makalah analitik

48
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan bakar fosil yang ketersediaannya semakin menipis dan menimbulkan pencemaran lingkungan, Pada akhirnya memaksa untuk dilakukannya pencarian energi alternatif, salah satunya adalah alkana cair yang dapat dihasilkan dari proses hydrocracking minyak nabati dengan bantuan katalis. Katalis NiO/Al 2 O 3 disintesis menggunakan metoda wet impregnation yang kemudian dikarakterisasi menggunakan FTIR, AAS dan XRD. Katalis yang telah direduksi menjadi Ni/Al 2 O 3 memiliki aktifitas untuk memutus rantai- rantai asam lemak pada trigliserida yang terkandung dalam minyak nabati. Reaksi hydrocracking dilakukan di tekanan (7,5 - 8) kg/cm 2 dan pada tekanan (13 - 15) kg/cm 2 pada suhu 250 °C selama 2 jam menggunakan reaktor batch dan heater dengan rancangan tertentu. Analisis hasil reaksi menggunakan GCMS menunjukkan bahwa hydrocracking menghasilkan senyawa-senyawa turunan asam lemak. 1.2. Tujuan Mengkonversi trigliserida pada minyak nabati menghasilkan campuran senyawa hidrokarbon rantai lurus (n-C15-n-C18) yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif.

description

kimia analitik

Transcript of makalah analitik

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bahan bakar fosil yang ketersediaannya semakin menipis dan

menimbulkan pencemaran lingkungan, Pada akhirnya memaksa untuk

dilakukannya pencarian energi alternatif, salah satunya adalah alkana cair yang

dapat dihasilkan dari proses hydrocracking minyak nabati dengan bantuan

katalis. Katalis NiO/Al2O3 disintesis menggunakan metoda wet impregnation

yang kemudian dikarakterisasi menggunakan FTIR, AAS dan XRD. Katalis

yang telah direduksi menjadi Ni/Al2O3 memiliki aktifitas untuk memutus rantai-

rantai asam lemak pada trigliserida yang terkandung dalam minyak nabati.

Reaksi hydrocracking dilakukan di tekanan (7,5 - 8) kg/cm2 dan pada tekanan

(13 - 15) kg/cm2 pada suhu 250 °C selama 2 jam menggunakan reaktor batch dan

heater dengan rancangan tertentu. Analisis hasil reaksi menggunakan GCMS

menunjukkan bahwa hydrocracking menghasilkan senyawa-senyawa turunan

asam lemak.

1.2. Tujuan

Mengkonversi trigliserida pada minyak nabati menghasilkan campuran

senyawa hidrokarbon rantai lurus (n-C15-n-C18) yang dapat dimanfaatkan

sebagai bahan bakar alternatif.

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendahuluan

Penyediaan sumber energi untuk berbagai kebutuhan baik skala kecil

maupun skala besar masih banyak mengandalkan bahan bakar fosil walaupun

dapat berdampak buruk pada lingkungan. Sementara ketersediaan bahan bakar

fosil itu sendiri terbatas dan tidak dapat diperbaharui. Penggunaan energi yang

terus menerus untuk berbagai kebutuhan tentu akan mengakibatkan defisiensi

terhadap sumber energi fosil.

Saat ini dunia sedang menghadapi kenyataan bahwa persediaan minyak

bumi sebagai salah satu tulang punggung produksi energi semakin berkurang.

Dengan pola konsumsi seperti sekarang, dalam waktu 50 tahun cadangan minyak

bumi dunia akan habis. Keadaan ini bisa diamati dengan kecenderungan

meningkatnya harga minyak di pasar dalam negeri, serta ketidakstabilan harga

tersebut di pasar internasional, karena beberapa negara maju sebagai konsumen

minyak terbesar mulai melepaskan diri dari ketergantungannya kepada minyak

bumi sekaligus berusaha mengendalikan harga agar tidak meningkat.

Minyak bumi merupakan sumber energi yang tidak dapat diperbaharui

dimana proses terbentuknya memakan waktu jutaan tahun.

Persediaan minyak bumi Indonesia sendiri saat ini semakin menipis,

yaitu sebanyak 3,5 miliar barel, yang hanya dapat mencukupi untuk 10 tahun

ke depan. Terbatasnya ketersediaan bahan bakar fosil dan kerusakan lingkungan

yang diakibatkan oleh bahan bakar fosil tersebut, pada akhirnya akan

memaksa dilakukannya pencarian sumber energi alternatif.

Sebelum mengenal bahan bakar fossil, manusia sudah menggunakan

biomassa sebagai sumber energi. Misalnya dengan memakai kayu untuk

menyalakan api unggun. Sejak manusia beralih pada minyak, gas bumi, atau

batu bara untuk menghasilkan energi, penggunaan biomassa tergeser dari

kehidupan manusia. Mengingat persediaan bahan bakar fosil yang mulai

menipis sementara persediaan biomassa di Indonesia melimpah dan masih dapat

diperbaharui, maka penggunaan biomassa sebagai sumber energi alternatif kini

3

semakin digiatkan.

Penelitian di bidang biodiesel sejauh ini terus berkembang dengan

memanfaatkan beragam lemak nabati dan hewani untuk mendapatkan bahan bakar

hayati (biofuel) dan dapat diperbaharui (renewable). Biofuel merupakan bahan

bakar baik cair, padat, maupun gas, hasil konversi dari material-material biologis

yang disebut sebagai biomassa yang ketersediannya sangat melimpah, murah,

sehingga dapat terus diperbaharui dan ramah terhadap lingkungan. Biodiesel

merupakan salah satu biofuel yang bahan bakunya berasal dari biomassa.

Memiliki sifat menyerupai minyak diesel/solar. Bahan bakar ini ramah

lingkungan karena menghasilkan emisi gas buang yang jauh lebih baik

dibandingkan dengan diesel/solar, yaitu bebas sulfur, bilangan asap (smoke

number) yang rendah, memiliki bilangan setana yang tinggi, pembakaran lebih

sempurna, memiliki sifat pelumasan terhadap piston mesin dan dapat terurai

(biodegradable) sehingga tidak beracun. Proses produksi biodiesel dapat

dilakukan melalui metode transesterifikasi menghasilkan metil ester asam lemak

(FAME) ataupun melalui metode hydrocracking yang produknya berupa

senyawa hidrokarbon rantai lurus (alkana). Transesterifikasi merupakan reaksi

antara trigliserida (minyak) dengan alkohol (etanol atau metanol) menghasilkan

suatu metil atau etil ester dengan bantuan katalis asam, basa, ataupun enzim.

Hydrocracking merupakan suatu metode untuk mengkonversi trigliserida pada

minyak nabati menghasilkan campuran senyawa hidrokarbon rantai lurus (n-

C15-n-C18) yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif. Proses ini

dilakukan dengan bantuan suatu katalis dan berlangsung pada tekanan dan

temperatur yang relatif tinggi.

Produk biodiesel melalui metode hydrocracking memiliki bilangan

setana yang lebih tinggi dibandingkan dengan FAME karena biodiesel hasil

proses hydrocracking adalah suatu alkana rantai lurus dari n-C15 hingga n-C18,

bukan ester asam lemak. Kualitas tinggi dari biodiesel produk hydrocracking

ditunjukkan juga oleh beberapa parameter kualitas bahan bakar solar, seperti

kekentalan, kerapatan, titik anilin, kadar residu karbon, kadar air dan sedimen,

dan kadar sulfur yang baik. Metode ini pun dapat diaplikasikan di industri

dengan memanfaatkan infrastruktur pada pengilangan minyak yang tersedia

4

sehingga tidak memerlukan peralatan dan pabrikasi baru yang biasanya

memakan biaya besar. Dengan keuntungan-keuntungan tersebut metode

hydrocracking merupakan metode alternatif yang potensial untuk menciptakan

energi terbarukan yang ramah lingkungan.

2.1 Minyak Nabati

Minyak nabati termasuk dalam golongan lipid, yaitu senyawa organik

yang terdapat dalam alam dan tak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut

organik non polar seperti senyawa hidrokarbon atau dietil eter. Minyak dan lemak

hewani maupun nabati memiliki komposisi utama berupa senyawa gliserida dan

asam lemak dengan rantai C–nya yang panjang. Asam lemak merupakan asam

karboksilat yang diperoleh dari hidrolisis suatu lemak atau minyak dan umumnya

mempunyai rantai karbon panjang dan tak bercabang. Gliserida merupakan ester

dari gliserol. Gliserida ini terdiri dari monogliserida, digliserida, dan trigliserida

tergantung dari jumlah asam lemak yang terikat pada gliserol.

Umumnya minyak nabati mengandung 90–98% trigliserida, yaitu tiga

molekul asam lemak yang terikat pada gliserol. Kebanyakan trigliserida minyak

dan lemak yang terdapat di alam merupakan trigliserida campuran yang artinya,

ketiga bagian asam lemak dari trigliserida itu pada umumnya tidaklah sama. Bila

terdapat ikatan tak jenuh, maka asam lemak dengan panjang rantai yang sama

akan memiliki titik cair yang lebih kecil. Semakin panjang rantai atom C asam

lemak, maka titik cair akan semakin tinggi dan semakin tinggi pula kestabilan

trigliserida dari asam lemak itu terhadap polimerisasi dan oksidasi spontan.

Asam lemak yang umum ditemukan dalam minyak nabati adalah asam

stearat, palmitat, oleat, linoleat, dan linolenat. Fosfolipida, fosfatida, karoten,

tokoferol, dan senyawa belerang juga terkandung dalam minyak nabati walaupun

jumlahnya sedikit sekitar 1–5% . Kemurnian minyak dapat dinyatakan dalam

bentuk sebagai berikut :

1. Angka Asam

Angka asam adalah ukuran dari jumlah asam lemak bebas. Perhitungannya

dinyatakan sebagai jumlah miligram KOH yang digunakan untuk menetralkan

asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram sampel minyak atau lemak.

5

2. Angka Penyabunan

Angka penyabunan adalah jumlah miligram KOH yang dibutuhkan untuk

menyabunkan 1 gram minyak atau lemak. Tiga mol KOH akan bereaksi dengan

1 mol trigliserida. Angka ini menjelaskan banyaknya asam lemak yang terikat

sebagai trigliserida maupun asam lemak bebasnya dalam suatu minyak.

3. Angka Iod

Angka iod adalah jumlah gram iod yang dapat diikat oleh 100 gram minyak atau

lemak. Ikatan rangkap yang terdapat pada asam lemak yang tidak jenuh akan

bereaksi dengan iod. Jadi, angka iod menunjukkan jumlah ikatan rangkap yang

ada di dalam minyak.

4. Angka Peroksida

Angka peroksida adalah banyaknya miliekivalen oksigen aktif yang terdapat

dalam 1000 gram minyak atau lemak. Angka peroksida merupakan informasi

yang berguna untuk mengetahui kerusakan yang telah terjadi pada minyak atau

lemak akibat reaksi oksidasi. Asam lemak tidak jenuh penyusun suatu

trigliserida dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya, sehingga

membentuk peroksida. Makin besar angka peroksida menunjukkan makin besar

pula derajat kerusakan pada minyak atau lemak.

5. Densitas (berat jenis)

Berat jenis adalah massa minyak per satuan volume pada suhu tertentu. Metode

yang digunakan untuk menentukan berat jenis adalah ASTM D 1298 atau

ASTM D 1480. Berat jenis minyak sangat dipengaruhi oleh kejenuhan

komponen asam lemaknya, tetapi akan turun nilainya dengan semakin kecilnya

berat molekul komponen asam lemaknya.

Tabel 1. Jenis asam lemak yang terkandung dalam minyak nabati

6

Struktur molekul dari trigliserida dapat dilihat pada gambar 1. Struktur

trigliserida dapat memiliki R1, R2, R3 yang sama maupun berbeda-beda. Dapat

pula ditemukan dua buah rantai yang sama dan sebuah rantai yang berbeda.

Rantai R1, R2, R3 inilah yang digunakan untuk membedakan sifat suatu minyak

dengan minyak yang lain.

Gambar 1. Struktur kimia trigliserida

2.2 Katalis NiO/Al2O3

2.2.1 Pengertian Katalis

Katalis merupakan suatu senyawa yang dapat menyebabkan suatu reaksi

berlangsung lebih cepat mencapai kesetimbangan kimia-nya. Katalis terlibat

dalam proses reaksi, namun dihasilkan kembali pada akhir reaksi tanpa tergabung

dengan senyawa produk reaksi. Proses reaksi menggunakan katalis disebut reaksi

katalisis.

Katalis ditambahkan pada suatu sistem reaksi untuk menurunkan energi

aktivasi (Ea), sehingga pereaksi mudah mencapai kompleks teraktifkan untuk

menghasilkan intermediet reaktif yang akan saling berinteraksi membentuk

produk. Energi aktivasi adalah energi minimum yang dibutuhkan untuk

menghasilkan produk.

Suatu katalis efektif dalam meningkatkan kecepatan suatu reaksi,karena

katalis mampu membuat mekanisme alternatif, dimana tiap tahapan memiliki

energi aktivasi lebih rendah daripada reaksi tanpa ada katalis. Selain itu, katalis

juga mampu memperbesar kemungkinan terjadinya tumbukan efektif antara

7

molekul reaktan, karena molekul-molekul reaktan akan teradsorpsi pada

permukaan aktif katalis sehingga kemungkinan terjadinya tumbukan antar

molekul-molekul reaktan akan semakin besar. Hubungan antara katalis dengan

energi aktivasi diperlihatkan pada Gambar 2.

Gambar 2 Kurva hubungan antara katalis dengan energi aktivasi

2.2.2 Parameter Katalis

Untuk menilai baik tidaknya suatu katalis, ada beberapa parameter yang

harus diperhatikan, antara lain :

a. Aktivitas, yaitu kemampuan katalis untuk mengkonversi reaktan menjadi

produk yang diinginkan.

b. Selektivitas, yaitu kemampuan katalis mempercepat satu reaksi di antara

beberapa reaksi yang terjadi sehingga produk yang diinginkan dapat diperoleh

dengan produk sampingan seminimal mungkin.

c. Kestabilan, yaitu lamanya katalis memiliki aktivitas dan selektivitas seperti

pada keadaan semula.

d. Rendemen katalis / Yield, yaitu jumlah produk tertentu yang terbentuk untuk

setiap satuan reaktan yang terkonsumsi.

e. Kemudahan diregenerasi, yaitu proses mengembalikan aktivitas dan

selektivitas katalis seperti semula.

2.2.3 Jenis Katalis

Berdasarkan fasanya, katalis dapat digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu

katalis homogen, katalis heterogen, dan katalis enzim. Katalis homogen ialah

katalis yang mempunyai fasa yang sama dengan fasa substrat, dimana interaksi

8

yang terjadi antara substrat dan katalis biasanya merupakan interaksi cair-cair.

Katalis heterogen adalah katalis yang mempunyai fasa yang berbeda dengan fasa

substrat. Sedangkan katalis enzim merupakan molekul protein dengan ukuran

koloid. Katalis ini memiliki fasa yang berada diantara katalis homogen dan

heterogen.

2.2.4 Alumina (Al2O3)

Alumina merupakan suatu oksida aluminium atau Al2O3. Alumina yang

ditemukan di alam berbentuk hidroksida tidak murni dan merupakan penyusun

utama bauksit. Proses Bayer dilakukan untuk menghilangkan pengotor-pengotor

seperti SiO2, Fe2O3, dan TiO2 yang terdapat dalam bauksit, sehingga akan

menghasilkan Al2O3 dengan kemurnian 99,5%. Alumina mempunyai sifat relatif

keras secara fisik, relatif stabil pada suhu tinggi, konduktivitas listrik yang rendah,

titik leleh tinggi, struktur porinya besar, serta mempunyai luas permukaan dengan

kisaran 100-200 m2/g. Dengan karakteristik ini, menyebabkan alumina sering

digunakan dalam industri, antara lain sebagai adsorben, amplas, katalis, dan

penyangga katalis.

Sifat alumina sangat bervariasi tergantung pada cara pembuatannya.

Alumina bersifat amfoter, artinya mempunyai sifat keasaman dan kebasaan yang

ditentukan oleh gugus atau ion permukaan yang berada di ujung mikrokristalit.

Dalam bentuk aktif, alumina mempunyai permukaan polar yang mampu

mengadsorpsi senyawa-senyawa polar. Sifat-sifat tersebut dapat berubah-ubah

sesuai dengan suhu dan pH.

2.2.5 Klasifikasi Alumina

Alumina terdapat dalam bentuk anhidrat dan terhidrat.

a. Dalam bentuk hidrat (aluminium hidroksida)

Aluminium hidroksida terdiri dari kandungan gugus hidroksida dan oksida

hidroksida. Yang termasuk golongan alumina hidrat antara lain Gibbsite, Bayerite,

dan Boehmite.

1. Gibbsite (α-aluminium trihidrat / α-Al(OH)3)

Gibbsite dikenal juga sebagai hidragilit. Dalam industri, α-aluminium

9

trihidrat diperoleh melalui kristalisasi larutan NaAlO2. Ukuran partikelnya

bervariasi dari 0,5-200 µm tergantung pada metode pembuatannya.

2. Bayerit (β-aluminium trihidrat / β-Al(OH)3)

Bayerit dibuat dengan mengendapkan larutan natrium aluminat yang

hasilnya berupa gel, lalu di-aging dengan penetralan garam aluminium dengan

larutan amonia.

3. Boehmite (α-aluminium oksida hidroksida / α-AlO(OH))

Boehmite dibuat melalui perubahan hidrotermal gibbsite pada suhu di atas

150ºC. Kisi boehmite terdiri dari lapisan rangkap dengan ion O2- tersusun

secara kemasan rapat kubus.

b. Dalam bentuk anhidrat

Yang termasuk alumina anhidrat adalah alumina stabil (α-alumina) dan

alumina transisi (alumina metastabil).

1. Alumina stabil (α-alumina / korundum)

Alumina ini mempunyai sifat paling stabil diantara alumina lain. α-Al2O3

merupakan produk akhir dari proses dekomposisi termal dan hidrotermal

aluminium hidroksida pada suhu diatas 1100ºC, yang bersifat keras, inert, kuat,

dan titik lelehnya tinggi (2100ºC).

2. Alumina metastabil (alumina transisi / alumina aktif)

Alumina aktif diperoleh dari hasil dehidrasi termal aluminium hidroksida

pada rentang suhu 250-800ºC. Berdasarkan kisaran suhu pemanasannya,

alumina aktif dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

1. Kelompok -γ

Kelompok ini meliputi χ-, η-, dan γ-Al2O3, yang dihasilkan dari pemanasan

boehmite dengan suhu dibawah 600ºC dan berbentuk Al2O3.x H2O.

2. Kelompok –δ

Kelompok ini meliputi –κ, -θ, dan δ-Al2O3, yang diperoleh dari hasil

pemanasan boehmite pada suhu 900-1000ºC dan berbentuk anhidrat.

2.2.6 γ-Alumina (γ-Al2O3)

γ-Al2O3 merupakan alumina transisi dan berbentuk padatan amorphous

yang mempunyai struktur spinel yang cacat, dimana ion oksigen membentuk

10

kemasan rapat kubus (ccp), yang mempunyai 16 lubang oktahedral dan 8 lubang

tetrahedral. Ion-ion Al3+

menempati koordinasi oktahedral dan tetrahedral dalam

kisi oksigen tersebut. Struktur Al3+oktahedral dikelilingi 6 atom O2- dan struktur

Al3+

tetrahedral dikelilingi 4 atom O2-

Gambar 3 Dua lapisan pertama pada struktur γ-Al2O3

γ-Al2O3 terbentuk melalui pemanasan Al(OH)3 pada suhu 500-800ºC.

Pemanasan Al(OH)3 menyebabkan Al(OH)3 terdekomposisi menjadi suatu

oksida dengan sistem mikropori dan luas permukaan yang besar. Alumina transisi

yang paling terkenal kegunaannya sebagai katalis adalah γ-Al2O3 dan η-Al2O3

Perbedaan antara γ-Al2O3 dan η-Al2O3 antara lain adalah η-Al2O3 lebih bersifat

asam daripada γ-Al2O3. Namun, γ-Al2O3 mempunyai luas permukaan dan pori-

pori yang lebih besar daripada η-Al2O3, serta stabil dalam proses katalisis. Selain

itu, γ-Al2O3 juga tidak mahal, stabil pada suhu tinggi, stabil secara fisik dan kuat,

mudah dibentuk dalam proses pembuatannya. Oleh karena itu, γ-Al2O3 paling

banyak digunakan sebagai katalis.

2.2.7 Pembuatan γ-Alumina (γ-Al2O3)

Proses pembuatan alumina secara sintetik adalah melalui proses Bayer,

dengan pembentukan gel dari aluminium hidroksida. Al(OH)3 larut dalam asam

kuat dan basa kuat, tetapi pada kisaran pH tertentu (netral) terjadi pengendapan

hidroksida menghasilkan sol dan berubah menjadi gel. Hubungan beberapa bentuk

alumina dapat dilihat pada Gambar 4.

11

. Gambar 4 Hubungan di antara beberapa bentuk alumina

Pembuatan γ-Al2O3 dapat dilakukan dari larutan garam yang mengandung

Al3+

seperti aluminium klorida. Penambahan basa akan meningkatkan pH larutan

dan menyebabkan terbentuknya endapan Al(OH)3. Aluminium hidroksida yang

terbentuk akan berbeda sesuai dengan pH karena penambahan basa. Pada

3<pH<7, endapan akan membentuk gel dari mikrokristal boehmite (AlO(OH)),

dan dengan pemanasan lebih tinggi dari 500ºC akan membentuk γ-Al2O3 amorf.

Jika endapan terbentuk pada pH 6 - 8 maka akan membentuk endapan gel dari

kristal boehmite. Setelah di-aging, disaring, dicuci, dan dikalsinasi pada suhu

500ºC, boehmite ini akan membentuk γ-Al2O3.

2.2.8 Katalis Ni

Gambar 5 Katalis Ni

Nikel Raney adalah sejenis katalis padat yang terdiri dari butiran

halus aloi nikel-alumunium yang digunakan dalam berbagai proses industri. Ia

12

dikembangkan pada tahun 1926 oleh insinyur Amerika Murray Raney sebagai

katalis alternatif untuk hidrogenasi minyak nabati pada berbagai proses industri.

Baru-baru ini, ia digunakan sebagai katalis heterogen pada berbagai

macam sintesis organik, umumnya untuk reaksi hidrogenasi.

Nikel Raney dihasilkan ketika aloi nikel-aluminium diberikan natrium

hidroksida pekat. Perlakuan yang disebut "aktivasi" ini melarutkan keluar

kebanyakan aluminium dalam aloi tersebut. Struktur berpori-pori yang

ditinggalkan mempunyai luas permukaan yang besar, menyebabkan tingginya

aktivitas katalitik katalis ini. Katalis ini pada umumnya mengandung 85% nikel

berdasarkan massa, berkorespondensi dengan dua atom nikel untuk setiap atom

aluminium. Aluminium membantu menjaga stuktur pori katalis ini secara

keseluruhan.

Oleh karena Raney merupakan merek dagang W. R. Grace and Company,

hanya produk-produk yang diproduksi oleh divisi Grace Davison perusahaan itu

saja yang boleh disebut sebagai "Nikel Raney". Nama alternatif "katalis kerangka"

atau "katalis logam-spons" digunakan untuk merujuk pada katalis yang

mempunyai sifat-sifat fisika dan kimia yang mirip dengan nikel Raney.

2.2.9 Pembuatan aloi

Aloi dibuat secara komersial dengan melelehkan logam aktif (dalam kasus

ini adalah nikel, walaupun besi dan tembaga juga dapat menghasilkan katalis yang

bersifat sama) dan aluminium dalam krus, kemudian lelehan yang dihasilkan

didinginkan (quenching) dan selanjutnya ditumbuk menjadi bubuk halus. Bubuk

ini kemudian dapat dicadar untuk ukuran partikel tertentu tergantung pada aplikasi

yang digunakan.

Komposisi aloi awal sangatlah penting karena proses pendinginan

menghasilkan berbagai fase Ni/Al yang berbeda-beda yang memiliki sifat-sifat

pelindian (leaching) yang berbeda pula. Hal ini kemudian akan mengakibatkan

perbedaan porositas produk akhir. Aloi awal yang umumnya digunakan dalam

industri mengandung sejumlah berat nikel dan aluminium yang sama, dan secara

kebetulan merupakan rasio yang digunakan oleh Murray Raney dalam penemuan

katalis ini.

13

Selama proses pendinginan, sejumlah kecil logam ketiga,

seperti seng atau kromium, dapat ditambahkan. Hal ini dilakukan untuk

meningkatkan aktivitas katalitik, sehingga logam ketiga ini disebut sebagai

"promotor". Penambahan promotor ini akan mengubah aloi dan diagram

fasenya menjadi diagram fase aloi terner, mengakibatkan perbedaan sifat-sifat

pendinginan dan pelindian selama proses aktivasi.

Nikel Raney bersifat piroforik dan harus ditangani dengan

hati-hati. Kemasan ini diisi dengan vermikulit untuk

melindungi botol tertutup di dalamnya.

2.2.10 Aktivasi

Struktur pori katalis ini disebabkan oleh pelepasan aluminium dari partikel

aloi dengan menggunakan larutan natrium hidroksida pekat. Reaksi pelindian

yang disederhanakan adalah sebagai berikut:

2Al + 2NaOH + 6H2O → 2Na[Al(OH)4] + 3H2

Pembentukan natrium aluminat (Na[Al(OH)4]) memerlukan konsentrasi

natrium hidroksida yang tinggi agar pembentukan aluminium hidroksida yang

mengendap sebagai bayerit dapat dihindari. Oleh karena itu, larutan dengan

konsentrasi sampai dengan 5 molar digunakan. Bayerit akan menyebabkan

penyumbatan pori-pori yang dihasilkan selama pelindian, sehingga

menurunkan luas permukaan katalis, yang pada akhirnya menurunkan efisiensi

dan aktivitas katalis.

Temperatur yang digunakan untuk melindi aloi memengaruhi sifat-sifat

permukaan katalis. Temperatur yang umumnya digunakan berkisar dari 70 sampai

100 °C. Luas permukaan nikel Raney (dan katalis kerangka secara umum)

cenderung menurun seiring dengan peningkatan temperatur pelindian. Hal ini

dikarenakan penataan ulang struktur di dalam aloi yang dapat dianggap beranalogi

dengan proses pelengketan, di mana ligamen aloi akan mulai melekat satu sama

14

lainnya pada temperatur yang lebih tinggi, menyebabkan hilangnya struktur pori.

Sebelum disimpan, katalis dapat dibersihkan dengan air suling pada temperatur

ambien untuk melepaskan sekelumit natrium aluminat yang tertinggal.Air

bebas oksigen dipilih sebagai media penyimpanan untuk

menghindari oksidasi katalis yang akan menurunkan aktivitas katalitik katalis.

Gambar 6 Diagram fase sistem Ni-Al

2.2.11 Sifat-sifat

Secara makroskopis, nikel Raney terlihat sebagai bubuk halus yang

berwarna kelabu. Secara mikroskopis, setiap partikel pada bubuk ini terlihat

seperti jaring tiga dimensi, dengan ukuran dan bentuk pori-pori yang tidak tentu

yang dibentuk selama proses pelindian. Nikel Raney secara struktural dan termal

stabil, serta mempunyai luas permukaan BET yang besar. Sifat-sifat ini

merupakan akibat langsung dari proses aktivasi, yang juga mengakibatkan

aktivitas katalitik katalis yang relatif tinggi.

Selama proses aktivasi, aluminium dilindi keluar dari fase NiAl3 dan

Ni2Al3 yang terdapat pada aloi, sedangkan aluminium yang tersisa berada dalam

bentuk NiAl. Pengeluaran aluminium pada beberapa fase tertentu dikenal sebagai

"pelindian selektif". Dapat ditunjukkan bahwa fase NiAl berkontribusi dalam

menjaga stabilitas struktural dan termal katalis. Oleh sebab itu, katalis ini cukup

resistan terhadap dekomposisi. Resistansi ini mengijinkan nikel Raney untuk

disimpan dan digunakan kembali untuk beberapa periode waktu; namun, nikel

Raney yang baru dibuat biasanya lebih dipilih untuk digunakan dalam

laboratorium. Karenanya, nikel Raney komersial tersedia dalam bentuk "aktif"

dan "takaktif".

15

Luas permukaan katalis biasanya ditentukan dengan pengukuran BET

menggunakan gas yang akan secara selektif terserap pada permukaan logam

(misalnya hidrogen). Dengan menggunakan pengukuran ini, ditemukan bahwa

hampir semua luas permukaan yang terpajan (exposed) pada partikel katalis

mempunyai nikel pada permukaannya. Oleh karena nikel merupakan logam aktif

katalis, luas permukaan nikel yang besar mengimplikasikan terdapatnya luas

permukaan yang besar yang tersedia untuk sebuah reaksi untuk berjalan secara

bersamaan, merefleksikan peningkatan aktivitas katalitik. Nikel Raney yang

tersedia secara komersial memiliki luas permukaan rata-rata 100 m²

per gram katalis.

Aktivitas katalitik yang tinggi, diikuti dengan fakta bahwa hidrogen

terserap ke dalam pori-pori katalis selama aktivasi, menjadikan nikel Raney

sebagai katalis yang berguna untuk banyak reaksi hidrogenasi. Stabilitas termal

dan strukturalnya (tidak terurai pada temperatur yang tinggi) mengijinkan

penggunaan katalis ini pada kisaran kondisi reaksi yang luas. Selain

itu, solubilitas nikel Raney boleh diabaikan pada kebanyakan pelarut laboratorium

umum, terkecuali pada asam mineral seperti asam klorida, dan densitasnya yang

relatif tinggi (antara 6 sampai 7 g/cm³) juga memfasilitasi pemisahan fase cair

setelah reaksinya selesai.

2.2.12 Aplikasi

Nikel Raney digunakan dalam sejumlah besar proses industri dan

dalam sintesis organik karena ia stabil dan mempunyai aktivitas katalitik yang

tinggi pada temperatur kamar.

Aplikasi industri

Contoh praktis penggunaan nikel Raney dalam industri ditunjukkan pada

reaksi di bawah ini, di mana benzena direduksi menjadi sikloheksana. Reduksi

struktur heksa cincin benzena sangatlah sulit dicapai jika menggunakan proses

kimia lainnya, namun hal ini dapat dicapai secara efektif menggunakan nikel

Raney. Katalis heterogen lainnya, seperti katalis yang menggunaan unsur-

unsur golongan platinumdapat digunakan untuk mencapai hasil yang sama, namun

penggunaan katalis jenis ini lebih mahal dan lebih sulit diproduksi daripada nikel

16

Raney. Setelah reaksi ini, sikloheksana dapat digunakan untuk sintesis asam

adipat, bahan baku untuk produksi industri poliamida seperti nilon.

Aplikasi pada sintesis organik

Desulfurisasi

Kegunaan utama nikel Raney pada sintesis organik adalah desulfurisasi.

Sebagai contoh, tioasetal akan direduksi menjadi hidrokarbon:

Tiol, and sulfida dapat dilepaskan dari senyawa-senyawa alifatik, aromatik, dan

heteroatom. Nikel Raney juga dapat melepaskan sulfur dari tiofena untuk

menghasilkan alkana jenuh.

Reduksi gugus fungsi

Nikel Raney umumnya digunakan dalam reduksi senyawa-senyawa yang

mengandung ikatan ganda seperti alkuna, alkena,

nitril, diena, aromatik dan karbonil. Selain itu, nikel Raney juga akan mereduksi

ikatan heteroatom-heteratom seperti hidrazina, gugus nitro, dan nitrosamina.Ia

juga digunakan dalam reduksi alkilasi amina

dan aminasi alkohol.Ketika

17

mereduksi ikatan ganda karbon-karbon, nikel Raney akan melakukan adisi

sin hidrogen.

2.3.13 Keamanan

Nikel Raney adalah bahan yang mudah terbakar.

Logam nikel diklasifikasikan sebagai "berbahaya".

Dikarenakan luas permukaan dan volume hidrogen gas yang dapat

ditampung besar, nikel Raney yang teraktivasi dan kering adalah bahan yang

bersifat piroforik yang harus ditangani di bawah atmosfer inert. Nikel Raney

umumnya disuplai sebagai 50% bubur dalam air. Hindarkan nikel Raney dari

kontak udara. Bahkan setelah reaksi, nikel Raney masih mengandung sejumlah

kadar gas hidrogen yang signifikan, dan akan menyala seketika berkontak dengan

udara.

Nikel raney akan menghasilkan asap yang berbahaya ketika terbakar,

sehingga penggunaan masker gas sangat direkomendasikan ketika memadamkan

api yang disebabkan oleh pembakaran katalis. Selain itu, paparan akut terhadap

nikel Raney akan menyebabkan iritasi saluran pernapasan dan rongga hidung, dan

menyebabkan fibrosis paru jika dihirup. Penelanan akan menyebabkan kejang-

kejang dan gangguan usus. Ia juga dapat menyebabkan iritasi mata dan kulit.

Paparan kronis akan menyebabkan pneumonitis dan tanda-

tanda sensitisasi terhadap nikel seperti ruam kulit.

Nikel juga diklasifikasikan kemungkinan bersifat karsinogen dan teratogen

terhadap manusia oleh IARC (Group 2B, EU category 3), sedangkan inhalasi

partikel aluminium oksidadiasosiasikan dengan penyakit Shaver. Diperlukan

kehati-hatian yang sangat dalam menangani bahan-bahan ini selama proses

18

pembuatan nikel Raney dalam laboratorium. Selain itu, aktivasi nikel Raney

menghasilkan gas hidrogen yang cukup besar sebagai produk samping, yang juga

sangat mudah terbakar.

2.3 Hydrocracking

2.3.1 Pengertian Hydrocracking

Hydrocracking merupakan proses pengolahan migas secara katalitis

yang terbilang serba guna, dapat meng-upgrade umpan dalam fraksi distilat

(Atmosferic Gas Oil, Heavy Vacuum Gas oil maupun Coker Gas Oil) menjadi

fraksi-fraksi produk yang lebih bernilai ekonomis. Keserbagunaan hydrocracking

ini tidak lepas dari fleksibilitas jenis umpan, pemilihan katalisator, dan mode

produksi yang diharapkan. Jenis katalisator untuk hydrocracking sangat beragam.

Hal ini insyaallah akan dibahas pada posting berikutnya. Secara umum, kondisi

operasi hydrocracker meliputi Liquid Hourly Space Velocity (LHSV) 0,5 – 2,0;

sirkulasi H2 5000 – 10000 SCFB (850 – 1700 Nm3/m

3); tekanan parsial H2 1500 –

2000 psia (103-138 bar); dan rentang Start of Run (SOR) temperature antara

675oF – 725

oF (357 – 385

oC).

Hydrocracking merupakan proses dua tahap menggabungkan catalytic

cracking dan hidrogenasi, dimana bahan baku yang lebih berat akan terpecahkan

dengan adanya hidrogen untuk menghasilkan produk yang lebih diinginkan.

Proses ini menggunakan tekanan tinggi, suhu tinggi, katalis, dan hidrogen.

Hydrocracking digunakan untuk bahan baku yang sulit untuk diproses, baik

dengan catalytic cracking atau reformasi, karena bahan baku ini biasanya ditandai

dengan kandungan aromatik polisiklik tinggi dan / atau konsentrasi tinggi dari dua

racun katalis utama, sulfur dan senyawa nitrogen. Proses hydrocracking sangat

tergantung pada sifat dari bahan baku dan tingkat relatif dari kedua reaksi,

hidrogenasi dan cracking. Bahan baku aromatik dengan molekul yang berat

diubah menjadi produk yang lebih ringan dengan berbagai tekanan yang sangat

tinggi (1000-2000 psi) dan temperatur yang cukup tinggi (750 ° - 1500 ° F),

dengan adanya hidrogen dan katalis khusus. Ketika bahan baku memiliki

kandungan parafin tinggi, fungsi utama dari hidrogen adalah untuk mencegah

pembentukan senyawa aromatik polisiklik. Peran penting hidrogen dalam proses

hydrocracking adalah untuk mengurangi pembentukan tar dan mencegah

19

penumpukan coke di katalis. Hidrogenasi juga berfungsi untuk mengkonversi

senyawa sulfur dan nitrogen dalam bahan baku untuk hidrogen sulfide dan

amonia.

2.3.2 Sejarah

Unit hydrocracker komersial pertama kali dibangun di Chevron’s

Rischmond CA Refinery pada tahun 1960. Hydrocracking ini merupakan salah

satu proses konversi hidrokarbon tertua selama perkembangan teknologi

petroleum refining. Hydrocracking sendiri sebenarnya awalnya sudah didesain

dan diterapkan untuk konversi batu bara pada tahun 1915 di Jerman. Unit

hidrogenasi brown coal pertama terdapat di Leuna, Jerman sejak tahun 1927 dan

sudah menggunakan teknologi proses hydrocracking komersial.

Pada pertengahan 1950-an, industri mobil memproduksi mobil dengan

tingkat performa yang mensyaratkan rasio kompresi mesin yang tinggi. Tentunya

kebutuhan angka oktan bahan bakar juga harus lebih tinggi. Hal ini pulalah yang

memicu semakin pesatnya perkembangan teknologi hydrocracking. Fleksibilitas

unit hydrocracker yang memungkinkan berproduksi dengan mode yang berbeda-

beda dengan jenis katalis dan kondisi operasi yang berbeda sesuai dengan

kebutuhan refinery tersebut. Pada akhir 1950-an, yang mana terjadi reformasi

besar-besaran dalam dunia transportasi pascaperang dunia II yakni penggunaan

mesin diesel pada kereta yang awalnya memanfaatkan tenaga steam dan juga

adanya peningkatan kebutuhan jet fuel untuk bahan bakar pesawat terbang.

Pada tahun 1960-an, perkembangan teknologi hydrocracking semakin

pesat seiring penemuan katalis zeolit untuk hydrocracker. Peningkatan yang

signifikan terlihat pada pemakaian katalis berbahan dasar zeolit dibandingkan

yang sebelumnya menggunakan katalis amorphous antara lain aktivitas yang lebih

tinggi, toleransi amonia yang lebih besar, dan selektivitas terhadap gasolin yang

lebih tinggi. Pada tahun 1970-an, mode produksi yang awalnya berorientasi untuk

menghasilkan gasolin dengan ON yang tinggi, mulai beralih ke produk middle

distillates. Katalis amorphous-pun kembali banyak digunakan meskipun pada

masa itu mulai dikembangkan katalis yang lebih fleksibel yang mampu

menghasilkan produk dengan mode yang berbeda dengan mengubah kondisi

20

operasinya. Pada awal tahun 2001, lebih dari 150 hydrocracker beroperasi di

seluruh dunia dengan total kapasitas lebih dari 3800000 B/D (500000 MT/D).

2.3.3 Blok Diagram

Berbagai lisensor proses yang mengembangkan teknologi hydrocracking

ini mengembangkan flow scheme proses yang berbeda namun secara umum dapat

dikelompokkan dalam dua kategori, yakni single stage dan two stage.

Single stage once-through hydrocracking

Block diagram di atas menunjukkan skematik proses single stage once-

through hydrocracking yang merupakan konfigurasi unit hydrocracking yang

paling sederhana. Campuran minyak umpan dan hidrogen memasuki reaktor.

Kemudian effluent reaktor difraksinasi di dalam sebuah fraksinator dengan

bottom product berupa unconverted oil. Konfigurasi unit proses ini adalah

konfigurasi unit hydrocracking yang membutuhkan biaya paling sedikit.

Meskipun demikian, konfigurasi unit proses ini mampu mengolah umpan fraksi

berat dengan boiling range yang tinggi dan menghasilkan unconverted oil dengan

kualitas yang baik yang dapat dijadikan sebagai umpan unit FCC, ethylene plants

maupun Lube Oil Plant. Secara umum, konversi dapat berkisar 60-70 % volume

bahkan hingga 90 % volume.

Single stage with recycle hydrocracking

Unit hydrocracking yang paling banyak ditemui adalah unit dengan

konfigurasi single stage with recycle. Fresh feed dan hidrogen memasuki reaktor

21

setelah dipanaskan hingga mencapai temperatur reaksi melalui sejumlah preheater

dan heater. Effluent reaktor dipisahkan dalam sebuah separator, di mana hidrogen

dialirkan kembali ke sistem reaktor dengan tambahan make up hydrogren. Fraksi

liquid yang terpisah di dalam separator dialirkan dalam sebuah fraksinator di

mana bottom product-nya fraksinator tersebut sebagai unconverted oil. Pada unit

single stage hydrocracker dengan recycle ini, unconverted oil akan diumpankan

kembali ke dalam reaktor bersama fresh feed.

Pada perkembangannya, unit hydrocracker dengan konfigurasi single stage

dengan recycle ini dikembangkan menjadi konfigurasi dengan dua buah reaktor.

Berikut ini adalah contoh flow diagram unit hydrocracker single stage tipikal.

Two stage recycle hydrocracking

Konfigurasi two stage recycle hydrocracking juga banyak digunakan

khususnya untuk unit-unit dengan kapasitas yang besar. Pada unit dengan two

stage, reaksi hydrotreating dan cracking terjadi pada stage pertama. Effluent dari

22

stage pertama dipisahkan dan difraksinasikan dengan unconverted oil-nya.

Unconverted oil hasil fraksinasi dikirim ke reaktor stage kedua dan hasilnya

bergabung dengan effluent reaktor stage pertama. Skema sederhana unit

hydrocracking dua stage adalah sebagai berikut.

Separate hydrotreat two stage hydrocracking

Variasi dari konfigurasi dua stage dengan sirkulasi hydrogen adalah separate

hydrotreat hydrocracking. Dengan konfigurasi ini, sirkulasi hidrogen terpisah,

sehingga memungkinkan terjadinya operasi pada stage kedua dengan kadar

hydrogen sulphide (dan amonia) nil (sangat sedikit).

2.3.4 Reaksi Hydrocracking

Reaksi hydrocracking mengubah umpan fraksi berat menjadi produk

dengan berat molekul yang lebih ringan dengan disertai penghilangan sulfur dan

23

nitrogen serta penjenuhan senyawa olefin dan aromatik. Sulfur organik diubah

menjadi senyawa H2S sedangkan senyawa nitrogen diubah menjadi NH3 dan

senyawa oksigen (tidak selalu ada) diubah menjadi H2O. Reaksi pada

hydrocracking dapat dikelompokkan menjadi dua kategori: reaksi yang

diharapkan dan reaksi yang tidak diharapkan.

Reaksi yang diharapkan di sini meliputi treating, penjenuhan, dan reaksi

cracking. Reaksi yang tidak diharapkan adalah terjadinya keracunan katalisator

oleh kontaminan (impurities) dalam bentuk reaksi coking pada katalisator.

Terdapat dua tipe reaksi yang terjadi pada unit hydrocracking, yakni

treating (disebut juga pre-treating) dan cracking (disebut juga hydrocracking).

Reaksi cracking membutuhkan katalis dual fungsi (bi-functional catalyst) yang

mengkatalisis dua jenis reaksi, yakni cracking dan hidrogenasi (penjenuhan).

2.3.5 Reaksi Treating

Reaksi treating yang terjadi pada unit hydrocracking antara lain reaksi

penghilangan sulfur, nitrogen, senyawa organo-metallic, oksigen, dan juga

senyawa halida. Senyawa sulfur, nitrogen, dan oksigen merupakan tiga senyawa

yang selalu ada dalam umpan unit hydrocracking. Kadarnya beragam, tergantung

pada sumber dan jenis feedstock. Senyawa lainnya tidak selalu ada dalam umpan

unit hydrocracking.

Secara umum, konsumsi hidrogen untuk reaksi treating dapat dilihat pada

tabel berikut ini.

Reaksi hidrodesulfurisasi terjadi dengan penghilangan sulfur yang diikuti

dengan reaksi penjenuhan senyawa olefin yang terbentuk. Berikut ini adalah

contoh reaksi hidrodesulfurisasi.

24

Reaksi denitrogenasi terjadi dengan pola yang berbeda. Mekasnisme

hidrodenitrogenasi bermula dengan reaksi penjenuhan aromatik diikuti dengan

hidrogenolisis dan diakhiri dengan denitrogenasi. Berikut ini adalah contoh

beberapa mekanisme hidrodenitrogenasi.

2.3.5 Reaksi Cracking

Reaksi hydrocracking berlangsung dengan mekanisme bi-functional.

Mekanisme bi-functional membutuhkan dua tipe sisi katalis yang berbeda guna

mengkatalisis tahapan reaksi yang terpisah dalam suatu rangkaian reaksi. Dua

fungsi yang dimaksud adalah fungsi asam yang mengkatalisis reaksi cracking dan

isomerisasi serta fungsi logam yang mengkatalisis reaksi pembentukan olefin dan

25

hidrogenasi. Reaksi cracking membutuhkan panas sedangkan reaksi hidrogenasi

menghasilkan panas. Secara keseluruhan, reaksi hydrocracking menghasilkan

panas. Sebagaimana pada reaksi treating, reaksi hydrocracking juga merupakan

fungsi dari konsumsi hidrogen, artinya semakin banyak konsumsi hidrogen, maka

akan semakin eksotermis reaksi yang terjadi.

Konsumsi hidrogen pada reaksi hydrocracking secara umum (termasuk

pre-treating) adalah 1200 - 2400 SCFB/wt% dengan perubahan sebesar 200 – 420

Nm3/m

3 tiap %wt perubahan kapasitas umpan. Panas yang dihasilkan dari reaksi

antara 50 – 100 Btu/SCF H2 atau jika dinyatakan dalam kenaikan temperatur

adalah sebesar 0,065oF/SCF hidrogen yang dikonsumsi (0,006

oC/Nm

3/m

3 H2).

Secara umum, reaksi hydrocracking dimulai dengan pembentukan olefin

atau siklo-olefin pada sisi logam katalis. Selanjutnya sisi asam akan

menambahkan proton pada olefin atau siklo-olefin tersebut untuk menghasilkan

ion carbonium. Ion carbonium tersebut akan terrengkah menjadi ion carbonium

yang lebih kecil dan senyawa olefin yang lebih kecil. Produk tersebut merupakan

produk utama hydrocracking. Proses terminasi pada reaksi hydrocracking terjadi

dengan reaksi penjenuhan senyawa olefin pada sisi logam katalisator. Berikut ini

adalah tahapan reaksi pada rangkaian reaksi hydrocracking terhadap suatu

senyawa n-parafin.

Dari reaksi tersebut dapat diketahui bahwa pada awal reaksi hydrocracking

terbentuk senyawa olefin yang dikatalisis oleh sisi logam. Kemudian olefin

tersebut diubah menjadi ion carbonium. Ion carbonium tersebut terisomerisasi

menjadi ion carbonium tersier yang lebih stabil. Selanjutnya terjadi perengkahan

26

ion carbonium tersebut pada ikatan pada posisi β terhadap muatan ion carbonium

tersebut. Posisi β merupakan ikatan kedua dari muatan ion. Ion carbonium dapat

bereaksi dengan olefin untuk mentransferkan muatan dari satu fragmen ke

fragmen lainnya. Dengan cara ini muatan dapat ditransfer dari senyawa

hidrokarbon rantai pendek ke senyawa hidrokarbon rantai lebih panjang yang

dapat mengakomodasi muatan dengan lebih baik. Akhirnya, reaksi penjenuhan

terhadap olefin terjadi pada sisi logam katalisator.

Reaksi hydrocracking merupakan reaksi yang selektif terhadap parafin

dengan jumlah atom karbon yang banyak. Hal ini terjadi dalam rangka mencapai

kesetimbangan untuk membentuk olefin dengan jumlah atom karbon yang

banyak. Di samping itu, parafin dengan jumlah atom karbon lebih banyak dapat

mengadsorb lebih kuat. Ion carbonium intermedia menyebabkan isomerisasi yang

berlebih pada produk reaksi khususnya pada α-metil isomer. Hal ini karena ion

carbonium tersier lebih stabil. Oleh karena itu, produksi C1dan C3 rendah karena

produksi gas hidrokarbon tersebut terjadi ketika terbentuknya ion carbonium

primer dan sekunder yang sebenarnya kurang dikehendaki. Senyawa-senyawa lain

seperti alkil-naften, alkil-aromat, dan lain sebagainya bereaksi dengan mekanisme

serupa melalui reaksi pembentukan ion carbonium.

Berikut ini adalah data termodinamika dari beberapa reaksi utama pada

proses hydrocracking.

Di samping reaksi-reaksi tersebut, selama reaksi hydrocracking terjadi

pula beberapa reaksi penting lainnya antara lain penjenuhan aromat, pembentukan

polynuclear aromatics (PNA) dan pembentukan coke. Reaksi penjenuhan aromat

terjadi pada seksi treating dan sebagian terjadi pada seksi cracking. Reaksi

penjenuhan aromat ini merupakan satu-satunya reaksi dalam hydrocracking yang

dibatasi kesetimbangannya ketika temperatur yang lebih tinggi sudah tercapai. Hal

ini berkaitan dengan usia katalisator. Karena pembatasan kesetimbangan inilah,

27

reaksi penjenuhan aromat yang sempurna tidak dapat tercapai karena peningkatan

temperatur yang dibutuhkan dapat memperpendek usia katalisator. Karena hal

itulah, terbentuk coke dan pengendapan (deposition).

B. Metode

2.4 FT-IR

2.4.1 Pengertian Spektrofotometri Inframerah (IR)

Spektrofotometri Inframerah (IR) merupakan salah satu alat yang dapat

digunakan untuk menganalisa senyawa kimia. Spektra inframerah suatu senyawa

dapat memberikan gambaran dan struktur molekul senyawa tersebut. Spektra IR

dapat dihasilkan dengan mengukur absorbsi radiasi, refleksi atau emisi di daerah

IR. Daerah inframerah pada spektrum gelombang elektromagnetik mencakup

bilangan gelombang 14.000 cm-1

hingga 10 cm-1

. Daerah inframerah sedang

(4000-400 cm-1

) berkaitan dengan transisi energi vibrasi dari molekul yang

memberikan informasi mengenai gugus-gugus fungsi dalam molekul tersebut.

Daerah inframerah jauh (400-10 cm-1

) bermanfaat untuk menganalisis molekul

yang mengandung atom-atom berat seperti senyawa anorganik, namun

membutuhkan teknik khusus yang lebih baik. Daerah inframerah dekat (12.500-

4000 cm-1

) yang peka terhadap vibrasi overtone.

Pada alat spektrofotometri inframerah, satuan bilangan gelombang

merupakan satuan yang umum digunakan. Nilai bilangan gelombang berbanding

terbalik terhadap frekuensi atau energinya. Bilangan gelombang dan panjang

gelombang dapat dikonversi satu sama lain menggunakan persamaan dibawah :

V(cm-1

) = 1/ λ(µm) x 104

Informasi absorpsi inframerah pada umumnya diberikan dalam bentuk

spektrum dengan panjanggelombang (µm) atau bilangan gelombang (cm-1

)

sebagai absis x dan intensitas absorpsi ataupersen transmitan sebagai ordinat y.

Intensitas pita dapat dinyatakan dengan transmitan (T) atauabsorban (A).

Transmitan adalah perbandingan antara fraksi sinar yang diteruskan oleh sampel

(I) dan jumlah sinar yang diterima oleh sampel tersebut (Io). Absorban adalah –

log dari transmitan

A= log(1/T) = -logT = -log I/Io

28

Spektrum yang dihasilkan biasanya relatif kompleks karena adanya

overtone kombinasi dan perbedaan serapan yang lemah. Overtone dihasilkan

akibat adanya eksitasi dari tingkat energi rendah ke tingkat energi yang lebih

tinggi, yang merupakan kelipatan dari frekuensi fundamental (v). bila dua

frekuensi vibrasi (v1 dan v2) dalam molekul bergabung menghasilkan vibrasi

frekuensi baru dalam molekul, dan bila frekuensi tersebut aktif inframerah, maka

hal tersebut disebut serapan kombinasi.

Apabila vibrasi fundamental bergabung denganserapan overtone atau

serapan kombinasi lainnya, maka vibrasi gabungan ini disebut resonansi Fermi

yang sering teramati dalam senyawa karbonil. Terdapat dua macam vibrasi, yaitu

vibrasi ulur dan tekuk. Vibrasi ulur merupakan suatu gerakan berirama di

sepanjang sumbu ikatan sehingga jarak antar atom akan bertambah atau

berkurang. Vibrasi tekuk dapat terjadi karena perubahan sudut-sudut ikatan antara

ikatan-ikatan pada sebuah atom.

2.4.2 Teori Absorpsi Inframerah

Pada temperatur diatas temperatur nol absolut, semua atom di dalam

molekul bervibrasi antara satu dengan lainnya. Ketika frekuensi dari vibrasi

spesifik sama dengan frekuensi dari radiasi inframerah yang mengenai langsung

pada molekul, molekul tersebut akan menyerap radiasi. Setiap molekul

mempunyai darajat kebebasan sebesar jumlah derajat kebebasan atom-atomnya.

Setiap atom di dalam koordinat cartesius mempunyai tiga derajat kebebasan yang

menyatakan kedudukan relatifnya terhadap atom-atom lainnya di dalam molekul.

Syarat suatu gugus fungsi dalam suatu senyawa dapat terukur pada spektra IR

adalah adanya perbedaan momen dipol pada gugus tersebut. Vibrasi ikatan akan

menimbulkan fluktuasi momen dipol yang menghasilkan gelombang listrik.

Untuk pengukuran menggunakan IR biasanya berada pada daerah bilangan

gelombang 400-4500 cm-1

. Daerah pada bilangan gelombang ini disebut daerah

IR sedang, dan merupakan daerah optimum untuk penyerapan sinar IR bagi

ikatan-ikatan dalam senyawa organik.

Suatu ikatan kimia dapat bervibrasi sesuai dengan level energinya

sehingga memberikan frekuensi yang spesifik. Hal inilah yang menjadi dasar

29

pengukuran spektroskopi inframerah. Jenis-jenis vibrasi molekul biasanya terdiri

dari enam macam, yaitu symmetrical stretching, assymmetrical stretching,

scissoring, rocking, wagging, dan twisting. Daerah inframerah dibagi menjadi tiga

sub daerah, yaitu inframerah dekat (14000-4000 cm-1

), inframerah sedang (4000-

400 cm-1

), dan inframerah jauh (400-10 cm-1

) .

Gambar : Tabel Korelasi Spektrum IR

2.4.3 Kegunaan Spektrum Inframerah

Karena setiap tipe ikatan memiliki sifat frekuensi yang berbeda, dan

karena tipe ikatan yang sama dalam dua senyawa berbeda terletak dalam

lingkungan yang sedikit berbeda, maka tidak ada dua molekul yang berbeda

bentuknya akan mempunyai serapan inframerah yang sama. Dengan

membandingkan serapan dari dua senyawa yang diperkirakan identik, baru dapat

diperoleh kesimpulan apakah senyawa itu identik atau tidak. Pelacakan ini biasa

disebut/ dikenal dengan bentuk sidik jari dari dua spektrum inframerah.

Manfaat lain dari spektrum inframerah adalah memberikan keterangan

tentang molekul. Kisaran serapan yang kecil dapat digunakan untuk menentukan

tipe ikatan. Untuk memperoleh interpretasi lebih jelas dibutukan tabel korelasi

dari inframerah. Pada saat menentukan puncak dari gugus spesifik dalam daerah

spectrum inframerah biasanya vibrasi ulur lebih bermanfaat. Daerahnya dapat

dibagi menjadi empat daerah, yaitu

Tabel : Tabel Korelasi Inframerah

30

Berikut ini beberapa kelebihan menggunakan spektroskopi inframerah

a. Merupakan teknik yang cepat

b. Dapat digunakan untuk identifikas gugus fungsi tertentu dari suatu molekul

c. Spektrum inframerah yang diberikan untuk suatu senyawa bersifat unik

sehingga dapat digunakan sebagai sidik jari dari senyawa tersebut.

Tabel : Tabel Korelasi Inframerah

2.4.4 FTIR

Spektroskopi FTIR adalah teknik pengukuran untuk mengumpulkan

spektrum inframerah. Energi yang diserap sampel pada berbagai frekuensi sinar

inframerah direkam, kemudian diteruskan ke interferometer. Sinar pengukuran

sampel diubah menjadi interferogram. Perhitungan secara matematika Fourier

Transform untuk sinyal tersebut akan menghasilkan spekrum yang identik pada

31

spektroskopi inframerah.

Gambar : Prinsip Kerja FTIR

FTIR terdiri dari 5 bagian utama, yaitu ( Griffiths,1975):

a. Sumber sinar, yang terbuat dari filamen Nerst atau globar yang dipanaskan

menggunakan listrik hingga temperatur 1000-1800oC.

b. Beam splitter, berupa material transparan dengan indeks relatif, sehingga

menghasilkan 50% radiasi akan direfleksikan dan 50% radiasi akan diteruskan.

c. Interferometer, merupakan bagian utama dari FTIR yang berfungsi untuk

membentuk interferogram yang akan diteruskan menuju detektor.

d. Daerah cuplikan, dimana berkas acuan dan cuplikan masuk ke dalam daerah

cuplikan dan masing-masing menembus sel acuan dan cuplikan secara

bersesuaian.

e. Detektor, Merupakan piranti yang mengukur energi pancaran yang lewat

akibat panas yang dihasilkan. Detektor yang sering digunakan adalah termokopel

dan balometer.

Mekanisme yang terjadi pada alat FTIR dapat dijelaskan sebagai berikut.

Sinar yang datang dari sumber sinar akan diteruskan, dan kemudian akan dipecah

oleh pemecah sinar menjadi dua bagian sinar yang saling tegak lurus. Sinar ini

kemudian dipantulkan oleh dua cermin yaitu cermin diam dan cermin bergerak.

Sinar hasil pantulan kedua cermin akan dipantulkan kembali menuju pemecah

sinar untuk saling berinteraksi. Dari pemecah sinar, sebagian sinar akan

diarahkan menuju cuplikan dan sebagian menuju sumber. Gerakan cermin yang

maju mundur akan menyebabkan sinar yang sampai pada detektor akan

berfluktuasi. Sinar akan saling menguatkan ketika kedua cermin memiliki jarak

32

yang sama terhadap detektor, dan akan saling melemahkan jika kedua cermin

memiliki jarak yang berbeda. Fluktuasi sinar yang sampai pada detektor ini akan

menghasilkan sinyal pada detektor yang disebut interferogram. Interferogram ini

akan diubah menjadi spektra IR dengan bantuan computer berdasarkan operasi

matematika.

2.5 XRD (X-Ray Diffraction)

2.5.1 Pengertian XRD

XRD atau X-Ray Diffraction merupakan salah satu alat yang

memanfaatkan prinsip tersebut dengan menggunakan metoda karakterisasi

material yang paling tua dan paling sering digunakan hingga sekarang. Teknik ini

digunakan untuk mengidentifikasi fasa kristalin dalam material dengan cara

menentukan parameter struktur kisi serta untuk mendapatkan ukuran partikel.

Bahan yang dianalisa adalah tanah halus, homogenized, dan rata-rata komposisi

massal ditentukan. Spektroskopi difraksi sinar-X (X-ray difraction/XRD)

merupakan salah satu metoda karakterisasi material yang paling tua dan paling

sering digunakan hingga sekarang. Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi

fasa kristalin dalam material dengan cara menentukan parameter struktur kisi serta

untuk mendapatkan ukuran partikel

2.5.2 Prinsip Kerja

Dasar dari prinsip pendifraksian sinar X yaitu difraksi sinar-X terjadi pada

hamburan elastis foton-foton sinar-X oleh atom dalam sebuah kisi periodik.

Hamburan monokromatis sinar-X dalam fasa tersebut memberikan interferensi

yang konstruktif. Dasar dari penggunaan difraksi sinar-X untuk mempelajari kisi

kristal adalah berdasarkan persamaan Bragg:

n.λ = 2.d.sin θ ; n = 1,2,...

Berdasarkan persamaan Bragg, jika seberkas sinar-X di jatuhkan pada

sampel kristal,maka bidang kristal itu akan membiaskan sinar-X yang memiliki

panjang gelombang sama dengan jarak antar kisi dalam kristal tersebut. Sinar

yang dibiaskan akan ditangkap oleh detektor kemudian diterjemahkan sebagai

sebuah puncak difraksi. Makin banyak bidang kristal yang terdapat dalam sampel,

33

makin kuat intensitas pembiasan yang dihasilkannya. Tiap puncak yang muncul

pada pola XRD mewakili satu bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu

dalam sumbu tiga dimensi. Puncak-puncak yang didapatkan dari data pengukuran

ini kemudian dicocokkan dengan standar difraksi sinar-X untuk hampir semua

jenis material. Standar ini disebut JCPDS.

Prinsip kerja XRD secara umum adalah sebagai berikut : XRD terdiri dari

tiga bagian utama, yaitu tabung sinar-X, tempat objek yang diteliti, dan detektor

sinar X. Sinar X dihasilkan di tabung sinar X yang berisi katoda memanaskan

filamen, sehingga menghasilkan elektron. Perbedaan tegangan menyebabkan

percepatan elektron akan menembaki objek. Ketika elektron mempunyai tingkat

energi yang tinggi dan menabrak elektron dalam objek sehingga dihasilkan

pancaran sinar X. Objek dan detektor berputar untuk menangkap dan merekam

intensitas refleksi sinar X. Detektor merekam dan memproses sinyal sinar X dan

mengolahnya dalam bentuk grafik.

Keuntungan utama penggunaan sinar-X dalam karakterisasi material

adalah kemampuan penetrasinya, sebab sinar-X memiliki energi sangat tinggi

akibat panjang gelombangnya yang pendek. Sinar-X adalah gelombang

elektromagnetik dengan panjang gelombang 0,5-2,0 mikron. Sinar ini dihasilkan

dari penembakan logam dengan elektron berenergi tinggi. Elektron itu mengalami

perlambatan saat masuk ke dalam logam dan menyebabkan elektron pada kulit

atom logam tersebut terpental membentuk kekosongan. Elektron dengan energi

yang lebih tinggi masuk ke tempat kosong dengan memancarkan kelebihan

energinya sebagai foton sinar-X.

Metode difraksi sinar X digunakan untuk mengetahui struktur dari lapisan

tipis yang terbentuk. Sampel diletakkan pada sampel holder difraktometer sinar X.

Proses difraksi sinar X dimulai dengan menyalakan difraktometer sehingga

diperoleh hasil difraksi berupa difraktogram yang menyatakan hubungan antara

sudut difraksi 2θ dengan intensitas sinar X yang dipantulkan. Untuk difraktometer

sinar X, sinar X terpancar dari tabung sinar X. Sinar X didifraksikan dari sampel

yang konvergen yang diterima slit dalam posisi simetris dengan respon ke fokus

sinar X. Sinar X ini ditangkap oleh detektor sintilator dan diubah menjadi sinyal

listrik. Sinyal tersebut, setelah dieliminasi komponen noisenya, dihitung sebagai

34

analisa pulsa tinggi. Teknik difraksi sinar x juga digunakan untuk menentukan

ukuran kristal, regangan kisi, komposisi kimia dan keadaan lain yang memiliki

orde yang sama.

2.5.3 Instrumen XRD

1. Tabung sinar-X

Pada umumnya, sinar diciptakan dengan percepatan arus listrik, atau setara

dengan transisi kuantum partikel dari satu energi state ke lainnya. Contoh : radio

(electron berosilasi di antenna) , lampu merkuri (transisi antara atom) . Ketika

sebuah elektron menabrak anoda :

a. Menabrak atom dengan kecepatan perlahan, dan menciptakan radiasi

bremstrahlung atau panjang gelombang kontinyu

b. Secara langsung menabrak atom dan menyebabkan terjadinya transisi

menghasilkan panjang gelombang garis

Sinar X merupakan radiasi elektromagnetik yang memiliki energi tinggi

sekitar 200 eV sampai 1 MeV. Sinar X dihasilkan oleh interaksi antara berkas

elektron eksternal dengan elektron pada kulit atom. Spektrum Sinar X memilki

panjang gelombang 10-5 – 10 nm, berfrekuensi 1017 -1020 Hz dan memiliki

energi 103 -106 eV. Panjang gelombang sinar X memiliki orde yang sama

dengan jarak antar atom sehingga dapat digunakan sebagai sumber difraksi

kristal.

Difraksi Sinar X merupakan teknik yang digunakan dalam karakteristik

material untuk mendapatkan informasi tentang ukuran atom dari material kristal

maupun nonkristal. Difraksi tergantung pada struktur kristal dan panjang

gelombangnya. Jika panjang gelombang jauh lebih dari pada ukuran atom atau

konstanta kisi kristal maka tidak akan terjadi peristiwa difraksi karena sinar akan

dipantulkan sedangkan jika panjang gelombangnya mendekati atau lebih kecil

dari ukuran atom atau kristal maka akan terjadi peristiwa difraksi. Ukuran atom

dalam orde angstrom (Å) maka supaya terjadi peristiwa difraksi maka panjang

gelombang dari sinar yang melalui kristal harus dalam orde angstrom (Å).

35

2. Skema Tabung Sinar X

Sinar X dihasilkan dari tumbukan antara elektron kecepatan tinggi dengan

logam target. Dari prinsip dasar ini, maka alat untuk menghasilkan sinar X harus

terdiri dari beberapa komponen utama, yaitu :

a. Sumber elektron (katoda)

b. Tegangan tinggi untuk mempercepat elektron

c. Logam target (anoda)

Ketiga komponen tersebut merupakan komponen utama suatu tabung sinar

X. Skema tabung sinar X dapat dilihat pada gambar

3. Komponen dalam XRD

Komponen XRD ada 2 macam yaitu:

1. Slit dan film

2. Monokromator

Sinar-X dihasilkan di suatu tabung sinar katode dengan pemanasan kawat

pijar untuk menghasilkan elektron-elektron, kemudian electron-elektron tersebut

dipercepat terhadap suatu target dengan memberikan suatu voltase, dan

menembak target dengan elektron. Ketika elektron-elektron mempunyai energi

yang cukup untuk mengeluarkan elektron-elektron dalam target, karakteristik

spektrum sinar-X dihasilkan. Spektrum ini terdiri atas beberapa komponen-

komponen, yang paling umum adalah Kα dan Kβ. Ka berisi, pada sebagian, dari

Kα1 dan Kα2. Kα1 mempunyai panjang gelombang sedikit lebih pendek dan dua

kali lebih intensitas dari Kα2. Panjang gelombang yang spesifik merupakan

36

karakteristik dari bahan target (Cu, Fe, Mo, Cr). Disaring, oleh kertas perak atau

kristal monochrometers, yang akan menghasilkan sinar-X monokromatik yang

diperlukan untuk difraksi. Tembaga adalah bahan sasaran yang paling umum

untuk diffraction kristal tunggal, dengan radiasi Cu Kα =05418Å. Sinar-X ini

bersifat collimated dan mengarahkan ke sampel. Saat sampel dan detektor

diputar, intensitas Sinar X pantul itu direkam. Ketika geometri dari peristiwa

sinar-X tersebut memenuhi persamaan Bragg, interferens konstruktif terjadi dan

suatu puncak di dalam intensitas terjadi. Detektor akan merekam dan memproses

isyarat penyinaran ini dan mengkonversi isyarat itu menjadi suatu arus yang

akan dikeluarkan pada printer atau layar komputer.

2.5.4 Penggunaan

1. Membedakan antara material yang bersifat kristal dengan amorf

2. Mengukur macam-macam keacakan dan penyimpangan kristal.

3. Karakterisasi material Kristal

4. Identifikasi mineral-mineral yang berbutir halus seperti tanah liat .

Penentuan dimensi-dimensi sel satuan

2.5.5 Aplikasi

1. Menentukan struktur kristal dengan menggunakan Rietveld refinement

2. Analisis kuantitatif dari mineral

3. Karakteristik sampel film

2.5.6 Kelebihan Dan Kekurangan

Kelebihan penggunaan sinar-X dalam karakterisasi material adalah

kemampuan penetrasinya, sebab sinar-X memiliki energi sangat tinggi akibat

panjang gelombangnya yang pendek. Sedangkan kekurangannya adalah untuk

objek berupa kristal tunggal sangat sulit mendapatkan senyawa dalam bentuk

kristalnya. Sedangkan untuk objek berupa bubuk (powder) sulit untuk

menentukan strukturnya.

37

2.6 GC – MS (Gas Cromatografy - Mass Spectrometry)

2.6.1 Pengertian GC-MS

GCMS merupakan metode pemisahan senyawa organik yang menggunakan

metode analisis senyawa yaitu kromatografi gas

(GC) untuk menganalisis jumlah senyawa secara kuantitatif dan

spektrometri massa (MS) untuk menganalisis struktur molekul senyawa analit.

Gas kromatografi merupakan salah satu teknik spektroskopi yang

menggunakan prinsip pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan

migrasi komponen-komponen penyusunnya. Gas kromatografi biasa digunakan

untuk mengidentifikasi suatu senyawa yang terdapat pada campuran gas dan

juga menentukan konsentrasi suatu senyawa dalam fase gas.

Spektroskopi massa adalah suatu metode untuk mendapatkan berat molekul

dengan cara mencari perbandingan massa terhadap muatan dari ion yang

muatannya diketahui dengan mengukur jari-jari orbit melingkarnya dalam medan

magnetik seragam.

Penggunaan kromatografi gas dapat dipadukan dengan spektroskopi massa.

Paduan keduanya dapat menghasilkan data yang lebih akurat dalam

pengidentifikasian senyawa yang dilengakapi dengan struktur molekulnya.

Kromatografi gas ini juga mirip dengan distilasi fraksional, karena kedua

proses memisahkan komponen dari campuran terutama berdasarkan pada

perbedaan itik didih (atau tekanan uap). Namun, distilasi fraksional biasanya

digunakan untuk memisahkan komponen-komponen dari campuran pada skala

besar, sedangkan GC dapat digunakan padaskala yang lebih kecil (yaitu mikro).

2.6.2 Instrumen GC-MS

Rangkaian instrumentasi untuk gas kromatografi dan spekstroskopi massa

bergabung menjadi satu kesatuan rangkaian yang sering disebut dengan GCMS.

Secara umum rangkaian GCMS :

38

Berikut adalah penjelasan mengenai masing-masing instrument pada

rangkaian GCMS.

1. Instrumentasi Gas Kromatografi

a. Carrier Gas Supply

Gas pembawa (carrier gas) pada kromatografi gas sangatlah penting. Gas

yang dapat digunakan pada dasarnya haruslah inert, kering, dan bebas oksigen.

Kondisi seperti ini dibutuhkan karena gas pembawa ini dapat saja bereaksi dan

dapat mempengaruhi gas yang akan dipelajari atau diidentifikasi.

b. Injeksi Sampel

Sejumlah kecil sampel yang akan dianalisis diinjeksikan pada mesin

menggunakan semprit kecil. Jarum semprit menembus lempengan karet tebal

(Lempengan karet ini disebut septum) yang mana akan mengubah bentuknya

kembali secara otomatis ketika semprit ditarik keluar dari lempengan karet

tersebut.

c. Kolom

Ada dua tipe utama kolom dalam kromatografi gas-cair. Tipe pertama, tube

panjang dan tipis berisi material padatan; Tipe kedua, lebih tipis dan memiliki

fase diam yang berikatan dengan pada bagian terdalam permukaannya. Ada tiga

hal yang dapat berlangsung pada molekul tertentu dalam campuran yang

diinjeksikan pada kolom:

Molekul dapat berkondensasi pada fase diam.

Molekul dapat larut dalam cairan pada permukaan fase diam.

Molekul dapat tetap pada fase gas.

2. Instrumentasi Spekstroskopi massa

a. Sumber Ion

Setelah melewati rangkaian gas kromatografi, sampel gas yang akan diuji

dilanjutkan melalui rangkaian spekstroskopi massa. Molekul-molekul yang

melewati sumber ion ini diserang oleh elektron, dan dipecah menjadi ion-ion

positifnya. Tahap ini sangatlah penting karena untuk melewati filter, partikel-

partikel sampel haruslah bermuatan.

39

b. Filter

Selama ion melui rangkaian spekstroskopi massa, ion-ion ini melalui

rangkaian elektromagnetik yang menyaring ion berdasarkan perbedaan masa. Para

ilmuwan memisahkan komponen-komponen massa untuk kemudian dipilih yang

mana yang boleh melanjutkan yang mana yang tidak (prinsip penyaringan). Filter

ini terus menyaring ion-ion yang berasal dari sumber ion untuk kemudian

diteruskan ke detektor.

c. Detektor

Ada beberapa tipe detektor yang biasa digunakan. Detektor ionisasi nyala

dijelaskan pada bagian bawah penjelasan ini, merupakan detektor yang umum dan

lebih mudah untuk dijelaskan daripada detektor alternatif lainnya.

Dalam mekanisme reaksi, pembakaran senyawa organik merupakan hal yang

sangat kompleks. Selama proses, sejumlah ion-ion dan elektron-elektron

dihasilkan dalam nyala. Kehadiran ion dan elektron dapat dideteksi. Seluruh

detektor ditutup dalam oven yang lebih panas dibanding dengan temperatur

kolom. Hal itu menghentikan kondensasi dalam detektor.

Hasil detektor akan direkam sebagai urutan puncak-puncak; setiap puncak

mewakili satu senyawa dalam campuran yang melalui detektor. Sepanjang anda

mengontrol secara hati-hati kondisi dalam kolom, anda dapat menggunakan waktu

retensi untuk membantu mengidentifikasi senyawa yang tampak-tentu saja anda

atau seseorang lain telah menganalisa senyawa murni dari berbagai senyawa pada

kondisi yang sama.

2.6.3 Prinsip Kerja GCMS

a. Kromatografi Gas (Gas Chromatography)

Kromatografi gas (GC) merupakan jenis kromatografi yang digunakan

dalam kimia organik untuk pemisahan dan analisis. GC dapat digunakan

untuk menguji kemurnian dari bahan tertentu, atau memisahkan berbagai

komponen dari campuran. Dalam beberapa situasi, GC dapat membantu

dalam mengidentifikasi sebuah senyawa kompleks.

Dalam kromatografi gas, fase yang bergerak (atau "mobile phase")

adalah sebuah operator gas, yang biasanya gas murni seperti helium atau

40

yang tidak reactive seperti gas nitrogen. Stationary atau fasa diam

merupakan tahap mikroskopis lapisan cair atau polimer yang mendukung

gas murni, di dalam bagian dari sistem pipa-pipa kaca atau logam yang

disebut kolom. Instrumen yang digunakan untuk melakukan kromatografi

gas disebut gas chromatograph (atau "aerograph", "gas pemisah").

b. Spektroskopi Massa (Mass Spectrometry)

Umumnya spektrum massa diperoleh dengan mengubah senyawa

suatu sample menjadi ion-ion yang bergerak cepat yang dipisahkan

berdasarkan perbandingan massa terhadap muatan.

Spektroskopi massa mampu menghasilkan berkas ion dari suatu zat

uji, memilah ion tersebut menjadi spektum yang sesuai dengan

perbandingan massa terhadap muatan dan merekam kelimpahan relatif tiap

jenis ion yang ada. Umumnya hanya ion positif yang dipelajari karena ion

negative yang dihasilkan dari sumber tumbukan umumnya sedikit.

c. Kombinasi GCMS

Saat GC dikombinasikan dengan MS, akan didapatkan sebuah metode

analisis yang sangat bagus. Peneliti dapat menganalisis larutan organik,

memasukkannya ke dalam instrumen, memisahkannya menjadi komponen

tinggal dan langsung mengidentifikasi larutan tersebut. Selanjutnya,

peneliti dapat menghitung analisa kuantitatif dari masing-masing

komponen. Pada Gambar 4, sumbu z menyatakan kelimpahan senyawa,

sumbu x menyatakan spektrum kromatografi, dan sumbu y menyatakan

spektrum spektroskopi massa. Untuk menghitung masing-masing metode

dapat divisualisasikan ke dalam grafik dua dimensi.

2.6. 4. Metode Analisis GCMS

Pada metode analisis GCMS (Gas Cromatografy Mass Spektroscopy)

adalah dengan membaca spektra yang terdapat pada kedua metode yang digabung

tersebut. Pada spektra GC jika terdapat bahwa dari sampel mengandung banyak

senyawa, yaituterlihat dari banyaknya puncak (peak) dalam spektra GC tersebut.

41

Berdasarkan data waktu retensi yang sudah diketahui dari literatur, bisa diketahui

senyawa apa saja yang ada dalam sampel.

Selanjutnya adalah dengan memasukkan senyawa yang diduga tersebut ke

dalam instrumen spektroskopi massa. Hal ini dapat dilakukan karena salah satu

kegunaan dari kromatografi gas adalah untuk memisahkan senyawa-senyawa dari

suatu sampel. Setelah itu, didapat hasil dari spektra spektroskopi massa pada

grafik yang berbeda.

Informasi yang diperoleh dari kedua teknik ini yang digabung dalam

instrumen GC/MS adalah tak lain hasil dari masing-masing spektra. Untuk spektra

GC, informasi terpenting yang didapat adalah waktu retensi untuk tiap-tiap

senyawa dalam sampel. Sedangkan untuk spektra MS, bisa diperoleh informasi

mengenai massa molekul relatif dari senyawa sampel tersbut.

Tahap-tahap suatu rancangan penelitian GC/MS:

1. Sample preparation

2. Derivatisation

3. Injeksi

Menginjeksikan campuran larutan ke kolom GC lewat heated

injection port. GC/MS kurang cocok untuk analisa senyawa labil pada

suhu tinggi karena akan terdekomposisi pada awal pemisahan.

4. GC separation

Campuran dibawa gas pembawa (biasanya Helium) dengan laju

alir tertentu melewati kolom GC yang dipanaskan dalam pemanas.

Kolom GC memiliki cairan pelapis (fasa diam) yang inert.

5. MS detector

Aspek kualitatif : lebih dari 275.000 spektra massa dari senyawa

yang tidak diketahui dapat teridentifikasi dengan referensi

komputerisasi.

Aspek kuantitatif : dengan membandingkan kurva standar dari

senyawa yang diketahui dapat diketahui kuantitas dari senyawa yang

tidak diketahui.

42

6. Scanning

Spektra massa dicatat secara reguler dalam interval 0,5-1 detik

selama pemisahan GC dan disimpan dalam sistem instrumen data untuk

digunakan dalam analisis. Spektra massa berupa fingerprint ini dapat

dibandingkan dengan acuan.

2.7 AAS (Atomic Absorption Spectroscopy)

2.7.1 Pengertian AAS

Spektrometri Serapan Atom (SSA) merupakan metode analisis unsur secara

kuantitatif yang pengukurannya berdasarkan penyerapan cahaya dengan panjang

gelombang tertentu oleh atom logam dalam keadaan bebas.

2.7.2 Hukum Dasar AAS

Bunyi hukum Lambert yitu “Bila suatu sumber sinar monokromatik melewati

medium transparan, maka intensitas sinar yang diteruskan berkurang dengan

bertambahnya ketebalan medium yang mengabsorpsiBila suatu sumber sinar

monokromatik melewati medium transparan, maka intensitas sinar yang

diteruskan berkurang dengan bertambahnya ketebalan medium yang

mengabsorpsi”

Bunyi hukum Beer yaitu “Intensitas sinar yang diteruskan berkurang secara

eksponensial dengan bertambahnya konsentrasi spesi yang menyerap sinar

tersebut”.

Hukum Lambert-Beer

Log Io / It = a x b x c

A = a x b x c

2.7.3 Prinsip Dasar AAS

Prinsip kerja analisa menggunakan SSA, yaitu suatu sampel dibuat dalam

bentuk larutan dan dikabutkan, lalu disemburkan ke bagian burner kemudian

mengalami deatomisasi. Selanjutnya direksikan dengan sumber energi radiasi

maka atom pada keadaan dasar membutuhkan energi yang besar dan untuk

43

mendapatkannya, atom tersebut menyerap energi dari sumber cahaya yang ada

pada alat SSA.

2.7.4 Instrumen AAS

a. Lampu katoda

Lampu katoda merupakan sumber cahaya pada AAS

b. Nebulizer dan Burner Ducting

Nebulizer berfungsi untuk merubah larutan sampel menjadi aerosol.

Burner bagian terpenting karena burner berfungsi sebagai tempat

percampuran gas asitilen dan aquabides.

c. Monokromator dan detektor

Monokromator untuk mengubah sinar polikromatis menjadi sinar

monokromatis. Detektor dalam AAS berfungsi untuk mengubah sinar yang

ditransmisikan menjadi bentuk sinyal listrik, sinyal listrik ini akan dibaca

sebagai absorbans.

d. Tabung Gas

Tabung gas pada AAS yang digunakan merupakan tabung gas yang berisi

gas asetilen dan ada juga tabung gas yang berisi gas N2O yang lebih panas

dari gas asetilen.

e. Ducting

Ducting merupakan bagian cerobong asap untuk menyedot asap atau sisa

pembakaran pada AAS.

44

2.7.5 Cara Kerja AAS

2.7.6 Teknik analisa pada AAS

a. Metode standar tunggal

Menggunakan satu larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya

(Cstd).

b. Metode kurva kalibrasi

Dibuat seri larutan standar dengan berbagai konsentrasi dan absorbansi

dari larutan tersebut di ukur dengan masih SSA.

c. Metode adisi standar

Metode yang banyak digunakan karena dapat meminimalisir kesalahan

analisa

2.7.7 Keunggulan SSA

a. Spesifik.

b. Batas deteksi yang rendah dari larutan yang sama bisa mengukur unsur-

unsur yang berlainan.

c. Pengukurannya langsung terhadap contoh.

d. Output dapat langsung dibaca.

e. Cukup ekonomis.

f. Dapat diaplikasikan pada banyak jenis unsur.

g. Batas kadar penentuan luas (dari ppm sampai %).

45

2.7.8 Kekurangan SSA

a. pengaruh kimia dimana AAS tidak mampu menguraikan zat menjadi atom

misalnya pengaruh fosfat terhadap Ca.

b. pengaruh ionisasi yaitu bila atom tereksitasi (tidak hanya disosiasi) sehingga

menimbulkan emisi pada panjang gelombang yang sama.

c. pengaruh matriks misalnya pelarut.

C. Metode Analisis

2.8 Alat

Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya

adalah neraca analitik, set alat gelas, set alat refluks, stirring hot plate,

heater, oven, furnace, desikator, dan set reaktor. Sedangkan instrumen

yang digunakan untuk analisis adalah FTIR, XRD, GCMS dan AAS.

2.9 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain

minyak goring merk Bimoli, Ni(NO3)2.6H2O (pro analysis, Merck),

Al2O3 (Type E 60 G neutral, Pro analysis and for thin layer

chromatography, Merck), Aquades, Gas Hidrogen (Wt / pressure : 150

kg/cm2

, Composition : H2 89,8% N2 10,2%), Gas Nitrogen (Pressure :

150 A, > 99,999% N2, < 3 ppm O2, < 2 ppm H2O), Kertas saring

(Whatman 64 mm).

2.10 Prosedur Kerja

2.10.1 Sintesis Katalis

Sintesis katalis NiO/Al2O3 dilakukan berdasarkan adaptasi

prosedur kerja yang telah dikembangkan didalam literatur (Moulijn, et al.,

1993; Rautanen, 2002; Fern´andez, et al., 2007). Adapun tahapan

preparasinya meliputi tahap pembuatan larutan garam prekursor, tahap

impregnasi dan pengeringan serta kalsinasi.

Sintesis katalis diawali dengan pembuatan larutan garam prekursor.

Yaitu pembuatan larutan garam prekursor Ni(NO3)2 (Nikel Nitrat) 0,2003

M dengan menimbang sebanyak 29,114 gram padatan Ni(NO3)2.6H2O

46

yang berwarna hijau. Kemudian dilarutkan dalam 200 mL aquades dan

diencerkan dalam labu ukur 500 mL hingga tanda batas.

Untuk mengimpregnasikan logam Ni ke permukaan Al2O3, 50

gram Al2O3 direfluks bersama dengan 500 mL larutan garam prekursor

Ni(NO3)2 0,2003 M pada (82-85)°C selama 3 jam. Kemudian

didinginkan hingga suhu ruangan dan disaring menggunakan kertas

saring.

Setelah dilakukan penyaringan, katalis dikeringkan untuk

menghilangkan air, nitrat, dan senyawa – senyawa organik dilakukan

menggunakan oven pada suhu 120°C selama 17 jam dan kalsinasi

dilakukan menggunakan furnace pada 500°C selama 4 jam untuk

mengubah kation Ni menjadi bentuk oksidanya, kemudian didinginkan di

desikator.

2.10.2 Karakterisasi Katalis

Proses kalsinasi menghasilkan katalis NiO/Al2O3 yang kemudian

dikarakterisasi menggunakan FTIR dan XRD untuk mengetahui logam

Ni yang telah terimpregnasi pada Al2O3. Jumlah Ni yang telah

terimpregnasi diketahui menggunakan instrumen AAS.

2.10.3 Rancangan Reaktor

Parameter – parameter yang diujicobakan pada rancangan diatas

antara lain, ketahanan terhadap tekanan (kebocoran reaktor), ketahanan

terhadap suhu, ketahanan terhadap reaksi kimia (baik reaktor maupun

seal), dan hubungan antara kenaikan suhu dengan kenaikan tekanan

baik pada gas hidrogen (H2) maupun pada gas nitrogen (N2).

Seal digunakan pada reactor untuk mencegah kebocoran. Seal

yang digunakan antara lain adalah seal garlo, silikon dan Teflon.

47

2.10.4 Uji Aktivitas Katalis Pada Proses Reduksi dan Reaksi

Hydrocracking

Untuk mengetahui keaktifannya, katalis diaplikasikan pada reaksi

reduksi katalis itu sendiri dan pada reaksi hydrocracking minyak goreng.

Prosesnya diawali dengan perhitungan secara teoritis tentang komposisi

gas didalam reaktor dan perhitungan besarnya tekanan yang diperlukan

untuk menghidrogenasi sejumlah tertentu minyak goreng (Bimoli).

Analisis GCMS terhadap minyak goreng awal, dilakukan untuk

mengetahui kandungan asam lemak dalam minyak goreng sehingga

perhitungan teoritis untuk menentukan besarnya tekanan gas yang

diperlukan dalam reaksi dapat lebih akurat. Setelah dilakukan perhitungan

secara teoritis, pelaksanaan penelitian dilakukan dengan mengacu pada

hasil perhitungan tersebut. Reaktor diaplikasikan melalui serangkaian

penelitian sebagai berikut:

1. Proses reduksi pada tekanan input 5 kg/cm2 dan suhu (250 –

260)oC selama 2 jam.

2. Proses hydrocracking pada suhu (250 – 260)oC, menggunakan

katalis Ni/Al2O3 dengan variasi tekanan input pada 5 kg/cm2 atau

dan 10 kg/cm2.

Minyak hasil hydrocracking dianalisis menggunakan GCMS

setelah dipisahkan dari katalisnya melalui proses filtrasi menggunakan

kertas saring.

48