dikocok) dari suatu

populasi. Ada bermacam-macam metode probability sampling dengan turunan dan variasi

masing-masing, namun paling populer sebagai berikut:

1. Sampling Acak Sederhana (Simple Random Sampling)

Random sampling adalah metode paling dekat dengan definisi probability sampling.

Pengambilan sampel dari populiasi secara acak berdasarkan frekuensi probabilitas semua

anggota populasi.

2. Sampling Acak Sistematis (Systematic Random Sampling)

Pengambilan sampel melibatkan aturan populasi dalam urutan sistematika tertentu.

Probabilitas pengambilan sampel tidak sama terlepas dari kesamaan frekuensi setiap

anggota populasi.

3. Sampling Stratifikasi (Stratified Sampling)

21 | P a g e

Page 22: Makalah Blok 26

Populasi dibagi ke dalam kelompok strata dan kemudian mengambil sampel dari tiap

kelompok tergantung kriteria yang ditetapkan. Misalnya, populasi dibagi ke dalam anak-

anak dan orang tua kemudian memilih masing-masing wakil dari keduanya.

4. Sampling Rumpun (Cluster Sampling)

Populasi dibagi ke dalam kelompok kewilayahan kemudian memilih wakil tiap-tiap

kelompok. Misalnya, populasi adalah Jawa Tengah kemudian sampel diambil dari tiap-

tiap kabupaten. Bisa juga batas-batas gunung, pulau dan sebagainya.

5. Sampling Bertahap (Multistage Sampling)

Pengambilan sampel menggunakan lebih dari satu teknik probability sampling. Misalnya,

menggunakan metode stratified sampling pada tahap pertama kemudian metode simple

random sampling di tahap kedua dan seterusnya sampai mencapai sampel yang

diinginkan.

6. Probabilitas Proporsional Ukuran Sampling (Probability Proportional to Size Sampling)

Probabilitas pengambilan sampel sebanding dengan ukuran sampling bahwa sampel

dipilih secara proporsional dengan ukuran total populasi. Ini adalah bentuk multistage

sampling di tahap pertama dan kemudian random sampling di tahap kedua, tapi jumlah

sampel sebanding dengan ukuran populasi.

Non-Probability Sampling

Teknik non-probability sampling bahwa setiap anggota populasi memiliki peluang nol.

Artinya, pengambilan sampel didasarkan kriteria tertentu seperti judgment, status, kuantitas,

kesukarelaan dan sebagainya. Ada bermacam-macam metode non-probability sampling dengan

turunan dan variasinya, tapi paling populer sebagai berikut:

1. Sampling Kuota (Quota Sampling)

Mirip stratified sampling yaitu berdasarkan proporsi ciri-ciri tertentu untuk menghindari

bias. Misalnya, jumlah sampel laki-laki 50 orang maka sampel perempuan juga 50 orang.

2. Sampling Kebetulan (Accidental Sampling)

Pengambilan sampel didasarkan pada kenyataan bahwa mereka kebetulan muncul.

Misalnya, populasi adalah setiap pegguna jalan tol, maka peneliti mengambil sampel dari

orang-orang yang kebetulan melintas di jalan tersebut pada waktu pengamatan.

3. Sampling Purposive (Purposive or Judgemental Sampling)

22 | P a g e

Page 23: Makalah Blok 26

Pengambilan sampel berdasarkan seleksi khusus. Peneliti membuat kriteria tertentu siapa

yang dijadikan sebagai informan. Misalnya, Anda meneliti kriminalitas di Kota

Semarang, maka Anda mengambil informan yaitu Kapolresta Semarang, seorang pelaku

kriminal dan seorang korban kriminal.

4. Sampling Sukarela (Voluntary Sampling)

Pengambilan sampel berdasarkan kerelaan untuk berpartisipasi dalam penelitian. Metode

ini paling umum digunakan dalam jajak pendapat.

5. Sampling Snowball (Snowball Sampling)

Pengambilan sampel berdasarkan penelusuran sampel sebelumnya. Misalnya, penelitian

tentang korupsi bahwa sumber informan pertama mengarah kepada informan kedua lalu

informan ke tiga dan seterusnya

Desain Penelitian12

Desain penelitian adalah kerangka kerja yang digunakan untuk melakukan suatu

riset/penelitian. Desian penelitian memberikan prosedur untuk mendapatkan informasi yang

diperlukan untuk menyusun atau menyelesaikan masalah dalam penelitian serta merupakan dasar

dalam melakukan penelitian. Macam – macam desain penelitian antara lain:

STUDY CROSS SECTIONAL

Study cross sectional merupakan suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi

antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan observasi atau pengumpulan

data sekaligus pada suatu saat (poin time approach). Artinya, tiap subjek penelitian hanya

diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek

pada saat pemeriksaan. Hal ini tidak berarti semua subjek penelitian diamati pada waktu yang

sama. Tujuan penelitian ini untuk mengamati hubungan antara faktor resiko dengan akibat yg

terjadi berupa penyakit atau keadaan kesehatan tertentu dalam waktu yang bersamaan, ditanya

masalahnya (akibat) sekaligus penyebabnya (faktor resikonya).

23 | P a g e

Page 24: Makalah Blok 26

Kelebihan penelitian Cross Sectional:

Mudah dilaksanakan, sederhana, ekonomis dalam hal waktu, dan hasil dapat

diperoleh dengan cepat dan dalam waktu bersamaan dapat dikumpulkan variabel yang

banyak, baik variabel resiko maupun variabel efek.

Kekurangan penelitian Cross Sectional:

Diperlukan subjek penelitian yang besar

Tidak dapat menggambarkan perkembangan penyakit secara akurat

Tidak valid untuk meramalkan suatu kecenderungan

Kesimpulan korelasi faktor resiko dengan faktor efek paling lemah bila dibandingkan

dengan dua rancangan epidemiologi yang lain.

Contoh: Ingin mengetahui hubungan antara menurunnya kepatuhan berobat dengan multi drugs

resistance (MDR), dengan menggunakan rancangan/pendekatan cross sectional.

Tahap pertama: Mengidentifikasi variabel-variabel yang akan diteliti dan kedudukanya masing-

masing.

Variabel dependen (efek) : MDR

Variebel independen (risiko) : Menurunnya kepatuhan berobat

Variebel independen (risiko) yang dikendalikan: usia pasien, tingkat pendidikan dan

keadaan sosial ekonomi pasien.

Tahap kedua: menetapkan subjek penelitian atau populasi dan sampelnya.

Subjek penelitian : pasien TB, namun perlu dibatasi daerah mana mereka akan diambil

contohnya lingkup rumah sakit atau puskesmas. Demikian pula batas waktu dan cara

pengambilan sampel, apakah berdasarkan tekhnik random atau non-random.

Tahap ketiga : Melakukan pengumpulan data, observasi atau pengukuran terhadap variabel

dependen-independen dan variabel-variabel yang dikendalikan secara bersamaan (dalam waktu

yang sama).

Tahap keempat : Mengolah dan menganalisis data dengan cara membandingkan.

Bandingkan kepatuhan berobat dengan kasus MDR. Dari analisis ini akan diperoleh bukti adanya

atau tidak adanya hubungan antara kepatuhan berobat dengan kasus MDR.

24 | P a g e

Page 25: Makalah Blok 26

STUDY CASE CONTROL

Study case control adalah suatu penelitian analitik yang menyangkut bagaimana faktor

resiko dipelajari dengan menggunakan pandekatan retrospective. Dengan kata lain, efek

(penyakit atau status kesehatan) diidentifikasi pada saat ini, kemudian faktor resiko diidentifikasi

adanya atau terjadinya pada waktu yang lalu. Study case control ini didasarkan pada kejadian

penyakit yang sudah ada sehingga memungkinkan untuk menganalisa dua kelompok tertentu

yakni kelompok kasus yangg menderita  penyakit atau terkena akibat yang diteliti, dibandingkan

dengan kelompok yang tidak menderita atau tidak terkena akibat. Intinya, penelitian case control

ini adalah diketahui penyakitnya kemudian  ditelusuri penyebabnya.

Kelebihan penelitian Case Control

Adanya kesamaan ukuran waktu antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol

Adanya pembatasan atau pengendalian faktor resiko sehingga hasil penelitian lebih

tajam dibanding hasil rancangan cross sectional

Tidak menghadapi kendala etik seperti pada penelitian eksperimen (kohort)

Tidak memerlukan waktu lama ( lebih ekonomis )

Kekurangan Rancangan Penelitian Case Control

Pengukuran variabel yang retrospective, objektivitas, dan reabilitasnya kurang karena

subjek penelitian harus mengingatkan kembali faktor-faktor resikonya.

Tidak dapat diketahui efek variabel luar karena secara teknis tidakdapat dikendalikan.

Kadang-kadang sulit memilih kontrol yang benar-benar sesui dengan kelompok

kasusu karena banyaknya faktor resiko yang harus dikendalikan.

Contoh: Penelitian ingin membuktikan hubungan antara menurunnya kepatuhan berobat dengan

multi drugs resistance (MDR).

Tahap pertama: Mengidentifikasi variabel dependen (efek) dan variabel- variabel independen

(faktor resiko)

Variabel dependen (efek) : MDR

Variebel independen (risiko) : Menurunnya kepatuhan berobat

Variebel independen (risiko) yang dikendalikan: usia pasien, tingkat pendidikan dan

keadaan sosial ekonomi pasien.

25 | P a g e

Page 26: Makalah Blok 26

Tahap kedua: Menetapkan objek penelitian, yaitu populasi dan sampel penelitian. Objek

penelitian disini adalah pasien TB. Namun demikian perlu dibatasi pasien TB daerah mana yang

dianggap menjadi populasi dan sampel penelitian ini.

Tahap ketiga: Mengidentifikasi kasus, yaitu pasien TB dengan kepatuhan berobat yang menurun.

Kasus diambil dari populasi yang telah ditetapkan.

Tahap keempat: Pemilihan subjek sebagai kontrol, yaitu pasien TB. Pemilihan kontrol

hendaknya didasarkan kepada kesamaan karakteristik subjek pada kasus. Misalnya ciri-ciri

masyarakatnya, sosial ekonominya dan sebagainya.

Tahap kelima: Melakukan pengukuran secara retrospektif, yaitu dari kasus (tingkat

kepatuhannya diukur atau ditanyakan kepada pasien/anggota keluarga dengan menggunakan

metode recall mengenai perilaku minum obat pasien).

Tahap keenam: Melakukan pengolahan dan analisis data. Dengan membandingkan proporsi

pasien TB yang baik dan yang kurang baik dalam hal meminum obat pada kelompok kasus,

dengan proporsi perilaku pasien TB yang sama pada kelompok kontrol. Dari sini akan diperoleh

bukti ada tidaknya hubungan perilaku meminum obat dengan MDR pada pasien TB.

STUDY COHORT

Study cohort adalah penelitian observasional analitik yang didasarkan pada pengamatan

sekelompok penduduk tertentu dalam jangka waktu tertentu. Dalam hal ini kelompok penduduk

yang diamati merupakan kelompok penduduk dengan 2 kategori tertentu yakni yang terpapar

dan  atau  yang tidak terpapar terhadap faktor yang dicurigai sebagai faktor penyebab. Penelitian

cohort adalah kebalikan dari case control. faktor resiko (penyebab) telah diketahui terus diamati

secar terus menerus  akibat yang akan ditimbulkannya.

Kelebihan Penelitian Cohort :

Dapat mengatur komparabilitas antara dua kelompok (kelompok subjek dan

kelompok kontrol) sejak awal penelitian.

Dapat secara langsung menetapkan besarnya angka resiko dari suatu waktu ke waktu

yang lain.

Ada keseragaman observasi, baik terhadap faktor resiko maupun efek dari waktu ke

waktu.

26 | P a g e

Page 27: Makalah Blok 26

Kekurangan Penelitian Cohort

Memerlukan waktu yang cukup lama

Memerlukan sarana dan pengelolaan yang rumit

Kemungkinan adanya subjek penelitian yang drop out dan akan mengganggu analisis

hasil

Ada faktor resiko yang ada pada subjek akan diamati sampai terjadinya efek

(mungkin penyakit) maka hal ini berarti kurang atau tidak etis.

Contoh: Penelitian yang ingin membuktikan adanya hubungan antara Ca paru (efek) dengan

merokok (resiko) dengan menggunakan pendekatan atau rancangan prospektif.

Tahap pertama : Mengidentifikasi faktor efek (variabel dependen) dan resiko (variabel

independen) serta variabel-variabel pengendali (variabel kontrol).

Variabel dependen : Ca. Paru

Variabel independen : merokok

Variabel pengendali : umur, pekerjaan dan sebagainya.

Tahap kedua: Menetapkan subjek penelitian, yaitu populasi dan sampel penelitian. Misalnya

yang menjadi populasi adalah semua pria di suatu wilayah atau tempat tertentu, dengnan umur

antara 40 sampai dengan 50 tahun, baik yang merokok maupun yang tidak merokok.

Tahap ketiga: Mengidentifikasi subjek yang merokok (resiko positif) dari populasi tersebut, dan

juga mengidentifikasi subjek yang tidak merokok (resiko negatif) sejumlah yang kurang lebih

sama dengan kelompok merokok.

Tahap keempat: Mengobservasi perkembangan efek pada kelompok orang-orang yang merokok

(resiko positif) dan kelompok orang yang tidak merokok (kontrol) sampai pada waktu tertentu,

misal selama 10 tahun ke depan, untuk mengetahui adanya perkembangan atau kejadian Ca paru.

Tahap kelima : Mengolah dan menganalisis data. Analisis dilakukan dengan membandingkan

proporsi orang-orang yang menderita Ca paru dengan proporsi orang-orang yang tidak menderita

Ca paru, diantaranya kelompok perokok dan kelompok tidak merokok.

27 | P a g e

Page 28: Makalah Blok 26

Variabel Penelitian12

Variabel adalah suatu besaran yang dapat diubah atau berubah sehingga mempengaruhi

peristiwa atau hasil penelitian. Dengan menggunakan variabel, kita akan mmeperoleh lebih

mudah memahami permasalahan. Hal ini dikarenakan kita seolah-olah seudah mendapatkan

jawabannya. Biasanya bentuk soal yang menggunakan teknik ini adalah soal counting

(menghitung) atau menentuakan suatu bilangan. Dalam penelitian sains, variable adalah bagian

penting yang tidak bisa dihilangkan. Variabel juga dapat berarti  sarana untuk memperoleh

pemahaman terhadap masalah (problem) yang sedang diteliti secara benar. Dengan

menggunakan variabel-variabel tertentu, peneliti menguji benar atau tidaknya asumsi dan

rumusan masalah yang sebelumnya sudah dibuat. Macam-macam variabel, yaitu:

a. Variabel  Independen

Variable ini sering disebut sebagai variabel predictor, variabel pengaruh, kausa, variabel

perlakuan, treatment, variabel risiko, stimulus, dan juga dikenal sebagai variabel bebas dan

variabel predictor. Variabel ini merupakan variabel yang menjadi sebab terjadinya perubahan

atau mempengaruhi timbulnya variabel terikat (dependen). Oleh karena itu, variabel ini

disebut variabel bebas (independent). Variabel bebas juga sering tuliskan dalam Structural

Equation Modelling  sebagai variabel eksogen.

b. Variabel Dependen

Variabel ini sering disebut sebagai variabel konsekuen, variabel kriteria, variabel pengaruh,

terikat, tergantung, dan variabel output. Berbeda dengan variabel independet, variabel

dependen dalam SEM atau permodelan persamaan struktural, variabel independen juga

dikenal sebagai variabel indogen. Alasan variabel dependen disebut variabel terikat adalah

karena setiap variabel independen  akan mempengaruhi variabel terikat / independen

c. Variable Moderator

Variabel moderator adalah variabel yang berpengaruh baik itu memperkuat maupun

memperlemah  hubungan (relation) antara variabel bebas dan variabel terikat. Variabel

independen kedua merupakan nama lain untuk variabel moderator.

d. Variabel Intervening

Variabel intervening adalah variabel yang secara teoritis mempengaruhi hubungan (relation)

antara variabel bebas dengan variabel terikat, tetapi tidak dapat diamati dan diukur. Variabel

ini merupakan variabel penyela/Antara yang terletak diantara variabel bebas dan bariabel

28 | P a g e

Page 29: Makalah Blok 26

terikat, sehingga Variabel Bebas tidak secara langsung mempengaruhi berubahnya atau

timbulnya variabel terikat. Contoh: Tinggi rendahnya pendapatan akan mempengaruhi secara

tidak langsung terhadap umur harapan hidup. Di sini ada variabel antaranya yaitu yang

berupa gaya hidup seseorang. Antara variabel penghasilan dan gaya hidup terdapat variabel

moderator yaitu Budaya Lingkungan Tempat Tinggal.

e. Variabel  kontrol

Variabel kontrol adalah variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan sehingga hubungan

variabel bebas terhadap variabel terikat tidak dipengaruhi oleh faktor dari luar yang tidak

diteliti. Variabel kontrol sering dipakai oleh peneliti dalam penelitian yang bersifat

membandingkan, melalui penelitian eksperimental.

Analisis Data12

Analisis data merupakan upaya mengolah data menjadi informasi, sehingga

karakteristik atau sifat-sifat data tersebut dapat dengan mudah dipahami dan bermanfaat untuk

menjawab masalah-masalah yang berkaitan dengan kegiatan penelitian. Dengan demikian, teknik

analisis data dapat diartikan sebagai cara melaksanakan analisis terhadap data, dengan tujuan

mengolah data tersebut menjadi informasi, sehingga karakteristik atau sifat-sifat datanya dapat

dengan mudah dipahami dan bermanfaat untuk menjawab masalah-masalah yang berkaitan

dengan kegiatan penelitian, baik berkaitan dengan deskripsi data maupun untuk membuat

induksi, atau menarik kesimpulan tentang karakteristik populasi (parameter) berdasarkan data

yang diperoleh dari sampel (statistik).

Tujuan dari analisis data antara lain sbagai media dalam mendeskripsikan data, biasanya

dalam bentuk frekuensi, ukuran tendensi sentral maupun ukuran dispersi, sehingga dapat

dipahami karakteristik datanya. Dalam statistika, kegiatan mendeskripsikan data ini dibahas pada

statistika deskriptif. Selain itu, analisis data juga dapat digunakan untuk membuat induksi atau

menarik kesimpulan tentang karakteristik populasi, atau karakteristik populasi berdasarkan data

yang diperoleh dari sampel (statistik). Kesimpulan yang diambil ini bisanya dibuat berdasarkan

pendugaan (estimasi) dan pengujian hipotesis. Dalam statistika, kegiatan membuat induksi atau

menarik kesimpulan tentang karakteristik populasi atau sampel ini dibahas pada statistika

inferensial.

29 | P a g e

Page 30: Makalah Blok 26

Langkah dan Prosedur Analisis Data

1. Tahap mengumpulkan data, dilakukan melalui instrumen pengumpulan data.

2. Tahap editing, yaitu memeriksa kejelasan dan kelengkapan pengisian instrumen

pengumpulan data.

3. Tahap koding, yaitu proses identifikasi dan klasifikasi dari setiap pertanyaan yang terdapat

dalam instrumen pengumpulan data menurut variabel-variabel yang diteliti. 

4. Tahap tabulasi data, yaitu mencatat atau entri data ke dalam tabel induk penelitian.

5. Tahap pengujian kualitas data, yaitu menguji validitas dan realiabilitas instrumen

pengumpulan data.

6. Tahap mendeskripsikan data, yaitu tabel frekuensi dan/atau diagram, serta berbagai ukuran

tendensisentral, maupun ukuran dispersi. tujuannya memahami karakteristik data sampel

penelitian.

7. Tahap pengujian hipotesis, yaitu tahap pengujian terhadap proposisi-proposisi yang dibuat

apakah proposisi tersebut ditolak atau diterima, serta bermakna atau tidak. Atas dasar

Pengujian hipotesis inilah selanjutnya keputusan dibuat.

Macam Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian, dibagi menjadi dua, yaitu teknik analisis data

diskriptif dan teknik analisis data inferensial. Teknik analisis data penelitian secara deskriptif

dilakukan melalui statistika deskriptif, yaitu statistik yang digunakan untuk menganalisis data

dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana

adanya tanpa bermaksud membuat generalisasi hasil penelitian. Temasuk dalam teknik analisis

data statistik deskriptif antara lain penyajian data melalui tabel, grafik, diagram, persentase,

frekuensi, perhitungan, mean, median atau modus. Sementara itu teknik analisis data inferensial

dilakukan dengan statistik inferensial, yaitu statistik yang digunakan untuk menganalisis data

dengan membuat kesimpulan yang berlaku umum. Ciri analisis data inferensial adalah

digunakannya rumus statistik tertentu (misalnya uji T, uji Z, Chi-square dan lain sebagainya).

Hasil dari perhitungan rumus statistik inilah yang menjadi dasar pembuatan generalisasi dari

sampel bagi populasi. Dengan demikian, statistik inferensial berfungsi untuk

menggeneralisasikan hasil penelitian sampel bagi populasi. Sesuai dengan fungsi tersebut maka

statistik inferensial cocok untuk penelitian sampel.

30 | P a g e

Page 31: Makalah Blok 26

Penutup

Daftar Pustaka

1. Departemen Kesehatan RI. 2008. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Available from :

www.depkes.go.id.pdf diakses pada tanggal 4 Juli 2015

2. Febrian, Ria. Asuhan keperawatan keluarga dengan masalah TB paru. [Diakses pada 4 Juli

2015). Diunduh dari http://digilib.unimus.ac.id/ files/disk1/103/jtptunimus-gdl-riafebrian-

5117-1-bab1.pdf

3. Tuberculosis. [Diakses pada: 4 Juli 2015]. Diunduh dari

http://keluargasehat.wordpress.com/2010/04/08/tuberkulosis-tb/

4. Bramantyo, Arimas. 2011. Hubungan Status Gizi Anak dan Tingkat Pendidikan Serta

Pengetahuan Ibu terntang Gizi Terhadap Keberhasilan Pengobatan Tuberkulosis Pada

Anak Di Puskesmas Pisangan Tahun 2009-2010 . Skripsi Program Sarjana Fakultas

Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional “Verterran” Jakarta (skripsi).

5. Departemen Kesehatan RI. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Jakarta

: Depkes RI

6. Kementrian Kesehatan RI. 2009. Pengendalian Tuberkulosis Salah Satu Indikator

Keberhasilan MDG’s. Available from : www.depkes.go.id diakses pada tanggal 4 Juli 2015

7. Wirasti, Bagas. 2011. Hubungan Antara Karakteristik dan Pengetahuan Tentang

Tuberkulosis Paru Dengan Perilaku Penularan Tuberkulosis Paru Di Puskesmas Sawangan

Kota Depok Tahun 2010. Skripsi Program Sarjana Fakultas Kedokteran Universitas

Pembangunan Nasional “Verterran” Jakarta

8. Sudoyo Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid ke-2 Revisi IV. Jakarta :

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

9. Starke JR. Nelson: ilmu kesehatan anak. Ed 15. Jakarta: EGC;2012.h. 1028-37.

10. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Ed 3. Jakarta: EGC; 545-9.

11. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, etall. Kapita selekta kedokteran. Jakarta: Media

Aesculapius; 2008.h.473-6.

12.Swarjana IK. Pengantar penelitian. Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Penerbit

ANDI; 2012.h. 1-3, 13, 17-9, 30-1, 33-5,41-2

31 | P a g e