makalah Anestesi Adenoid

33
1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Ruang lingkup pelayanan medis yang dicakup cabang Ilmu Anestesi dan reanimasi, meliputi: 1. usaha-usaha penanggulangan nyeri dan stress emosional, 2. usaha usaha kedokteran gawat darurat (bantuan resusitasi, kedaruratan medik dan terapi intensif), 3. usaha usaha kedokteran perioperatif yang meliputi evaluasi persiapan praoperatif, tindakan anestesi dan reanimasi intraoperatif dan tindakan anestesia dan reanimasi pascaoperatif. Anestesi umum adalah tindakan untuk meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran yang bersifat pulih kembali (reversible), dengan kata lain pasien yang diberikan anestsia umum akan mengalami “Trias Anestesia” yaitu: Hipnotik (mati ingatan), Analgesia (mati rasa), dan relaksasi otot rangka/penurunan tonus (mati gerak). Tindakan anestesi-analgesia berlandaskan kepada farmakologi dan fisiologi. Teknik anestesia umum yaitu anestesia umum intravena, anestesi umum inhalasi dan anestesia imbang. Adenoid merupakan massa yang terdiri dari jaringan limfoid pada dinding posterior nasofaring di atas batas palatum molle dan termasuk dalam cincin waldeyer. Secara fisiologik pada anak-anak, adenoid dan tonsil mengalami hipertrofi. Adenoid ini membesar pada anak usia 3 tahun dan kemudian mengecil dan menghilang sama sekali pada usia 14 tahun. Apabila sering terjadi infeksi pada saluran napas bagian atas, maka dapat

description

makalah naestesi general

Transcript of makalah Anestesi Adenoid

Page 1: makalah Anestesi Adenoid

1

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ruang lingkup pelayanan medis yang dicakup cabang Ilmu Anestesi dan reanimasi,

meliputi:

1. usaha-usaha penanggulangan nyeri dan stress emosional,

2. usaha – usaha kedokteran gawat darurat (bantuan resusitasi, kedaruratan medik

dan terapi intensif),

3. usaha – usaha kedokteran perioperatif yang meliputi evaluasi persiapan praoperatif,

tindakan anestesi dan reanimasi intraoperatif dan tindakan anestesia dan reanimasi

pascaoperatif.

Anestesi umum adalah tindakan untuk meniadakan nyeri secara sentral disertai

hilangnya kesadaran yang bersifat pulih kembali (reversible), dengan kata lain pasien yang

diberikan anestsia umum akan mengalami “Trias Anestesia” yaitu: Hipnotik (mati ingatan),

Analgesia (mati rasa), dan relaksasi otot rangka/penurunan tonus (mati gerak). Tindakan

anestesi-analgesia berlandaskan kepada farmakologi dan fisiologi. Teknik anestesia umum

yaitu anestesia umum intravena, anestesi umum inhalasi dan anestesia imbang.

Adenoid merupakan massa yang terdiri dari jaringan limfoid pada dinding posterior

nasofaring di atas batas palatum molle dan termasuk dalam cincin waldeyer. Secara fisiologik

pada anak-anak, adenoid dan tonsil mengalami hipertrofi. Adenoid ini membesar pada anak

usia 3 tahun dan kemudian mengecil dan menghilang sama sekali pada usia 14 tahun. Apabila

sering terjadi infeksi pada saluran napas bagian atas, maka dapat terjadi hipertrofi adenoid

yang akan mengakibatkan sumbatan pada koana, sumbatan tuba eustachius.

Akibat sumbatan koana pasien akan bernapas melalui mulut sehingga terjadi fasies

adenoid, faringitis dan bronchitis serta sinusitis kronik. Akibat sumbatan tuba Eustachius

akan terjadi otitis media akut berulang dan akhirnya dapat terjadi otitis media supuratif

kronik. Akibat hipertrofi adenoid juga dapat menimbulkan gangguan tidur, ngorok, retardasi

mental dan pertumbuhan fisik berkurang.

Tujuan

Mengetahui teknik anestesi umum dengan inhalasi sungkup muka yang dilakukan

pada adenoidektomi pada hipertrofi adenoid.

Page 2: makalah Anestesi Adenoid

2

GENERAL ANESTESI

STATUS PASIEN

A. Identitas Pasien

No. Rekam Medik : 205785

Nama pasien : Khairunnisa

Umur : 17 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Jln. Beringin no 5 Tembung, Medan

Suku : Melayu

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Pekerjaan : Pelajar

Tanggal masuk RS : 21 Oktober 2013

Tanggal operasi : 1 November 2013

B. Anamnesa

Autoanamnesa pada tanggal 21 Oktober 2013

Keluhan utama

Keluhan Tambahan

Riwayat Penyakit Sekarang

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Operasi

Riwayat asma/alergi

Riwayat penyakit kencing manis

Riwayat penyakit jantung

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat darah tinggi

Tidur mendengkur sejak 1 tahun lalu

-

Pasien datang ke Rumah Sakit Haji Medan dengan

keluhan tidur sering mendengkur sejak 1 tahun yang

lalu. Os juga merasa sulit menelan sejak 1 bulan

yang lalu.Os juga mengeluh sulit bernafas sejak 2

minggu yang lalu.

(-)

(-)

(-)

-

-

-

-

Page 3: makalah Anestesi Adenoid

3

C. Pemeriksaan Fisik

a. Status Present

Keadaan umum

Kesadaran

Tanda vital

Berat badan

Kepala

Mata

Telinga

Mulut

JMH

Leher

Thorak

Abdomen

Ekstremitas

Status Lokalis Leher

Sakit sedang

Compos mentis

Tekanan darah 110 / 80 mmHg

Nadi 84x/i

Respirasi 20/i

Suhu 36,7

33 kg

Bentuk normochepali

konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

DBN

Buka Mulut 3 Jari, Malampati Grade 1

6 cm ( 4 jari )

Pembesaran kelenjar limfe (-), ROM (+)

Bentuk normal, simetris, cor dan pulmo dalam batas

normal

Soepel, peristaltik (+), NT (-), hepar dan lien tidak

teraba.

Akral hangat (+), edema (-)

Inspeksi : Terlihat adanya benjolan, tidak terlihat

kemeraham

Palpasi : Teraba benjolan dengan diameter 5 cm,

konsistensi kenyal, mobile, batas tegas, nyeri tekan (+),

panas (-).

D. Pemeriksaan Penunjang

Darah Rutin

Haemoglobin : 13,4 g/dl

Hitung Eritrosit : 4.3

Hitung Leukosit : 5.600 /uL

Page 4: makalah Anestesi Adenoid

4

Hematokrit : 36,8 %

Hitung Trombosit : 253.000 /uL

Indeks Eritrosit

MCV : 86,6 fL

MCH : 31,5 pg

MCHC : 36,4 %

Faal Hati

SGOT : 121 U/L

SGPT : 159 U/L

Faal Ginjal

Ur : 14 mg/dl

Cr : 0,4 mg / dl

Test Gula Darah

KGDS : 73 mg / dl

Foto Thorak

Dalam Batas Normal

E. Diagnosa

Hypertrofi Adenoid

F. Rencana Tindakan

Tindakan : Adenoidektomi

Anesthesi : GA- ETT

PS-ASA : 1

Posisi : Supine

Pernafasan : Kontrol Ventilator

Page 5: makalah Anestesi Adenoid

5

G. Diskusi Penatalaksanaan

1. Pre-operatif

Pada tanggal 21 Oktober 2013, dokter anestesi yang bertanggung jawab

mengunjungi pasien yang akan dioperasi guna mengetahui kondisi terakhir pasien

Pasien puasa selama ±8 jam sebelum dimulainya operasi pukul 17.00 WIB

Sebelum operasi bersihkan seluruh tubuh

Anamnesis (21 Oktober 13)

A : Tidak ada riwayat alergi obat-obatan, makanan dan penyakit

M : (-)

P : Riwayat DM (-), HT (-), asma (-)

L : Puasa mulai jam 09.00 pagi (8 jam sebelum operasi)

E : Pasien datang ke Rumah Sakit Haji Medan dengan keluhan tidur sering

mendengkur sejak 1 tahun yang lalu. Os juga merasa sulit menelan sejak 1 bulan yang

lalu.Os juga mengeluh sulit bernafas sejak 2 minggu yang lalu.

Pemeriksaan fisik Pre-operasi

B1 ( Breath)

- Airway : clear

- RR : 20x/i

- SP : vesikuler ka=ki

- ST : ronchi, wheezing (-/-), snoring/gargling/crowing (-/-/-)

- SpO2 : 97-100%

B2 ( Blood)

- Akral : Hangat/Merah/Kering

- TD : 120/80 mmHg

- HR : 80x/i, reguler

- T/V : kuat/cukup

B3 (Brain)

- Sensorium : Compos Mentis,

- Pupil : isokor, RC : +/+

B4 (Bladder)

- Kateter tidak terpasang

Page 6: makalah Anestesi Adenoid

6

B5 (Bowl)

- Abdomen : soepel

- Peristaltik : normal (+)

B6 (Bone)

- Oedem : (-)

- Fraktur : (-)

2. Duranted Operatif

Lama Anestesi : 17.50 - ∞

Lama Operasi : 18.11 - 19.30 WIB

Jenis Anestesi : GA – ETT (General Anesthesi – Endotracheal Tube)

Teknik Anestesi : Supine potition premedikasi preoksigenasi Induksi

propofol 80 mg Eye lead refleks Sleep non apneu Injeksi

Rocuronium 50 mg Sleep apneu Intubasi ETT cuff

(+) Suara paru kanan = kiri Fiksasi lalu sambungkan ke

mesin anestesi

a. Pasien masuk ke ruang OK, diposisikan di meja operasi, diukur kembali

tekanan darah, nadi dan saturasi TD : 98/87 mmHg, N : 112 x/menit,

saturasi O2 98 %.

b. Kemudian dilakukan premedikasi dengan midazolam 2,5 mg, fentanyl 75 mg

secara intravena.

c. Setelah itu induksi anestesi dengan menggunakan propofol 80 mg, rocuronium

50 mg secara intravena dan pasien diposisikan dengan kepala ekstensi serta

trakea dan laringoskop berada di satu garis lurus.

d. Setelah dilakukan anastesi dan diberi pelumpuh otot dilakukan oksigenasi

dengan pemberian O2 100% selama 4 menit. Sungkup muka dipegang dengan

tangan kiri dan balon dengan tangan kanan.

e. Mulut pasien dibuka dengan tangan kanan dan, gagang laringoskop dipegang

dengan tangan kiri. Daun laringoskop dimasukkan dari sudut kanan mulut.

Lidah pasien didorong dengan daun tersebut ke kiri dan lapangan pandang akan

terbuka. Daun laringoskop didorong ke dalam rongga mulut. Gagang diangkat

dengan lengan kiri sehingga terlihat uvula, laring dan epiglotis.

f. Ekstensi kepala dipertahankan dengan tangan kanan. Epiglotis diangkat dan

tampak pita suara yang keputihan dan berbentuk huruf V. Pipa endotrakea

Page 7: makalah Anestesi Adenoid

7

dimasukkan dengan tangan kanan melalui sudut kanan mulut sampai balon pipa

tepat melewati pita suara.

g. Ventilasi atau oksigenasi diberikan dengan tangan kanan memompa balon dan

tangan kiri memfiksasi pipa. Balon pipa dikembangkan dan daun laringoskop

dikeluarkan. Pipa difiksasi dengan plester.

h. Setelah dipastikan dada berkembang saat ventilasi dilakukan auskultasi dengan

stetoskop didapatkan suara nafas kanan dan kiri sama.

i. Lalu berikan maintenance anastesi dengan O2 2 liter/menit, N2O 2 liter/menit

dan isovofluran 2,5 volume %.

j. Selama tindakan anestesi berlangsung, tekanan darah dan nadi dikontrol

setiap 5 menit selama berlangsungnya operasi. Perubahan tekanan darah pasien

berkisar pada tekanan sistolik 125 – 96 mmHg dan tekanan diastolnya 80 - 55

mmHg. Perubahan frekuensi nadi berkisar antara 52 – 85x/menit. Saturasi

oksigen berkisar pada 97-100%.

k. Resusitasi cairan peri-operatif : Terpasang 1 jalur infuse pada tangan kiri.

Operasi berjalan 1 jam 19 menit

3. Obat-obatan

Premedikasi :

o Midazolam 5mg

o Fentanyl 75 µg

Induksi :

o Propofol 80 mg

o Isofluran 2 vol %

o N2O

o O2

Relaksan :

o Rocuronium 60 mg

Jumlah cairan masuk :

o PO : RL 100 cc

o DO : RL 1000 cc

Produksi Urin : UOP tidak terpasang kateter

Perdarahan

Page 8: makalah Anestesi Adenoid

8

o Kasa basah = -

o Kasa ½basah = -

o Sunction = 100 cc

EBV : 65 x bb = 65 x 33 = 2145

10% = 214,5

20% = 429

30% = 643,5

4. Post-operatif

Operasi berakhir pukul 19.30 WIB

Setelah operasi selesai, pasien di observasi di Recovery Room. Tekanan darah, nadi

dan pernapasan dipantau hingga kembali normal.

Pasien boleh pindah ke ruangan bila Alderette Score >8

o Pergerakan : 2

o Pernapasan : 2

o Warna Kulit : 2

o Tekanan Darah : 2

o Kesadaran : 2

Dalam hal ini, pasien memiliki score 10, sehingga bisa dipindahkan ke ruang

rawat.

5. Terapi Post Operasi

Bed rest

IVFD RL 30 gtt/i

Minum sedikit-sedkit bila sudah sadar penuh

Inj. Ketorolac 30mg/8 jam IV, bila nyeri

Inj. Ondansetron 4mg/8 jam IV, bila mual

Page 9: makalah Anestesi Adenoid

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. General Anestesi

Anestesi umum (general anesthesia) disebut pula dengan nama Narkose Umum (NU).

Anestesi umum adalah meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran

yangbersifat reversibel. Dengan anestesi umum, akan diperoleh triad (trias) anestesia, yaitu :

Hipnosis (tidur)

Analgesia (bebas dari nyeri)

Relaksasi otot

Hipnosis didapat dari sedatif, anestesi inhalasi (halotan, enfluran, isofluran, sevofluran).

Analgesia didapat dari N2O, analgetika narkotik, NSAID tertentu. Sedangkan relaksasi otot

didapatkan dari obat pelemas otot (muscle relaxant). Relaksasi otot diperlukan untuk

mengurangi tegangnya tonus otot sehingga akan mempermudah tindakan pembedahan.

Hanya eter yang memiliki trias anestesia karena anestesi modern saat ini menggunakan obat-

obat selain eter, maka trias anestesi diperoleh dengan menggabungkan berbagai macam obat.

1. Induksi Anestesi Umum

Induksi adalah usaha membawa atau membuat kondisi pasien dari sadar ke stadium

pembedahan (stadium III Skala Guedel). Ko-induksi adalah setiap tindakan untuk

mempermudah kegiatan induksi anestesi. Pemberian obat premedikasi di kamar bedah,

beberapa menit sebelum induksi anestesi dapat dikategorikan sebagai ko-induksi.

Induksi anestesi umum dapat dikerjakan melalui cara/rute :

a. Intravena (paling sering)

b. Inhalasi

c. Intramuskular

d. Per rektal

Induksi intravena dapat dikerjakan secara full dose maupun sleeping dose. Induksi

intravena sleeping dose yaitu pemberian obat induksi dengan dosis tertentu sampai

pasien tertidur. Sleeping dose ini dari segi takarannya di bawah dari full dose ataupun

maximal dose.

Page 10: makalah Anestesi Adenoid

10

Induksi sleeping dose dilakukan terhadap pasien yang kondisi fisiknya lemah

(geriatri, pasien pre syok). Induksi intramuskular biasanya menggunakan injeksi

ketamin. Induksi inhalasi dapat dikerjakan dengan teknik :

1) Steal induction.

2) Gradual induction.

3) Single breath induction.

Obat yang digunakan untuk induksi inhalasi adalah obat-obat yang memiliki sifat-sifat :

1) Tidak berbau menyengat atau merangsang

2) Baunya enak

3) Cepat membuat pasien tertidur.

Sifat-sifat tadi ditemukan pada halotan dan sevofluran. Tanda-tanda induksi berhasil

adalah hilangnya refleks bulu mata. Jika bulu mata disentuh, tidak ada gerakan pada

kelopak mata. Dalam kasus ini anestesi yang di gunakan adalah General Anastesi

dengan teknik inhalasi yaitu Endotrakeal Tube atau lebih dikenal dengan sebutan GA –

ETT.

2. Tehnik Intubasi Endotrakeal

Menurut Hendrickson (2002), intubasi adalah memasukkan suatu lubang atau pipa

melalui mulut atau melalui hidung dengan sasaran jalan nafas bagian atas atau trakea.

Pada intinya, Intubasi Endotrakhea adalah tindakan memasukkan pipa endotrakeal ke

dalam trakea sehingga jalan nafas bebas hambatan dan nafas mudah dibantu dan

dikendalikan (Anonim, 2002).

Tujuan Intubasi Endotrakheal adalah untuk membersihkan saluran trakheobronchial,

mempertahankan jalan nafas agar tetap paten, mencegah aspirasi, serta mempermudah

pemberian ventilasi dan oksigenasi bagi pasien operasi. Pada dasarnya, tujuan intubasi

endotrakheal yaitu (Anonim, 1986) :

a. Mempermudah pemberian anestesia.

b. Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas serta mempertahankan kelancaran

pernafasan.

c. Mencegah kemungkinan terjadinya aspirasi isi lambung (pada keadaan tidak sadar,

lambung penuh dan tidak ada refleks batuk).

d. Mempermudah pengisapan sekret trakheobronchial.

e. Pemakaian ventilasi mekanis yang lama.

f. Mengatasi obstruksi laring akut.

Page 11: makalah Anestesi Adenoid

11

3. Indikasi dan kontraindikasi bagi pelaksanaan intubasi Endotrakeal Tube

Indikasi menurut Gisele tahun 2002 :

Keadaan oksigenasi yang tidak adekuat (karena menurunnya tekanan oksigen arteri

danlain-lain) yang tidak dapat dikoreksi dengan pemberian suplai oksigen melalui

masker nasal.

Keadaan ventilasi yang tidak adekuat karena meningkatnya tekanan karbondioksida

di arteri.

Kebutuhan untuk mengontrol dan mengeluarkan sekret pulmonal.

Menyelenggarakan proteksi terhadap pasien dengan keadaan yang gawat atau pasien

dengan refleks akibat sumbatan yang terjadi.

Dalam sumber lain(Anonim, 1986) disebutkan indikasi intubasi endotrakheal antara

lain:

Menjaga jalan nafas yang bebas dalam keadaan-keadaan yang sulit.

Operasi-operasi di daerah kepala, leher, mulut, hidung dan tenggorokan, karena pada

kasus-kasus demikian sangatlah sukar untuk menggunakan face mask tanpa

mengganggu pekerjaan ahli bedah.

Pada banyak operasi abdominal, untuk menjamin pernafasan yang tenang dan tidak

ada ketegangan.

Operasi intra torachal, agar jalan nafas selalu paten, suction dilakukan dengan

mudah, memudahkan respiration control dan mempermudah pengontrolan tekanan

intra pulmonal.

Untuk mencegah kontaminasi trachea, misalnya pada obstruksi intestinal.

Pada pasien yang mudah timbul laringospasme.

Tracheostomni.

Pada pasien dengan fiksasi vocal chords.

Menurut Gisele, 2002 ada beberapa kontra indikasi bagi dilakukannya intubasi

endotrakheal antara lain :

Beberapa keadaan trauma jalan nafas atau obstruksi yang tidak

memungkinkanuntuk

dilakukannya intubasi. Tindakan yang harus dilakukan adalah cricothyrotomy pada

beberapa kasus.

Page 12: makalah Anestesi Adenoid

12

Trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi tulang vertebra servical,

sehingga sangat sulit untuk dilakukan intubasi

4. Posisi Pasien untuk Tindakan Intubasi

Gambaran klasik yang betul ialah leher dalam keadaan fleksi ringan sedangkan

kepala dalam keadaan ekstensi disebut sebagai Sniffing in the air possition. Kesalahan

yang umum adalah mengekstensikan kepala dan leher.

5. Teknik Pemasangan

Kesukaran yang sering dijumpai dalam intubasi endotrakeal (Mansjoer Arif et.al.,

2000) biasanya dijumpai pada pasien-pasien dengan :

Otot-otot leher yang pendek dengan gigi geligi yang lengkap.

Recoding lower jaw dengan angulus mandibula yang tumpul. Jarak antara mental

symphisis dengan lower alveolar margin yang melebar memerlukan depresi rahang

bawah yang lebih lebar selama intubasi.

Mulut yang panjang dan sempit dengan arcus palatum yang tinggi.

Gigi incisium atas yang menonjol (rabbit teeth).

Kesukaran membuka rahang, seperti multiple arthritis yang menyerang sendi

temporomandibuler, spondilitis servical spine.

Abnormalitas pada servical spine termasuk achondroplasia karena fleksi kepala pada

leher di sendi atlantooccipital.

Kontraktur jaringan leher sebagai akibat combusio yang menyebabkan fleksi leher.

6. Alat-alat

Alat-alat yang dipergunakan dalam suatu tindakan intubasi endotrakeal (Anonim,

1989) antara lain :

a. Laringoskop, yaitu alat yang dipergunakan untuk melihat laring. Ada dua jenis

laringoskop yaitu :

1) Blade lengkung (McIntosh) biasa digunakan pada laringoskop dewasa.

2) Blade lurus. Laringoskop dengan blade lurus (misalnya blade Magill) mempunyai

teknik yang berbeda. Biasanya digunakan pada pasien bayi dan anak-anak, karena

mempunyai epiglotis yang relatif lebih panjang dan kaku. Trauma pada epiglotis

dengan blade lurus lebih sering terjadi.

b. Pipa endotrakeal. Biasanya terbuat dari karet atau plastik. Pipa plastik yang sekali

pakai dan lebih tidak mengiritasi mukosa trakea. Untuk operasi tertentu misalnya di

Page 13: makalah Anestesi Adenoid

13

daerah kepala dan leher dibutuhkan pipa yang tidak bisa ditekuk yang mempunyai

spiral nilon atau besi. Untuk mencegah kebocoran jalan nafas, kebanyakan pipa

endotrakeal mempunyai balon (cuff) pada ujunga distalnya. Terdapat dua jenis balon

yaitu balon dengan volume besar dan kecil. Balon volume kecil cenderung

bertekanan tinggi pada sel-sel mukosa dan mengurangi aliran darah kapiler,

sehingga dapat menyebabkan ischemia. Balon volume besar melingkupi daerah

mukosa yang lebih luasdengan tekanan yang lebih rendah dibandingkan dengan

volume kecil. Pipa tanpa balonbiasanya digunakan pada anak-anak karena bagian

tersempit jalan nafas adalah daerah rawan krikoid. Pada orang dewasa biasa dipakai

pipa dengan balon karena bagian tersempit adalah trakea. Pipa pada orang dewasa

biasa digunakan dengan diameter internal untuk laki-laki berkisar 8,0 – 9,0 mm dan

perempuan 7,5 – 8,5 mm. Untuk intubasi oral panjang pipa yang masuk 20 – 23 cm.

Pada anak-anak dipakai rumus : Panjang pipa yang masuk (mm) = Rumus tersebut

merupakan perkiraan dan harus disediakan pipa 0,5 mm lebih besar danlebih kecil.

Untuk anak yang lebih kecil biasanya dapat diperkirakan dengan melihat besarnya

jari kelingkingnya.

c. Pipa orofaring atau nasofaring. Alat ini digunakan untuk mencegah obstruksi jalan

nafas karena jatuhnya lidah dan faring pada pasien yang tidak diintubasi.

d. Plester untuk memfiksasi pipa endotrakea setelah tindakan intubasi.

e. Stilet atau forsep intubasi. Biasa digunakan untuk mengatur kelengkungan pipa

endotrakheal sebagai alat bantu saat insersi pipa. Forsep intubasi (McGill)

digunakan untuk memanipulasi pipa endotrakheal nasal atau pipa nasogastrik

melalui orofaring.

f. Alat pengisap atau suction.

7. Tindakan Intubasi

Dalam melakukan suatu tindakan intubasi, perlu diikuti beberapa prosedur yang

telah ditetapkan (Anonim, 1989) antara lain :

a. Persiapan. Pasien sebaiknya diposisikan dalam posisi tidur terlentang, oksiput

diganjal dengan menggunakan alas kepala (bisa menggunakan bantal yang cukup

keras atau botol infus 1 gram), sehingga kepala dalam keadaan ekstensi serta trakhea

dan laringoskop berada dalam satu garis lurus.

b. Oksigenasi. Setelah dilakukan anestesi dan diberikan pelumpuh otot, lakukan

oksigenasi dengan pemberian oksigen 100% minimal dilakukan selama 2 menit.

Sungkup muka dipegang dengan tangan kiri dan balon dengan tangan kanan.

Page 14: makalah Anestesi Adenoid

14

c. Laringoskop. Mulut pasien dibuka dengan tangan kanan dan gagang laringoskop

dipegang dengan tangan kiri. Daun laringoskop dimasukkan dari sudut kiri dan

lapangan pandang akan terbuka. Daun laringoskop didorong ke dalam rongga mulut.

Gagang diangkat dengan lengan kiri dan akan terlihat uvula, faring serta epiglotis.

Ekstensi kepala dipertahankan dengan tangan kanan. Epiglotis diangkat sehingga

tampak aritenoid dan pita suara yang tampak keputihan berbentuk huruf V.

d. Pemasangan pipa endotrakeal. Pipa dimasukkan dengan tangan kanan melalui sudut

kanan mulut sampai balon pipa tepat melewati pita suara. Bila perlu, sebelum

memasukkan pipa asisten diminta untuk menekan laring ke posterior sehingga pita

suara akan dapat tampak dengan jelas. Bila mengganggu, stilet dapat dicabut.

Ventilasi atau oksigenasi diberikan dengan tangan kanan memompa balon dan

tangan kiri memfiksasi. Balon pipa dikembangkan dan daun laringoskop dikeluarkan

selanjutnya pipa difiksasi dengan plester.

e. Mengontrol letak pipa. Dada dipastikan mengembang saat diberikan ventilasi.

Sewaktu ventilasi, dilakukan auskultasi dada dengan stetoskop, diharapkan suara

nafas kanan dan kiri sama. Bila dada ditekan terasa ada aliran udara di pipa

endotrakheal. Bila terjadi intubasi endotrakheal akan terdapat tanda-tanda berupa

suara nafas kanan berbeda dengan suara nafas kiri, kadang-kadang timbul suara

wheezing, sekret lebih banyak dan tahanan jalan nafas terasa lebih berat. Jika ada

ventilasi ke satu sisi seperti ini, pipa ditarik sedikit sampai ventilasi kedua paru

sama. Sedangkan bila terjadi intubasi ke daerah esofagus maka daerah epigastrum

atau gaster akan mengembang, terdengar suara saat ventilasi (dengan stetoskop),

kadang-kadang keluar cairan lambung, dan makin lama pasien akan nampak

semakin membiru. Untuk hal tersebut pipa dicabut dan intubasi dilakukan kembali

setelah diberikan oksigenasi yang cukup.

f. Ventilasi. Pemberian ventilasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan pasien

bersangkutan.

8. Obat-Obatan yang Dipakai

Berikut ini adalah obat-obat yang biasa dipakai dalam tindakan intubasi

endotrakheal (Anonim, 1986), antara lain :

Suxamethonim (Succinil Choline), short acting muscle relaxant merupakan obat

yang paling populer untuk intubasi yang cepat, mudah dan otomatis bila

dikombinasikan dengan barbiturat I.V. dengan dosis 20 –100 mg, diberikan setelah

Page 15: makalah Anestesi Adenoid

15

pasien dianestesi, bekerja kurang dari 1 menit dan efek berlangsung dalam beberapa

menit. Barbiturat Suxamethonium baik juga untuk blind nasal intubation,

Suxamethonium bisa diberikan I.M. bila I.V. sukar misalnya pada bayi.

Thiophentone non depolarizing relaxant : metode yang bagus untuk direct vision

intubation. Setelah pemberian nondepolarizing / thiophentone, kemudian pemberian

O2dengan tekanan positif (2-3 menit) setelah ini laringoskopi dapat dilakukan.

Metode ini tidak cocok bagi mereka yang belajar intubasi, dimana mungkin

dihadapkan dengan pasien yang apneu dengan vocal cord yang tidak tampak.

Cyclopropane : mendepresi pernafasan dan membuat blind vision intubation sukar.

I.V. Barbiturat sebaiknya jangan dipakai thiopentone sendirian dalam intubasi.

Iritabilitas laringeal meninggi, sedang relaksasi otot-otot tidak ada dan dalam dosis

besar dapat mendepresi pernafasan.

N2O/O2, tidak bisa dipakai untuk intubasi bila dipakai tanpa tambahan zat-zat lain.

penambahan triklor etilen mempermudah blind intubation, tetapi tidak memberikan

relaksasi yang diperlukan untuk laringoskopi.

Halotan (Fluothane), agent ini secara cepat melemaskan otot-otot faring dan laring

dan dapat dipakai tanpa relaksan untuk intubasi.

Analgesi lokal dapat dipakai cara-cara sebagai berikut :

o Menghisap lozenges anagesik.

o Spray mulut, faring, cord.

o Blokade bilateral syaraf-syaraf laringeal superior.

o Suntikan trans tracheal.

Cara-cara tersebut dapat dikombinasikan dengan valium I.V. supaya pasien dapat

lebih tenang. Dengan sendirinya pada keadaan-keadaan emergensi. Intubasi dapat

dilakukan tanpa anestesi. Juga pada necnatus dapat diintubai tanpa anestesi.

9. Komplikasi Intubasi Endotrakheal tindakan laringoskop dan intubasi (Anonim, 1989)

Malposisi berupa intubasi esofagus, intubasi endobronkial serta malposisi laringeal

cuff.

Trauma jalan nafas berupa kerusakan gigi, laserasi bibir, lidah atau mukosa mulut,

cedera tenggorok, dislokasi mandibula dan diseksi retrofaringeal.

Gangguan refleks berupa hipertensi, takikardi, tekanan intracranial meningkat,

tekanan intraocular meningkat dan spasme laring.

Page 16: makalah Anestesi Adenoid

16

Malfungsi tuba berupa perforasi cuff.

Komplikasi pemasukan pipa endotracheal :

Malposisi berupa ekstubasi yang terjadi sendiri, intubasi ke endobronkial dan

malposisi laringeal cuff.

Trauma jalan nafas berupa inflamasi dan ulserasi mukosa, serta ekskoriasi kulit

hidung.

Malfungsi tuba berupa obstruksi.

Komplikasi setelah ekstubasi :

Trauma jalan nafas berupa edema dan stenosis (glotis, subglotis atau trachea), suara

sesak atau parau (granuloma atau paralisis pita suara), malfungsi dan aspirasi laring.

Gangguan refleks berupa spasme laring

10. Rumatan Anestesia

Rumatan anestesi adalah menjaga tingkat kedalaman anestesi dengan cara mengatur

konsentrasi obat anestesi di dalam tubuh pasien. Jika konsentrasi obat tinggi maka akan

dihasilkan anestesi yang dalam, sebaliknya jika konsentrasi obat rendah maka akan

didapat anestesi yang dangkal. Anestesi yang ideal adalah anestesi yang adekuat. Untuk

itu diperlukan pemantauan secara ketat terhadap indikator-indikator kedalaman

anestesi.

Pada penggunaan eter sebagai anestetik tunggal indikator kedalaman anestesi sangat

gampang dilihat. Anestetis tinggal mencocokkan dengan Skala Guedel. Namun ketika

eter tidak lagi digunakan, maka cara menilai kedalaman anestesi perlu modifikasi.

Indikator klinis yang sering dipakai untuk menilai kedalaman anestesi adalah respon

terhadap rangsang bedah yaitu ;

a) Respon otonomik berupa tekanan darah, nadi, respirasi, air mata, dan keringat

(PRST).

b) Respon somatik (gerakan, batuk, menahan napas).

Hitungan secara kasar, kebutuhan rumatan anestesi pasien dewasa adalah :

- N2O 3-4 liter per menit

- O2 3 liter permenit

- Halotan 1-2 volume %

- Isofluran 2- 3 volume %

- Enfluran 2 – 3 volume %

- Sevofluran 2- 3 volume %

Page 17: makalah Anestesi Adenoid

17

Angka-angka tadi disesuaikan dengan kondisi pasien, jenis pembedahan, dan

teknik anestesi. Pasien lemah, bedah obstetri (peripartum) dan respirasi kendali

membutuhkan konsentrasi obat yang lebih sedikit. Pasien berotot kekar, atlet, dan

respirasi spontan membutuhkan konsentrasi obat yang lebih tinggi. Jika anestesi

tanpa menggunakan N2O maka kebutuhan konsentrasi halotan atau

enfluran/isofluran/sevofluran menjadi lebih tinggi.

Dalam melakukan rumatan anestesi, jika anestesi dangkal, maka lakukan

penambahan konsentrasi obat, namun jika anestesi dalam lakukan pengurangan

konsentrasi obat.

Tanda-tanda anestesi dangkal (kurang dalam) di antaranya :

o takikardi

o hipertensi

o keluar air mata

o berkeringat (kening menjadi basah)

o pasien bergerak-gerak (kecuali pasien mendapat pelemas otot)

o napas lebih cepat (jika respirasi spontan)

Untuk mengembalikan ke anestesi yang adekuat, dapat dilakukan cara-cara berikut :

o hiperventilasi

o penambahan narkotika

o penambahan sedatif

o penambahan pelemas otot

o atau kombinasi semua di atas.

Jika pembedahan masih berlangsung lama, sementara durasi pelemas otot hampir

berakhir dan teknik respirasi kendali tetap ingin dipertahankan, maka dapat

diberikan tambahan pelemas otot dengan dosis ½ dari dosis intubasi. Jika durasi obat

pelemas otot adalah 30 menit, maka di menit 25 sudah harus diberikan tambahan

obat.

Page 18: makalah Anestesi Adenoid

18

B.     Adenoid

a. Anatomi

Adenoid / tonsila faringea adalah jaringan limfoepitelial berbentuk triangular

yang terletak pada aspek posterior nasofaring. Adenoid terletak pada dinding posterior

nasofaring, berbatasan dengan kavum nasi dan sinus paranasalis pada bagian anterior,

kompleks tuba eustachius-telinga tengah-kavum mastoid pada bagain lateral.

Vaskularisasi adenoid diperoleh melalui cabang faringeal a.carotis eksternal,

beberapa cabang minor berasal dari a.maxilaris interna dan a.fasialis. Inervasi sensible

merupakan cabang dari n.glosofaringeus dan n.vagus. Anatomi mikro dan

makroskopik dari adenoid menggambarkan fungsinya dan perbedaannya dengan

tonsila palatine. Adenoid adalah organ limfoid yang mengalami invaginasi dalam

bentuk lipatan yang dalam, hanya terdiri beberapa kripte berbeda dengan tonsila

palatine yang memiliki jumlah kripte lebih banyak.

Ukuran adenoid bervariasi pada masing-masing anak. Pada umumnya adenoid

akan mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7 tahun kemudian akan mengalami

regresi.

Page 19: makalah Anestesi Adenoid

19

b. Fisiologi

Fungsi adenoid adalah bagian imunitas tubuh. Adenoid merupakan jaringan

limfoid bersama dengan struktur lain dalam cincin Waldeyer. Adenoid memproduksi

IgA sebagai bagian penting sistem pertahanan tubuh garis depan dalam memproteksi

tubuh dari invasi kuman mikroorganisme dan molekul asing.

c. Definisi

Adenoid merupakan jaringan limfoid yang terletak pada dinding posterior

nasofaring, termasuk dalam rangkaian cincin waldeyer. Pembesaran adenoid adalah

membesarnya ukuran adenoid pada nasofaring yang dapat diketahui dengan

melakukan anamnesis, pemeriksaan klinik THT dan pemeriksaan foto polos lateral.

d. Epidemiologi

Di Indonesia, data nasional mengenai jumlah operasi tonsilektomi atau

tonsiloadenoidektomi belum ada. Namun, data yang didapatkan dari RSUPNCM

selama 5 tahun terakhir (1999-2003) menunjukkan kecenderungan penurunan jumlah

operasi tonsilektomi. Fenomena ini juga terlihat pada jumlah operasi

tonsiloadenoidektomi dengan puncak kenaikan pada tahun kedua (275 kasus) dan

terus menurun sampai tahun 2003 (152 kasus). Sedangkan data dari rumah sakit

Fatmawati dalam 3 tahun terakhir (2002-2004) menunjukkan kecenderungan kenaikan

jumlah operasi tonsilektomi dan penurunan jumlah operasi tonsiloadenoidektomi.

e. Etiologi

Etiologi pembesaran adenoid dapat di ringkas menjadi dua yaitu secara

fisiologis dan faktor infeksi. Secara fisiologis adenoid akan mengalami hipertrofi pada

masa puncaknya yaitu 3-7 tahun. Biasanya asimptomatik, namun jika cukup

membesar akan menimbulkan gejala. Hipertrofi adenoid juga didapatkan pada anak

yang mengalami infeksi kronik atau rekuren pada saluran pernapasan atas atau

ISPA. Hipertrofi adenoid terjadi akibat adenoiditis yag berulang kali antara usia 4-14

tahun.

Page 20: makalah Anestesi Adenoid

20

f. Gejala Klinis

Pembesaran adenoid menimbulkan beberapa gangguan :

1.      Obstruksi nasi

Pembesaran adenoid dapat menyumbat parsial atau total respirasi hidung

sehingga terjadi ngorok, percakapan hiponasal, dan membuat anak akan terus

bernapas melalui mulut. Beberapa peneliti menunjukkan korelasi statistic antara

pembesaran adenoid dan kongesti hidung dengan rinoskopi anterior.

2.      Facies Adenoid

Secara umum telah diketahui bahwa anak dengan pembesaran adenoid

mempunyai tampak muka yang karakteristik.

Mulut yang terbuka, gigi atas yang prominen dan bibir atas yang

pendek. Namun sering juga muncul pada anak-anak yang minum susu dengan

menghisap dari botol dalam jangka panjang. Hidung yang kecil, maksila tidak

berkembang/ hipoplastik, sedut alveolar atas lebih sempit, arkus palatum lebih tinggi.

3.      Efek pembesaran adenoid pada telinga

Hubungan pembesaran adenoid atau adenoiditis rekuren dengan otitis media

efusi telah dibuktikan baik secara radiologis dan penelitian tentang tekanan oleh

Bluestone.

4.      Sleep apnea

Sleep apnea pada anak pertama kali diperkenalkan oleh Gastatut, berupa

adanya episode apnea saat tidur dan hipersomnolen pada siang hari. Sering juga

disertai dengan hipoksemia dan bradikardi. Episode apnea dapat terjadi akibat adanya

obstruksi, sentral atau campuran.

Bila hipertrofi adenoid berlangsung lama, akan timbul wajah adenoid, yaitu

pandangan kosong dengan mulut terbuka. Biasanya langit-langit cekung dan tinggi.

Karena pernapasan melalui hidung terganggu akibat sumbatan adenoid pada koane,

terjadi gangguan pendengaran, dan penderita sering beringus. Pada pemeriksaan tepi

anterior adenoid yang hipertrofi terlihat melalui lubang hidung bila sekat hidung lurus

dan konka mengerut, dengan cermin dahi, adenoid juga terlihat melalui mulut.

Dengan meletakkan ganjal di antara deretan gigi atas dan bawah, adenoid yang

membesar dapat diraba.

Page 21: makalah Anestesi Adenoid

21

g. Tatalaksana

Terapinya terdiri atas adenoidektomi untuk adenoid hipertrofi yang

menyebabkan obstruksi hidung, obstruksi tuba Eustachius, atau yang menimbulkan

penyulit lain. Operasi dilakukan dengan alat khusus (adenotom). Kontraindikasi

operasi adalah celah palatum atau insufisiensi palatum karena operasi ini dapat

mengakibatkan rinolalia aperta.

Indikasi adenoidektomi:

1.      Sumbatan  sumbatan hidung yang menyebabkan bernapas melalui mulut,

sleep apnea, gangguan menelan, gangguan berbicara, kelainan bentuk wajah muka

dan gigi ( adenoid face ).

2.      Infeksi  adenoiditis berulang/kronik, otitis media efusi berulang/kronik,

otitis media akut berulang.

3.      Kecurigaan neoplasma jinak / ganas.

h. Prognosis

Adenotonsillektomi merupakan suatu tindakan yang kuratif pada kebanyakan

individu. Jika pasien ditangani dengan baik diharapkan dapat sembuh sempurna,

kerusakan akibat cor pulmonal tidak menetap dan sleep apnea dan obstruksi jalan nafas

dapat diatasi.

Page 22: makalah Anestesi Adenoid

22

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Anestesi umum (general anesthesia) disebut pula dengan nama Narkose Umum (NU).

Anestesi umum adalah meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran

yangbersifat reversibel. Dengan anestesi umum, akan diperoleh triad (trias) anestesia, yaitu :

Hipnosis (tidur)

Analgesia (bebas dari nyeri)

Relaksasi otot

Menurut Hendrickson (2002), intubasi adalah memasukkan suatu lubang atau pipa

melalui mulut atau melalui hidung dengan sasaran jalan nafas bagian atas atau trakea.

Pada intinya, Intubasi Endotrakhea adalah tindakan memasukkan pipa endotrakeal ke

dalam trakea sehingga jalan nafas bebas hambatan dan nafas mudah dibantu dan

dikendalikan (Anonim, 2002).

Tujuan Intubasi Endotrakheal adalah untuk membersihkan saluran trakheobronchial,

mempertahankan jalan nafas agar tetap paten, mencegah aspirasi, serta mempermudah

pemberian ventilasi dan oksigenasi bagi pasien operasi. Pada dasarnya, tujuan intubasi

endotrakheal yaitu (Anonim, 1986) :

a. Mempermudah pemberian anestesia.

b. Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas serta mempertahankan kelancaran

pernafasan.

c. Mencegah kemungkinan terjadinya aspirasi isi lambung (pada keadaan tidak sadar,

lambung penuh dan tidak ada refleks batuk).

d. Mempermudah pengisapan sekret trakheobronchial.

e. Pemakaian ventilasi mekanis yang lama.

f. Mengatasi obstruksi laring akut.

Adenoid merupakan massa yang terdiri dari jaringan limfoid pada dinding posterior

nasofaring di atas batas palatum molle dan termasuk dalam cincin waldeyer. Secara fisiologik

pada anak-anak, adenoid dan tonsil mengalami hipertrofi. Adenoid ini membesar pada anak

Page 23: makalah Anestesi Adenoid

23

usia 3 tahun dan kemudian mengecil dan menghilang sama sekali pada usia 14 tahun. Apabila

sering terjadi infeksi pada saluran napas bagian atas, maka dapat terjadi hipertrofi adenoid

yang akan mengakibatkan sumbatan pada koana, sumbatan tuba eustachius. Pembesaran

adenoid menimbulkan beberapa gangguan :

1.      Obstruksi nasi

2.      Facies Adenoid

3.      Efek pembesaran adenoid pada telinga

4.      Sleep apnea

Terapinya terdiri atas adenoidektomi untuk adenoid hipertrofi yang menyebabkan

obstruksi hidung, obstruksi tuba Eustachius, atau yang menimbulkan penyulit lain. Operasi

dilakukan dengan alat khusus (adenotom).