Makalah Blok 23 Fix.docx

20
Konjungtivitis Akut et causa Viral ODS Kezia A Beno 102010169 Septian Dwi Chandra 102011096 Paulina suwandhi 102012027 Temmy 102012172 Zeni Ansona 102012192 Gladys Dharmawan 102012301 Bryan Eliezer 102012317 Cindy Cicilia 102012403 Muhamad Shazwan Bin Sazali 102012483 1

Transcript of Makalah Blok 23 Fix.docx

Page 1: Makalah Blok 23 Fix.docx

Konjungtivitis Akut et causaViral ODS

Kezia A Beno 102010169

Septian Dwi Chandra 102011096

Paulina suwandhi 102012027

Temmy 102012172

Zeni Ansona 102012192

Gladys Dharmawan 102012301

Bryan Eliezer 102012317

Cindy Cicilia 102012403

Muhamad Shazwan Bin Sazali 102012483

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jln. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510.

Telephone : (021) 5694-2061, fax : (021) 563-1731

1

Page 2: Makalah Blok 23 Fix.docx

Pendahulan

Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih mata

dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya

berbagaimacam gejala, salah satunya adalah mata merah. Konjungtivitis dapat disebabkan

oleh virus,bakteri, alergi, atau kontak dengan benda asing, misalnya kontak

lensa.Konjungtivitis virus biasanya mengenai satu mata. Pada konjungtivitis ini, mata sangat

berair. Kotoran mata ada, namun biasanya sedikit. Konjungtivitis bakteri biasanyamengenai

kedua mata. Ciri khasnya adalah keluar kotoran mata dalam jumlah banyak,berwarna kuning

kehijauan. Konjungtivitis virus biasanya tidak diobati, karena akan sembuhsendiri dalam

beberapa hari. Walaupun demikian, beberapa dokter tetap akan memberikanlarutan astringen

agar mata senantiasa bersih sehingga infeksi sekunder oleh bakteri tidak terjadi dan air

mata buatan untuk mengatasi kekeringan dan rasa tidak nyaman di mata. Pada dasarnya

konjungtivitis adalah penyakit ringan, namun pada beberapa kasusdapat berlanjut

menimbulkan komplikasi yang serius. Untuk itu pengangan setiap penyakitkonjungtiva

sebaiknya dikonsultasikan ke dokter untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

Anamnesis

Pada anamnesis, ditanyakan nama, umur, jenis kelamin, keluhan utama, riwayat penyakit

dahulu, riwayat penyakit sekarang, riwayat sosial, riwayat keluarga, dan riwayat obat.

Keluhan utama biasanya mata merah, berair, terasa seperti ada benda asing di mata. Untuk

mencari tahu riwayat penyakit sekarang perlu ditanyakan apakah pasien menggunakan

kacamata/lensa kontak, apakah ada penurunan tajam penglihatan, apakah terasa gatal atau

tidak, sakit atau tidak, warna sekret mata, kelopak terasa lengket atau tidak, merasa silau

(fotofobia) atau tidak. Tanyakan juga mengenai ada atau tidaknya demam, sakit kepala,

pembengkakan kelenjar, batuk, bersin-bersin, pilek, sakit ketika menelan, suara serak, dan

sakit telinga.1

Riwayat sosial dan keluarga perlu ditanyakan apakah pasien merokok, baru pergi ke daerah

mana, dan ada tidaknya orang-orang terdekat yang mengalami gejala yang sama.

Riwayat penyakit dahulu ditanyakan apakah sering menderita penyakit serupa secara

berulang. Pada riwayat obat, ditanyakan apakah menggunakan obat-obatan tertentu dan

apakah alergi terhadap suatu obat tertentu.1

2

Page 3: Makalah Blok 23 Fix.docx

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang diperlukan meliputi survei umum keadaan pasien, tingkat kesadaran,

ekspresi wajah dan aktivitas motorik, tanda-tanda vital, pemeriksaan kelenjar limfe servikal

dan preaurikuler, dan pemeriksaan mata. Bila dicurigai ada infeksi fokal seperti ada faringitis,

maka pemeriksaan telinga, hidung, dan tenggorok diperlukan.

Pemeriksaan mata yang dilakukan antara lain:

Ketajaman visus, menggunakan kartu Snellen

Lapang pandang, dengan tes konfrontasi

Palpebra, dilihat apakah ada edema, warna kemerahan, lesi, arah bulu mata, dan

kemampuan palpebra untuk menutup sempurna

Apparatus lakrimalis, dilihat apakah ada pembengkakan pada daerah kelenjar lakrimalis

dan sakus lakrimalis

Konjungtiva dan sclera, dilihat warnanya dan vaskularisasinya, cari setiap nodulus atau

pembengkakan. Pada konjungtiva tarsus superior dicari kelainan seperti folikel, membran,

papil, papil raksasa, pseudomembran, sikatriks, dan simblefaron. Pada konjungtiva tarsus

inferior dicari kelainan seperti folikel, papil, sikatriks, hordeolum, kalazion. Pada

konjungtiva bulbi dilihat ada tidaknya sekret. Bila ada amati warna sekret, kejernihan, dan

volume sekret. Kemudian cari ada tidaknya injeksi konjungtival, siliar, atau episklera,

perdarahan subkonjungtiva, flikten, simblefaron, bercak degenerasi, pinguekula,

pterigium, dan pseudopterigium.

Kornea, lensa, dan pupil, dengan cahaya yang dipancarkan dari temporal dilihat apakah

ada kekeruhan (opasitas) pada lensa melalui pupil, apakah ada bayangan berbentuk bulan

sabit pada sisi medial, kemudian dilihat ukuran, bentuk dan kesimetrisan pupil.

Gerakan ekstraokular, dengan mengikuti gerakan jari pemeriksa yang membentuk huruf

H di udara, lihat apakah ada nistagmus, lid lag, dan tanyakan apakah ada rasa nyeri saat

pergerakan.2

Fundus okuli, dengan oftalmoskop dilihat papil saraf optik, retina dan macula lutea.

Untuk papil, dinilai batas papil, warna papil, ekskavasinya, dan cup/disc ratio. Untuk

retina, dinilai pembuluh arteri dan vena, kemudian adanya eksudat, perdarahan, atau

sikatrik. Untuk macula lutea, dilihat refleks cahaya pada macula.Pada konjungtivitis, hasil

pemeriksaan fisik biasanya ditemukan visus yang normal, hiperemi konjungtiva bulbi,

lakrimasi, eksudat, pseudoptosis akibat kelopak mata yang bengkak, kemosis, hipertrofi

papil, folikel, membran, psudomembran, granulasi, flikten dan adenopati preaurikular.2

3

Page 4: Makalah Blok 23 Fix.docx

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan yaitu pemeriksaan sekret mata untuk

mengetahui penyebab sekret, yaitu dengan pewarnaan Gram untuk mengidentifikasi organism

bakteri atau pulasan Giemsa untuk menetapkan jenis dan morfologi sel. Dari pulasan Giemsa

ini didapatkan kemungkinan penyebab sekret seperti terdapatnya:

Limfosit dan monosit pada infeksi virus

Leukosit PMN pada infeksi bakteri

Eosinofil dan basofil pada alergi

Sel epitel dengan badan inklusi pada sitoplasma basofil pada klamidia

Sel raksasa multinuclear pada herpes

Sel Leber – makrofag raksasa oleh trakoma

Selain itu dapat dilakukan teknik amplifikasi asam nukleat seperti PCR yang sensitive

dan spesifik untuk virus DNA. Kultur virus dan isolasi adalah referensi standar tapi mahal

dan hasilnya lama (beberapa hari-minggu), dan membutuhkan media transport yang spesifik.

Sensitivitas bervariasi tapi spesifisitas sekitar 100%. Dapat juga dilakukan tes

imunokromatografi memerlukan waktu 10 menit untuk mendeteksi antigen adenovirus di air

mata, sensitifitas dan spesifisitasnya baik sekali.3

Uji fluoresein

Untuk mengetahui adanya kerusakan pada epitelkornea akibat erosi, keratitis epitelial, bila

terjadi defek epitel kornea akan terlihat warna hijau pada defek tersebut

Uji fistel

Untuk melihat kebocorankornea atau fistel akibat adanya perforasi kornea.3

Uji sensibilitas kornea

Untuk mengetahui keadaan sensibilitas kornea yang berkaitan dengan penyakit mata akibat

kelainan saraf trigeminus oleh herpes zooster ataupun akibat gangguan ujung saraf sensibel

kornea oleh infeksi herpes simpleks.

Uji biakan dan sensitivitas Mengidentifikasi patogen penyebab.

Uji plasido Untuk mengetahui kelainan pada permukaan kornea.3

Diagnosis Kerja

4

Page 5: Makalah Blok 23 Fix.docx

Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih mata dan

bagian dalam kelopak mata Konjungtivitis virus adalah penyakit umum yang dapat

disebabkan oleh berbagai jenis virus, dan berkisar antara penyakit berat yang dapat

menimbulkan cacat hingga infeksi ringan yang dapat sembuh sendiri dan dapat berlangsung

lebih lama daripada konjungtivitis bakteriKonjungtivitis viral akut,Biasanya disebabkan oleh

adenovirus atau suatu infeksi herpes simpleks. Infeksi ini biasanya terjadi bersama – sama

dengan infeksi saluran pernafasan atas.Infeksi virus bisa sembuh dengan sendirinya setelah 3

minggu. 4

Keratokonjungtiviti sepidemik

Radang yang berjalan akut, disebabkan oleh adenovirus tipe 3,7,8 dan 19. konjuntivitis ini

bisa timbul sebagai suatu epidemi. Penularan bisa melalui kolam renang selain dari pada

wabah. Gejala klinis berupa demam dengan mata seperti kelilipan, mata berair berat

Demamfaringo konjungtiva

Kongjungtivitis demam faringokonjungtiva disebabkan infeksi virus. Kelainan ini akan

memberikan gejala demam, faringitis, sekret berair dan sedikit, yang mengenai satu atau

kedua mata. Biasanya disebabkan adenovirus tipe 2,4 dan 7 terutama mengenai remaja, yang

disebarkan melalui sekret atau kolam renang.

Konjungtivitis herpetik

Konjungtivitis herpetik merupakan manifestasi primer herpes dan biasanya ditemukan pada

anak dibawah usia 2 tahun yang disertai ginggivostomatitis, disebabkan oleh virus herpes

simpleks. Biasanya dimulai dengan terbentuk vesikel pada kelopak, konjungtiva dan daerah

periorbita. Vesikel kadang muncul di palpebra dan tepi palpebra disertai edema palpebra

hebta, dengan pembesaran kelenjar preaurikular disertai dengan nyeri tekan.

Kongjungtivitis new castle

Konjungtivitis new castle merupakan bentuk konjungtivitis yang ditemukan pada peternak

unggas, yang disebabkan oileh virus new castle. Gejala awal tibul perasaan adanya benda

asing, silau dan berai pada mata, kelopak mata membengkak. Pengobatan yang khas sampai

saat ini tidak ada, dan dapat diberikan antibiotic untuk mencegah infeksi sekunder.4

Diagnosis Banding

5

Page 6: Makalah Blok 23 Fix.docx

Dari skenario di atas, maka mengarah pada diagnosis banding sebagai berikut. Lihat tabel 1Tabel 1. Perbedaan secara sederhana kondisi pasien dengan diagnosis kerja dan

bandingTanda & gejala Pasien Konj. viral Konj.bakteria

lKonj. alergik

Anamnesis Onset 2 hari yang lalu (akut)

akut akut Periodic

Mata merah + + + +Sekret serous Air, serous Purulen,

mukopurulen, hiperpurulen

Air

Visus Normal Normal Normal NormalRiwayat kontak

+ + + + (thd alergen)

Riwayat trauma

- - - -

Gatal + + + +++Kelopak lengket

- - ++ -

Pemeriksaan fisik

Demam + (Subfebris)

kadang kadang Tidak pernah

Limfadenopati preaurikuler

+ + jarang _

Edema palpebra

+ + + +

Perdarahan subkonjungtiva

+ + - -

Injeksi konjungtiva

+ + + +

Folikel + + + -Membran + +/- +/- -

Pemeriksaan penunjangPemeriksaan penunjang

Pewarnaan Gram sekret mata

Tidak diketahui

Tidak ditemukan kuman penyebab

Ditemukan kuman penyebab

Tidak ditemukan kuman penyebab

Pewarnaan Giemsa sekret mata

Tidak diketahui

Limfosit dan monosit

Leukosit PMN Eosinofil dan basofil

Keterangan:- : tidak ada/ jarang. + : umumnya ada. ++ : ada, cukup sering. +++ : ada, sangat sering.

Dari tabel diagnosis banding di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa tanda dan gejala yang

dialami oleh pasien mengarah pada diagnosis konjungtivitis viral. 5

6

Page 7: Makalah Blok 23 Fix.docx

Etiologi

Penyebab konjungtivitis dapat dibedakan berdasarkan 2 kategori besar, yaitu:

Infeksius

Bakteri, seperti Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Staphylococcus

aureus, Neisseria meningitidis

Virus, seperti jenis adenovirus, virus herpes simpleks tipe 1 dan tipe 2, picornavirus

(enterovirus dan virus coxsackie)

Parasit, seperti Ascaris lumbricoides

Fungi, seperti Coccidioides immitis, Candida Sp.

Non-infeksius

Iritasi persisten, seperti mata kering karena kekurangan air mata

Alergi terhadap suatu bahan tertentu, seperti serbuk sari

Bahan kimia atau iritan seperti asap, sinar ultraviolet, angin

Tidak jelas, seperti sindrom Steven-Johnson dan psoriasis

Berdasarkan kasus di atas, terdapatnya riwayat kontak dengan orang yang memiliki keluhan

serupa mengindikasikan suatu penyakit yang infeksius. Sekret mata yang berupa air disertai

adanya folikel, demam subfebris, limfadenopati preaurikular dan onset penyakit 5 hari yang

lalu lebih mempertegas bahwa penyakit tersebut merupakan konjungtivitis folikular viral

akut.6

Konjungtivitis folikular viral akut dapat disebabkan oleh beberapa jenis virus, antara lain:

Adenovirus tipe 3 dan 7 dan serotipe lain yang menyebabkan demam

faringkokonjungtivitis

Adenovirus tipe 8 dan 19 yang menyebabkan keratokonjungtivitis epidemi

Virus herpes simpleks yang menyebabkan konjungtivitis herpetik

Enterovirus tipe 70, (atau lebih jarang) virus coxsackievirus tipe A24 (kedua jenis ni

merupakan family picornaviridae) yang menyebabkan konjungtivitis hemoragik akut

Konjungtivitis folikular viral kronik dapat disebabkan oleh beberapa jenis virus antara

lain:

Virus moluskum kontagiosum yang menyebabkan konjungtivitis moluskum kontagiosum

Virus varicella-zooster yang menyebabkan konjungtivitis herpetik dan konjungtivitis

varisela-zoster

Virus Morbili/measles/campak yang menyebabkan keratokonjungtivitis campak.6

Epidemiologi

7

Page 8: Makalah Blok 23 Fix.docx

Konjungtivitis viral adalah penyakit mata yang umum di Amerika Serikat dan seluruh dunia.

Karena sangat umum, dan karena banyak kasus tidak mendapatkan perhatian medis,

keakuratan statistik frekuensi dari penyakit ini tidak tersedia. Infeksi virus seringkali terjadi

pada epidemi dalam keluarga, sekolah, kantor, dan organisasi militer. Konjungtivitis viral

tidak mempunyai predileksi jenis kelamin, dapat terjadi pada laki-laki dan perempuan dengan

perbandingan yang sama. Konjungtivitis viral dapat mengenai semua umur, tergantung dari

etiologi virus penyebab. Biasanya, adenovirus menyerang pasien usia 20-40 tahun. Virus

herpes simpleks dan infeksi varisela-zoster primer biasanya mengenai anak kecil dan bayi.

Herpes zoster oftalmikus berasal dari reaktivasi infeksi laten virus varisela-zoster dan dapat

muncul pada semua usia. Khasnya, picornavirus menyerang anak-anak dan dewasa muda

yang kelas sosioekonominya rendah. Epidemi tersebar melalui rute mata-tangan-mata.6

Patofisiologi

Konjungtiva karena lokasinya terpapar pada banyak mikroorganisme dan faktor

lingkungan lain yang menganggu. Beberapa mekanisme melindungi permukaan mata dari

substansi luar. Pada film air mata, unsur berairnya mengencerkan materi infeksi, mukus

menangkap debris dan kerja memompa dari palpebra secara tetap menghanyutkan air mata ke

duktus air mata dan air mata mengandung substansi antimikroba termasuk lisozim. Adanya

agens perusak, menyebabkan cedera pada epitel konjungtiva yang diikuti edema epitel,

kematian sel dan eksfoliasi, hipertrofi epitel atau granuloma. Mungkin pula terdapat edema

pada stroma konjungtiva ( kemosis ) dan hipertrofi lapis limfoid stroma ( pembentukan

folikel ). Sel –sel radang bermigrasi dari stroma konjungtiva melalui epitel ke permukaan. Sel

– sel ini kemudian bergabung dengan fibrin dan mukus dari sel goblet, membentuk eksudat

konjungtiva yang menyebabkan perlengketan tepian palpebra saat bangun tidur.

Adanya peradangan pada konjungtiva ini menyebabkan dilatasi pembuluh –

pembuluh konjungtiva posterior, menyebabkan hiperemi yang tampak paling nyata pada

forniks dan mengurang ke arah limbus. Pada hiperemia konjungtiva ini biasanya didapatkan

pembengkakan dan hipertrofi papila yang sering disertai sensasi benda asing dan sensasi

tergores, panas, atau gatal. Sensasi ini merangsang sekresi air mata. Transudasi ringan juga

timbul dari pembuluh darah yang hiperemia dan menambah jumlah air mata. Jika klien

mengeluh sakit pada iris atau badan silier berarti kornea  terkena.6

Faktor Risiko

8

Page 9: Makalah Blok 23 Fix.docx

Virus masuk ke mata melalui benda-benda yang terkontaminasi, seperti tangan,

waslap/handuk, kosmetik, lensa kontak, bulu mata palsu, air yang terkontaminasi. Karena itu

risiko konjungtivitis ada pada orang yang jarang mencuci tangan, sering mengucek mata,

menggunakan lensa kontak, menggunakan peralatan pribadi seperti handuk secara bersama-

sama, berenang, dan menggunakan kosmetik mata.7

Manifestasi Klinis

Secara umum, gejala penting dari konjungtivitis adalah adanya rasa benda asing di mata, rasa

tercakar atau terbakar, rasa penuh di sekitar mata, gatal, dan fotofobia. Adanya gejala ini

diasosiasikan dengan pembengkakan dan hipertrofi papil yang normalnya bersamaan dengan

hiperemia konjungtiva. Jika ada rasa sakit, mungkin kornea juga terkena.

Manifestasi pada konjungtivitis folikular viral akut

Demam faringkonjungtivitis

Demam faringokonjungtivitis ditandai dengan demam 38.3-40oC yang berakhir 4-5 hari,

faringitis dengan keterlibatan khas jaringan limfoid faring, dan konjungtivitis folikular pada

satu atau kedua mata.7 Folikel sering sangat mencolok pada konjungtiva dan mukosa faring.

Penyakit ini dapat unilateral atau bilateral. Injeksi dan lakrimasi sering terjadi, dan dapat

terjadi keratitis epitel superficial transien dan kadang-kadang opasitas subepitelial.

Limfadenopati preaurikular yang tidak lunak merupakan karakteristiknya. Sindrom ini dapat

tidak lengkap, hanya satu atau dua dari tanda kardinal. (demam, faringitis, dan

konjungtivitis).

Keratokonjungtivitis epidemik

Keratokonjungtivitis epidemik biasanya bilateral. Onsetnya sering dimulai hanya pada satu

mata, dan mata yang pertama akan lebih parah. Terdapat injeksi konjungtiva, nyeri moderat,

lakrimasi, diikuti 5-14 hari fotofobia, keratitis epithelial, dan opasitas subepitel. Sensasi

kornea normal. Limfadenopati preaurikular yang lunak merupakan karakteristiknya. Edema

palpebra, kemosis, hiperemia konjungtiva menandai fase akut, dengan folikel dan perdarahan

subkonjungtiva sering terjadi dalam 48 jam. Pseudomembran (dan kadang-kadang membran)

dapat muncul dan diikuti oleh scar yang rata atau pembentukan simblefaron.

Konjungtivitisnya akan bertahan sampai 3-4 minggu seringkali. Opasitas subepitelial

difokuskan di kornea sentral, dan dapat bertahan beberapa bulan tapi dapat sembuh tanpa

scar.7

Konjungtivitis herpes simpleks

9

Page 10: Makalah Blok 23 Fix.docx

Konjungtivitis herpes simpleks, biasanya penyakit pada anak-anak kecil, ditandai dengan

injeksi unilateral, iritasi, discharge mukoid, nyeri, dan fotofobia ringan. Keadaan ini terjadi

selama infeksi primer HSV atau selama episode rekuren dari herpes okular. Penyakit ini

sering diasosiasikan dengan keratitis herpes simpleks, dimana kornea menunjukkan lesi

epithelial diskret yang biasanya bersatu untuk membentuk ulkus yang bercabang epitel single

atau multipel (dendritik). Terdapat folikel, atau jarangnya, pseudomembranosa pada

konjungtivitisnya. (pasien yang menerima antiviral topikal dapat berkembang menjadi

konjungtivitis folikular yang dapat dibedakan karena konjungtivitis folikular herpetik

onsetnya akut). Vesikel herpetik kadang-kadang dapat muncul pada kelopak dan tepi

kelopak, diasosiasikan dengan edema palpebra yang berat. Biasanya ada nodus kecil kelenjar

limfe preaurikular yang lunak. Jika konjungtivitisnya folikular, reaksi inflamasi yang

predominan adalah mononuclear, tapi jika pseudomembranosa, reaksi predominannya

polimorfonuklear. Ditemukannya sel epitel multinuclear raksasa mempunyai nilai diagnostik.

Diagnosis dikesankan oleh adanya vesikel herpes pada kelopak mata, diagnosis ditegakkan

dengan isolasi virus. Konjungtivitis herpes simpleks dapat bertahan sampai 2-3 minggu, dan

jika pseudomembranosa dapat menyisakan bekas garis atau scar dan gangguan penglihatan.

Komplikasi mencakup ikut terkenanya kornea dan adanya vesikel di kulit. Walaupun herpes

virus tipe 1 merupakan penyebab mayor kasus-kasus pada mata, tipe 2 adalah penyebab

umum pada bayi baru lahir dan jarang pada dewasa. Pada bayi baru lahir, mungkin terdapat

penyakit yang menyeluruh seperti ensefalitis, korioretinitis, hepatitis, dll. Setiap infeksi HSV

pada bayi baru lahir harus diobati dengan antiviral sistemik (asiklovir) dan di monitor di

rumah sakit.7

Konjungtivitis hemoragik akut

Penyakit ini mempunyai karakterisik masa inkubasi yang pendek (4-48 jam) dan penyakitnya

berlangsung selama 5-7 hari. Tanda dan gejala umumnya yaitu sakit/nyeri, fotofobia, terasa

ada benda asing, lakrimasi yang banyak, hiperemi, edema palpebra, dan perdarahan

subkonjungtiva. Kadang-kadang kemosis juga terjadi. Perdarahan subkonjungtiva biasanya

difus, tapi dapat punctata saat onset, dimulai dari konjungtiva bulbi superior dan menyebar ke

inferior. Kebanyakan pasien mengalami limfadenopati preaurikular, folikel pada konjungtiva,

dan keratitis epithelial. Uveitis anterior pernah dilaporkan; demam, malaise, dan mialgia di

seluruh tubuh telah diobservasi pada 25% kasus; dan paralisis motorik di ekstremitas bawah

juga terjadi pada kasus yang jarang di India dan Jepang.7

Pencegahan

10

Page 11: Makalah Blok 23 Fix.docx

Pencegahan dari konjungtivitis dapat dilakukan Konjungtivitis mudah menular,

karena itu sebelum dan sesudah membersihkan atau mengoleskan obat, penderita harus

mencuci tangannya bersih-bersih, Usahakan untuk tidak menyentuh mata yang sehat sesudah

menangani mata yang sakit, Jangan menggunakan handuk atau lap bersama dengan penghuni

rumah lain, Gunakan lensa kontak sesuai dengan petunjuk dari dokter dan pabrik

pembuatnya, Mengganti sarung bantal dan handuk dengan yang bersih setiap hari, Hindari

berbagi bantal, handuk dan saputangan dengan orang lain, Usahakan tangan tidak megang-

megang wajah (kecuali untuk keperluan tertentu), dan hindari mengucek-ngucek mata, Bagi

penderita konjungtivitis, hendaknya segera membuang tissue atau sejenisnya setelah

membersihkan kotoran mata.8

Penatalaksanaan

Penyakit ini dapat sembuh sendiri sehingga pengobatan hanya simptomatik.

Medikamentosa

Untuk demam dapat diberikan parasetamol oral (tablet atau sirup) dengan dosis untuk anak

usia 6-12 tahun yaitu 150-300 mg/kali dengan maksimum 1.2 g/hari, diberikan 3 kali sehari

selama 3 hari. Pengobatan antibiotika spektrum luas, sulfasetamid dapat dipergunakan untuk

mencegah infeksi sekunder. Sulfasetamid dapat diberikan dalam bentuk tetes mata 10% (atau

salep mata 10%), diberikan 4 kali sehari 1-2 tetes pada masing-masing mata. Jika

memberikan golongan sulfonamide, pastikan tidak ada alergi terhadap sulfa . Bila ada alergi

sulfa, dapat digunakan tetes mata gentamisin 0.3% (atau salep mata 0.3%) setiap delapan

jam. Prednisolon 0.5% empat kali sehari diperlukan untuk konjungtivitis adenovirus yang

terdapat membran atau pseudomembran.

Non-medikamentosa Dapat diberikan kompres untuk demam. 8

Komplikasi

Komplikasi meliputi keratitis punctata dengan infiltrat subepitelial, superinfeksi bakteri,

ulserasi kornea dengan keratokonjungtivitis dan infeksi kronik. Keratitis epitelial dapat

menyertai konjungtivitis viral. Erosi epitelial punctata yang diwarnai dengan fluoresein

umumnya diasosiasikan dengan keratitis viral. Pada kasus infeksi adenoviral, Kelainan pada

stromal dapat sampai bulanan hingga tahunan. Pada kasus seperti ini, infiltrat di subepitelial

dapat menyebabkan reaksi antigen antibodi. Jika mengenai axis visual dapat menyebabkan

penurunan penglihatan dan atau penglihatan kabur/buram.8

Prognosis

11

Page 12: Makalah Blok 23 Fix.docx

Kebanyakan kasus konjungtivitis viral adalah akut, benign, dan self-limited, walaupun infeksi

kronik pernah dilaporkan. Sekuele jangka panjang pada mata tidak lazim. Infeksi biasanya

sembuh spontan dalam 2-4 minggu. Infiltrat subepitelial dapat berlangsung sampai beberapa

bulan, dan jika mengenai axis visual dapat menyebabkan penurunan penglihatan dan atau

penglihatan kabur/buram.8

Kesimpulan

Konjungtivitis virus adalah penyakit umum yang dapat disebabkan oleh berbagai jenis virus,

dan berkisar antara penyakit berat yang dapat  menimbulkan cacat hingga infeksi ringan yang

dapat sembuh sendiri dan dapat berlangsung lebih lama daripada konjungtivitis

bakteriKonjungtivitis viral akut,Biasanya disebabkan oleh adenovirus atau suatu infeksi

herpes simpleks. Infeksi ini biasanya terjadi bersama – sama dengan infeksi saluran

pernafasan atas.Infeksi virus bisa sembuh dengan sendirinya setelah 3 minggu. Dari hasil

pemeriksaan pada pasien di skenario, jelas sekali gejalanya mengarah pada penyakit

konjungtivitis viral akut.

Daftar Pustaka

1. Ilyas, S., Yulianti, S.R. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-4. Cetakan ke-1. Jakarta: Balai

Penerbit FK UI; 2010.h.35-6, 109-48.

2. Bickley, Lynn S. Buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan Bates. Edisi ke-8.

Jakarta; EGC; 2009.h.147-57.

3. Riordan-Eva, P., Whitches, J.P. [editor]. Vaughan & asbury’s oftalmologi umum

[terjemahan]. Edisi ke-17. Jakarta: EGC; 2009.h.97-124.

4. Kanski, J.J., Bowling, B. Clinical ophthalmology: a systematic approach [e-book]. Edisi

ke-7. China: Elsevier Saunders; 2011.h.254-8.

5. Ilyas, S., Mailangkay, H.H.B.,Taim, H., Saman, R.R., Simarmata, K, Widodo, P.S.

[editor]. Ilmu penyakit mata untuk dokter umum dan mahasiswa kedokteran. Jakarta: CV

Sagung Seto; 2012.h.91-101.

6. Scott, I.U. Viral conjunctivitis. Edisi 20 September 2011. Diunduh dari:

http://emedicine.medscape.com/article/1191370-overview#showall, 20 Maret 2015.

7. Kliegman, Behrman, Jenson, Stanton. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke- 18. USA:

Elsevier Saunders; 2007.h.1115-6, 1458-63.

8. Morosidi, S.A., Paliyama, M.F. Ilmu penyakit mata. Jakarta: FK Ukrida; 2011.h.14-21.

12