Makalah Beda Agama

23
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cinta itu buta," begitu kata penyair asal Inggris, William Shakespeare. Ungkapan yang sangat masyhur itu memang kerap terbukti dalam kehidupan sehari- hari. Bahkan, terkadang sampai melupakan aturan agama. Saat ini, tak sedikit umat Muslim yang karena "cinta" berupaya sebisa mungkin untuk menikah dengan orang yang berbeda agama. "Tolong dibantu... Saya benar-benar serius untuk melakukan nikah beda agama. Saya benar-benar pusing harus bagaimana lagi," tulis seorang wanita Muslim pada sebuah laman. Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sangat dalam dan kuat sebagai penghubung antara seorang pria dengan seorang wanita dalam membentuk suatu keluarga atau rumah tangga. Dalam membentuk suatu keluarga tentunya memerlukan suatu komitmen yang kuat diantara pasangan tersebut. Sehingga dalam hal ini Undang-undang Perkawinan No.1 tahun 1974 pada pasal 2 ayat 1 menyatakan bahwa suatu perkawinan dapat dinyatakan sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan pasangan yang melakukan pernikahan. Landasan hukum agama dalam melaksanakan sebuah perkawinan merupakan hal yang sangat penting dalam UU No. 1 Tahun 1974, sehingga penentuan boleh tidaknya

description

hukum perkawinan

Transcript of Makalah Beda Agama

Page 1: Makalah Beda Agama

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

          ”Cinta itu buta," begitu kata penyair asal Inggris, William Shakespeare.

Ungkapan yang sangat masyhur itu memang kerap terbukti dalam kehidupan sehari-

hari. Bahkan, terkadang sampai melupakan aturan agama. Saat ini, tak sedikit umat

Muslim yang karena "cinta" berupaya sebisa mungkin untuk menikah dengan orang

yang berbeda agama. "Tolong dibantu... Saya benar-benar serius untuk melakukan

nikah beda agama. Saya benar-benar pusing harus bagaimana lagi," tulis seorang

wanita Muslim pada sebuah laman. 

Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sangat dalam dan kuat sebagai

penghubung antara seorang pria dengan seorang wanita dalam membentuk suatu

keluarga atau rumah tangga.

            Dalam membentuk suatu keluarga tentunya memerlukan suatu komitmen yang

kuat diantara pasangan tersebut. Sehingga dalam hal ini Undang-undang Perkawinan

No.1 tahun 1974 pada pasal 2 ayat 1 menyatakan bahwa suatu perkawinan dapat

dinyatakan sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan

kepercayaan pasangan yang melakukan pernikahan.

            Landasan hukum agama dalam melaksanakan sebuah perkawinan merupakan

hal yang sangat penting dalam UU No. 1 Tahun 1974, sehingga penentuan boleh

tidaknya perkawinan tergantung pada ketentuan agama. Hal ini berarti juga bahwa

hukum agama menyatakan perkawinan tidak boleh, maka tidak boleh pula menurut

hukum negara. Jadi dalam perkawinan berbeda agama yang menjadi boleh tidaknya

tergantung pada ketentuan agama.

            Perkawinan beda agama bagi masing-masing pihak menyangkut akidah dan

hukum yang sangat penting bagi seseorang. Hal ini berarti menyebabkan

tersangkutnya dua peraturan yang berlainan mengenai syarat-syarat dan tata cara

pelaksanaan perkawinan sesuai dengan hukum agamanya masing-masing.

            Kenyataan dalam kehidupan masyarakat bahwa perkawinan berbeda agama itu

terjadi sebagai realitas yang tidak dipungkiri. Berdasarkan ketentuan perundang-

undangan yang berlaku secara positif di Indonesia, telah jelas dan tegas menyatakan

bahwa sebenarnya perkawinan antar agama tidak diinginkan, karena bertentangan

Page 2: Makalah Beda Agama

dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Tetapi ternyata perkawinan antar agama

masih saja  terjadi dan akan terus terjadi sebagai akibat interaksi sosial diantara

seluruh warga negara Indonesia yang pluralis agamanya. Banyak kasus-kasus yang

terjadi didalam masyarakat, seperti perkawinan antara artis Jamal Mirdad dengan

Lydia Kandau, Katon Bagaskara dengan Ira Wibowo, Yuni Shara dengan Henri

Siahaan, Adi Subono dengan Chrisye, Ari Sihasale dengan Nia Zulkarnaen, Dedi

Kobusher dengan Kalina, Frans dengan Amara, Sonny Lauwany dengan Cornelia

Agatha, dan masih banyak lagi.

            Perkawinan antar agama yang terjadi dalam kehidupan masyarakat,

seharusnya tidak terjadi jika dalam hal ini negara atau pemerintah secara tegas

melarangnya dan menghilangkan sikap mendua dalam mengatur dan melaksanakan

suatu perkawinan bagi rakyatnya. Sikap ambivalensi pemerintah dalam perkawinan

beda agama ini terlihat dalam praktek bila tidak dapat diterima oleh Kantor Urusan

Agama, dapat dilakukan di Kantor Catatan Sipil dan menganggap sah perkawinan

berbeda agama yang dilakukan diluar negeri.

            Dari kenyataan yang terjadi di dalam masyarakat terhadap perkawinan

berbeda agama, menurut aturan perundang-undangan itu sebenarnya tidak

dikehendaki. Berangkat dari permasalahan tersebut, maka penulis mencoba

memberikan pendapat  tentang Pengaruh Nikah Berbeda Agama Menurut terhadap

Keluarga

B.Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan Pernikahan ?

2. Apakah Hukum Nikah Beda Agama Menurut Hukum Islam ?

3.  Apakah Hukum Nikah Beda Agama Menurut Hukum Negara?

4. Bagaimana kondisi Nikah Beda Agama saaat ini ?

5  Bagaimana Pengaruh Nikah Beda Agama terhadap Keluarga ?

C.Tujuan Penulisan

1. Ingin mengetahui yang dimaksud dengan Pernikahan

2. Ingin mengetahui Hukum Nikah Beda Agama Menurut Hukum Islam

3.  Ingin mengetahui Hukum Nikah Beda Agama Menurut Hukum Negara

4.  Ingin mengetahui  Bagaimana kondisi Nikah Beda Agama saaat ini

5   Ingin mengetahui Pengaruh Nikah Beda Agama terhadap Keluarga

Page 3: Makalah Beda Agama

BAB II

LANDASAN TEORI

A.  Pengertian Pernikahan

Kata nikah berasal dari bahasa arab yang didalam bahasa Indonesia sering

diterjemahkan dengan perkawinan. Nikah menurut istilah syariat Islam adalah akad

yang menghalalkan pergaulan antara laki – laki dan perempuan yang tidak ada

hubungan Mahram sehingga dengan akad tersebut terjadi hak dan kewjiban antara

kedua insan.

Hubungan antara seorang laki – laki dan perempuan adalah merupakan

tuntunan yang telah diciptakan oleh Allah SWT dan untuk menghalalkan hubungan

ini maka disyariatkanlah akad nikah. Pergaulan antara laki – laki dn perempuan yang

diatur dengan pernikahan ini akan membawa keharmonisan, keberkahan dan

kesejahteraan baik bagi laki – laki maupun perempuan, bagi keturunan diantara

keduanya bahkan bagi masyarakat yang berada disekeliling kedua insan tersebut.

Berbeda dengan pergaulan antara laki – laki dan perempuan yang tidak dibina

dengan sarana pernikahan akan membawa malapetaka baik bagi kedua insan itu,

keturunannya dan masyarakat disekelilingnya. Pergaulan yang diikat dengan tali

pernikahan akan membawa mereka menjadi satu dalam urusan kehidupan sehingga

antara keduanya itu dapat menjadi hubungan saling tolong menolong, dapat

menciptkan kebaikan bagi keduanya dan menjaga kejahatan yang mungkin akan

menimpa kedua belah pihak itu. Dengan pernikahan seseorang juga akan terpelihara

dari kebinasaan hawa nafsunya.

Allah SWT berfirman dalam surat An – Nisa Ayat 3 sebagai berikut :

Page 4: Makalah Beda Agama

“ Maka kawinilah wanita – wanita (lain) yang kamu senangi, dua, tiga atau empat.

Kemudian jika kamu takut tidak akan brlaku adil maka (kawinilah) seorang saja .”

(An – Nisa : 3).

Ayat ini memerintahkan kepada orang laki – laki yang sudah mampu untuk

melaksanakan nikah. Adapun yang dimaksud adil dalam ayat ini adalah adil didalam

memberikan kepada istri berupa pakaian, tempat, giliran dan lain – lain yang bersifat

lahiriah. Ayat ini juga menerangkan bahwa islam memperbolehkan poligami dengan

syarat – syarat tertentu.

Menurut pasal 1 UU No. 1/1974 tentang Perkawinan, yang dimaksud  

perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai

suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan

kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

            Sedangkan di dalam ketentuan pasal-pasal KUH Perdata, tidak memberikan

pengertian perkawinan itu. Oleh karena itu untuk memahami arti perkawinan dapat

dilihat pada ilmu pengetahuan atau pendapat para sarjana. Ali Afandi mengatakan

bahwa “perkawinan adalah suatu persetujuan kekeluargaan”.[1] Dan menurut

Scholten perkawinan adalah ”hubungan hukum antara seorang pria dengan seorang

wanita untuk hidup bersama dengan kekal, yang diakui oleh negara”.[2]

Jadi Kitab Undang-undang Hukum Perdata memandang soal perkawinan

hanya dalam hubungan-hubungan perdata. [3] Hal ini berarti bahwa undang-undang

hanya mengakui perkawinan perdata sebagai perkawinan yang sah, berarti

perkawinan yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata, sedang syarat-syarat serta peraturan agama tidak

diperhatikan atau dikesampingkan.

            Menurut Kompilasi Hukum Islam pasal 2 bahwa perkawinan menurut hukum

Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau miitsaaqan

gholiidhzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.

            Jadi perkawinan adalah suatu ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan

seorang wanita untuk membentuk suatu keluarga yang kekal. Sedangkan yang

dimaksud dengan Hukum Perkawinan adalah hukum yang mengatur mengenai syarat-

syarat dan caranya melangsungkan perkawinan, beserta akibat-akibat hukum bagi

pihak-pihak yang melangsungkan perkawinan tersebut.

Page 5: Makalah Beda Agama

B.Hukum Nikah Beda Agama Menurut Hukum Islam

Seringkali kita jumpai pertanyaan “apa hukumnya bila nikah beda agama, baik

yg laki-laki atau perempuannya yg muslim, apa sah atau tidak menurut Islam ?”.

Pertanyaan ini sering muncul terutama ketika kita berada di sebuah negara yang

mayoritas penduduknya non muslim.

Ada 2 jenis menikah beda agama:

1.  Perempuan beragama Islam menikah dengan laki-laki non-Islam

2.  Laki-laki beragama Islam menikah dengan perempuan non-Islam

1.Perempuan beragama Islam menikah dengan laki-laki non-Islam

            Hukum mengenai perempuan beragama Islam menikah dengan laki-laki non-

Islam adalah jelas-jelas dilarang (haram). Dalil yg digunakan untuk larangan

menikahnya muslimah dengan laki-laki non Islam adalah Surat Al Baqarah(2):221

“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman.

Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun

dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik

(dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak

yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka

mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya.

Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia

supaya mereka mengambil pelajaran.”

Jadi, wanita musliman dilarang atau diharamkan menikah dengan non muslim,

apapun alasannya. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam Alquran di atas.

Bisa dikatakan, jika seorang muslimah memaksakan dirinya menikah dengan laki-laki

non Islam, maka akan dianggap berzina.

Page 6: Makalah Beda Agama

2.Laki-laki beragama Islam menikah dengan perempuan non-Islam

            Pernikahan seorang lelaki Muslim dengan perempuan non muslim terbagi atas

2 macam:

 a. Lelaki Muslim dengan perempuan Ahli Kitab.

Yang dimaksud dg Ahli Kitab di sini adalah agama Nasrani dan Yahudi (agama

samawi). Hukumnya boleh, dengan dasar Surat Al Maidah(5):5

“Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-

orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi

mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di

antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di

antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar

maskawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan

tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barang siapa yang kafir sesudah beriman

(tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari

akhirat termasuk orang-orang merugi.”

 

Page 7: Makalah Beda Agama

b. Lelaki Muslim dengan perempuan non Ahli Kitab.

Untuk kasus ini, banyak ulama yg melarang, dengan dasar Al Baqarah(2):221

“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka

beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik,

walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang

musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya

budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu.

Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan

izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada

manusia supaya mereka mengambil pelajaran.”

            Banyak ulama yg menafsirkan bahwa Al Kitab di sini adalah Injil dan Taurat.

Dikarenakan agama Islam, Nasrani dan Yahudi berasal dari sumber yg sama, agama

samawi, maka para ulama memperbolehkan pernikahan jenis ini. Untuk kasus ini, yg

dimaksud dengan musyrik adalah penyembah berhala, api, dan sejenisnya. Untuk poin

2, menikah dengan perempuan yang bukan ahli kitab, para ulama sepakat melarang.

            Dari sebuah literatur,  dapatkan keterangan bahwa Hindu, Budha atau

Konghuchu tidak termasuk agama samawi (langit) tapi termasuk agama ardhiy

(bumi). Karena benda yang mereka katakan sebagai kitab suci itu bukanlah kitab yang

turun dari Allah SWT. Benda itu adalah hasil pemikiran para tokoh mereka dan

filosof mereka. Sehingga kita bisa bedakan bahwa kebanyakan isinya lebih

merupakan petuah, hikmah, sejarah dan filsafat para tokohnya.

Kita tidak akan menemukan hukum dan syariat di dalamnya yang mengatur

masalah kehidupan. Tidak ada hukum jual beli, zakat, zina, minuman keras, judi dan

pencurian. Sebagaimana yang ada di dalam Al-Quran Al-Karim, Injil atau Taurat.

Yang ada hanya etika, moral dan nasehat. Benda itu tidak bisa dikatakan sebagai

kalam suci dari Allah yang diturunkan melalui malaikat Jibril dan berisi hukum

Page 8: Makalah Beda Agama

syariat. Sedangkan Taurat, Zabur dan Injil, jelas-jelas kitab samawi yang secara

kompak diakui sebagai kitabullah. 

Sementara itu, Imam Syafi’i dalam kitab klasiknya, Al-Umm, mendefinisikan

Kitabiyah dan non Kitabiyah sebagai berikut, “Yang dimaksud dengan ahlul kitab

adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani yang berasal dari keturunan bangsa Israel

asli. Adapun umat-umat lain yang menganut agama Yahudi dan Nasrani, rnaka

mereka tidak termasuk dalam kata ahlul kitab. Sebab, Nabi Musa a.s. dan Nabi Isa a.s.

tidak diutus kecuali untuk Israil dan dakwah mereka juga bukan ditujukan bagi umat-

umat setelah Bani israil.”

Sementara itu, para jumhur shahabat membolehkan laki-laki muslim menikahi

wanita kitabiyah, diantaranya adalah Umar bin Al-Khattab, Ustman bin Affan, Jabir,

Thalhah, Huzaifah. Bersama dengan para shahabat Nabi juga ada para tabi`Insya

Allah seperti Atho`, Ibnul Musayib, al-Hasan, Thawus, Ibnu Jabir Az-Zuhri. Pada

generasi berikutnya ada Imam Asy-Syafi`i, juga ahli Madinah dan Kufah.

Yang sedikit berbeda pendapatnya hanyalah Imam Malik dan Imam Ahmad

bin Hanbal, dimana mereka berdua tidak melarang hanya memkaruhkan menikahi

wanita kitabiyah selama ada wanita muslimah.

            Pendapat yang mengatakan bahwa nasrani itu musyrik adalah pendapat Ibnu

Umar. Beliau mengatakan bahwa nasrani itu musyrik. Selain itu ada Ibnu Hazm yang

mengatakan bahwa tidak ada yang lebih musyrik dari orang yang mengatakan bahwa

tuhannya adalah Isa. Sehingga menurut mereka menikahi wanita ahli kitab itu haram

hukumnya karena mereka adalah musyrik.

Namun jumhur Ulama tetap mengatakan bahwa wanita kitabiyah itu boleh

dinikahi, meski ada perbedaan dalam tingkat kebolehannya. Namun demikian, wanita

muslimah yang komitmen dan bersungguh-sungguh dengan agamanya tentu lebih

utama dan lebih layak bagi seorang muslim dibanding wanita ahlul kitab. Juga apabila

ia khawatir terhadap akidah anak-anak yang lahir nanti, serta apabila jumlah pria

muslim sedikit sementara wanita muslimah banyak, maka dalam kondisi demikian

ada yang berpendapat haram hukumnyapria muslim menikah dengan wanita non

muslim.

Page 9: Makalah Beda Agama

Secara ringkas hukum nikah beda agama bisa kita bagi menjadi demikian :

1. Suami Islam, istri ahli kitab = boleh

2. Suami Islam, istri kafir bukan ahli kitab = haram

3. Suami ahli kitab, istri Islam = haram

4. Suami kafir bukan ahli kitab, istri Islam = haram

Dibolehkannya laki-laki muslim menikah dengan wanita ahlul kitab namun

tidak sebaliknya karena laki-laki adalah pemimpin rumah tangga, berkuasa atas

isterinya, dan bertanggung jawab terhadap dirinya. Islam menjamin kebebasan aqidah

bagi isterinya, serta mlindungi hak-hak dan kehormatannnya dengan syariat dan

bimbingannya. Akan tetapi, agama lain seperti nasrani dan yahudi tidak pernah

memberikan jaminan kepada isteri yang berlainan agama.

C.Perkawinan beda Agama menurut hukum Negara

Perkawinan di Indonesia diatur oleh UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Berdasarkan UU tersebut perkawinan di definisikan sebagai ikatan lahir batin antara

seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk

keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang

Maha Esa. Oleh karenanya dalam UU yang sama diatur bahwa perkawinan adalah sah

apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu

serta telah dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pendapat tentang  Perkawinan beda Agama:

Seorang guru besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Prof. Dr. Muhammad

Daud Ali (alm.) menjelaskan dalam bukunya yang bejudul “Perkawinan Antar

Pemeluk Agama Yang Berbeda“.Perkawinan antara orang-orang yang berbeda

agama adalah penyimpangan dari pola umum perkawinan yang benar menurut hukum

agama dan Undang-undang Perkawinan yang berlaku di tanah air kita. Untuk

penyimpangan ini, kendatipun merupakan kenyataan dalam masyarakat, tidak perlu

dibuat peraturan tersendiri, tidak perlu dilindungi oleh negara. Memberi perlindungan

hukum pada warga negara yang melakukan perbuatan yang bertentangan dengan

Pancasila sebagai cita hukum bangsa dan kaidah fundamental negara serta hukum

agama yang berlaku di Indonesia, pada pendapat saya selain tidak konstitusional, juga

tidak legal.

Page 10: Makalah Beda Agama

Prof. HM Rasjidi, menteri agama pertama RI, dalam artikelnya di Harian Abadi

edisi 20 Agustus 1973, menyorot secara tajam RUU Perkawinan yang dalam pasal 10

ayat (2) disebutkan: “Perbedaan karena kebangsaan, suku, bangsa, negara asal, tempat

asal, agama, kepercayaan dan keturunan, tidak merupakan penghalang perkawinan.

Pasal dalam RUU tersebut jelas ingin mengadopsi Deklarasi Universal Hak Asasi

Manusia pasal 16 yang menyatakan: “Lelaki dan wanita yang sudah dewasa, tanpa

sesuatu pembatasan karena suku, kebangsaan dan agama, mempunyai hak untuk

kawin dan membentuk satu keluarga. Mereka mempunyai hak yang sama dengan

hubungan dengan perkawinan, selama dalam perkawinan dan dalam soal perceraian.”

khusus tentang pasal 16 tersebut, Hamka menulis kesimpulan yang sangat tajam:

“Oleh sebab itu dianggap kafir, fasiq, dan zalim, orang-orang Islam yang

meninggalkan hukum syariat Islam yang jelas nyata itu. lalu pindah bergantung

kepada “Hak-hak Asasi Manusia” yang disahkan di Muktamar San Francisco, oleh

sebagian anggota yang membuat “Hak-hak Asasi” sendiri karena jaminan itu tidak

ada dalam agama yang mereka peluk.

Page 11: Makalah Beda Agama

BAB III

PEMBAHASAN

A. Pernikahan Beda Agama yang ada pada saat ini

Meskipun sudah dilarang, perkawinan beda agama masih terus dilakukan.

Berbagai cara ditempuh, demi mendapatkan pengakuan dari Negara. ada beberapa

cara yang populer ditempuh pasangan beda agama agar pernikahannya dapat

dilangsungkan.

1.      Pagi menikah sesuai agama laki-laki, siangnya menikah sesuai dengan agama

perempuan.

2.      Salah satu dari calon pengantin baik laki-laki ataupun perempuannya mengalah

mengikuti agama pasangannya.lalu setelah menikah dia kembali kepada agamanya.

3.      Menikah diluar negri

Untuk perkawinan beda agama yang ada pada saat ini, mantan Menteri Agama

Quraish Shihab berpendapat agar dikembalikan kepada agama masing-masing. Yang

jelas dalam jalinan pernikahan antara suami dan istri, pertama harus didasari atas

persamaan agama dan keyakinan hidup. Namun pada kasus pernikahan beda agama,

harus ada jaminan dari agama yang dipeluk masing-masing suami dan istri agar tetap

menghormati agama pasangannya.  “Jadi jangan ada sikap saling menghalangi untuk

menjalankan ibadah sesuai agamanya

Pendapat berbeda disampaikan pengajar hukum Islam di UI Farida Prihatini.

Farida menegaskan bahwa MUI melarang perkawinan beda agama.Pada prinsipnya,

bukan hanya agama Islam. “Semua agama tidak memperbolehkan kawin beda agama.

Umatnya saja yang mencari peluang-peluang. Perkawinannya dianggap tidak

sah, dianggap tidak ada perkwianan, tidak ada waris, anaknya juga ikut hubungan

hukum dengan ibunya. Farida jg menilai Pemerintah tidak tegas. Meskipun UU tidak

memperbolehkan kawin beda agama, tetapi Kantor Catatan Sipil bisa menerima

pencatatan perkawinan beda agama yang dilakukan di luar negeri. Padahal,Kantor

Catatan Sipil merupakan produk negara. Dengan demikian, seharusnya yang dicatat

KCS adalah sesuai dengan hukum Indonesia.  “Secara hukum tidak sah. Kalau kita

melakukan perbuatan hukum di luar negeri, baru sah sesuai dengan hukum kita dan

sesuai dengan hukum di negara tempat kita berada. Harusnya kantor catatan sipil

tidak boleh melakukan pencatatan,

Page 12: Makalah Beda Agama

B.Pengaruh Nikah Beda Agama terhadap Keluarga

Larangan perkawinan  antar  pemeluk  agama  yang  berbeda  itu agaknya 

dilatarbelakangi  oleh  harapan akan lahirnya sakinah dalam keluarga. Bagaimana

mendidik anak-anak mereka.karena pada dasarnya seorang anak akan kebingungan

untuk mengikuti ayahnya atau ibunya.Perkawinan baru  akan  langgeng  dan  tenteram

jika  terdapat  kesesuaian  pandangan  hidup  antar  suami dan istri, karena jangankan 

perbedaan  agama,  perbedaan  budaya, atau  bahkan  perbedaan  tingkat  pendidikan 

antara suami dan istri pun tidak  jarang  mengakibatkan  kegagalan  perkawinan.

Landis (1954) menyebutkan bahwa pasangan yang ekstrim perbedaan agamanya,

seperti katolik–protestan, menciptakan banyak permasalahan dalam penyesuaian

pernikahan, meskipun ada juga sedikit dari mereka yang sukses melewatinya. Chinitz

dan

Brown (dalam Boyle, 2002) menyebutkan bahwa penyebab permasalahan

pernikahan beda agama bukanlah perbedaan agama, akan tetapi konflik tak

terselesaikan dalam permasalahan keagamaan. Dengan demikian, bila permasalahan

keagamaan dapat diatasi, pernikahan beda agama dapat berjalan dengan lancar. Hal

ini dibuktikan dengan adanya pasangan tertentu yang dapat melewati pernikahan ini

dengan sukses.

Bossard & Boll (1957) menyebutkan bahwa anak dalam keluarga berbeda agama

memiliki potensi masalah. Ketika lahir, penentuan anak akan dibesarkan dalam agama

mana dapat menjadi masalah. Selain itu, keluarga besar dari masing-masing pasangan

umumnya terlibat dalam memperebutkan agama anak. Beranjak usia, anak yang telah

menjadi remaja dapat mengalami kebingungan dalam menentukan agamanya.

Misalkan kedua orang tua adalah  figur yang sama baik di mata anak, anak akan tidak

enak hati bila harus memilih salah satu dari agama yang dianut orang tuanya

(Viemilawati, 2002).

Pernikahan beda agama dapat menyebabkan konsekuensi jangka panjang, baik

secara psikologis maupun religius, baik itu terhadap pasangan maupun anak.

Pasangan adalah subyek dari pernikahan beda agama. Namun demikian, anak akan

terkena dampaknya. Thomas (dalam Blood, 1969) melaporkan bahwa kebanyakan

anak dari pernikahan beda agama hanya sedikit atau tidak mendapatkan pendidikan

agama dan identitas agama dari kedua orang tuanya. Djajasinga (2001) menemukan

bahwa anak-anak ini menunjukkan pencapaian dimensi kepercayaan, intelektual, dan

konsekuensial yang baik, namun pencapaian dimensi ritual dan eksperiensial kurang

Page 13: Makalah Beda Agama

baik. Viemilawati (2002) menemukan bahwa mereka memiliki keyakinan terhadap

Tuhan yang baik, memandang penting   berbuat baik terhadap sesama namun ritual

tidak wajib dilakukan.

Ada penelitian yang menemukan dampak negatif pernikahan ini terhadap

kehidupan beragama anak, ada juga yang tidak menemukannya. Hal ini terungkap

dari penelitian-penelitian sebelumnya yang menggunakan pendekatan kualitatif.

Dengan demikian, gambaran yang didapatkan bersifat individu. Sebaliknya, gambaran

besar populasi anak dari pernikahan berbeda agama belum pernah didapatkan. Oleh

karena itu, peneliti mencoba untuk mendapatkan gambaran atau pola umum

konsekuensi religius pernikahan ini terhadap anak melalui pendekatan kuantitatif.

Pernikahan beda agama dapat menyebabkan konsekuensi jangka panjang dari

sisi psikologis. Ada banyak tantangan yang dihadapi oleh keluarga yang di dalamnya

terdapat perbedaan agama antara pasangan. Mulai dari konflik antara pasangan,

konflik dengan orang-orang di luar pasangan, penentuan agama anak dan cara anak

dibesarkan. Tantangan terakhir merupakan permasalahan yang paling melibatkan

emosi karena menyangkut kepentingan banyak pihak dan hal prinsipil.

Proses dibesarkan dalam pernikahan beda agama menjadi pengalaman negatif

bagi anak bila mereka mengalami perlakuan negatif dari orang tua dan keluarga besar.

Sebagian anak tidak ingin menjadi bagian dari agama apapun ketika dewasa karena

mengalami banyak konflik emosional semasa dibesarkan (Duvall & Miller, 1985;

Blood, 1969). Apabila pengalaman ini berlangsung lama, maka akan ada dampak

terhadap kesejahteraan psikologisnya, terutama dalam hal penerimaan diri. Selama ini

belum pernah diteliti spengaruh jangka panjang pernikahan beda agama

Page 14: Makalah Beda Agama

BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

       Kata nikah berasal dari bahasa arab yang didalam bahasa Indonesia sering

diterjemahkan dengan perkawinan. Nikah menurut istilah syariat Islam adalah akad

yang menghalalkan pergaulan antara laki – laki dan perempuan yang tidak ada

hubungan Mahram sehingga dengan akad tersebut terjadi hak dan kewjiban antara

kedua insan.

         Ada 2 jenis menikah beda agama menurut islam:

1.      Perempuan beragama Islam menikah dengan laki-laki non-Islam

2.      Laki-laki beragama Islam menikah dengan perempuan non-Islam

         Perkawinan di Indonesia diatur oleh UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Berdasarkan UU tersebut perkawinan di definisikan sebagai ikatan lahir batin antara

seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk

keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang

Maha Esa. Oleh karenanya dalam UU yang sama diatur bahwa perkawinan adalah sah

apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu

serta telah dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku

      Pernikahan beda agama dapat menyebabkan konsekuensi jangka panjang dari sisi

psikologis. Ada banyak tantangan yang dihadapi oleh keluarga yang di dalamnya

terdapat perbedaan agama antara pasangan. Mulai dari konflik antara pasangan,

konflik dengan orang-orang di luar pasangan, penentuan agama anak dan cara anak

dibesarkan. Tantangan terakhir merupakan permasalahan yang paling melibatkan

emosi karena menyangkut kepentingan banyak pihak dan hal prinsipil

Page 15: Makalah Beda Agama

DAFTAR PUSTAKA

Al-Jashshash, Ahkâm al-Qur'an (Beirut: Dar al-Kitab al-`Araby, 1335 H).

Al-Tabari, Jâmi` al-Bayân fi Tafsîr al-Qur'an (Beirut: Dar al-Fikr, 1978), II.   

Ismatu Ropi, "Wacana Inklusif Ahl al-Kitab", dalam Paramadina: Jurnal Pemikiran

Islam , Volume 1, Nomor 2 1999.

MTPPI, Tafsir Tematik al-Qur'an (Jogjakarta: Pustaka Suara Muhammadiyah, 2000).

Muhammad Ghalib, Ahl al-Kitab: Makna dan Cakupannya (Jakarta: Paramadina,

1998).

Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar, VI.

Nurcholish Madjid, dkk., Fiqih Lintas Agama: Membangun Masyarakat Inklusif-

Pluralis (Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, 2004).

Ruslani, Masyarakat Kitab dan Dialog Antar Agama (Yogyakarta: Bentang Budaya,

2000).

[1] Ali Afandi, Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum

Pembuktian, Jakarta, Rineka Cipta, 1997,  h.94

[2] R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Azis Safioedin, Hukum

Orang dan Hukum Keluarga, Bandung, Alumni, 1985,  h.31

[3]  Lihat pasal 26 Kitab undang-undang Hukum Perdata