Makalah ASP
-
Upload
arul-rozi-khat -
Category
Documents
-
view
133 -
download
1
Transcript of Makalah ASP
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Permasalahan
Setelah mengalami proses yang panjang, Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang telah lama dinantikan oleh berbagai pihak telah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tanggal 13 Juni 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (PP SAP). Dengan ditetapkannya PP SAP maka untuk pertama kali Indonesia memiliki standar akuntansi pemerintahan. Menandai Dimulainya Implementasi Standar Akuntansi Pemerintahan, Wakil Presiden RI meluncurkan Standar Akuntansi Pemerintahan di Istana Wakil Presiden pada tanggal 6 Juli 2005. Acara ditandai dengan penyerahan Standar Akuntansi Pemerintahan Kepada Ketua BPK, Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, Gubernur DKI Jakarta, Bupati Toli-Toli dan Walikota Pangkal Pinang. Dalam sambutannya Wakil presiden menyatakan keharusan implementasi SAP bagi pemerintah pusat dan daerah.
Gagasan perlunya standar akuntansi pemerintahan sebenarnya sudah lama ada, namun baru pada sebatas wacana. Seiring dengan berkembangnya akuntansi di sector komersil yang dipelopori dengan dikeluarkannya Standar Akuntansi Keuangan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (1994), kebutuhan standar akuntansi pemerintahan kembali menguat. Oleh karena itu Badan Akuntansi Keuangan Negara (BAKUN), Departemen Keuangan mulai mengembangkan standar akuntansi.
Bergulirnya era reformasi memberikan sinyal yang kuat akan adanya transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara. Salah satunya adalah PP 105/2000 yang secara eksplisit menyebutkan perlunya standar akuntansi pemerintahan dalam pertanggungjawaban keuangan daerah. Pada tahun 2002 Menteri Keuangan membentuk Komite Standar Akuntansi Pemerintah Pusat dan Daerah yang bertugas menyusun konsep standar akuntansi pemerintah pusat dan daerah yang tertuang dalam KMK 308/KMK.012/2002.
UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara mengamanatkan bahwa laporan pertanggungjawaban APBN/APBD harus disusun dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi Pemerintahan, dan standar tersebut disusun oleh suatu komite standar yang indenden dan ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharan Negara kembali mengamanatkan penyusunan laporan
pertanggungjawaban pemerintah pusat dan daerah sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan, bahkan mengamanatkan pembentukan komite yang bertugas menyusun standar akuntansi pemerintahan dengan keputusan presiden. Dalam penyusunan standar harus melalui langkah-langkah tertentu termasuk dengar pendapat (hearing), dan meminta pertimbangan mengenai substansi kepada BPK sebelum ditetapkan dalam peraturan pemerintah..
Pelaporan keuangan pemerintah berbeda dengan pelaporan pada perusahaan swasta, Badan Standarisasi Akuntansi Sector Public Internasional (IPSASB) menerbitkan standar khusus pada standar akuntansi sector public internasional (IPSAS) yang berbeda dengan standar akuntansi perusahaan swasta (IFRS). Standar khusus itu, antara lain, mengatur laporan keuangan proyek kerja sama pemerintah dan swasta (KPS), yakni mekanisme pembangunan infrastruktur yang sedang di genjot pemerintah saat ini.
Pemerintah Indonesia telah mencanangkan reformasi di bidang akuntansi. Salah satu
reformasi yang dilakukan adalah keharusan penerapan akuntansi berbasis akrual pada setiap
instansi pemerintahan, baik pemerintah pusat maupun pemerintahan daerah, yang dimulai tahun
anggaran 2008. Bahwa hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara Pasal 184 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah Sebagaimana telah beberapa kali dirubah terakhir dengan Undang-Undang
nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah, perlu menetapkan peraturan Pemerintah tentang Standar Akuntansi
Pemerintah.
Secara yuridis, keluarnya PP 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) Akrual mengubah haluan basis akuntansi pemerintahan Indonesia dari kas menuju akrual menjadi akrual penuh. Sesuai kesepakatan pemerintah dan DPR, implementasi basis akrual ini akan dilaksanakan secara bertahap hingga implementasi penuhnya di tahun 2015. Ciri-ciri terpenting atau persyaratan dari sistem akuntansi pemerintah (menurut United Nations/PBB dalam bukunya A manual for Government Accounting, dikutip dari Buku Akuntansi Pemerintahan yang disusun oleh Sonny Loho & Sugiyanto) antara lain disebutkan bahwa:
Sistem akuntansi pemerintah harus dirancang sesuai dengan konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada suatu negara.
Sistem akuntansi pemerintah harus dapat menyediakan informasi yang akuntabel dan auditabel (artinya dapat dipertanggungjawabkan dan diaudit)
Sistem akuntansi pemerintah harus mampu menyediakan informasi keuangan yang diperlukan untuk penyusunan rencana/program dan evaluasi pelaksanaan secara fisik dan keuangan.
Untuk mengimplementasikan secara penuh pada tahun 2015 nanti, tentu pemerintah kita memerlukan strategi. Prasyarat pelaksanaan strategi terbagi atas dua kondisi dasar, yaitu necessary condition dan sufficient condition. Necessary condition adalah prasyarat yang dibutuhan agar suatu kondisi dapat tercapai. Setelahnya, pemerintah dapat mengembangkan beberapa hal sehingga kondisinya bisa berubah menjadi kondisi yang mencukupi (sufficient condition). Necessary condition adalah komitmen, kapasitas SDM, dan dana pemeliharaan. Untuk dapat mengimplementasikan basis akrual yang notabene adalah “barang baru”, dibutuhkan komitmen dari para pemimpin dan pejabat, termasuk dukungan politik dari Kepala Daerah dan DPRD. Di samping itu, SDM yang menguasai ilmu dan konsep akuntansi dalam jumlah yang memadai juga sangat dibutuhkan mengingat mereka adalah ujung tombak dari implementasi ini. Implementasi basis akrual juga membutuhkan pendanaan yang cukup. Tidak hanya untuk investasi awal, tetapi juga untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat pemeliharaan. Hal ini disebabkan penerapan basis akrual membutuhkan pembaruan yang terus menerus sehingga tersedianya dana pemeliharaan pun menjadi mutlak.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana Strategi Sosialisasi SAP Berbasis Akrual di Negara Indonesia pada Pemerintah Pusat danPemerintah Daerah?
2. Bagaimana Implementasi SAP Berbasis Akrual di Negara Indonesia Pada pemerintah Pusat danPemerintah Daerah?
3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi penerapan SAP berbasis Akrual di Negara Indonesia pada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah?
4. Bagaimana kendala-kendala yang dihadapi dalam penerapan SAP Berbasis Akrual di Negara Indonesia pada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah?
1.3 Tujuan Makalah
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, makalah ini di susun dengan tujuan untuk menjelaskan dan mendeskripsikan:
1. Menjelaskan dan mendeskripsikan Pengertian SAP2. Menjelaskan dan mendeskripsikan Strategi sosialisasi dan penerapan SAP di Negara
Indonesia pada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah3. Menjelaskan dan mendeskripsikan Tujuan strategi sosialisasi dan penerapan SAP di
Negara Indonesia pada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah4. Menjelaskan dan mendeskripsikan Faktor-faktor apa yang mempengaruhi penerapan
SAP berbasis Akrual di Negara Indonesia pada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
5. Menjelaskan dan mendeskripsikan kendala-kendala yang dihadapi dalam penerapan SAP Berbasis Akrual di Negara Indonesia pada pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
1.4 Kegunaan Makalah
Makalah ini disusun dengan harapan memberikan kegunaan baik secara teoritis maupun secara praktis. Secara teoritis makalah ini bermanfaat sebagai pengembangan konsep dari strategi sosialisasi dan implementasi SAP berbasis Akrual, secara praktis makalah ini diharapkan bermanfaat bagi:
1. Penulis, sebagai sarana penambah wawasan pengetahuan dan konsep keilmuan khususnya tentang strategi sosialisasi dan implementasi SAP Berbasis Akrual di Negara Indonesia pada Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.
2. Pembaca dan Dosen, sebagai media informasi tentang konsep strategi sosialisasi dan implementasi SAP Berbasis Akrual di Negara Indonesia pada Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.
1.5 Prosedur MakalahMakalah ini disusun dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Metode yang digunakan
adalah metode deskriptif. Melalui metode ini penulis akan menguraikan permasalahan yang akan di bahas secara jelas dan komperhensif. Data teoritis dalam makalah ini dikumpulkan dengan mengambil data melalui kegiatan membaca permasalahan dalam strategi sosialisasi dan implementasi SAP Berbasis Akrual di Negara Indonesia pada Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah. Di Internet dan Blog Syukriy Abdullah. Data tersebut diolah sesuai dengan tema dalam makalah ini.
BAB II
Kajian Teoritis Dan Pembahasan
1. Pengertian
Akuntansi berbasis akrual adalah suatu basis akuntansi di mana transaksi ekonomi dan peristiwa lainnya diakui, dicatat, dan disajikan dalam laporan keuangan pada saat terjadinya transaksi tersebut, tanpa memperhatikan waktu kas atau setara kas diterima atau dibayarkan. Dalam akuntansi berbasis akrual, waktu pencatatan (recording) sesuai dengan saat terjadinya arus sumber daya, sehingga dapat menyediakan informasi yang paling komprehensif karena seluruh arus sumber daya dicatat.
Secara lebih mendalam, Study #14 IFAC Public Sector Committee (2002) menyatakan bahwa pelaporan berbasis akrual bermanfaat dalam mengevaluasi kinerja pemerintah terkait biaya jasa layanan, efisiensi, dan pencapaian tujuan. Dengan pelaporan berbasis akrual, pengguna dapat mengidentifikasi posisi keuangan pemerintah dan perubahannya, bagaimana pemerintah mendanai kegiatannya sesuai dengan kemampuan pendanaannya sehingga dapat diukur kapasitas pemerintah yang sebenarnya. Akuntansi pemerintah berbasis akrual juga memungkinkan pemerintah untuk mengidentifikasi kesempatan dalam menggunakan sumberdaya masa depan dan mewujudkan pengelolaan yang baik atas sumberdaya tersebut.
2. Strategi Sosialisasi
DASAR HUKUM• Psl 1 UU 17/2003
• Pendapatan negara/daerah dalah hak pemerintah pusat/daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih
• Belanja negara/daerah adalah kewajiban pemerintah pusat/daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih
• Psl 36 ayat (1) UU 17/2003 • Ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja
berbasis akrual dilaksanakan selambat-lambatnya dalam 5 (lima) tahun • Psl 70 ayat (2) UU 1/2004
• Ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual dilaksanakan selambat-lambatnya tahun anggaran 2008
STRATEGI PENERAPAN SAP AKRUAL (PP 71 TAHUN 2010)
Strategi penerapan SAP AKRUAL (PP 71 TAHUN 2010) dilakukan sebagai berikut ( KSAP, 2010) :
1. Tahun 2010
Penerbitan SAP Berbasis Akrual
Mengembangkan Frame Work Akutansi Berbasis Akrual dan BAS
Sosialisasi SAP Berbasis Akrual
2. Tahun 2011
Penyiapan Aturan Pelaksanaan dan Kebijakan Akuntansi
Pengembangan Sistem Akuntansi dan TI bagian pertama (proses bisnis dan detail requirement)
Pengembangan Kapasitas SDM
3. Tahun 2012
Pengembangan Sistem Akuntansi dan TI (lanjutan)
Pengembangan Kapasitas SDM (lanjutan)
4. Tahun 2013
Piloting Beberapa KL dan BUN
Reviu, Evaluasi dan Penyempurnaan Sistem
Pengembangan Kapasitas SDM (lanjutan)
5. Tahun 2014
Parallel Run dan Konsolidasi seluruh LK
Reviu, Evaluasi dan Penyempurnaan Sistem
Pengembangan Kapasitas SDM (lanjutan)
6. Tahun 2015
Implementasi Penuh
Pengembangan SDM (lanjutan)
3. Manfaat penerapan SAP Basis Akrual pada pemerintah
Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh atas penerapan basis akrual, baik bagi pengguna
laporan (user) maupun bagi pemerintah sebagai penyedia laporan keuangan. Manfaat tersebut
antara lain :
1. Dapat menyajikan laporan posisi keuangan pemerintah dan perubahannya
2. Memperlihatkan akuntabilitas pemerintah atas penggunaan seluruh sumber daya
3. Menunjukkan akuntabilitas pemerintah atas pengelolaan seluruh aktiva dan kewajibannya
yang diakui dalam laporan keuangan
4. Memperlihatkan bagaimana pemerintah mendanai aktivitasnya dan memenuhi kebutuhan
kasnya
5. Memungkinkan user untuk mengevaluasi kemampuan pemerintah dalam medanai
aktivitasnya dan dalam memenuhi kewajiban dan komitmennya
6. Membantu user dalam pembuatan keputusan tentang penyediaan sumber daya ke atau
melakukan bisnis dengan entitas
7. User dapat mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal biaya pelayanan, efisiensi dan
penyampaian pelayanan tersebut.
4. Strategi Sosialisasi SAP
Pada tingkat pusat/nasional, strategi penerapan basis akrual di pemerintah pusat dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menyiapkan pedoman umum pada tingkat nasional tentang akuntansi akrual.
Pedoman ini digunakan untuk menyamakan persepsi di semua daerah sekaligus sebagai jembatan teknis atas Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual yang akan diterapkan.
2. Menyiapkan modul pada tingkat nasional yang dapat digunakan oleh berbagai pihak dalam rangka pelatihan akuntansi berbasis akrual.
3. Menentukan daerah percontohan di setiap regional sebagai upaya menciptakan benchmarking. Dengan cara ini, pemerintah dapat memfokuskan pada beberapa daerah dulu sebelum pada akhirnya dapat digunakan oleh seluruh daerah.
4. Diseminasi/sosialisasi tingkat nasional. Selain sebagai usaha penyamaan persepsi dan sosialisasi, acara ini dapat digunakan untuk menyerap input berupa saran ataupun keluhan dari daerah terkait penerapan akuntansi basis akrual.
Sementara itu, pada tingkat daerah, strategi penerapan basis akrual dapat dilakukan dengan langkah-langkah berikut ini:
1. Sosialisasi dan Pelatihan yang berjenjang. Berjenjang yang dimaksud meliputi pimpinan level kebijakan sampai dengan pelaksana teknis, dengan tujuan sosialisasi dan pelatihan sebagai berikut:
Meningkatkan skill pelaksana Membangun awareness Mengajak keterlibatan semua pihak
2. Menyiapkan dokumen legal yang bersifat lokal seperti Peraturan Kepala Daerah tentang Kebijakan Akuntansi dan Sistem Prosedur.
3. Melakukan uji coba sebagai tahapan sebelum melaksanakan akuntansi berbasis akrual secara penuh.
5. Tujuan diadakannya sosialisasi SAP ini adalah: Meningkatkan pemahaman sumber daya manusia (SDM) mengenai SAP sehingga
sosialisasi ini diharapkan dapat menyamakan persepsi pengelola keuangan mengenai SAP yang terutama yang terkait dengan akuntansi aset tetap dan akuntansi belanja serta memperkenalkan PP tentang SAP yang baru yaitu PP nomor 71 Tahun 2010,
Memasyarakatkan akuntansi pemerintahan di lingkup Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan,
Meningkatkan kinerja pembinaan satker di lingkup Kanwil DJPBN , Sebagai wadah diskusi antara pembina akuntansi dan satker hingga dapat memecahkan
permasalahan-permasalahan terkait implementasi SAP dalam praktek akuntansi pemerintahan di lingkup kanwil masing-masing.
6. Langkah-Langkah Penerapan SAP
Komite standar yang dibentuk oleh Menteri Keuangan sampai dengan tahun pertengahan tahun 2004 telah menghasilkan draf SAP yang terdiri dari Kerangka konseptual dan 11 pernyataan standar, kesemuanya telah disusun melalui due procees. Proses penyusunan (Due Process) yang digunakan ini adalah proses yang berlaku umum secara internasional dengan penyesuaian terhadap kondisi yang ada di Indonesia. Penyesuaian dilakukan antara lain karena pertimbangan kebutuhan yang mendesak dan kemampuan pengguna untuk memahami dan melaksanakan standar yang ditetapkan. Tahap-tahap penyiapan SAP adalah sebagai berikut:
a. Identifikasi Topik untuk Dikembangkan Menjadi Standarb. Pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) di dalam KSAP c. Riset Terbatas oleh Kelompok Kerja d. Penulisan draf SAP oleh Kelompok Kerja e. Pembahasan Draf oleh Komite Kerja f. Pengambilan Keputusan Draf untuk Dipublikasikan
g. Peluncuran Draf Publikasian SAP (Exposure Draft)h. Dengar Pendapat Terbatas (Limited Hearing) dan Dengar Pendapat Publik (Public
Hearings) i. Pembahasan Tanggapan dan Masukan Terhadap Draf Publikasian j. Finalisasi Standar
7. Implementasi SAP
Implementasi SAP pada pemerintah pusat
UU No. 17 Tahun 2003 mengamanatkan bahwa pendapatan dan
belanja baik dalam penganggaran maupun laporan pertanggungjawabannya
diakui dan diukur dengan basis akrual. Hal tersebut dapat dilihat dari Pasal 1
UU No.17 tahun 2003 yang mendefinisikan Pendapatan negara/daerah
adalah hak pemerintah pusat/daerah yang diakui sebagai penambah nilai
kekayaan bersih dan Belanja negara/daerah adalah kewajiban pemerintah
pusat/daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.
Selanjutnya pasal 36 ayat (1) menyatakan bahwa pengakuan dan
pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual dilaksanakan selambat-
lambatnya dalam 5 (lima) tahun.
Perkembangan akuntansi pemerintahan di Indonesia sebelum
reformasi belum menggembirakan. Saat itu, akuntansi pemerintahan di
Indonesia belum berperan sebagai alat untuk meningkatkan akuntabilitas
kinerja birokrasi pemerintah dalam memberikan pelayanan publik kepada
masyarakat. Pada periode tersebut, output yang dihasilkan oleh akuntansi
pemerintahan di Indonesia sering tidak akurat, terlambat, dan tidak
informatif, sehingga tidak dapat diandalkan dalam pengambilan keputusan.
Perubahan dari basis kas menjadi basis akrual dalam akuntansi
pemerintahan merupakan bagian dari bangunan yang ingin dibentuk dalam
reformasi di bidang keuangan negara seperti yang diamanatkan dalam UU
No. 17 tahun 2003. Oleh karena itu, perubahan basis akuntansi
pemerintahan di Indonesia dari basis kas menuju basis akrual dilakukan
secara bertahap.
Implementasi SAP pada pemerintah Daerah (Pemda)
Dengan adanya otonomi daerah tentang pegelolaan dan pertanggung-jawaban Keuangan
Daerah serta telah diterbitkannya Standar Akuntansi Pemerintah maka telah terjadi pembaharuan
didalam manajemen keuangan daerah. Dengan otonomi ini maka daerah diberikan kewenangan
yang luas untuk mengurus rumah-tangga nya sendiri tanpa campur tangan dari pemerintah pusat.
Pemerintah daerah mempunyai hak dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-
sumber keuangan yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang
berkembang di daerah. Namun dengan demikian bukan berarti pemerintah daerah dapat
menggunakan sumber-sumber daerahnya dengan sewenang-wenang karena hak dan kewenangan
yang diberikan kepada pemerintah daerah pada hakekatnya adalah merupakan amanah yang
harus dipertanggung-jawaban secara akuntabel dan transparan baik kepada masyarakat di daerah
maupun pemerintah pusat
Otonomi daerah yang juga diikuti oleh reformasi dibidang pelaporan keuangan
pemerintah kemudian di dukung dengan di tetapkannya undang-undang dibidang keuangan
negara, sehingga pemerintah daerah mempunyai landasan hukum yang memadai dan andal untuk
melakukan reformasi manajemen keuangan daerah yang selanjutnya dalam tahun 2004
ditetapkan pula Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan Undang-
undang no 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pemerintahan pusat dan daerah sebagai
pengganti UU No. 22 tahun 1999 dan UU No. 25 tahun 1999.
Peraturan tersebut menyatakan bahwa pemerintah daerah menyampaikan
pertanggungjawaban atas pelaporan pengelolaan keuangan daerah dalam bentuk neraca, laporan
arus kas, laporan realisasi anggaran dan catatan atas laporan keuanganm yang disusun dan
disajikan berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintah.
Maka dengan adanya Standar Akuntansi Pemerintahan tersebut maka laporan
pertanggung-jawaban keuangan daerah akan menjadi lebih transparan dan akuntabel kepada
publik.
8. Kendala-Kendala Penerapan SAP
Ada beberapa kendala yang dihadapi oleh pemerintah dalam penerapan SAP, di
antaranaya:
1. Kualitas SDM yang belum memadai. Persoalan ini sangat mendasar mengingat
mekanisme perekrutan PNS yang masih terpusat, meskipun kewenangan untuk
pelaksanaan program peningkatan kualitas SDM ada di daerah. Pemekaran daerah
menjadi persoalan tersendiri ketika SDM yang terbatas kemudian harus “dibagi” lagi.
2. Struktur organisasi. Sesuai PP No.41/2007, Pemda sudah harus menyusun struktur
organisasi (SOTK) baru dimana ruang untuk akuntansi semakin terbuka. Namun,
rendahnya kualitas dan kuantitas SDM akuntansi menjadi persoalan yang kian berat.
3. Aspek regulasi. Inkonsistensi dalam penerbitan peraturan perundangan terkait akuntansi
pemerintahan mengakibatkan Pemda “kehilangan selera” untuk melaksanakan akuntansi.
Pemda merasa dijadikan objek penderita karena beberapa “petunjuk teknis” atau
“pedoman pelaksanaan” tidak sejalan. Misalnya antara Permendagri No.13/2006 dengan
PP No.24/2005. Belum lagi antara PP No.24/2005 dengan UU No.17/2003. Sebagai jalan
tengah, Depdagri menerbitkan Surat Edaran (SE) yang di antaranya menjelaskan proses
“konversi” dari Permendagri No.13/2006 ke PP No.24/2005.
4. Aspek sosialisasi dan pendampingan. Sosialisasi oleh Depdagri, KSAP, BPK, dan pihak-
pihak lain telah berjalan, namun dirasakan masih sangat kurang. Soal pendanaan
merupakan masalah utama, disusul oleh lokasi yang jauh dari “keramaian”. Misalnya,
sangat jarang “orang-orang Pusat” mau bersusah payah melakukan sosialisai ke
Kabupaten Kepulauan Mentawai (Provinsi Sumatera Barat) atau Kabupaten Pegunungan
Bintang (Provinsi Papua). Yang terjadi justru Daerah diundang ke Jakarta dan harus
membayar kontribusi ke penyelenggara, termasuk Depdagri (kasus Permendagri
13/2006). Daerah akhirnya merasa dijadikan objek penderita…
5. Ketiadaan sanksi. Apa sanksi kepada Pemda jika tidak melaksanakan SAP? Sampai saat
ini belum ada. BPK selaku auditor justru tak jarang diminta oleh Pemda menjadi
konsultan atau membantu menyusunkan LKPD. Sesuatu yang tentunya bertentangan
dengan peraturan yang berlaku. Bagaimana kalau opini BPK atas LKPD berupa “tidak
wajar” atau “disclaimer“? Apakah kepala daerah yang selama 5 tahun masa jabatannya
mendapat opini disclaimer boleh mencalonkan diri lagi?
6. Kemauan. Karena peroalan-persoalan di atas, ditambah imej bahwa akuntansi akan
menutup ruang untuk “memanfaatkan uang negara”, maka Pemda mencari pembenaran
untuk menunda-nunda penerapan SAP. Pemda mencari justifikasi atau excuse untuk
sekedar melaksanakan penatausahaan, misalnya dengan berpura-pura tidak tahu,
berperilaku masa bodoh, dan menunjukkan power keotonomiannya.
Jurnal Penelitian Universitas Jendaral Soedirman
Universitas Jenderal Soedirman sebagai satuan kerja yang telah menerapkan Pola Keuangan
Badan Layanan Umum sejak Desember 2009 harus taat pada peraturan perundang-undangan
yang terkait dengan PK-BLU. Salah satu yang harus dijalankan oleh Unsoed dalam pengelolaan
BLU adalah menerapkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Di sisi lain, Unsoed, sebagai
Satuan Kerja Pemerintah tetap berkewajiban menyelenggarakan akuntansi menggunakan Standar
Akuntansi Pemerintah (SAP). Penerapan dua standar akuntansi tersebut sebenarnya cukup
merepotkan dan relatif banyak terjadi kendala baik dalam hal penyusunan anggaran, pelaksanaan
anggaran, maupun penyusunan laporan keuangan. Namun demikian kendala-kendala tersebut
senantiasa diminimalisir dengan meningkatkan kompetensi para pengelola keuangan dalam
bidang akuntansi serta perbaikan sistem dan prosedur pengelolaan keuangan.
Sebagai Nara sumber dalam sosialisasi PP No 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah Berbasis Akrual ini adalah DR. SOEPOMO PRODJOHARJONO, M.Soc.Sc, Ak (Senior Advisor BPK RI) dan kegiatan ini diikuti oleh Para Pembantu Dekan II, Sekretaris Lembaga, Para Asisten II, Para Kepala Biro, Bendahara BLU, para staf pengelola keuangan, para dosen akuntansi sektor publik, mahasiswa S1 dan S2 akuntansi, dan mahasiswa profesi akuntansi.
Standar akuntansi pemerintah yang telah di hasilkan oleh KSAP pada Tahun 2010
PSAP 01 Penyajian laporan keuangan PSAP 02 Laporan realisasi anggaran berbasis kas PSAP 03 Laporan arus kas PSAP 04 Catatan atas laporan keuangan PSAP 05 Akuntansi persediaan PSAP 06 Akuntansi investasi PSAP 07 Akuntansi asset tetap PSAP 08 Akuntansi kontruksi dalam pengerjaan PSAP 09 Akuntansi kewajiban PSAP 10 Koreksi kesalahan, perubahan
KEBIJAKAN AKUNTANSI, PERUBAHAN ESTIMASIAKUNTANSI, DAN OPERASI YANG TIDAK DILANJUTKAN
PSAP 11 Laporan keuangan konsolidasi PSAP 12 Laporan operasional
PP SAP akan digunakan sebagai pedoman dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan
pemerintah pusat dan daerah berupa:
1. Neraca,
2. Laporan Realisasi Anggaran,
3. Laporan Arus Kas, dan
4. Catatan atas Laporan Keuangan.
Dengan adanya SAP maka laporan keuangan pemerintah pusat/daerah akan lebih berkualitas
(dapat dipahami, relevan, andal dan dapat diperbandingkan). Dan laporan tersebut akan diaudit
terlebih dahulu oleh BPK untuk diberikan opini dalam rangka meningkatkan kredibilitas laporan,
sebelum disampaikan kepada para stakeholder antara lain: pemerintah (eksekutif), DPR/DPRD
(legislatif), investor, kreditor dan masyarakat pada umumnya dalam rangka tranparansi dan
akuntabilitas keuangan negara.
BAB III
Kesimpulan
Akuntansi berbasis akrual adalah suatu basis akuntansi di mana transaksi ekonomi dan
peristiwa lainnya diakui, dicatat, dan disajikan dalam laporan keuangan pada saat terjadinya
transaksi tersebut, tanpa memperhatikan waktu kas atau setara kas diterima atau dibayarkan.
Dalam akuntansi berbasis akrual, waktu pencatatan (recording) sesuai dengan saat terjadinya
arus sumber daya, sehingga dapat menyediakan informasi yang paling komprehensif karena
seluruh arus sumber daya dicatat.
Manfaat dari SAP Akrual Basis antara lain :
1. Dapat menyajikan laporan posisi keuangan pemerintah dan perubahannya
2. Memperlihatkan akuntabilitas pemerintah atas penggunaan seluruh sumber daya
3. Menunjukkan akuntabilitas pemerintah atas pengelolaan seluruh aktiva dan kewajibannya
yang diakui dalam laporan keuangan
4. Memperlihatkan bagaimana pemerintah mendanai aktivitasnya dan memenuhi kebutuhan
kasnya
5. Memungkinkan user untuk mengevaluasi kemampuan pemerintah dalam medanai
aktivitasnya dan dalam memenuhi kewajiban dan komitmennya
6. Membantu user dalam pembuatan keputusan tentang penyediaan sumber daya ke atau
melakukan bisnis dengan entitas
7. User dapat mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal biaya pelayanan, efisiensi dan
penyampaian pelayanan tersebut.
Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan dengan basis cash towards accrual di
Pemerintah Indonesia baik Pusat maupun Daerah telah berjalan selama 5 tahun. Dalam rangka
penerapan SAP dimaksud, Pemerintah Pusat telah membangun sistem akuntansi berbasis
komputer (Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat) untuk menyelenggarakan akuntansi dan
menghasilkan Laporan Keuangan di seluruh Kementerian/Lembaga, Bendahara Umum Negara,
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan
walaupun menghadapi banyak hambatan, sudah menunjukkan adanya peningkatan. Hal tersebut
antara lain tercermin atas opini yang diberikan BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat.
Sedangkan pada pemerintah daerah telah menyampaikan pertanggungjawaban atas
pelaporan pengelolaan keuangan daerah dalam bentuk neraca, laporan arus kas, laporan realisasi
anggaran dan catatan atas laporan keuanganm yang disusun dan disajikan berdasarkan Standar
Akuntansi Pemerintah. Maka dengan adanya Standar Akuntansi Pemerintahan tersebut maka
laporan pertanggung-jawaban keuangan daerah akan menjadi lebih transparan dan akuntabel
kepada publik.
DAFTAR PUSTAKA
A manual for Government Accounting, Buku Akuntansi Pemerintahan yang disusun oleh Sonny
Loho & Sugiyanto
Abdullah, syukri. 2009. Kendala Penerapan SAP oleh Pemerintah Daerah.
Simanjuntak, Binsar.H. 2005. Menyongsong Era Baru Akuntansi Pemerintahan di Indonesia. Jurnal Akuntansi Pemerintahan Vol.1 No.1, Mei
www./localhost/sosialisasi-standar-akuntansi-pemerintah-berbasis-akrual.htm
www.unsoed.ac.id www.ksap.org
A manual for Government Accounting, dikutip dari Buku Akuntansi Pemerintahan yang disusun oleh Sonny Loho & Sugiyanto