Makalah Alzheimer

20
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demensia merupakan masalah besar dan serius yang dihadapi oleh negara-negara maju,dan telah pula menjadi masalah kesehatan yang mulai muncul di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Hal ini disebabkan oleh makin mengemukanya penyakit-penyakit degeneratif serta makin meningkatnya usia harapan hidup di hampir seluruh belahan dunia. Studi prevalensi menunjukkan bahwa di Amerika Serikat,pada populasi di atas umur 65 tahun,persentase orang dengan penyakit Alzheimer (penyebab terbesar demensia) meningkat dua kali lipat setiap pertambahan umur lima tahun. Tanpa pencegahan dan pengobatan yang memadai,jumlah pasien dengan penyakit Alzheimer di negara tersebut meningkat dari 4,5 juta pada tahun 2000 menjadi 13,2 juta orang pada tahun 2050. 1 Biaya yang dikeluarkan untuk merawat pasien dengan penyakit Alzheimer juga sangat luar biasa,sekitar US$83,9 milyar sampai US$100 milyar pertahun (data di Amerika Serikat tahun 1996). Biaya-biaya tersebut selain meliputi biaya medis,perawatan jangka- panjang,dan perawatan di rumah,juga perlu diperhitungkan hilangnya produktivitas pramuwerdha. Dari segi sosial,keterlibatan emosional pasien dan keluarganya juga patut menadi pertimbangan karena akan

Transcript of Makalah Alzheimer

Page 1: Makalah Alzheimer

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Demensia merupakan masalah besar dan serius yang dihadapi oleh negara-

negara maju,dan telah pula menjadi masalah kesehatan yang mulai muncul di

negara-negara berkembang seperti Indonesia. Hal ini disebabkan oleh makin

mengemukanya penyakit-penyakit degeneratif serta makin meningkatnya usia

harapan hidup di hampir seluruh belahan dunia. Studi prevalensi menunjukkan

bahwa di Amerika Serikat,pada populasi di atas umur 65 tahun,persentase orang

dengan penyakit Alzheimer (penyebab terbesar demensia) meningkat dua kali

lipat setiap pertambahan umur lima tahun. Tanpa pencegahan dan pengobatan

yang memadai,jumlah pasien dengan penyakit Alzheimer di negara tersebut

meningkat dari 4,5 juta pada tahun 2000 menjadi 13,2 juta orang pada tahun

2050.1

Biaya yang dikeluarkan untuk merawat pasien dengan penyakit Alzheimer

juga sangat luar biasa,sekitar US$83,9 milyar sampai US$100 milyar pertahun

(data di Amerika Serikat tahun 1996). Biaya-biaya tersebut selain meliputi biaya

medis,perawatan jangka-panjang,dan perawatan di rumah,juga perlu

diperhitungkan hilangnya produktivitas pramuwerdha. Dari segi

sosial,keterlibatan emosional pasien dan keluarganya juga patut menadi

pertimbangan karena akan menjadi sumber morbiditas yang bermakna,antara lain

akan mengalami stres psikologis yang bermakna.1

Secara klinis munculnya demensia pada seorang usia lanjut sering tidak

disadari karena awitannya yang tidak jelas dan perjalanan penyakitnya yang

progresif namun perlahan. Selain itu pasien dan keluarga juga sering menganggap

bahwa penurunan fungsi kognitif yang terjadi pada awal demensia (biasanya

ditandai dengan berkurangnya fungsi memori) merupakan suatu hal yang wajar

pada seorang yang sudah menua. Akibatnya,penurunan fungsi kognitif terus akan

berlanjut sampai akhirnya mulai mempengaruhi status fungsional pasien dan

pasien akan jatuh pada ketergantungan kepada lingkungan sekitarnya. Saat ini

telah disadari bahwa diperlukan deteksi dini terhadap munculnya demensia,karena

ternyata berbagai penelitian telah menunjukkan bila gejala-gejala peurunan fungsi

kognitif dikenali sejak awal maka dapat dilakukan upaya-upaya meningkatkan

Page 2: Makalah Alzheimer

2

atau paling tidak mempertahankan fungsi kognitif agar tidak jatuh pada keadaan

demensia.2

Selain peran pasien dan keluarga dalam pengenalan gejala-gejala penurunan

fungsi kognitif dan demensia awal,dokter dan tenaga kesehatan lain juga

mempunyai peran yang besar dalam deteksi dini dan terutama dalam pengelolaan

pasien dengan penurunan fungsi kognitif ringan. Dengan diketahuinya berbagai

faktor risiko (seperti hipertensi,diabetes melitus,strok,riwayat keluarga,dan lain-

lain) berhubungan dnegan penurunan fungsi kognitif yang lebih cepat pada

sebagian orang usia lanjut,maka diharapkan dokter dan tenaga kesehatan lain

dapat melakukan upaya-upaya pencegahan timbulnya demensia pada pasien-

pasiennya. Selain itu,bila ditemukan gejala awal penurunan fungsi kognitif pasien

yang disertai beberapa faktor yang mungkin dapat memperburuk fungsi kognitif

pasien maka seprah dokter dapat merencanakan berbagai upaya untuk

memodifikasinya,baik secara farmakologis maupun non-farmakologis.1

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dan manfaat dalam pembuatan makalah ini adalah supaya

mahasiswa Niversitas Islam Al-Azhar mampu mengetahui suatu penyakit

Alzhaemer.

Page 3: Makalah Alzheimer

3

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Penyakit Alzheimer adalah penyebab terbesar terjadinya demensia

dimana demensia adalah gangguan fungsi intelektual dan memori didapat

yang disebabkan oleh penyakit otak, yang tidak berhubungan dengan

gangguan tingkat kesadaran. Pasien dengan demensia harus mempunyai

gangguan memori selain kemampuan mental lain seperti berpikir abstrak,

penilaian, kepribadian, bahasa, praksis, dan visuospasial. Defisit yang terjadi

harus cukup berat sehingga mempengaruhi aktivitas kerja dan sosial secara

bermakna.

2.2 Epidemiologi

Insidensi demensia meningkat secara bermakna seiring meningkatnya

usia. Setelah usia 65 tahun, prevalensi demensia meningkat dua kali lipat

setiap pertumbuhan usia lima tahun. Secara keseluruhan prevalensi demensia

pada populasi berusia lebih dari 60 tahun adalah 5,6%. Penyebab tersering

demensia di Amerika Serikat dan Eropa adalah penyakit Alzheimer,sedangkan

di Asia diperkirakan demensia vaskular.

Dari seluruh penuduk sentenarian di Jepang, 70% mengalami demensia

dengan 76%-nya menderita penyakit Alzheimer. Berbagai penelitian

menunjukkan laju insidensi penyakit Alzheimer meningkat secara

eksponensial seiring bertambahnya umur, walaupun terjadi penurunan

insidensi pada usia 95 tahun yang diduga karena terbatasnya jumlah subyek di

atas usia 90 tahun.

Proporsi perempuan yang mengalami penyakit Alzheimer lebih tinggi

dibandingkan laki-laki (sekitar 2/3 pasien adoalah perempuan). Hal ini

disebabkan perempuan memiliki harapan hidup lebih baik dan bukan karena

perempuan lebih mudah menderita penyakit ini. Tingkat pendidikan yang

rendah juga disebutkan berhubungan dengan risiko terjadinya penyakit

Alzheimer. Faktor-faktor risiko lain yang dari berbagai penelitian diketahui

berhubungan dengan penyakit Alzheimer adalah hiperetensi, diabetes melitus,

Page 4: Makalah Alzheimer

4

dislipidemia, serta berbagai faktor risiko timbulnya aterosklerosis dan

gangguan sirkulasi pembuluh darah otak.1

Mutasi beberapa gen familial penyakit Alzheimer pada kromosom 21,

koromosim 14, dan kromosom 1 ditemukan pada kurang dari 5% pasien

dengan penyakit Alzheimer. Sementara riwayat keluarga dan munculnya alel

e4 dari Apolipoprotein E pada lebih dari 30% pasien dengan penyakit ini

mengindikasikan adanya faktor genetik yang berperan pada munculnya

penyakit ini. Seseorang dengan riwayat keluarga pada anggota keluarga

tingkat pertama mempunyai risiko dua sampai tiga kali menderita penyakit

Alzheimer, walaupun sebagaian besar pasien tidak mempunyai riwayat

keluarga yang positif. Walaupun alel e4 Apo E bukan penyebab timbulnya

demensianamun munculnya alel ini merupakan faktor utama yang

mempermudah seseorang menderita penyakit Alzheimer.3

2.3 Patofisiologi dan Patogenesis

Komponen utama patologi penyakit Alzheimer adalah plak senilis dan

neuritik, neurofibrillary tangles, hilangnya neuron/sinaps, degenerasi

granulovakular, dan Hirano bodies. Plak neuritik mngandung b-amyloid

ekstraselular yang dikelilingi neuritis distrofik, sementara olak difus adalah

istilah yang kadang digunakan untuk deposisi amyloid tanpa abnormalitas

neuron. Deteksi adanya Apo E di dalam plak b-amyloid dan studi mengenai

ikatan high-avidity antara Apo E dengan b-amylodi menunjukkan bukti

hubungan antara amyloidogenesis dan Apo E. Plak neuritik juga mengandung

protein komplemen,mikroglia yang teraktivasi,sitokin-sitokin,dan protein fase-

akut,sehingga komponen inflamasi juga diduga terlibat pada patogenesis

penyakit Alzheimer. Gen yang mengkode kromosom 21, menunjukkan

hubungan potensial patologi penyakit Alzheimer dengan sindrom Down yang

diderita oleh semua pasien penyakit Alzheimer yang muncul pada usia 40

tahun.3

Pada gambar 1 dapat dilihat bagaimana pembentukan amyloid

merupakan pencetus berbagai proses sekunder yang terlibat pada patogenesis

penyakit Alzheimer (hipotesis kaskade amyloid) Berbagai mekanisme yang

terlibat pada patogenesis tersebut bila dapat dimodifikasi dengan obat yang

tepat diharapkan dapat mempengaruhi perjalanan penyakit Alzheimer.2

Page 5: Makalah Alzheimer

5

Adanya dan jumlah plak senilis adalah satu gambaran patologis utama

yang penting untuk diagnosis penyakit Alzheimer. Sebenarnya jumlah plak

meningkat seiring usia,dan plak ini juga muncul di jaringan otak orang usia

lanjut yang tidak demensia. Juga dilaporkan bahwa satu dari tiga orang berusia

85 tahun yang tidak demensia mempunyai deposisi amyloid yang cukup di

korteks serebri untuk memenuhi kriteria diagnosis penyakit Alzheimer,namun

apakah ini mencerminkan fase preklinik dari penyakit masih belum diketahui.3

Lewy body adalah cytoplasmic inclusion intraneuron yang terwarnai

dengan periodic acid-Schiff (PAS) dan ubiquitin,yang terdiri dari

neurofilamen lurus sepanjang 7 sampai 20nm yang dikelilingi material

amorfik. Lewy body dikenali melalui antigen terhadap protein neurofilamen

yang terfosforilasi maupun yang tidak terfosforilasi,ubiquitin,dan protein

presinap yang disebut α-synuclein. Jika pada seorang demensia tidak

ditemukan gambaran patologik selain adanya Lewy body maka kondisi ini

disebut diffuse Lewy body disease, semntara bila ditemukan juga plak

amyloid dan neurofibrillary tangles maka disebut varian Lewy body dari

penyakit Alzheimer.2

Defisit neurotransmiter utama pada penyakit Alzheimer, juga pada

demensia tipe lain, adalah sistem kolinergik. Walaupun sistem noradrenergik

dan serotonin, somatostatin-like reactivity, dan corticotropin-releasing factor

juga berpengaruh pada penyakit Alzheimer, defisit asetilkolin tetap menjadi

proses utama penyakit dan menjadi target sebagian besar terapi yang tersedia

saat ini untuk penyakit Alzheimer.3

2.4 Diagnosis

Menegakkan penyakit Alzheimer harus dilakukan melalui anamnesis

dan pemeriksaan fisik yang teliti,serta didukung oleh pemeriksaan penunjang

yang tepat. Untuk diagnosis klinis penyakit Alzheimer diterbitkan suatu

konsensus oleh the National Institute of Neurological and Communicative

Disorders and Stroke (NINCDS) dan the Alzheimer’s Disease and Related

Disorders Association (ADRDA).

2.4.1 Anamnesis

Page 6: Makalah Alzheimer

6

Anamnesis harus terfokus pada awitan (onset),lamanya,dan

bagaimana laju progresi penurunan fungsi kognitif yang terjadi.

Seorang usia lanjut dengan kehilangan memori yang berlangsung

lambat selama beberapa tahun kemungkinan menderita penyakit

Alzheimer. Hampir 75% pasien penyakit Alzheimer dimulai dengan

gejala memori, tetapi gejala awal juga dapat meliputi kesulitan

mengurus keuangan, berbelanja, mengikuti perintah,menemukan

kata,atau mengemudi. Perubahan kepribadian, disinhibisi, peningkatan

berat badan atau obsesi terhadap makanan mengarah pada fronto-

temporal dementia (FTD), bukan penyakit Alzheimer. Pada pasien

yang menderita penyakit serebrovaskular dapat sulit ditentukan apakah

demensia yang terjadi adalah penyakit Alzheimer, demensia multi-

infark, atau campuran keduanya.3

Bila dikaitkan dengan berbagai penyebab demensia, maka

anamnesis harus diarahkan pula pada berbagai fator risiko seperti

trauma kepala berulang, infeksi susunan saraf pusat akibat sifilis,

konsumsi alkohol berlebihan, intoksikasi bahan kimia pada pekerja

pabrik,serta penggunaan obat-obat jangka panjang (sedatif dan

tranquilizer). Riwayat keluarga juga harus selalu menjadi bagian dari

evaluasi,mengingat bahwa pada penyakit Alzheimer terdapat

kecenderungan familial1

2.4.2 Pemeriksaan Fisik dan Neurologis

Umumnya penyakit Alzheimer tidak menunjukkan gangguan sistem

motork kecuali pada tahap lanjut. Kekakuan motorik dan bagian tubuh

aksial, hemiparesis, parkinsonisme, mioklonus, atau berbagai

gangguan motorik lain umumnya timbul pada FTD, Demensia dengan

Lewy Body (DLB),atau demensia multi-infark.2

2.4.3 Pemeriksaan Kognitif dan Neuropsikiatrik

Pemeriksaan yang sering digunakan untuk evaluasi dan

konfirmasi penurunan fungsi kognitif adalah the mini mental status

examination (MMSE),yang dapat pula digunakan untuk memantau

perjalanan penyakit. Pada penyakit Alzheimer defisit yang terlibat

Page 7: Makalah Alzheimer

7

berupa memori episodik,category generation (menyebutkan sebanyak-

banyaknya binatang dalam satu menit),dan kemampuan

visuokonstruktif. Defisit pada kemampuan verbal dan memori episodik

visual sering merupakan abnormalitas neuropsikologis awal yang

terlihat pada penyakit Alzheimer,dan tugas yang membutuhkan pasien

untuk menyebutkan ulang daftar panjang kata atau gambar setelah jeda

waktu tertentu akan menunjukkan defisit pada sebagian pasien

penyakit Alzheimer.3

Pengkajian status fungsional harus juga dilakukan. Dokter

harus menentukan dampak kelainan terhadap memori pasien,hubungan

di komunitas,hobi,penilaian, berpakaian,dan makan. Pengetahuan

mengenai status fungsional pasien sehari-hari akan membantu

mengatur pendekatan terapi dengan keluarga.1

2.4.4 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang juga direkomendasikan adalah

CT/MRI kepala. Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi tumor primer

atau sekunder, lokasi area infark, hematoma subdural, dan

memperkirakan adanya hidrosefalus bertekanan-normal atau penyakit

white matter yang luas. MRI dan CT juga dapat mendukung diagnosis

penyakit Alzheimer, terutama bila terdapat atrofi hipokampus selain

adanya atrofi kortikal yang difus. Single Photon Emission Computed

Tomography (SPECT) dan Positron Emission Tomography (PET)

dapat menunjukkan hipoperfusi atau hipometabolisme temporal-

parietal pada penyakit Alzheimer.2

2.5 Penatalaksanaan

2.5.1 Penatalaksanaan Umum

Tujuan utama penatalaksanaan pada seorang pasien dengan

demensia adalah mengobati penyebab demensia yang dapat dikoreksi

dan menyediakan situasi yang nyaman dan mendukung bagi pasien dan

pramuwerdhanya. Bila pasien cenderung depresi ketimbang demensia,

maka depresi harus diatasi dengan adekuat. Anti depresi yang

mempunyai efek samping minimal terhadap fungsi kognitif, seperti

Page 8: Makalah Alzheimer

8

serotonin selective receptors inhibitor (SSRI), lebih dianjurkan pada

pasien demensia dengan gejala depresi.1

Imobilisasi,asupan makanan yang kurang, nyeri, konstipasi,

infeksi, dan intoksikasi obat adalah beberapa faktor yang dapat

mencetuskan gangguan perilaku,dan bila diatasi maka tidak perlu

memberikan obat-obatan antipsikosis.

Dalam mengelola pasien dengan demensia, perlu pula

diperhatikan upaya-upaya mempertahankan kondisi fisik atau

kesehatan pasien. Seiring dengan progresi demensia, maka banyak

sekali komplikasi yang akan muncul seperti pneumonia dan infeksi

saluran nafas bagian atas, septikemia, ulkus dekubitus, fraktur, dan

berbagai masalah nutrisi. Kondisi-kondisi ini terkadang merupakan

sebab utama kematian pasien dengan demensia. Pada stadium awal

penyakit, seorang dokter harus mengusahakan berbagai aktivitas dalam

rangka mempertahankan status kesehatan pasien, seperti melakukan

latihan, mengendalikan hipertensi dan berbagai penyakit lain,

memperhatikan higiene mulut dan gigi, serta mengupayakan kaca mata

dan alat bantu dengar bila terdapat gangguan penglihatan atau

pendengaran. Pada fase lanjut demensia, merupakan hal yang sangat

penting untuk memenuhi kebutuhan dasar pasien seperti nutrisi,

hidrasi, mobilisasi, dan perawatan kulit untuk mencegah ulkus

dekubitus.2

Kerja sama yang baik antara dokter dengan pramuwerdha juga

sangat penting dalam pengelolaan secara paripurna pasien dengan

demensia.

Tabel 1. Kriteria untuk Diagnosis Klinis Penyakit AlzheimerKriteria diagnosis klinis untuk probable penyakit Alzheimer mencakup:- Demensia yang tidtegakkan oleh pemeriksaan klinis dan tercata dnegan pemeriksaan the

mini-mental test,Blessed Dementia Scale,atau pemeriksaan sejenis,dan dikonfirmasi oleh tes neuropsikologis

- Defisit pada dua atau lebih area kognitif- Tidak ada gangguan kesadaran- Awitan antara umur 40 dan 90,umunya setelah umur 65 tahun- Tidak adanya kelinan sistemik atau penyakit otak lain yang dapat menyebabkan defisit

progresif pada memori dan kognitifDiagnosis probable penyakit Alzheimer didukung oleh:- Penurunan progresif fungsi kognitif spesifik seperti afasia,apraksia,dan agnosia

Page 9: Makalah Alzheimer

9

- Gangguan aktivitas hidup sehari-hari dan perubahan pola perilaku- Riwayat keluarga dengan gangguan yang sama,terutama bila sudah dikonfirmasi secara

neuropatologi- Hasil laboratorium yang menunjukkan- Pungsi lumbal yang normal yang dievaluasi dengan teknik standar

Pola normal atau perubahan yang nonspesifik pada EEG,seperti peningkatan atktivitas slow-wave

- Bukti adanya atrofi otak pada pemeriksaan CT yang progresif dan terdokumentasi oleh pemeriksaan serial

Gambaran klinis lain yang konsisten dengan diagnosis probable penyakit Alzheimer,setelah mengeksklusi penyebab demensia selain penyakit Alzheimer:- Perjalanan penyakit yang progresif namun lambat (plateau)- Gejala-gejala yang berhubungan seperti depresi,insomnia,inkontinensia,delusi,

halusinasi,verbal katastrofik,emosional,gangguan seksual,dan penurunan berat badan- Abnormalitas neurologis pada beberapa pasien,terutama pada penyakit tahap

lanjut,seperti peningkatan tonus otot,mioklunus,dan gangguan melangkah- Kejang pada penyakit yang lanjut- Pemeriksaan CT normal untuk usianyaGambaran yang membuat diagnosis probable penyakit Alzheimer menjadi tidak cocok adalah:- Onset yang mendadak dan apolectic- Terdapat defisit neurologis fokal seperti hemiparesis,gangguan sensorik,defisit lapang

pandang,dan inkoordinasi pada tahap awal penyakit;dan kehang atau gangguan melangkah pada saat awitan atau tahap awal perjalanan penyakit

Diagnosis possible penyakit Alzheimer:- Dibuat berdasarkan adanya sindrom demensia,tanpa adanya gangguan neurologis

psikiatrik,atau sistemik alin yang dapat menyebabkan demensia,dan adandya variasi pada awitan,gejala klinis,atau perjalanan penyakit

- Dibuat berdasarkan adanya gangguan otak atau sistemik sekunder yang cukup untuk menyebabkan demensia,namun penyebab primernya bukan merupakan penyabab demensia

Kriteria untuk diagnosis definite penyakit Alzheimer adalah:- Kriteria klinis untuk probable penyakit Alzheimer- Bukti histopatologi yang didapat dari biopsi atau atutopsiKlasifikasi penyakit Alzheimer untuk tujuan penelitian dilakukan bila terdapat gambaran khusus yang mungkin merupakan subtipe penyakit Alzheimer,seperti:- Banyak anggota keluarga yang mengalami hal yang sama- Awitan sebelum usia 65 tahun- Adanya trisomi-21- Terjadi bersamaan dengan kondisi lain yang relevan seperti penyakit Parkinson

2.5.2 Pengobatan untuk Mempertahankan Fungsi Kognitif

Penyakit Alzheimer tidak dapat disembuhkan dan belum ada obat yang

terbukti tinggi efektivitasnya. Selain mengatasi gejala perubahan

tingkah lau dan membangun “rapport” dengan pasien, anggota

keluarga, dan pramuwerdha, saat ini fokus pengobatan adalah pada

defisit sistem kolinergik. Kolinesterase inhibitor, Tacrine

(tetrahydroaminoacridine),donepezil, rivastigmin, dan galantamin

Page 10: Makalah Alzheimer

10

adalah kolinesterasi inhibitor yang telah disetujui U.S Food and Drug

Administration (FDA) untuk pengobatan penyakit Alzheimer. Efek

farmakologik obat-obatan ini adalah dengan menghambat enzim

kolinesterase, dengan meningkatnya kadar asetilkolin di jaringan otak.

Dari keempat obat tersebut,tacrine saat ini jarang digunakan karena

efek sampingnya ke organ hati (hepatotoksik). Donepezil dimulai pada

dosis 5mg perhari,dan dosis dinaikkan menjadi 10mg perhari setelah

satu bulan pemakaian. Dosis rivastagmin dinaikkan dari 15mg dua kali

perhari menjadi 3mg dua kali perhari,kemudian 4,5mg dua kali

perhari,sampai dosis maksimal 6mg dua kali sehari. Dosis dapat

dinaikkan pada interval antara satu sampai empat minggu; efek

samping umumnya lebih minimal bila peningkatan dosisnya dilakukan

lebih lama. Sementara galantamin diberikan dengan dosis awal 4mg

dua kali perhari,untuk dinaikkan menjadi 8mg dua kali perhari dan

kemudian 12mg perhari. Seperti rivastigmin,interval peningkatan dosis

yang lebih lama akan meminimalkan efek samping yang terjadi. Dosis

harian efektif untuk masing-masing obat adalah 5 sampai 10mg untuk

donepezil,6 sampai 12mg untuk rivastigmin,dan 16 sampai 24mg

untuk galantamin. Efek samping yang dapat timbul pada pemakaian

obat-obatan kolinesterase inhibitor ini antara lain adalah

mual,muntah,dan diare,dapat pula timbul penurunan berat

badan,insomnia,mimpi abnormal,kram otot, bradikardia,sinkop,dan

fatig. Efek-efek samping tersebut umumnya muncul saat awal

terapi,dapat dikurangi bila interval peningkatan dosisnya diperpanjang

dan dosis rumatan diminimalkan. Efek samping pada gastrointestinal

juga dapat diminimalkan bila obat-obat tersebut diberikan bersamaan

dengan makan. Penggunaan bersama-sama lebih dari satu kolinesterase

iinhibitor pada saat yang bersamaan belum pernah diteliti dan tidak

dianjurkan. Kolinesterase inhibitor umumnya digunakan bersama-sama

dengan memantin dan vitamin E.2,3

Antioksidan. Antioksidan yang telah diteliti dan memberikan

hasil yang cukup baik adalah alfa tokoferol (vitamin E). Pemberian

vitamin E pada satu penelitian dapat memperlambat progresi penyakit

Alzheimer menjadi lebih berat. Vitamin E telah banyak digunakan

Page 11: Makalah Alzheimer

11

sebagai terapi tambahan pada pasien dengan penyakit Alzheimer dan

demensia tipe lain karena harganya murah dan dianggap aman. Dengan

mempertimbangkan stres oksidatif sebagai salah satu dasar proses

menua yang terlibat pada patofisiologi penyakit Alzheimer,ditambah

hasil yang didapat pada beberapa studi epidemiologis,vitamin E

bahkan digunakan sebagai pencegahan primer demensia pada individu

dengan fungsi kognitif normal. Namun suatu studi terakhir gagal

membuktikan perbedaan efek terapi antara vitamin E sebagai obat

tunggal dan plasebo terhadap pencegahan penurunan fungsi kognitif

pada pasien-pasien dengan gangguan fungsi kognitif ringan. Efek

terapi vitamin E pada pasien demensia maupun gangguan kognitif

ringan tampaknya hanya bermanfaat bila dikombinasikan dengan

kolinesterase inhibitor.1

Memantin. Obat yang saat ini juga telah disetujui oleh FDA

sebagai terapi pada demensia sedang dan berat adalah memantin,suatu

antagonis N-metil-D-aspartat. Efek terapinya diduga adalah melalui

pengaruhnya pada glutaminergic excitotoxicity dan fungsi neuron di

hipokampus. Bila memantin ditambahkan pada pasien Alzheimer yang

telah mendapat kolinesterase inhibitor dosis tetap, didapatkan

perbaikan fungsi kognitif,berkurangnya penurunan status

fungsional,dan berkurangnya gejala perubahan perilaku baru bila

dibandingkan penambahan plasebo.2

Dengan adanya bukti bahwa proses inflamasi pada jaringan

otak terlibat pada patogenesis timbulnya penyakit Alzheimer, maka

beberapa penelitian mencoba mendapatkan manfaat obat-obat

antiinflamasi baik dalam hal pencegahan maupun terapi demensia

Alzheimer. Hasil negatif (tidak berbeda dengan plasebo) ditunjukkan

baik pada prednison,refocoxib,maupun naproxen,sehingga sampai saat

ini tidak ada data yang mendukung penggunaan obat antiinflamasi

dalam pengelolaan pasien demensia. Selain itu,walaupun beberapa

studi epidemiologik menduga bahwa terapi sulih-estrogen mungkin

dapat mengurangi insidensi demensia,namun penelitian klinis

menunjukkan ternyata tidak ada manfaatnya pada perempuan

menopause. Beberapa obat lain yang dari beberapa studi pendahuluan

Page 12: Makalah Alzheimer

12

nampaknya punya potensi untuk dapat digunakan sebagai pencegahan

dan pengobatan demensia diantaranya ginko biloba,huperzin A

(kolinesterase inhibitor),imunisasi/vaksinasi terhadap penyakit

ayloid,dan beberapa pendekatan yang bersifat neuroprotektif.

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Penyakit Alzheimer adalah penyebab terbesar terjadinya demensia

2. Penyakit Alzheimer ditegakkan melalui pemeriksaan anamnesis dan pemeriksaan

fisik yang teliti,serta didukung oleh pemeriksaan penunjang yang tepat

3. Penyakit Alzheimer tidak dapat disembuhkan dan belum ada obat yang terbukti

tinggi efektivitasnya

Page 13: Makalah Alzheimer

13

Daftar Pustaka

1. Bird TD,Miller BL.Alzheimer’s disease and other dementias.Dalam: Kasper

DL,Braunwald E,Fauci AS,Hauser SL,Longo DL,penyunting. Harrison’s

Principles of Internal Medicine,Edisi ke-16. New York: McGraw-Hill Medical

Publishing Division;2005.h.2393-406

2. Cummings JL. Alzheimer’s disease. N Engl J Med. 2004;351:56-67

3. Rochmach W,Harimurti K. Demensia.Dalam: Sudoyo A,Setiyohadi B,Alwi

I,Setiati S,penyunting. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi ke-4.Jakarta:

Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia;2006.h.1374-8