makalah anestesi

35
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seseorang tidak dapat hidup tanpa menghirup oksigen. Begitu esensialnya unsur ini bagi kehidupan sehingga apabila 10 detik saja otak manusia tidak mendapatkan oksigen, maka yang akan terjadi kemudian adalah penurunan kesadaran dan apabila terus berlanjut, otak akan mengalami kerusakan yang lebih berat dan irreversible. Tak hanya untuk bernafas dan mempertahankan kehidupan, oksigen juga sangat dibutuhkan untuk metabolisme tubuh. Dengan penemuan yang sangat penting mengenai molekul oksigen oleh Joseph Priestley pada tahun 1775 dan bukti adanya pertukaran gas pada proses pernafasan oleh Lavoisier, oksigen menjadi suatu cara pengobatan dalam perawatan pasien. Sebelum tahun 1920 suplementasi oksigen dievaluasi oleh Baruch dkk dan akhirnya pada tahun 1920 ditetapkan suatu konsep bahwa oksigen dapat dipergunakan sebagai terapi. Sejak itu efek hipoksia

description

terapi oksigen

Transcript of makalah anestesi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seseorang tidak dapat hidup tanpa menghirup oksigen. Begitu esensialnya

unsur ini bagi kehidupan sehingga apabila 10 detik saja otak manusia tidak

mendapatkan oksigen, maka yang akan terjadi kemudian adalah penurunan

kesadaran dan apabila terus berlanjut, otak akan mengalami kerusakan yang lebih

berat dan irreversible. Tak hanya untuk bernafas dan mempertahankan kehidupan,

oksigen juga sangat dibutuhkan untuk metabolisme tubuh.

Dengan penemuan yang sangat penting mengenai molekul oksigen oleh

Joseph Priestley pada tahun 1775 dan bukti adanya pertukaran gas pada proses

pernafasan oleh Lavoisier, oksigen menjadi suatu cara pengobatan dalam

perawatan pasien. Sebelum tahun 1920 suplementasi oksigen dievaluasi oleh

Baruch dkk dan akhirnya pada tahun 1920 ditetapkan suatu konsep bahwa oksigen

dapat dipergunakan sebagai terapi. Sejak itu efek hipoksia lebih dimengerti dan

pemberian oksigen pada pasien penyakit paru membawa dampak meningkatnya

jumlah perawatan pasien.1

Dua penelitian dasar di awal 1960an memperlihatkan adanya bukti

membaiknya kualitas hidup pada pasien penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)

yang mendapat suplemen oksigen. Pada studi The Nocturnal Oxygen Therapy

Trial (NOTT), pemberian oksigen 12 jam atau 24 jam sehari selama 6 bulan dapat

memperbaiki keadaan umum, kecepatan motorik, dan kekuatan genggaman,

namun tidak memperbaiki emosional mereka atau kualitas hidup mereka. Namun

penelitian lain memperlihatkan bahwa pemberian oksigen pada pasien-pasien

hipoksemia, dapat memperbaiki harapan hidup, hemodinamik paru, dan kapasitas

latihan. Keuntungan lain pemberian oksigen pada beberapa penelitian diantaranya

dapat memperbaiki kor pulmonal, meningkatkan fungsi jantung, memperbaiki

fungsi neuropsikiatrik dan pencapaian latihan, mengurangi hipertensi pulmonal,

dan memperbaiki metabolisme otot.2

Komposisi udara kering ialah 20,98% O2, 0,04% CO2, 78,6% N2 dan

0,92% unsur inert lainnya, seperti argon dan helium. Tekanan barometer (PB) di

permukaan laut ialah 760 mmHg (satu atmosfer). Dengan demikian, tekanan

parsial (dinyatakan dengan lambang P). O2 udara kering di permukaan laut adalah

0,21 x 760, atau 160 mmHg. Tekanan parsial N2 dan gas inert lainnya 0,79 x 760,

atau 600 mmHg; dan PCO2 ialah 0,0004 x 760 atau 0,3 mmHg. Terdapatnya uap

air dalam udara pada berbagai iklim umumnya akan menurunkan persen volume

masing masing gas, sehingga juga sedikit mengurangi tekanan parsial gas gas-

tersebut. Udara yang seimbang dengan air jenuh dengan uap air, dan udara

inspirasi akan jenuh dengan uap air saat udara tersebut mencapai paru-paru.3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Terapi oksigen merupakan pemberian oksigen sebagai suatu

intervensi medis, dengan konsentrasi yang lebih tinggi disbanding yang

terdapat dalam udara untuk terapi dan pencegahan terhadap gejala dan

menifestasi dari hipoksia. Oksigen sangat penting untuk metabolisme sel, dan

lebih dari itu, oksigenasi jaringan sangat penting untuk semua fungsi

fisiologis normal.8

Oksigen dapat diberikan secara temporer selama tidur maupun selama

beraktivitas pada penderita dengan hipoksemia. Selanjutnya pemberian

oksigen dikembangkan terus ke arah ventilasi mekanik, pemakaian oksigen di

rumah. Untuk pemberian oksigen dengan aman dan efektif perlu pemahaman

mengenai mekanisme hipoksia, indikasi, efek terapi, dan jenis pemberian

oksigen serta evaluasi penggunaan oksigen tersebut.8

Hipoksemia

Hipoksemia adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan

konsentrasi oksigen dalam darah arteri (PaO2) atau saturasi O2 arteri (SaO2)

dibawah nilai normal. Hipoksemia dibedakan menjadi ringan sedang dan

berat berdasarkan nilai PaO2 dan SaO2, yaitu:3,8

1. Hipoksemia ringan dinyatakan pada keadaan PaO2 60-79 mmHg dan

SaO2 90-94%

2. Hipoksemia sedang PaO2 40-60 mmHg, SaO2 75%-89%

3. Hipoksemia berat bila PaO2 kurang dari 40 mmHg dan SaO2 kurang dari

75%.

Hipoksemia dapat disebabkan oleh gangguan ventilasi, perfusi,

hipoventilasi, pirau, gangguan difusi dan berada ditempat yang tinggi.

Keadaan hipoksemia menyebabkan beberapa perubahan fisiologi yang

bertujuan untuk mempertahankan supaya oksigenasi ke jaringan memadai.

Bila tekanan oksigen arteriol (PaO2) dibawah 55 mmHg, kendali nafas akan

meningkat, sehingga tekanan oksigen arteriol (PaO2) yang meningkat dan

sebaliknya tekanan karbondioksida arteri (PaCO2) menurun, jaringan

vaskuler yang mensuplai darah di jaringan hipoksia mengalami vasodilatasi,

juga terjadi takikardi kompensasi yang akan meningkatkan volume sekuncup

jantung sehingga oksigenasi jaringan dapat diperbaiki.3,8

Hipoksia alveolar menyebabkan kontraksi pembuluh pulmoner

sebagai respon untuk memperbaiki rasio ventilasi perfusi di area paru

terganggu, kemudian akan terjadi peningkatan sekresi eritropoitin ginjal

sehingga mengakibatkan eritrositosis dan terjadi peningkatan kapasitas

transfer oksigen. Kontraksi pembuluh darah pulmoner, eritrositosis dan

peningkatan volume sekuncup jantung akan menyebabkan hipertensi

pulmoner, gagal jantung kanan bahkan dapat menyebabkan kematian.8

Hipoksia

Hipoksia adalah kekurangan O2 ditingkat jaringan. Istilah ini lebih

tepat dibandingkan anoksia, sebab jarang dijumpai keadaan dimana benar-

benar tidak ada O2 tertinggal dalam jaringan. Jaringan akan mengalami

hipoksia apabila aliran oksigen tidak adekuat dalam memenuhi kebutuhan

metabolisme jaringan, hal ini dapat terjadi kira-kira 4-6 menit setelah

ventilasi spontan berhenti. Secara tradisional, hipoksia dibagi dalam 4 jenis.

Keempat kategori hipoksia adalah sebagai berikut :5

1. Hipoksia hipoksik (anoksia anoksik) yaitu apabila PO2 darah arteri

berkurang. Merupakan masalah pada individu normal pada daerah

ketinggian serta merupakan penyulit pada pneumonia dan berbagai

penyakit sistim pernafasan lainnya. Gejala yang muncul pada keadaan ini

antara lain iritabilitas, insomnia, sakit kepala, sesak nafas, mual dan

muntah.

2. Hipoksia anemik yaitu apabila O2 darah arteri normal tetapi mengalami

denervasi. Sewaktu istirahat, hipoksia akibat anemia tidaklah berat, karena

terdapat peningkatan kadar 2,3-DPG didalam sel darah merah, kecuali

apabila defisiensi hemoglobin sangat besar. Meskipun demikian, penderita

anemia mungkin mengalami kesulitan cukup besar sewaktu melakukan

latihan fisik karena adanya keterbatasan kemampuan meningkatkan

pengangkutan O2 ke jaringan aktif.

3. Hipoksia stagnan akibat sirkulasi yang lambat merupakan masalah bagi

organ seperti ginjal dan jantung saat terjadi syok. Hipoksia akibat sirkulasi

lambat merupakan masalah bagi organ seperti ginjal dan jantung saat

terjadi syok. Hati dan mungkin jaringan otak mengalami kerusakan akibat

hipoksia stagnan pada gagal jantung kongestif. Pada keadaan normal,

aliran darah ke paru-paru sangat besar, dan dibutuhkan hipotensi jangka

waktu lama untuk menimbulkan kerusakan yang berarti. Namun, syok

paru dapat terjadi pada kolaps sirkulasi berkepanjangan,terutama didaerah

paru yang letaknya lebih tinggi dari jantung.

4. Hipoksia histotoksi adalah hipoksia yang disebabkan oleh hambatan

proses oksidasi jaringan paling sering diakibatkan oleh keracunan sianida.

Sianida menghambat sitokrom oksidasi serta mungkin beberapa enzim

lainnya. Biru metilen atau nitrit digunakan untuk mengobati keracunan

sianida. Zat-zat tersebut bekerja dengan sianida, menghasilkan

sianmethemoglobin, suatu senyawa non toksik. Pemberian terapi oksigen

hiperbarik mungkin juga bermanfaat.

Jika aliran oksigen ke jaringan berkurang, atau jika penggunaan

berlebihan di jaringan maka metabolisme akan berubah dari aerobik ke

metabolisme anaerobik untuk menyediakan energi yang cukup untuk

metabolisme. Apabila ada ketidakseimbangan, akan mengakibatkan produksi

asam laktat berlebihan, menimbulkan asidosis dengan cepat, metabolisme

selule terganggu dan mengakibatkan kematian sel. Pemeliharaan oksigenasi

jaringan tergantung pada 3 sistem organ yaitu sistem kardiovaskular,

hematologi, dan respirasi.7

Manifestasi klinik hipoksia

Manifestasi klinik hipoksia tidak spesifik, sangat bervariasi,

tergantung pada lamanya hipoksia, kondisi kesehatan individu, dan

biasanya timbul pada keadaan hipoksia yang sudah berat. Manifestasi

klinik dapat berupa perubahan status mental/bersikap labil, pusing,

dispneu, takipneu, respiratory distress, dan aritmia. Sianosis sering

dianggap sebagai tanda dari hipoksia, namun hal ini hanya dapat

dibenarkan apabila tidak terdapat anemia.8

Untuk mengukur hipoksia dapat digunakan alat oksimetri (pulse

oxymetry) dan analisis gas darah. Bila nilai saturasi kurang dari 90%

diperkirakan hipoksia, dan membutuhkan oksigen.8

Tabel 3. Gejala dan Tanda-Tanda Hipoksia Akut.8

Sistem Gejala dan tanda

Respirasi Sesak nafas, sianosis

Kardiovaskuler

Cardiac output meningkat, palpitasi,

takikardi, aritmia, hipotensi, angina,

vasodilatasi, dan syok

Sistem saraf pusat Sakit kepala, perilaku yang tidak sesuai,

bingung, delirium, gelisah, edema papil,

koma

Neuromuskular Lemah,tremor,hiperrefleks, incoordination

Metabolik Retensi cairan dan kalium, asidosis laktat

Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang Lain

Karena berbagai tanda dan gejala hipoksia bervariasi dan tidak

spesifik, maka untuk menentukan hipoksia diperlukan pemeriksaan

laboratorium. Pemeriksaan yang paling sering digunakan adalah

pemeriksaan PaO2 arteri atau saturasi oksigen arteri melalui pemeriksaan

invasif yaitu analisis gas darah arteri ataupun non invasif yaitu pulse

oximetry.Pada pemeriksaan gas darah, spesimen darah diambil dari

pembuluh darah arteri (a.Radialis atau a.Femoralis) dan akan didapatkan

nilai PaO2, PCO2, saturasi oksigen, dan parameter lain.8

Pada pemeriksaan oksimetri hanya dapat melihat saturasi oksigen.

Pemeriksaan saturasi oksigen ini tidak cukup untuk mendeteksi

hipoksemia, karena hanya dapat memperkirakan PaO2 ≥ 60 mmHg atau

PaO2 < 60mmHg. Berulang kali studi dilakukan, ternyata oksimetri tidak

bisa untuk menentukan indikasi pemberian terapi oksigen jangka panjang,

namun pemeriksaan noninvasif ini efektif digunakan untuk evaluasi

kebutuhan oksigen selama latihan, dan untuk mengevaluasi dan

memastikan dosis oksigen bagi pasien yang menggunakan terapi oksigen

di rumah.6,8

Gagal Nafas

Gagal nafas merupakan suatu keadaan kritis yang memerlukan

perawatan di instansi perawatan intensif. Diagnosis gagal nafas ditegakkan

bila pasien kehilangan kemampuan ventilasi secara adekuat atau tidak

mampu mencukupi kebutuhan oksigen darah dan sistem organ. Gagal nafas

terjadi karena disfungsi sistem respirasi yang dimulai dengan peningkatan

karbondioksida dan penurunan jumlah oksigen yang diangkut kedalam

jaringan.8

Gagal nafas akut sebagai diagnosis tidak dibatasi oleh usia dan dapat

terjadi karena berbagai proses penyakit. Gagal nafas hampir selalu

dihubungkan dengan kelainan diparu,tetapi keterlibatan organ lain dalam

proses respirasi tidak boleh diabaikan.8

1. Gagal Nafas Tipe I

Pada tipe ini terjadi perubahan pertukaran gas yang

diakibatkan kegagalan oksigenasi. PaO2 ≤50 mmHg merupakan

ciri khusus tipe ini, sedangkan PaCO2 ≤40 mmHg, meskipun ini

bisa juga disebabkan gagal nafas hiperkapnia. Ada 6 kondisi yang

menyebabkan gagal nafas tipe I yaitu:

Ketidaknormalan tekanan partial oksigen inspirasi (low PIO2)

Kegagalan difusi oksigen

Ketidakseimbangan ventilasi / perfusi [V/Q mismatch]

Pirau kanan ke kiri

Hipoventilasi alveolar

Konsumsi oksigen jaringan yang tinggi

2. Gagal Nafas Tipe II

Tipe ini dihubungkan dengan peningkatan karbondioksida

karena kegagalan ventilasi dengan oksigen yang relatif cukup.

Beberapa kelainan utama yang dihubungkan dengan gagal nafas

tipe ini adalah kelainan sistem saraf sentral, kelemahan

neuromuskuler dan deformitas dinding dada.Penyebab gagal nafas

tipe II adalah :

Kerusakan pengaturan sentral

Kelemahan neuromuskuler

Trauma spina servikal

Keracunan obat

Infeksi

Penyakit neuromuskuler

Kelelahan otot respirasi

Kelumpuhan saraf frenikus

Gangguan metabolism

Deformitas dada

Distensi abdomen massif

Obstruksi jalan nafas

Manfaat Terapi Oksigen

Tujuan terapi oksigen adalah mengoptimalkan oksigenasi jaringan

dan meminimalkan asidosis respiratorik. Ada beberapa keuntungan dari

terapi oksigen. Terapi oksigen pada pasien PPOK dengan konsentrasi

oksigen yang tepat dapat mengurangi sesak nafas saat aktivitas, dapat

meningkatkan kemampuan beraktifitas dan dapat memperbaiki kualitas

hidup.8,4

Manfaat lain dari terapi oksigen adalah memperbaiki hemodinamik

paru, kapasitas latihan, kor pulmonal, menurunkan cardiac

output, meningkatkan fungsi jantung, memperbaiki fungsi neuropsikiatrik,

mengurangi hipertensi pulmonal, dan memperbaiki metabolisme otot.8,4

Indikasi Terapi Oksigen

Dalam pemberian oksigen harus dipertimbangkan apakah pasien

benar-benar membutuhkan oksigen, apakah dibutuhkan terapi oksigen

jangka pendek (Short-term oxygen therapy) atau terapi oksigen jangka

panjang (Long term oxygen therapy).6

Indikasi untuk pemberian oksigen harus jelas. Oksigen yang

diberikan harus diatur dalam jumlah yang tepat, dan harus dievaluasi agar

mendapat manfaat terapi dan menghindari toksisitas.6

Terapi Oksigen Jangka Pendek

Terapi oksigen jangka pendek merupakan terapi yang dibutuhkan

pada pasien-pasien dengan keadaan hipoksemia akut, diantaranya pneumonia,

PPOK dengan eksaserbasi akut, asma bronkial, gangguan kardiovaskular,

emboli paru. Pada keadaan tersebut, oksigen harus segera diberikan secara

adekuat. Pemberian oksigen yang tidak adekuat akan menimbulkan cacat

tetap dan kematian. Pada kondisi ini, oksigen harus diberikan dengan

FiO2 60-100% dalam waktu pendek sampai kondisi membaik dan terapi yang

spesifik diberikan. Selanjutnya oksigen diberikan dengan dosis yang dapat

mengatasi hipoksemia dan meminimalisasi efek samping. Bila diperlukan,

oksigen harus diberi secara terus-menerus.5

Untuk pedoman indikasi terapi oksigen jangka pendek terdapat

rekomendasi dari The American College of Chest Physicians dan The

National Heart, Lung, and Blood Institute(tabel 4).5

Tabel 4. Indikasi Akut Terapi Oksigen5

Indikasi yang sudah direkomendasi :

Hipoksemia akut (PaO2 < 60 mmHg; SaO2 < 90%)

Cardiac arrest dan  respiratory arrest

Hipotensi (tekanan darah sistolik < 100 mmHg)

Curah jantung yang rendah dan asidosis metabolik (bikarbonat < 18

mmol/L)

Respiratory distress (frekuensi pernafasan > 24/min)

Indikasi yang masih dipertanyakan :

Infark miokard tanpa komplikasi

Sesak nafas tanpa hipoksemia

Krisis sel sabit

Angina

Terapi Oksigen Jangka Panjang

Banyak pasien hipoksemia membutuhkan terapi oksigen jangka

panjang. Pasien dengan PPOK merupakan kelompok yang paling banyak

menggunakan terapi oksigen jangka panjang. Studi awal pada terapi oksigen

jangka panjang pada pasien PPOK memperlihatkan bahwa pemberian

oksigen secara kontinu selama 4-8 minggu menurunkan hematokrit,

memperbaiki toleransi latihan, dan menurunkan tekanan vaskular pulmonar.8

Pada pasien dengan PPOK dan kor pulmonal, terapi oksigen jangka

panjang dapat meningkatkan jangka hidup sekitar 6 sampai 7 tahun. Angka

kematian menurun pada pasien dengan hipoksemia kronis apabila oksigen

diberikan lebih dari 12 jam sehari dan manfaat survival lebih besar telah

ditunjukkan dengan pemberian oksigen berkesinambungan.8

Berdasarkan beberapa penelitian didapatkan bahwa terapi oksigen

jangka panjang dapat memperbaiki harapan hidup. Karena adanya perbaikan

dengan terapi oksigen jangka panjang, maka direkomendasikan untuk pasien

hipoksemia (PaO2 < 55 mmHg atau saturasi oksigen < 88%) oksigen

diberikan secara terus-menerus 24 jam dalam sehari. Pasien dengan

PaO2 56-59 mmHg atau saturasi oksigen 88%, kor pulmonal atau polisitemia

juga memerlukan terapi oksigen jangka panjang.8

Pada keadaan ini, awal pemberian oksigen harus dengan konsentrasi

rendah (FiO224-28%) dan dapat ditingkatkan bertahap berdasarkan hasil

pemeriksaan analisis gas darah, dengan tujuan mengoreksi hipoksemia dan

menghindari penurunan pH dibawah 7,26. Oksigen dosis tinggi yang

diberikan kepada pasien PPOK yang sudah mengalami gagal nafas tipe II

(peningkatan karbondioksida oleh karena kegagalan ventilasi dengan

oksigen yang relatif cukup) akan dapat mengurangi efek hipoksik untuk

pemicu gerakan bernafas dan meningkatkan mismatch ventilasi-perfusi. Hal

ini akan menyebabkan retensi CO2 dan akan menimbulkan asidosis

respiratorik yang berakibat fatal.8

Pasien yang menerima terapi jangka panjang harus dievaluasi ulang

dalam 2 bulan untuk menilai apakah hipoksemia menetap atau ada perbaikan

mendapat terapi oksien mengalami perbaikan setelah 1 bulan dan tidak perlu

lagi meneruskan suplemen oksigen.8

Indikasi terapi oksigen

Tabel 5. Indikasi terapi oksigen jangka panjang8

Pemberian oksigen secara kontinyu :

PaO2 istirahat ≤ 55 mmHg atau saturasi oksigen ≤ 88%

PaO2 istirahat 56-59 mmHg atau saturasi oksigen 89% pada satu keadaan :

- Edema yang disebabkan karena CHF

- P pulmonal pada pemeriksaan EKG (gelombang P > 3mm pada lead

II, III, aVF

Eritrositoma (hematokrit > 56%)

PaO2 > 59 mmHg atau saturasi oksigen > 89%

Pemberian oksigen tidak kontinyu :

Selama latihan : PaO2 ≤ 55 mmHg atau saturasi oksigen ≤ 88%

Selama tidur : PaO2 ≤ 55 mmHg atau saturasi oksigen ≤ 88% dengan

komplikasi seperti hipertensi pulmoner, somnolen, dan artimia

Tabel 6. Indikasi terapi oksigen jangka panjang pada pasien PPOK8

Indikasi Pencapaian terapi

PaO2 ≤ 55 mmHg or SaO2 ≤

88%

PaO2 ≥ 60 mmHg atau SaO2  ≥ 90%

Dosis oksigen sebaiknya disesuaikan

saat tidur dan latihan

Pasien dengan kor pulmonal

PaO2 55-59 mmHg atau SaO2 ≥

89%

PaO2 ≥ 60 mmHg atau SaO2  ≥ 90%

Dosis oksigen sebaiknya disesuaikan

saat tidur dan latihan

Adanya P pulmonal pada EKG

Hematokrit > 55%

Gagal jantung kongestif

Indikasi khusus

Nocturnal hypoxemia

Tidak ada hipoksemia saat

istirahat, tetapi saturasi

menurun selama latihan

atau tidur

Dosis oksigen sebaiknya disesuaikan

saat tidur

Dosis oksigen sebaiknya disesuaikan

saat latihan

Kontraindikasi

Suplemen oksigen tidak direkomendasi pada:9

Pasien dengan keterbatasan jalan nafas yang berat dengan keluhan utama

dispneu, tetapi dengan PaO2 lebih atau sama dengan 60 mmHg dan tidak

mempunyai hipoksia kronik.

Pasien yang meneruskan merokok, karena kemungkinan prognosis yang

buruk dan dapat meningkatkan resiko kebakaran.

Pasien yang tidak menerima terapi adekuat.

Teknik Pemberian Oksigen

Cara pemberian oksigen dibagi dua jenis, yaitu sistem arus rendah

dan sistem arus tinggi, keduanya masing-masing mempunyai keuntungan

dan kerugian.9

Alat oksigen arus rendah diantaranya kanul nasal, topeng

oksigen, reservoir mask,kateter transtrakheal, dan simple mask. Alat oksigen

arus tinggi diantaranya venturi mask, dan reservoir nebulizer blenders9.

Alat pemberian oksigen dengan arus rendah.9

Kateter nasal dan kanul nasal merupakan alat dengan sistem arus

rendah yang digunakan secara luas. Kanul nasal terdiri dari

sepasang tube dengan panjang ± 2 cm, dipasangkan pada lubang

hidung pasien dan tube dihubungkan secara langsung ke oxygen

flow meter. Alat ini dapat menjadi alternatif bila tidak terdapat

masker, terutama bagi pasien yang membutuhkan suplemen

oksigen rendah. Kanul nasal arus rendah mengalirkan oksigen ke

nasofaring dengan aliran 1-6 L/m, dengan FiO2 antara 24-40%.

Aliran yang lebih tinggi tidak meningkatkan FiO2 secara

bermakna diatas 44% dan akan menyebabkan mukosa membran

menjadi kering. Kanul nasal merupakan pilihan bagi pasien yang

mendapatkan terapi oksigen jangka panjang.

Gambar 1. Kanul nasal

Simple oxygen mask dapat menyediakan 40-60% FiO2, dengan

aliran 5-10 L/m. aliran dapat dipertahankan 5 L/m atau lebih

dengan tujuan mencegah CO2 yang telah dikeluarkan  dan tertahan

di masker terhirup kembali. Penggunaan alat ini dalam jangka

panjang dapat menyebabkan iritasi kulit dan pressure sores.

Gambar 2. Simple oxygen mask

Partial rebreathing mask merupakan simple mask yang disertai

dengan kantung reservoir. Aliran oksigen harus selalu tersuplai

untuk mempertahankan kantung reservoir minimal sepertiga

sampai setengah penuh pada inspirasi. Sistem ini mengalirkan

oksigen 6-10L/m dan dapat menyediakan 40-70% oksigen.

Sedangkan non-rebreathing mask hampir sama dengan parsial

rebreathing mask kecuali alat ini memiliki serangkai katup ‘one-

way’. Satu katup diletakkan diantara kantung dan masker untuk

mencegah udara ekspirasi kembali kedalam kantung. Untuk itu

perlu aliran minimal 10L/m. Sistem ini mengalirkan FiO2sebesar

60-80%.   

Gambar 3. Partial rebreathing mask

Gambar 4. Non-rebreathing mask

Transtracheal oxygen. Mengalirkan oksigen secara langsung

melalui kateter ke dalam trakea. Oksigen transtrakea dapat

meningkatkan kesetiaan pasien menggunakan oksigen secara

kontinyu selama 24 jam, dan sering berhasil bagi pasien

hipoksemia yang refrakter. Dari hasil studi, dengan oksigen

transtrakea ini dapat menghemat penggunaan oksigen 30-60%.

Keuntungan dari pemberian oksigen transtrakea yaitu tidak menyolok 

mata, tidak ada bunyi gaduh, dan tidak ada iritasi muka/hidung. Rata-

rata   oksigen   yang   diterima   mencapai   80-96%.   Kerugian   dari 

penggunaan oksigen transtrakea adalah biaya tinggi dan resiko infeksi 

lokal.   Komplikasi   yang   biasa   terjadi   pada   pemberian   oksigen 

transtrakea ini adalah emfisema subkutan, bronkospasme, dan batuk 

paroksismal. Komplikasi lain diantaranya infeksi stoma, dan mucus ball 

yang dapat mengakibatkan fatal. 

Gambar 5. Transtrakheal oksigen

Alat pemberian oksigen dengan arus tinggi10

Alat oksigen arus tinggi diantaranya venture mask dan reservoir nebulizer

blenders. Alat venturi mask menggunakan prinsip jet mixing (efek

Bernoulli). Jet mixing mask,mask dengan arus tinggi, bermanfaat untuk

mengirimkan secara akurat konsentrasi oksigen rendah (24-35%). Pada pasien

dengan PPOK dan gagal nafas tipe II, bernafas dengan mask ini mengurangi

resiko retensi CO2, dan memperbaiki hipoksemia. Alat tersebut terasa lebih

nyaman dipakai, dan masalah rebreathing diatasi melalui proses pendorongan

dengan arus tinggi tersebut.

Sistem arus tinggi ini dapat mengirimkan sampai 40L/menit oksigen

melalui mask, yang umumnya cukup untuk total kebutuhan respirasi.

Dua indikasi klinis untuk penggunaan oksigen dengan arus tinggi adalah

pasien dengan hipoksia yang memerlukan pengendalian FiO2, dan pasien

hipoksia dengan ventilasi abnormal.  

Gambar 6. Venturi mask

Komplikasi Terapi Oksigen

Penderita PPOK dengan retensi CO2 sering bergantung pada “hypoxic

drive” untuk mempertahankan ventilasinya. Konsentrasi O2 yang tinggi

dapat mengurangi “drive” ini. Oksigen sebaiknya hanya diberikan

dengan persentase rendah dan pasien diobservasi secara ketat untuk

menilai adanya retensi CO2.10

Kerusakan retina (retrorental fibroplasia) menyebabkan kebutaan pada

neonatus, terjadi karena pemberian terapi oksigen yang tidak tepat.

Semua terapi oksigen pada bayi baru lahir harus dimonitor secara

berkelanjutan.10

Pneumonitis dan pembentukan membran hyaline didalam alveoli yang

dapat menyebabkan penurunan pergantian gas dan atelektasis.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Oksigen merupakan unsur yang paling dibutuhkan bagi kehidupan

manusia, sebentar saja manusia tak mendapat oksigen maka akan langsung

fatal akibatnya. Tak hanya untuk bernafas dan mempertahankan kehidupan,

oksigen juga sangat dibutuhkan untuk metabolisme tubuh. Pembarian oksigen

dapat memperbaiki keadaan umum, mempermudah perbaikan penyakit dan

memperbaiki kualitas hidup. Oksigen dapat diberikan jangka pendek dan

jangka panjang.

Untuk pemberian oksigen kita harus mengerti indikasi pemberian oksigen,

teknik yang akan dipakai, dosis oksigen yang akan diberikan, dan lamanya

oksigen yang akan diberikan serta waktu pemberian. Pemberian oksigen perlu

selalu dievaluasi sehingga dapat mengoptimalkan pemberian oksigen dan

mencegah terjadinya retensi CO2.

DAFTAR PUSTAKA

1. AARC CPG, 2002, “AARC Clinical Practice Guideline : Oxygen Therapy

for Adults in the Acute Care Facility”, diakses

dari www.rcjournal.com pada tanggal 12 Januari 2010.

2. Admin, 2008, “Oksigen”, diakses

dari www.healthcare.wordpress.com pada tanggal 13 Januari 2014.

3. Anonymous, “Stress and Health Solution”, diakses dari

www.MedDzik.org pada tanggal 13 Januari 2014.

4. Astowo, Pudjo, 2005, “Terapi oksigen”, Ilmu Penyakit Paru. Bagian

Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi. Jakarta:  FK UI.

5. Ganong, F. William, 2003, “ Fisiologi Kedokteran”, Edisi 20, Jakarta:

EGC.

6. Guyton, Arthur C., Hall, John E., 2005, “Buku Ajar Fisiologi

Kedokteran”, edisi 9, Jakarta: EGC. Latief, A. Said, 2002, “Petunjuk

Praktis Anestesiologi”, Bagian Anestesiologi dan Terapi Intesif, Jakarta:

FK UI.

7. Price, Sylvia A., Wilson, Lorraine M., 2006, “Patofisiologi Konsep Klinis

Proses-Proses Penyakit”, volume 2, edisi 6, Jakarta : EGC.

8. Singh, CP., Brar, Gurmeet K., et al, 2001, “Emergency Medicine: Oxygen

Therapy”, Journal, Indian Academy of Clinical Medicine _ Vol. 2, No.

3, diakses dariwww.medind.com/nic/injact pada tanggal 13 Januari 2014.

9. South Durham Health Care NHS, 2000, “Guideline for the Management of

Oxygen Therapy”, diakses

dari www.ndhd.com/nhs.uk.content.clinguide pada tanggal 13 Januari

2014.

10. Sudoyo, Aru W., Setiyohadi, Bambang, dkk., 2006, “Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam”, edisi ke-4, jilid I, Jakarta : FK UI.