MAKALAH BIOTERORISME (1)

18
1 MAKALAH BIOTEKNOLOGI VETERINER MIROBA YANG BERPOTENSI SEBAGAI BIOTERORISME (  Bacillus an thracis, Clostridium botulinum, Virus smallpox , dan Yersinia pestis) Disusun oleh: PKH 2012 – C Faris Dimas Wangi Elly Nur Indasari (121!01001110"#$ %&e'ania Wishang (121!0101110!1$ Ema E)a %a*i&ri (121!01011110"+$ ,di& Donni Prana&a (111!0101111 0"$ PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN i

Transcript of MAKALAH BIOTERORISME (1)

17

MAKALAH BIOTEKNOLOGI VETERINERMIROBA YANG BERPOTENSI SEBAGAI BIOTERORISME(Bacillus anthracis, Clostridium botulinum, Virus smallpox, dan Yersinia pestis)

Disusun oleh:PKH 2012 C

Faris Dimas WangiElly Nur Indasari

(125130100111048)

Stevania Wishang

(125130107111031)Ema Eka Safitri

(125130101111049)Adit

Donni Pranata

(115130101111074)

PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2014

KATA PENGANTARAssalamualaikum wr. wb.Rasa syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan hidayahNya penulis bisa tetap bersemangat dan menyelesaikan makalah ini. Makalah ini dibuat atas bimbingan dosen bioteknologi veteriner untuk memperdalam pengetahuan mahasiswa dalam menempuh mata kuliah ilmu bioteknologi veteriner .

Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada dosen bioteknologi veteriner yang telah membantu kami dalam menyusun makalah ini. Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada kolega kolega mahasiswa yang telah memberi kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan makalah ini.

Dalam penulisan ini penulis menemui banyak hambatan dan kendala. Namun, berkat semangat kerja yang tak kenal lelah serta bantuan dari beberapa pihak, penulis dapat mengatasi hambatan dan kendala tersebut dengan baik. Ucapan terima kasih patut kami sampaikan kepada pihak pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis membuka diri untuk segala saran dan kritik yang membangun. Akhirnya, semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan memberi manfaat.

Wassalamualaikum wr. wb.

Malang, 8 Mei 2014Penulis

DAFTAR ISIKata Pengantar ....................................................................................................................Daftar Isi...............................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang................................................................................................................ 1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................... 1.3 Tujuan.............................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN2.1 Definisi Bioterorisme...............................................................................................2.2 Sejarah Bioterorisme.................................................................................................2.3 Karakteristik Mikroba yang Berpotensi sebagai Bioterorisme..................................2.4 Klasifikasi Mikroba untuk Bioterorisme..................................................................2.5 Jenis Mikroba yang Berpotensi sebagai Bioterorisme..............................................

2.6 Dampak dan Penanganan Bioterorisme........................................................................

BAB III PENUTUP3.1 Kesimpulan....................................................................................................................DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangSains dapat digunakan untuk kebaikan maupun kejahatan. Di tangan ilmuwan yang tidak bertanggung jawab, sains dapat dimanfaatkan untuk membuat sistem persenjataan yang efektif. Penyalahgunaan sains yang sedang marak pada dekade ini terutama pada bagian ilmu hayati (biologi) karena efektivitasnya yang tinggi. Karena itu, senjata biologis, yang berupa mikroorganisme pembawa wabah penyakit, pada tahun-tahun terakhir abad ini sering dimanfaatkan sebagai sarana terorisme yang melanda berbagai negara, tak terkecuali Indonesia. Terorisme dengan agen biologi (bioterorisme) dapat membahayakan ketahanan nasional karena kerusakan yang mungkin ditimbulkannya, baik dalam hal fisik maupun finansial. Tanpa pemahaman dan penyadaran masyarakat serta peran aktif pihak-pihak terkait dalam menangani dampak bioterorisme, maka akan mengancam ketahanan nasional seperti keamanan, kesehatan masyarakat, dan ekonomi.

Bioterorisme adalah penggunaan bakteri patogen, virus, atau racun terhadap manusia, hewan, atau tanaman dalam upaya untuk menyebabkan kerusakan dan menciptakan rasa takut. Bioterorisme menggunakan produk mikroba atau virus. Ada empat mikroba populer biasanya dimanfaatkan oleh para teroris, yaitu Bacillus anthracis, Clostridium botulinum, Yersinia pestis dan virus cacar. Mikroba yang digunakan dalam bioterorisme diklasifikasikan menjadi tiga kategori. Kategori A adalah yang paling berbahaya di antara tiga kategori.

1.2 Rumusan Masalah1. Apakah definisi bioterorisme ?

2. Bagaimana sejarah bioterorisme ?

3. Apa karakteristik mikroba yang berpotensi sebagai bioterorisme ?

4. Bagaimana klasifikasi mikroba untuk bioterorisme ?

5. Apa saja jenis mikroba yang berpotensi sebagai bioterorisme ?

6. Apa bahaya bioterorisme ?1.3 Tujuan1. Untuk mengetahui definisi bioterorisme

2. Untuk mengetahui sejarah bioterorisme

3. Untuk mengetahui karakteristik mikroba yang berpotensi sebagai bioterorisme

4. Untuk mengetahui klasifikasi mikroba untuk bioterorisme

5. Untuk mengetahui jenis mikroba yang berpotensi sebagai bioterorisme

6. Untuk mengetahui bahaya bioterorisme

BAB II

PEMBAHASAN2.1 Definisi Bioterorisme

Bioterorisme berarti pemakaian mikroba sebagai sarana dalam terorisme. Mikroba

yang digunakan pada bioterorisme lebih populer di media massa dengan sebutan senjata biologis (biological weapons atau bioweapons). Perang yang melibatkan senjata biologis/mikroba disebut perang kuman (germ warfare) atau biological warfare (Nester dkk., 2007 ; Tortora dkk., 2007). Bioterorisme yang dapat dimanfaatkan tidak hanya mikroba namun bisa juga produk mikroba. Sebagai sasaran, tidak hanya manusia, namun bisa juga hewan dan tumbuhan. Senjata biologis sering disebut sebagai "senjata nuklir orang miskin" (Gould, 1997). Biaya maupun teknologi yang diperlukan untuk membuat senjata biologis jauh lebih rendah dan mudah dibanding senjata nuklir atau kimia. Walaupun demikian, efek penghancuran massa-nya tidak kalah hebat dibanding kedua senjata tadi. Berbeda dengan senjata nuklir, senjata biologis punya banyak jenis. Walaupun senjata kimia juga mempunyai banyak jenis (seperti gas sarin, gas VX, sianida dan sebagainya), karena senjata biologis menggunakan agen hayati seperti virus dan bakteri, jumlahnya cenderung bertambah dengan munculnya berbagai macam penyakit infeksi fatal baru seperti virus Ebola, virus Lassa dan lain-lain. Namun demikian, agen yang benar telah dipakai sebagai senjata biologis adalah bakteri yang telah lama dikenal manusia, mudah didapatkan di alam dan tidak sulit penanganannya. Bacillus anthracis, penyebab penyakit anthrax adalah pilihan utama dan telah terbukti dipakai dalam kejadian di Amerika baru-baru ini maupun coba dibuat di Rusia serta Irak.

Selain itu, bakteri yang mematikan dan tercatat sebagai agen senjata biologis adalah Yersinia pestis penyebab penyakit pes, Clostridium botulinium yang racunnya menyebabkan penyakit botulism, Francisella tularensis (tularaemia) dan lain-lain. Di lain pihak, karena bakteri-bakteri patogen itu sudah dikenal lama, pengobatannya sudah diketahui dengan berbagai antibiotika dan pencegahannya dapat dilakukan dengan vaksinasi, yang sebenarnya lebih mengerikan adalah senjata biologis dengan agen yang telah direkayasa secara bioteknologi sehingga tahan antibiotika, lebih mematikan, stabil dalam penyimpanan dan sebagainya. Yang paling mudah adalah rekayasa untuk sifat resistensi terhadap antibiotika. Sifat seperti ini biasanya hanya ditimbulkan oleh kumpulan gen sederhana atau bahkan gen tunggal, sehingga mudah dipindahkan dari satu jenis bakteri ke bakteri lain. Teknologi ini juga telah menjadi standar dalam setiap eksperimen biologi molekuler. 2.2 Sejarah Bioterorisme

Bioterorisme sebenarnya telah berusia ratusan tahun. Pasukan Tartar merupakan kelompok pertama yang memanfaatkan bioterorisme pada tahun 1346. Pasukan Tartar melemparkan pasien pes ke belakang garis pertahanan lawan. Kelompok berikutnya adalah pasukan Inggris di Amerika pada tahun 1736, pasukan Jerman pada Perang Dunia I, Rajneeshees (suatu sekte keagamaan di Amerika Serikat) tahun 1984, dan Aum Shinrikyo (suatu sekte keagamaan di Jepang) tahun 1995. Tentara Dai Nippon menjatuhkan tabung yang berisi pinjal dan Yersinia pestis di atas daratan Cina saat Perang Cina-Jepang (19371945). Rajneeshees mengontaminasi makanan di restoran dan supermarket dengan Salmonella enterica (Cinti dan Hanna, 2007 ; Tortora dkk., 2007). Istilah bioterorisme ikut menjadi topik pembicaraan sejak serangan terhadap Menara Kembar World Trade Center.

Menurut perhitungan Office of Technology Assessment di Konggres Amerika pada tahun 1993, 100 kg spora Bacillus anthracis yang disebarkan di atas ibukota Washington bisa menimbulkan korban 3 juta jiwa. Dalam kenyataannya, penyebaran bakteri serupa dari instalasi pembuatan senjata biologis Rusia di kota Yekaterinburg pada tanggal 2-3 April 1979 telah menelan korban tewas 'puluhan ribu jiwa' di daerah sekitarnya menurut laporan Union for Chemical Safety, walau laporan resmi pemerintah hanya 66 orang (Graeves, 1999).Bioterorisme merupakan ancaman berskala internasional yang harus diantisipasi oleh setiap negara, termasuk Indonesia. Sekalipun mungkin Indonesia tidak dianggap sebagai negara target, tetap harus mengantisipasi dampak ikutan yang mungkin terjadi akibat terbawanya tanpa sengaja agen biologik oleh seseorang dari tempat lain. Tanpa kesiapan yang memadai, selain gangguan keamanan, Indonesia dapat mengalami gangguan kesehatan masal yang serius baik pada manusia, hewan, maupun lingkungan, yang akan juga mengakibatkan dampak ekonomi yang berat. Di Indonesia mungkin belum ditemukan kasus serangan dengan menggunakan senjata biologis yang membunuh manusia secara massal, tapi ada indikasi bioterorisme dalam hal pertanian dan peternakan. Salah satu kasus populer yang diperkirakan merupakan hasil dari kegiatan bioterorisme adalah kasus tersebarnya virus flu burung di Indonesia, yang sempat menyebabkan perekonomian anjlok akibat tingkat penjualan produk unggas menurun drastis. Juga masuknya sejumlah jenis biji-bijian dan hewan dari luar negeri secara ilegal, yang mungkin saja mengandung bibit penyakit hewan maupun tumbuhan yang dapat mewabah di Indonesia. 2.3 Karakteristik Mikroba yang Berpotensi sebagai BioterorismeMikroba ideal untuk bioterorisme mempunyai karakteristik sangat handal, dapat dibidikkann tepat ke sasaran, murah, awet, tidak begitu tampak, manjur, mudah diperoleh, dan mudah diangkut (Lederberg, 2000 ; Lew, 2000). Sangat handal dan manjur berarti mempunyai efek seperti yang diharapkan para teroris. Murah dan mudah diperoleh bermakna harganya terjangkau dan bisa didapatkan tidak harus dengan jalur legal. Tidak begitu tampak mengandung makna sulit diendus oleh aparat intelijen.

2.4 Klasifikasi Mikroba untuk Bioterorisme

Ada empat mikroba yang lazim digunakan pada bioterorisme. Empat mikroba tersebut adalah Bacillus anthracis, Clostridium botulinum, Yersinia pestis, dan virus cacar (Nester dkk., 2007). Masih banyak mikroba lain yang dapat dimanfaatkan sebagai senjata biologis meskipun frekuensi pemakaiannya lebih jarang. Mikroba tersebut adalah virus Ebola, virus influenza, Virus Penyebab Demam Lassa, Salmonella, Mycobacterium tuberculosis dan Virus Penyebab Ensefalitis. Klasifikasi Mikroba Menurut Bauman dkk. (2007), Cinti & Hanna (2007), dan Goering dkk. (2008) mikroba yang dipergunakan pada bioterorisme dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelas. Tiga kelas tersebut yaitu :Kelas A (Risiko Tinggi)

Contoh mikroba yang masuk kelas ini adalah Bacillus anthracis dan virus cacar. Ciri-ciri

penyakit yang ditimbulkan oleh mikroba kelas ini adalah mudah menular, mortalitas tinggi,

dan dapat menimbulkan keresahan sosial yang hebat.

Kelas B (Risiko Sedang)

Contoh mikroba yang tergolong kelas ini adalah Salmonella dan virus penyebab ensefalitis. Penyakit yang ditimbulkan dan dampak yang diakibatkan kelas ini sedikit di bawah Kelas A.

Kelas C (Risiko Rendah)

Contoh mikroba yang tergolong kelas ini adalah Mycobacterium tuberculosis yang resisten terhadap berbagai antibiotika (multidrug-resistant) dan virus influenza. Penyakit yang ditimbulkan dan dampak yang ditimbulkan kelas ini di bawah Kelas B.2.5 Jenis Mikroba yang Berpotensi Sebagai Bioterorisme

Dalam peperangan hayati, bakteri patogen dan virus sangat bermanfaat karena banyak anggotanya sangat mudah untuk dikembangbiakkan dan disebarluaskan. Mikroorganisme yang umum digunakan sebagai agen misalnya:

1. Bacillus anthracis, penyebab penyakit antrax,

2. Clostridium botulinum, penghasil racun botulinum yang sangat mematikan,

3. Virus smallpox, penyebab penyakit cacar/variola,

4. Yersinia pestis, penyebab wabah penyakit pes.Mikroorganisme ini dapat disebarkan dengan aerosol yang disemprotkan dari udara serta mudah menyebar luas serta menginfeksi secara sederhana dan cepat. Terorisme dengan menggunakan senjata biologi ataupun bahan kimia sebenarnya telah lama dilarang dalam peperangan karena efek jangka panjangnya sebagaimana senjata nuklir. Pelarangan penggunaan persenjataan kimiawi dan hayati telah disepakati dalam berbagai perjanjian internasional, serta mempertegas negara-negara mana yang menuruti perjanjian persenjataan itu dan memberi sanksi bagi yang melanggar.

1. Anthrax

Pengertian

Antraks adalah penyakit yang disebabkan Bacillus anthracis . Penyakit ini dapat menyerang hewan domestik maupun liar, terutama hewan herbivora, seperti sapi, domba, kambing, beberapa spesies unggas dan dapat menyerang manusia (zoonosis) (OIE, 2000 ; ToDAR, 2002). Antraks merupakan penyakit zoonosis penting dan strategis sehingga perlu ditangani dengan baik. Tingkat kematian karena antraks sangat tinggi terutama pada hewan herbivora, mengakibatkan kerugian ekonomi dan mengancam keselamatan manusia (WHO, 1998).

Gejala penyakit

Pada hewan dapat tertular antraks melalui pakan (rumput) atau minum yang terkontaminasi spora. Spora yang masuk ke dalam tubuh melalui oral dan akan mengalami germinasi, multiplikasi di sistem limfe dan limpa, menghasilkan toksin sehingga menyebabkan kematian (biasanya mengandung 109 kuman/ml darah) (OIE, 2000) .

Antraks pada hewan dapat ditemukan dalam bentuk perakut, akut, subakut sampai dengan kronis . Untuk ruminansia biasanya berbentuk perakut dan akut ; kuda biasanya berbentuk akut ; sedangkan anjing, kucing dan babi biasanya berbentuk subakut sampai dengan kronis .

Gejala penyakit pada bentuk perakut berupa demarn tinggi (42C), gemetar, susah bernafas, kongesti mukosa, konvulsi, kolaps dan mati. Darah yang keluar dari lubang kumlah (anus, hidung, mulut atau vulva) berwarna gelap dan sukar membeku. Bentuk akut biasanya menunjukan gejala depresi, anoreksia, demam, nafas cepat, peningkatan denyut nadi, kongesti membran mukosa . Pada kuda terjadi enteritis, kolik, demam tinggi, depresi dan kematian terjadi dalam waktu 48 - 96 jam . Sedangkan pada bentuk subakut sampai dengan kronis, terlihat adanya pembengkakan pada lymphoglandula pharyngeal karena kumnn antraks terlokalisasi di daerah itu (OIE, 2000) . Di Indonesia, kejadian antraks biasanya perakut, yaitu : demam tinggi, gemetar, kejang-kejang, konvulsi, kolaps dan mati

Agen penyebab

Penyakit ini disebabkab oleh B. anthracis, bakteri berbentuk batang, gram positif, ukuran (I - 1,5) sm X (3 - 5) pm, non motil, non hemolitik, membentuk spora, dapat membentuk kapsul dan menghasilkan toksin (OIE, 2000). Spora akan terbentuk jika terekspos oksigen (02), spora ini relatif tahan terhadap panas, dingin, pH, radiasi dan desinfektan sehingga sangat sulit untuk dihilangkan jika terjadi kontaminasi . Spora mungkin akan germinasi, multiplikasi dan resporulasi kembali di luar tubuh hewan jika kondisinya memungkinkan, yaitu : suhu 8 - 45C, pH antara 5 - 9, kelembaban di atas 95% dan adanya zat makanan yang cukup (WHO et al., 1998; POBomws I, 2004) .Antraks sebagai BioterorismePada tahun 1979 di Sverdlovsk bekas Uni Soviet pada fasilitas mikrobiologi militer terjadi kasus kecelakaan keluarnya aerosol spora antraks yang mengakibatkan paling tidak 79 kasus antraks dan 66 orang meninggal. Aerosol antraks tidak berbau, tidak terlihat, dan berpotensi menyebar beberapa kilometer.1 Pada tahun 1970 World Health Organization (WHO) memperkirakan apabila 50 kg antraks dijatuhkan pada penduduk urban berjumlah lima juta orang akan mengakibatkan 250.000 terjangkit antraks dan 100.000 orang meninggal. AS pada tahun 1993 memperkirakan 130.000- 3 juta orang akan meninggal akibat aerosol spora antraks seberat 100 kg yang terbawa angin di Washington DC, dan hal itu setara dengan daya bunuh bom hidrogen. Dari model ekonomi diperkirakan biaya yang harus dikeluarkan sebesar 26.2 milyar dolar tiap 100.000 orang tertular.5 Sejak September 2001 tercatat 12 kasus antraks di AS, dua kasus inhalasi (satu kasus fatal) terjadi pada pekerja penerbit tabloid di Boca Raton, Florida, empat kasus inhalasi antraks (dua kasus fatal) terjadi pada pekerja pengirim surat di Washington DC, Trenton, New Jersey. Enam kasus lainnya menderita antraks kulit. Dari surat kabar dilaporkan 28 orang di kantor senat terpapar antraks pada swab nasal.2 (Herdiman T. Pohan,.2005)2. BotulismBotulismus adalah penyakit yang berpotensi menyebabkan kematian pada hewan maupun manusia, bersifat neuroparalitik yang disebabkan oleh toksin dari Clostridium botulinum. Clostridium botulinum tersebar secara luas dalam tanah dan tanaman, isi usus dari hewan mamalia, burung dan ikan. Kedelapan tipe C. botulinum (A, B, C1, C2, D, E, F, G) telah dikenali dan masingmasing tipe toksin secara imunologik berbeda. Neurotoksin botulinum merupakan toksin biologis terkuat yang pernah diketahui dan bahkan di beberapa negara telah dikembangkan menjadi senjata biologis. Selain itu, aspek medik dari toksin telah dikembangkan untuk pengobatan berbagai penyakit pada manusia. Spora C. botulinum relatif tahan panas tetapi toksin botulinum tidak tahan panas dan dapat diinaktifasi dengan antitoksin yang sesuai. Toksin botulinum menimbulkan manifestasi klinis jika masuk melalui pernafasan atau mulut. Sesudah toksin diabsorbsi, maka toksin masuk dalam aliran darah menuju synaps cholinergik perifer. Toksin akan diinternalisasi dan secara ensimatik akan menghambat pelepasan acetyl choline, yang pada akhirnya berakibat paralisis. Diagnosis laboratorium untuk botulismus yang utama harus dilakukan adalah isolasi C. Botulinum dan deteksi toksinnya dalam individu yang terserang. Deteksi cepat dan sensitif terhadap semua tipe toksin botulinum diperlukan dalam kasus botulismus. Kasus botulismus di Indonesia ditemukan terutama pada unggas dan meskipun banyak kasus dicurigai botulismus tetapi tidak dilakukan konfirmasi diagnosis laboratorium. Kasus botulismus yang diduga terjadi pada sapi di Jawa Timur menunjukkan hasil uji serologi positif untuk C. botulinum tipe C. Pencegahan botulinum dengan vaksinasi dapat menginduksi respon antibodi yang kuat dan mampu bertahan protektif selama 12 bulan, sedangkan pengobatan pada hewan biasanya tidak efektif.

3. Cacar/variola

Penyakit cacar (smallpox) merupakan salah satu penyakit mematikan yang pernah ada di dunia. Diperkirakan penyakit ini sudah ada sejak beratus-ratus tahun yang lalu. Cacar merupakan penyakit yang spesifik dan mudah menyebar yang hanya bisa ditularkan oleh manusia. Penyakit cacar disebabkan oleh virus Variola. Salah satunya adalah Variola vera. Dilihat dari mikroskop elektron, virion dari Variola berbentuk bulat dan licin dengan ukuran kira-kira 302-350 nm. Virusnya sendiri berbentuk bata atau elips dan berukuran 400 x 230 nm. Strukturnya kompleks dan tidak memiliki konformasi ikosahedral atau simetri heliks seperti virus lain. Bagian luar partikel mengandung lekukan. Terdapat selaput luar lipoprotein yang menutupi inti dan dua struktur fungsi tak dikenal yang disebut badan lateral. Pada inti terdapat genom virus yang besar dari DNA untai ganda linear. Smallpox disebabkan oleh virus yang menyebar dari satu orang ke orang lainnya melalui udara. Virus ini ditularkan dengan menghirup virus dari orang yang terinfeksi. Selain itu, Smallpox juga bisa menyebar melalui kontak langsung dengan cairan tubuh orang yang terinfeksi dan objek yang terkontaminasi seperti baju. Manusia adalah host natural dari smallpox. Penyakit ini tidak dapat ditularkan oleh serangga maupun hewan. Jika seseorang pernah menderita cacar air, maka dia akan memiliki kekebalan dan tidak akan menderita cacar air lagi. Tetapi virusnya bisa tetap tertidur di dalam tubuh manusia, lalu kadang menjadi aktif kembali dan menyebabkan herpes zoster. Gejala penyakit mulai timbul dalam waktu 10-21 hari setelah terinfeksi. Pada anak-anak yang berusia diatas 10 tahun, gejala awalnya berupa sakit kepala, demam sedang dan rasa tidak enak badan.

Gejala tersebut biasanya tidak ditemukan pada anak-anak yang lebih muda, gejala pada dewasa biasanya lebih berat. 24-36 jam setelah timbulnya gejala awal, muncul bintik-bintik merah datar (makula). Kemudian bintik tersebut menonjol (papula), membentuk lepuhan berisi cairan (vesikel) yang terasa gatal, yang akhirnya akan mengering. Proses ini memakan waktu selama 6-8 jam. Selanjutnya akan terbentuk bintik-bintik dan lepuhan yang baru. Pada hari kelima, biasanya sudah tidak terbentuk lagi lepuhan yang baru, seluruh lepuhan akan mengering pada hari keenam dan menghilang dalam waktu kurang dari 20 hari. Papula di wajah, lengan dan tungkai relatif lebih sedikit; biasanya banyak ditemukan pada batang tubuh bagian atas (dada, punggung, bahu). Bintik-bintik sering ditemukan di kulit kepala. Papula di mulut cepat pecah dan membentuk luka terbuka (ulkus), yang seringkali menyebabkan gangguan menelan. Ulkus juga bisa ditemukan di kelopak mata, saluran pernafasan bagian atas, rektum dan vagina. Papula pada pita suara dan saluran pernafasan atas kadang menyebabkan gangguan pernafasan. Bisa terjadi pembengkaan kelenjar getah bening di leher bagian samping. Cacar air jarang menyebabkan pembentukan jaringan parut, kalaupun ada, hanya berupa lekukan kecil di sekitar mata. Luka cacar air bisa terinfeksi akibat garukan dan biasanya disebabkan oleh Stafilococcus.

4. Penyakit PESBerdasarkan aspek klinis pes dapat dibedakan atas beberapa tipe yaitu tipe bubonik, septikemik, pneumonik, meningeal, dan kutaneal (Triwibowo, 2007). Tipe bubonik merupakan kasus terbanyak (sekitar 75%) pasien pes. Ditandai adanya bubo, yaitu limfadenitis yang tampak besar dengan diameter 2-5 cm disertai adanya edema dan eritema di sekitarnya. Bubo ini 70% terdapat di daerah inguinal atau femoral, karena gigitan pinjal lebih banyak terjadi di kaki. Pada anak-anak bubo dapat ditemukan di daerah aksila atau servikal. Bila terjadi supurasi, eksudat yang mengandung Yersinia pestis dapat mengalir keluar secara spontan setelah 1-2 minggu dan diikuti oleh proses resorbsi (Triwibowo, 2007).

Febris merupakan gejala awal dan suhu dapat mencapai lebih dari 41oC, disertai takikardia, gejala-gejala neurologis seperti konvulsi sampai koma, gejala gastrointestinal berupa vomitus, konstipasi ataupun diare (Triwibowo, 2007). Bakteri Yersinia pestis mempunyai kemampuan membentuk endotoksin. Hal ini dapat menimbulkan keadaan toksemia yang bila berat akan mengakibatkan koagulasi intravaskuler (KID) dengan ditemukan gejala- gejala perdarahan di saluran napas, saluran makan, saluran kencing serta rongga-rongga badan. Walaupun tipe bubonik pada umumnya menunjukkan gejala-gejala berat tetapi ada juga kasus-kasus yang ringan disebut pestis minor. Komplikasi yang dapat menjadi sebab kematian adalah septikemia dengan gejala- gejala berat, pneumonia sekunder dengan sputum berdarah dan yang jarang diketemukan antara lain adalah kegagalan faal jantung (Triwibowo, 2007).

Pada tipe septikemik tidak terdapat pembesaran kelenjar limfe dan gejala yang timbul akibat septikemia biasanya terjadi dalam waktu yang singkat berupa pucat, lemah, delirium atau stupor sampai koma. Penderita dapat meninggal dunia pada hari pertama sampai ketiga stelah timbulnya gejala febris. Kenaikan suhu badan hanya terjadi secara ringan (Triwibowo, 2007). Tipe pneumonik umumnya diawali dengan gejala-gejala kelemahan badan, sakit kepala, vomitus, febris, dan frustasi. Batuk, sesak napas, disertai sputum yang produktif dan cair, berbeda dengan pneumonia lobaris yang mengeluarkan sputum kental dengan warna seperti karat. Gangguan kesadaran dapat timbul sejak awal dan penderita dapat meninggal dunia pada hari ke-4 dan ke-5 (Triwibowo, 2007). Tipe meningeal merupakan komplikasi tipe bubonik yang terjadi pada hari ke-7 sampai ke- 9. Gejala-gejala seperti meningitis berupa keluhan sakit kepala, neck stiffness, dan tanda Kernig positif. Dapat berlanjut dengan konvulsi dan koma. Dalam cairan lumbal dapat ditemukan Yersinia pestis (Triwibowo, 2007). Pada tipe kutaneal terdapat papula, pustula, karbunkel, ataupun purpura yang dapat meluas menjadi bersifat nekrotik. Keadaan ini dapat berlanjut menjadi gangren terutama di daerah tungkai dan menimbulkan warna kehitam- hitaman (black death) (Triwibowo, 2007).2.6 Dampak dan Penanganan Bioterorisme Dampak BioterorismeSalah satu alasan penting pemakaian mikroba oleh teroris adalah alasan finansial.

Bioterorisme relatif efisien dibandingkan metoda lain. Efisien dalam arti biaya murah dan menimbulkan dampak yang sangat hebat. Dampak yang sangat hebat dapat berupa jumlah korban yang banyak ataupun kepanikan yang luar biasa dari sasaran bioterorisme. Salah satu keunggulan pemakaian mikroba adalah dampak yang terjadi sulit dikendalikan dan sangat susah untuk diprediksi (Tortora dkk., 2007). Penanganan Bioterorisme

Dalam menghadapi ancaman bioterorisme, diperlukan keterlibatan aktif berbagai pihak. Pihak keamanan memiliki peran sangat penting dalam mengendalikan dan memelihara keamanan umum, agar tidak terjadi gejolak yang tidak diinginkan. Pihak kesehatan memegang peran penting dalam penanganan penderita dan pengendalian bahan biologik yang bersangkutan agar tidak menyebar luas. Pihak laboratorium diperlukan kemampuannya untuk membantu mendeteksi, mengidentifikasi dan menelusuri asal muasal bahan biologik yang dipergunakan. Karena sifatnya penuh kedaruratan, maka kegiatan-kegiatan diatas memerlukan payung hukum khusus, agar dapat dilaksanakan dengan baik. Tampak jelas disini bahwa kerjasama antar instansi terkait merupakan suatu keharusan untuk mendapatkan hasil yang optimal.

Sampai saat ini, dari informasi yang dipublikasikan di media massa, TNI mempunyai sebuah satuan khusus untuk menghadapi serangan senjata biologis. Satuan tersebut bernama Kompi Nubika (Kompi Nuklir, Biologi, dan Kimia). Apabila dilihat dari namanya, satuan ini tidak hanya dipersiapkan untuk menghadapi serangan senjata biologis. Satuan ini juga dipersiapkan untuk mengadapi serangan nuklir dan senjata kimia. Masih belum jelas apakah Detasemen Penanggulangan Teror Komando Pasukan Khusus ((Dengultor Kopassus) TNI Angkatan Darat, Detasemen Bravo Pasukan Khas TNI Angkatan Udara (Denbravo Paskhasau), dan Detasemen Jala Mengkara (Denjaka) Korps Marinir TNI Angkatan Laut mempunyaikemampuan menghadapi bioterorisme. Juga masih belum jelas apakah Detasemen Khusus 88 Antiteror (Densus 88 Antiteror) Polri mempunyai unit khusus ataupun kemampuan untuk menghadapi bioterorisme. Meskipun demikian, banyak pihak yakin bahwa Federal Bureau of Investigation (FBI) Amerika Serikat dan Australian Federal Police (Polisi Australia) kedua lembaga ini aktif melatih Densus 88 pasti siap berbagi ilmu dengan Densus 88 dalam bidang kontrabioterorisme.BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Bioterorisme adalah penggunaan bakteri patogen, virus, atau racun terhadap manusia, hewan, atau tanaman dalam upaya untuk menyebabkan kerusakan dan menciptakan rasa takut. Bioterorisme menggunakan produk mikroba atau virus. Ada empat mikroba populer biasanya dimanfaatkan oleh para teroris, yaitu Bacillus anthracis, Clostridium botulinum, Yersinia pestis dan virus cacar. Mikroba yang digunakan dalam bioterorisme diklasifikasikan menjadi tiga kategori. Kategori A adalah yang paling berbahaya di antara tiga kategori. Bioterorisme sebenarnya telah berusia ratusan tahun. Mikroba ideal untuk bioterorisme mempunyai karakteristik sangat handal, dapat dibidikkann tepat ke sasaran, murah, awet, tidak begitu tampak, manjur, mudah diperoleh, dan mudah diangkut. Dalam menghadapi ancaman bioterorisme, diperlukan keterlibatan aktif berbagai pihak.

DAFTAR PUSTAKA

i