Alzheimer Askep
-
Upload
vinny-vinny-twittiebittie-winnie-the-pooh -
Category
Documents
-
view
236 -
download
3
Transcript of Alzheimer Askep
Mata kuliah : Keperawatan Komunitas Gerontik
Dosen Kordinator : Niko Tambajong
Dosen Pengajar : Niko Tambajong
PEMERIKSAAN FISIK DAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN ALZHEIMER
Di susun oleh :
Kelas C
Kelompok I
Jonathan Lumi
Morenita Jeanifer Umboh
Vinny Vionita Bawuno
Yolanda Jealin Theo
Lian Unas
Virjinia Arundaa
Nurjamilah Masuku
Susana Fatunlebit
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS KATOLIK DE LA SALLE
MANADO
2014
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK ALZHEIMER
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Alzheimer ditemukan pertama kali pada tahun 1907 oleh seorang ahli psikiatri
dan neuropatologi yang bernama Alois Alzheimer. Ia mengobservasi seorang wanita
berumur 51 tahun, yang mengalami gangguan intelektual dan memori serta tidak
mengetahui kembali ketempat tinggalnya, sedangkan wanita itu tidak mengalami
gangguan anggota gerak koordinasi dan reflek. Pada autopsy tampak bagian otak
mengalami atropi yang difus dan simetris, dan secara mikroskopis tampak bagian
kortikal otak mengalami neuritis plaque dan degenerasi neurofibrillary.
Secara epidemiologi dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup pada berbagai
populasi, maka jumlah orang berusia lanjut akan semakin meningkat. Dilain pihak akan
menimbulkan masalah serius dalam bidang social ekonomi dan kesehatan, sehingga
akan semakin banyak yang berkonsultasi dengan seorang neurology karena orang tua
tersebut yang tadinya sehat, akan mulai kehilangan kemampuannya secara efektif
sebagai pekerja atau sebagai anggota keluarga. Hal ini menunjukan munculnya penyakit
degeneratife otak, tumor, multiple stroke, subdural hematoma atau penyakit depresi
yang merupakan penyebab utama demensia.
Istilah demensia digunakan untuk menggambarkan sindrom klinis dengan gejala
menurunnya daya ingat dan hilangnya fungsi intelek lainnya. Defenisi demensia
menurut unit Neurobehavior pada boston veterans Administration Medikal Center
(BVAMC) adalah kelainan fungsi intelek yang didapat dan bersifat menetap, dengan
adanya gangguan paling sedikit 3 dari 5 komponen fungsi luhur yaitu gangguan bahasa,
memori, visuospasial, emosi dan kognisi.
Penyebab pertama penderita demensia adalah penyakit alzeimer (50-60) dan kedua oleh
cerebrovaskuler (20). Diperkirakan penderita demensia terutama penderita Alzheimer
pada abad terakhir ini semakin meningkat jumlah kasusnya sehingga akan mungkin
menjadi epidemic seperti di Amerika dengan insiden demensia 187 populisi
/100.000/tahun dan penderita alzeimer 123/100.000/tahun serta penyebab kematian
keempat atau kelima.
A. Konsep Dasar Penyakit
a. Definisi / Pengertian
Alzheimer merupakan penyakit kronik, progresif, dan merupakan gangguan
degeneratif otak dan diketahui mempengaruhi memori, kognitif dan kemampuan untuk
merawat diri ( Suddart, & Brunner, 2002 ).
b. Penyebab/Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternative penyebab yang telah
dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi flament,
predisposisi heriditer.
c. Gejala Klinis
Gejala klinis dapat terlihat sebagai berikut :
1. Kehilangan daya ingat/memori
Pada orang tua normal, dia tidak ingat nama tetangganya, tetapi dia tahu orang itu
adalah tetangganya. Pada penderita Alzheimer, dia bukan saja lupa nama tetangganya
tetapi juga lupa bahwa orang itu adalah tetangganya.
2. Kesulitan melakukan aktivitas rutin yang biasa
Seperti tidak tahu bagaimana cara membuka baju atau tidak tahu urutan-urutan
menyiapkan makanan.
3. Kesulitan berbahasa.
Umumnya pada usia lanjut didapat kesulitan untuk menemukan kata yang tepat, tetapi
penderita Alzheimer lupa akan kata-kata yang sederhana atau menggantikan suatu kata
dengan kata yang tidak biasa.
4. Disorientasi waktu dan tempat.
Kita terkadang lupa kemana kita akan pergi atau hari apa saat ini, tetapi penderita
Alzheimer dapat tersesat pada tempat yang sudah familiar untuknya, lupa di mana dia
saat ini, tidak tahu bagaimana cara dia sampai di tempat ini, termasuk juga apakah saat
ini malam atau siang.
5. Penurunan dalam memutuskan sesuatu atau fungsi eksekutif
Misalnya tidak dapat memutuskan menggunakan baju hangat untuk cuaca dingin atau
sebaliknya.
6. Salah menempatkan barang.
Seseorang secara temporer dapat salah menempatkan dompet atau kunci. Penderita
Alzheimer dapat meletakkan sesuatu pada tempat yang tidak biasa, misal jam tangan
pada kotak gula.
7. Perubahan tingkah laku.
Seseorang dapat menjadi sedih atau senang dari waktu ke waktu. Penderita Alzheimer
dapat berubah mood atau emosi secara tidak biasa tanpa alasan yang dapat diterima.
8. Perubahan perilaku
Penderita Alzheimer akan terlihat berbeda dari biasanya, ia akan menjadi mudah curiga,
mudah tersinggung, depresi, apatis atau mudah mengamuk, terutama saat problem
memori menyebabkan dia kesulitan melakukan sesuatu.
9. Kehilangan inisiatif
Duduk di depan TV berjam-jam, tidur lebih lama dari biasanya atau tidak menunjukan
minat pada hobi yang selama ini ditekuninya.(Yulfran, 2009)
d. Pemeriksaan Diagnostik
Untuk kepastian diagnosisnya, maka diperlukan tes diagnostik sebagai berikut:
a. Neuropatologi
Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi. Secara
umum didapatkan :
atropi yang bilateral, simetris lebih menonjol pada lobus temporoparietal, anterior
frontal, sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, sistem somatosensorik
tetap utuh
berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr).
b. Pemeriksaan Neuropsikologik
Fungsi pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya
gangguan fungsi kognitif umum dan mengetahui secara rinci pola defisit yang terjadi.
Test psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa
bagian otak yang berbeda-beda seperti gangguan memori, kehilangan ekspresi,
kalkulasi, perhatian dan pengertian berbahasa.
c. CT Scan dan MRI
Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat kwantifikasi
perubahan volume jaringan otak pada penderita Alzheimer antemortem.
CT Scan :
Menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain alzheimer
seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh dan pembesaran
ventrikel keduanya merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada
penyakit ini. Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran ventrikel berkorelasi
dengan beratnya gejala klinik dan hasil pemeriksaan status mini mental.
MRI :
MRI lebih sensitif untuk membedakan demensia dari penyakit alzheimer dengan
penyebab lain, dengan memperhatikan ukuran (atropi) dari hipokampus.
EEG
Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada penyakit
alzheimer didapatka perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis yang non
spesifik.
PET (Positron Emission Tomography)
Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan :
penurunan aliran darah
metabolisme O2
glukosa didaerah serebral
SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)
Kelainan ini berkolerasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua
pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara rutin.
Laboratorium darah
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita alzheimer.
Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab penyakit demensia
lainnya seperti pemeriksaan darah rutin, B12, Calsium, Posfor, fungsi renal dan hepar,
tiroid, asam folat, serologi sifilis, skrining antibody yang dilakukan secara selektif.
(Yulfran, 2009)
e. Tindakan Penanganan/Penatalaksanaan
Pengobatan penyakit Alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan
patofisiologis masih belum jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya
memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga.
Pengobatan simptomatik:
1) Inhibitor kolinesterase
Tujuan: Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti
kolinesterase yang bekerja secara sentral
Contoh: fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine), donepezil (Aricept), galantamin
(Razadyne), & rivastigmin
2) Thiamin
Pada penderita alzheimer didapatkan penurunan thiamin pyrophosphatase dependent
enzym yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal ini disebabkan
kerusakan neuronal pada nukleus basalis.
Contoh: thiamin hydrochloride
Dosis 3 gr/hari selama 3 bulan peroral
Tujuan: perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo selama
periode yang sama.
3) Nootropik
Nootropik merupakan obat psikotropik.
Tujuan: memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar. Tetapi pemberian 4000 mg
pada penderita alzheimer tidak menunjukkan perbaikan klinis yang bermakna.
4) Klonidin
Gangguan fungsi intelektual pada penderita alzheimer dapat disebabkan kerusakan
noradrenergik kortikal.
Contoh: klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik alfa 2 reseptor agonis
Dosis : maksimal 1,2 mg peroral selama 4 minggu
Tujuan: kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif
5) Haloperiodol
Pada penderita alzheimer, sering kali terjadi :
Gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan tingkah laku: Pemberian oral
Haloperiodol 1-5 mg/hari selama 4 minggu akan memperbaiki gejala tersebut
Bila penderita Alzheimer menderita depresi berikan tricyclic anti depresant
(amitryptiline 25-100 mg/hari)
6) Acetyl L-Carnitine (ALC)
Merupakan suatu substrat endogen yang disintesa didalam mitokondria dengan bantuan
enzym ALC transferase.
Tujuan : meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase.
Dosis:1-2 gr/hari/peroral selama 1 tahun dalam pengobatan
Efek: memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi kognitif
(Yulfran, 2009)
f. Pencegahan
Para ilmuwan berhasil mendeteksi beberapa faktor resiko penyebab Alzheimer, yaitu :
usia lebih dari 65 tahun, faktor keturunan, lingkungan yang terkontaminasi dengan
logam berat, rokok, pestisida, gelombang elektromagnetic, riwayat trauma kepala yang
berat dan penggunaan terapi sulih hormon pada wanita. Dengan mengetahui faktor
resiko di atas dan hasil penelitian yang lain, dianjurkan beberapa cara untuk mencegah
penyakit Alzheimer, di antaranya yaitu :
Bergaya hidup sehat, misalnya dengan rutin berolahraga, tidak merokok maupun
mengkonsumsi alkohol.
Mengkonsumsi sayur dan buah segar. Hal ini penting karena sayur dan buah segar
mengandung antioksidan yang berfungsi untuk mengikat radikal bebas. Radikal
bebas ini yang merusak sel-sel tubuh.
Cara menjaga kebugaran mental adalah dengan tetap aktif membaca dan
memperkaya diri dengan berbagai pengetahuan.
g. Prognosis
Dari pemeriksaan klinis 42 penderita Alzheimer menunjukkan bahwa nilai prognostik
tergantung pada 3 faktor yaitu :
Derajat beratnya penyakit
Variabilitas gambaran klinis
Perbedaan individual seperti usia, keluarga demensia dan jenis kelamin
Ketiga faktor ini diuji secara statistik, ternyata faktor pertama yang paling
mempengaruhi prognostik penderita alzheimer.
Pasien dengan penyakit Alzheimer :
Mempunyai angka harapan hidup rata-rata 4-10 tahun sesudah diagnosis
Biasanya meninggal dunia akibat infeksi sekunder.
h.Komplikasi
Infeksi
Malnutrisi
Kematian
DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Perubahan pola eliminasi urine/alvi berhubungan dengan kehilangan fungsi
neurologi/tonus otot, ketidakmampuan untuk menentukan letak kamar mandi/mengenali
kebutuhan
2. Perubahan pola tidur berhubungan dengan perubahan pada sensori
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, penurunan
tonus atau kekuatan otot.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan kognitif, keterbatasan fisik.
5. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan resepsi, transmisi, dan/atau
integrasi.
PEMERIKSAAN FISIK PERSISTEM
PADA LANSIA
Pertama – tama sebelum melakukan pengkajian, hendaknya terlebih dahulu kita
melakukan kontrak waktu dengan pasien, setelah itu kita melakukan informed consent
dengan menyebutkan nama, menjelaskan tujuan pemeriksaan dan meminta persetujuan.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah buat lingkungan senyaman mungkin sehingga
pasien tidak merasa bosan, selain itu hendaknya melakukan pengkajian dari bagian atas
tubuh kebagaian bawah tubuh.
Untuk pengkajian sistem neurologi bisa dilakukan sejalan dengan pengkajian
sistem lain pada tubuh. Untuk menghemat waktu dan efektivitas pengkajian sistem
pencernaan dilakukan bersamaan dengan pengkajian sistem perkemihan karena
keduanya berpusat pada abdomen.
A. Pengkajian Umum
1. Anamnesa
a. Nama g. Agama
b. Usia h. Status Perkawinan
c. Tempat, Tanggal, Lahir i. Suku
d. Alamat j. Golongan Darah
e. Pendidikan Terakhir k. Genogram (3 generasi keatas)
f. Pekerjaan
2. Tanda – tanda vital
Tekanan darah, nadi, respirasi, suhu
Berat badan dan tinggi badan
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
b. Riwayat Alergi
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
4. Short Portable Mental Status Questionaire (SPMSQ)
a. Sekarang Hari apa?
b. Tanggal berapa, bulan apa, tahun berapa?
c. Apa nama tempat ini?
d. Berapa nomor telepon Anda? (jika tidak mempunyai telepon tanyakan alamat
lengkap)
e. Kapan Anda lahir?
f. Siapa nama presiden sekarang?
g. Siapa nama presiden sebelumnya?
h. Berapa umur Anda?
i. Siapa nama ibu Anda?
j. Berikan perhitungan sederhana (misal 10 – 3 lalu dikali 2)
Untuk mengetahui hasil test intelektual ini dapat diketahui dengan kriteria sebagai
berikut:
a. Kesalahan 0 – 2 : fungsi intelektual utuh
b. Kesalahan 3 – 4 : kerusakan intelektual ringan
c. Kesalahan 5 – 7 : kerusakan intelektual sedang
d. Kesalahan 8 – 10 : kerusakan intelektual berat
Bisa dimaklumi jika pasien terdapat lebih dari satu kesalahan jika pasien berpendidikan
terakhir SD.
B. Pengkajian Persistem
1. Sistem penglihatan
a. Alat yang digunakan:
1) Senter atau penlight
2) Snellen chart
3) Ichihara
4) Stetoskop
5) Hanscoon
6) Cotton buth atau gulungan kapas steril
b. Tata Laksana:
1) Inspeksi
a) Lihat keadaan umum mata, apakah terdapat kelainan pada mata.
b) Lihat keadaan pupil,apakah mata pasien strabismus apa tidak, bentuk, ukuran.
c) Lihat keadaan kornea mata, apakah terdapat katarak
d) Lihat keadaan sklera mata, apakah pasien ikterus, non ikterus, merah, atau keruh.
e) Lihat konjungtiva pasien dengan cara pemeriksa duduk berhadapan dengan pasien lalu
gunakan hanscoon apabila terlihat adanya sekret pada mata. Minta pasien untuk
menatap lurus kedepan. Letakkan kedua ibu jari dibawah mata, lalu tarik perlahan kulit
bawah mata. Apabila warna dari konjungtiva pink maka pasien ananemis, namun
apabila konjungtiva pasien pucat maka pasien diduga anemis. Bisa juga dilakukan
dengan cara lain yaitu pemeriksa berdiri membelakangi pasien lalu pasien diminta untuk
menatap lurus kedepan, tarik keatas secara perlahan kelopak mata dan lihat warna
bagian dalamnya.
f) Catat hasil pemeriksaan
2) Palpasi
Palpasi dilakukan untuk mengetahui apakah ada nyeri tekan atau teraba adanya massa
pada mata pasien. Jika pasien merasakan nyeri tekan kemungkinan Tekanan Intra
Okuler pada mata tinggi, sedangkan jika teraba massa ada kemungkinan adanya tumor
pada mata, yang dapat diketahui dengan pemeriksaan penunjang. Cara melakukan
palpasi pada mata yaitu:
a) Mintalah pasien untuk berkoordinasi jika pasien merasakan nyeri tekan atau tidak.
b) Mintalah pasien untuk menutup mata dengan rileks.
c) Lakukan dengan kedua jari ( jari tengah dan jari telunjuk) tekan dengan lembut dari
samping mata kearah hidung.
d) Catat hasil pemeriksaan
3) Auskultasi
Auskultasi dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat bunyi bruit pada mata.
Auskultasi dilakukan dengan cara:
a) Mintalah pasien untuk menutup mata dengan rileks
b) Letakkan membran stetoskop pada mata, dan dengarkan
c) Catat hasil pemeriksaan
4) Uji Refleks
a) Refleks Pupil Terhadap Cahaya:
(1) Atur pencahayaan ruangan
(2) Minta pasien untuk menatap lurus kedepan dan minta pasien untuk tidak menggerakkan
kepalanya.
(3) Sinari pupil dari samping dengan menggunakan senter atau penlight.
(4) Amati apakah pupil mengecil ketika disinari.
(5) Lakukan pada pupil yang lain
(6) Catat hasil pemeriksaan
b) Refleks Berkedip
Refleks berkedip dilakukan dengan cara menyentuhkan cotton buth atau gulungan
kapas pada mata, lakukan dari samping. Perhatikan refleks berkedip, catat hasil
pemeriksaan.
c) Refleks Akomodasi (Daya Akomodasi)
Refleks ini bertujuan untuk mengetahui Daya Akomodasi pada lansia. Mata pada lansia
sering mengalami gangguan penglihatan terutama penglihatan jarak dekat
(hipermetropi), atau bisa juga pasien mengalami gangguan penglihatan jarak dekat dan
jarak jauh (presbiopi). Cara mengetahui Daya Akomodasi pasien yaitu:
(1) Anjurkan klien menatap objek yang jauh (dinding), tanya apa yang dilihat oleh pasien.
(2) Anjurkan pasien menatap objek dekat ( 25 – 30 cm) dari hidung pasien (misal pinsil
atau bulpoin), tanya apakah pasien dapat melihatnya atau tidak. Daya akomodasi pada
mata : 4-100/PP
, dengan PP adalah jarak tedekat yang dapat dilihat oleh
pasien. Satuan yang digunakan adalah dioptri.
(3) Catat hasil pemeriksaan
5) Pergerakan Bola Mata.
Pergerakan bola mata ditujukan untuk mengetahui apakah pergerakan bola mata pasien
sama, atau terjadi deviasi pada salah satu bola mata, selain itu juga untuk mengetahui
apakah ada pergerakan secara spontan dari bola mata pasien diluar kontrol pasien.
a) Anjurkan klien untuk menatap lurus kedepan
b) Amati kedua mata, apakah ada pergerakan secara spontan atau nistagmus atau hanya
diam.
c) Amati frekuensi (cepat atau lambat), amplitudo (luas atau sempit), bentuk jika
ditemukan adanya nistagmus.
d) Amati kedua bola mata apakah memandang lurus kedepan atau salah satunya deviasi
(bola mata yang kanan dalam keadaan normal ditengah sedangkan yang kiri letaknya
lebih ke samping kanan atau kiri, atau sebaliknya).
e) Letakkan jari telunjuk didekat pasien lurus hidung dengan jarak 25 – 30 cm, minta
pasien untuk mengikuti pergerakan jari telunjuk tanpa harus mengubah posisi kepala
(kepala tidak ikut bergerak hanya bola mata saja yang bergerak). Gerakkan jari telunjuk
dari atas kebawah, kanan ke kiri, diagonal atas ke bawah kiri, diagonal keatas dan
bawah kanan.
f) Catat hasil pemeriksaan
6) Ketajaman Penglihatan
a) Pengkajian Tahap 1
(1) Pastikan cahaya diruangan terang
(2) Pastikan pasien dapat membaca
(3) Minta klien membaca dengan suara keras (koran, majalah)
(4) Jika pasien menggunakan kacamata, pada tahap ini kacamata boleh dipergunakan.
(5) Perhatikan jarak naskah yang dipegang dengan matanya
(6) Catat hasil pemeriksaan
b) Pengkajian Tahap 2
(1) Atur pencahayaan ruangan
(2) Siapkan kartu Snellen, pajang didinding
(3) Atur tempat duduk klien dengan jarak 5 – 6 meter dari kartu.
(4) Instruksikan untu pasien menutup sebelah matanya
(5) Periksa mata pasien dimulai dari huruf yang paling besar ke huruf yang paling kecil.
(6) Lakukan hal yang sama pada mata yang lain.
(7) Catat hasil pemeriksaan.
7) Penglihatan Warna
a) Atur pencahayaan ruangan terang
b) Siapkan kartu Ichihara
c) Instruksikan klien untuk menyebutkan gambar atau angka yang terdapat pada kartu
tersebut.
d) Catat hasil pemeriksaan.
Catatan: bila pasien diketahui terdapat katarak, pemeriksaan diatas dapat tetap
dilakukan, namun jika katarak yang diidap sudah menutup semua kornea, maka
pemeriksaan hanya difokuskan pada mata yang belum terdapat katarak.
2. Sistem Pendengaran
a. Alat Yang digunakan
1) Senter atau lampu kepala.
2) Hanscoon (jika perlu)
3) Garpu Tala
b. Anamnesa
1) Tanyakan pada pasien apakah pasien pernah mengalami infeksi pada telinga, keluar
cairan dari telinga, atau trauma pada telinga.
2) Tanyakan pada pasien apakah pasien pernah mengalami vertigo (pusing 7 keliling) jika
iya, tanyakan frekuensi terjadinya, dan lama terjadinya, lalu cara yang dilakukan oleh
lansia ketika mengalami vertigo, kapan atau pada saat apa vertigo biasanya muncul.
3) Catat hasi anamnesa
c. Tata Laksana
1) Inspeksi
a) Posisikan pasien dalam posisi duduk, jika memungkinkan.
b) Posisikan pemeriksa menghadap telinga yang akan dikaji.
c) Atur pencahayaan agar terang
d) Inspeksi telinga luar, posisi, warna, ukuran, bentuk, kebersihan, kesimetrisan
e) Inspeksi lubang telingan pasien dengan cara pegang daun telinga, perlahan lahan tarik
daun telinga keatas dan kebelakang sehingga lurus.
f) Periksa kebersihan, adanya peradangan, atau adanya cairan dalam lubang telinga.
g) Catat hasil pemeriksaan
2) Palpasi
a) Instruksikan pasien untuk mengatakan jika terasa adanyanya nyeri tekan
b) Palpasi telinga dari jaringan lunak ke jaringan yang keras, dengan menggunakan jari
telunjuk dan jempol.
c) Lakukan penekanan pada area trangus (atas telinga) lalu ke tulang mastoid (belakang
telinga), dan dibawah daun telinga. Raba apakah ada massa atau nyeri tekan.
d) Catat hasil pemeriksaan
3) Pemeriksaan Pendengaran
a) Pemeriksaan Rinne
(1) Instruksikan pasien untuk memberitahu jika pasien tidak merasakan getaran atau
merasakan getaran
(2) Bunyikan garpu tala
(3) Letakkan tangkai garpu tala pada tulang mastoid (bagian belakang telinga) pada telinga
kanan
(4) Lakukan pada bagian telinga yang kiri
(5) Catat hasil pemeriksaan
b) Pemeriksaan Swabach
(1) Instruksikan pasien jika pasien tidak mendengar atau mendengar suara.
(2) Bunyikan garpu tala
(3) Letakkan garpu tala didepan lubang telinga dengan jarak 1 – 2 cm pada telinga
(4) Lakukan pada telinga kiri
(5) Catat hasil pemeriksaan
c) Pemeriksaan Webber
(1) Bunyikan garpu tala
(2) Letakkan garpu tala di tengah puncak kepala pasien
(3) Tanyakan pasien apakah bunyi yang terdengar sama jelas dikedua telinga atau lebih
jaelas pada salah satu telinga.
(4) Catat hasil pemeriksaan
3. Sistem Pernapasan
Pengkajian pada sistem pernapasan dimulai dari sistem pernapasan bagian atas
kemudian ke bagian bawah. Pada pengkajian sistem ini juga bisa dilakukan secara
bersamaan pengkajian sistem neurologi pada indra pembau.
a. Alat Yang Digunakan
1) Stetoskop
2) Handscoon (jika perlu)
3) Masker
4) Spidol
5) Senter atau penlight
6) Kom kecil yang berisi kapas dengan bau minyak kayu putih, alkohol, minyak wangi,
kopi.
b. Anamnesa
1) Tanyakan pada psien apakah pasien memiliki alergi pada sistem pernapasannya (debu,
atau yang lain).
2) Tanyakan apakah pasien memiliki riwayat penyakit asma, jika iya tanyakan apa yang
biasa menjadi penyebab terjadinya, lama terjadinya serangan asma.
3) Tanyakan pada psien apakah saat ini sedang mengidap flu atau tidak.
4) Tanyakan apakah pasien memiliki riwayat penyakit pada sistem pernapasan baik
pernapasan bagian atas ( sinusitis, polip, dll) atau bagian bawah ( pnemonia, bronkhitis,
bronkopnemoni, TBC), jika iya tanyakan riwayat pengobatan.
c. Tata Laksana
1) Alat pernapasan Bagian Atas
a) Inspeksi
(1) Atur pencahayaan ruangan
(2) Posisikan pasien duduk, pemeriksa duduk berhadapan dengan pasien
(3) Lihat keadaan hidung, septum hidung (penyekat hidung), warna kulit hidung,
kesimetrisan lubag hidung, pengeluaran sekret dari hidung (jika ada catat karakteristik,
jumlah, dan warna)
(4) Gunakan senter atau penlight untuk melihat bagian dalam lubang hidung, lihat
kebersihan, adanya obstruksi, atau adanya massa.
(5) Catat hasil pemeriksaan
b) Palpasi
(1) Instruksikan pasien untuk berkata jika pasien merasakan nyeri tekan.
(2) Palpasi dengan lembut menggunakan kedua jari telunjuk dan jari tengah ke batang
hidung untuk mengetahui adanya massa, nyeri tekan, patah tulang hidung.
(3) Palpasi dengan lembut menggunakan kedua jari telunjuk dan jari tengah mulai dari
bagian bawah mata kearah tengah hidung dengan gerakan seperti mengumpulkan
sesuatu untuk mengetahui adanya nyeri tekan atau massa.
(4) Catat hasil pengkajian
c) Pemeriksaan indra pembau
Pemeriksaan ini dapat dilakukan jika pasien dalam keadaan sehat dalam arti pasien
sedang tidak flu. Karena jika pasien sedang flu maka hasil yang diperoleh tidak akurat.
(1) Siapkan kom berisi kapas yang sudah diberi bau minyak kayu putih, alkohol, minyak
wangi, kopi.
(2) Instruksikan pasien untuk menebak wangi yang akan ia cium.
(3) dekatkan satu persatu kapas yang sudah diberi bau – bauan.
(4) Catat hasil pemeriksaan
2) Alat Pernapasan Bagian Bawah
a) Inspeksi
(1) Atur pencahayaan ruangan
(2) Posisikan pasien duduk dengan telanjang dada.
(3) Anjurkan pasien agar tetap rileks
(4) Lakukan pengamatan dari 4 sisi yaitu:
(a) Depan, perhatikan sternum. Klavikula, tulang rusuk.
(b) Belakang, perhatikan kesimetrisan skapula, bentuk tulang belakang
(c) Kanan
(d) Kiri
(5) Inspeksi bentuk dada secara keseluruhan untuk mengetahui kelainan bentuk dada, dan
tentukan frekuensi pernapasan.
(6) Amati keadaan kulit dada, apakah terdapat retraksi interkosta (penggunaan otot bantu
pernapasan biasanya pasien terlihat terengah – engah) selama bernapas, jaringan parut
atau kelainan lainnya.
(7) Dalam inspeksi ini juga kita bisa menginspeksi secara bersamaan payudara pasien,
mengenai bentuk, warna kulit, keluaran (jika ada).
(8) Catat hasil Inspeksi
b) Perkusi
(1) Posisikan pasien duduk menghadap pemeriksa
(2) Perkusi dimulai dari atas klavikula kebawah pada spasium interkostalis dengan interval
4 – 5 cm (diatas klavikula, Interkosta 3, Interkosta 5 – 10). Perkusi dilakukan dengan
menempelkan jari telunjuk tangan tidak dominan kedaerah yang akan diperkusi dan
tangan yang dominan mengetuknya.
(3) Bandingkan sisi kanan dan kiri.
(4) Anjurkan pasien untuk menarik napas dan menahannya ketika kita memperkusi bagian
– bagian diatas.
(5) Pada keadaan normal saat perkusi klavikula maka yang terdengar adalah bunyi pekak,
sedangkan ICS 3 terdengar bunyi rensonan, ICS 5 terdengar bunyi redup karena letak
jantung, sedangkan pada ICS 6 – 10 terdengar suara timpani perut dan redup hati.
(6) Tandai area redupnya bunyi
(7) Posisikan pasien duduk membelakangi pemeriksa
(8) Perkusi sepanjang bagian skapula sampai pada bagian batas bawah( skapula, interkosta
(ICS) 8, ICS 10 kanan dan kiri, ICS 11).
(9) Tandai area redupnya bunyi dengan spidol.
(10)Minta pasien untuk menghembuskan napas secara maksimal dan menahannya ketika
kita hendak memperkusi bagian – bagian diatas.
(11)Ukur jarak tanda bunyi redup yang satu dengan yang dibawahnya. Pada pria normalnya
jarak antar tanda adalh 5 – 6, pada perempuan 3 – 5.
(12)Pada keadaan normal saat perkusi skapula terdengar bunyi pekak, ICS 8 bunyi
rensonan, ICS 10 redup hati sebelah kanan sedangkan sebelah kiri redup viseral.
(13)Catat hasil perkusi
c) Auskultasi
(1) Posisikan pasien duduk.
(2) Gunakan diafragma stetoskop
(3) Letakkan stetoskop dengan kuat diatas kulit interkosta (daerah tengah – tengah antar
tulang iga).
(4) Mulai auskultasi secara zig – zag dari bagian atas klavikula kanan, kemudian klavikula
kiri, Interkosta 1 kanan kemudian interkosta 1 kiri, lakukan pada tiap interkosta sampai
interkosta ke 7.
(5) Dengarkan inspirasi dan ekspirasi pada tiap tempat.
(6) Catat hasil auskultasi
d) Palpasi
(1) Ekspansi Dada
(a) Posisikan pasien berdiri , pemeriksa berdiri didepan pasien dan letakkan kedua telapak
tanga secara datar pada dinding dada (letak kedua tangan ada dibawah payudara pasien).
(b) Anjurkan pasien untuk menarik napas
(c) Rasakan getaran dinding dada dan bandingkan sisi kanan dan kiri
(d) Pemeriksa berdiri dibelakang pasien, letakkan tangan pemeriksa pada sisi lateral
klien(bagian punggung), rasakan getaran saat pasien bernapas. (posisi tangan dibawah
tulang skapula)
(e) Bandingkan kedua sisi dinding dada
(f) Catat hasil pemeriksaan.
(2) Taktil Fremitus
(a) Pemeriksa berdiri membelakangi pasien
(b) Letakkan telapak tangan pada bagian belakang dinding dada(bagian punggung) dekat
apeks paru (bagian atas paru)
(c) Instruksikan pasien untuk mengucapkan bilangan “sembilan – sembilan” atau “tujuh –
tujuh”
(d) Minta pasien mengulangi ucapan bilangan sambil tangan bergerak kebagian bawah paru
(e) Bandingkan femitus kiri dan kanan.
(f) Posisi pemeriksa berhadapan dengan pasien
(g) Lakukan taktil fremitus pada dinding anterior dada (bagian depan)
(h) Ulangi langkah pasien untuk mengucapkan bilangan dan tangan bergerak kebagia
bawah (sampai ICS 6)
(i) Minta pasien untuk bicara lebih keras atau dengan nada rendah jika fremitus redup
(j) Catat hasil fremitus.
4. Sistem Kardiovaskuler
Pemeriksaan kardiovaskular pada lansia dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
ketidaknormalan denyut jantung, ketidak normalan ukuran dan bentuk jantung secara
kasar, mengetahui bunyi jantung, mendeteksi gangguan kardiovaskuler. Pada
pemeriksaan ini juga bisa dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan payudara.
a. Inspeksi
1) Atur pencahayaan ruangan
2) Posisikan pasien terlentang dengan pemeriksa berada diposisi kanan pasien
3) Inspeksi keadaan dada pasien
4) Catat hasil inspeksi
b. Palpasi
1) Gerakkan jari – jari sepajang masing – masing sisi sternum untuk meraba iga kedua
yang berdekatan
2) Palpasi ICS 2 kanan untuk menentukan area aorta dan ICS 2 kiri untuk area pulmonal.
3) Palpasi area aorta dan pulmonal untuk mengetahui ada tidaknya pulsasi (denyutan).
4) Palpasi ICS 5 kiri untuk mengetahui area trikuspidalis, amati adanya pulsasi
5) Pindahkan secara lateral 5 – 7 cm ke garis midklavikula kiri untuk menemukan area
apikal atau titik denyut maksimal (point of maximal Impuls, PMI)
6) Palpasi daerah tersebut untuk mengetahui pulsasi
7) Untuk mengetahui pulsasi aorta, lakukan palpasi pada area epigastrik tepat dibawah
ujung sternum
8) Pada palpasi payudara dimulai dari sekeliling puting susu sampai kearah axila bagian
anterior dengan gerakan memutar.
9) Catat hasil palpasi
c. Perkusi
1) Minta ijin pasien untuk membuka pakaian atas yang dikenakan
2) Lakukan perkusi dari lateral kiri ke medial untuk mengetahui batas kiri jantung
3) Lakukan perkusi dari lateral kanan ke medial untuk mengetahui batas kanan jantung
4) Lakukan perkusi dari atas kebawah untuk mengetahui batas atas dan bawah jantung
5) Bunyi redup yang dihasilkan menunjukkan posisi jantung didaerah yang diperkusi.
6) Catat hasil pemeriksaan.
d. Auskultasi
1) Anjurkan klien bernapas normal dan meminta untuk menahannya saat ekspirasi.
2) Dengarkan suara jantung S1 sambil palpasi nadi karotis erhatikan adanya splitting
( bunyi S1 ganda)
3) Pada awal sitole dan diastole, dengarkan secara seksama untuk mengetahui adanya
bunyi tambahan S1 atau murmur
4) Anjurkan klien bernapas normal, dengarkan S2 secara seksama untuk mengetahui
splitting saat inspirasi
5) Periksa frekuensi jantung, yaitu setelah kedua bunyi terdengar jelas seperti “lub-dub”,
hitung setiap kombinasi S1 dan S2 sebagai satu denyut jantung. Hitung selama 1 menit
e. EKG
EKG diperlukan agar tidak terjadi kesalahan dalam menegakkan diagnosa berikut
adalah cara pemasangan EKG:
1) Tangan
a) Merah (RA) : dipasang bagian kanan
b) Kuning (LA) : dipasang bagian kiri
2) Kaki
a) Hijau (LF) : dipasang dikiri
b) Hitam (RF) : dipasang dikanan
3) Sadapan
a) V1 : warna merah dipasang ICS 4 sternal kanan
b) V2 : warna kuning dipasang ICS 4 sternal kiri
c) V3 : warna hijau terletak diantara V2 dan V4
d) V4 :warna coklat dipasang di midklavikula kiri ICS 5
e) V5 : warna hitam dipasang sejajar V4 garis aksila anterior
f) V6 : warna ungu dipasang sejajar V4 garis mid aksila.
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
Adapun pengkalian yang dilakukan pada penyakit Alzheimer :
Aktifitas istirahat
Gejala : merasa leleh
Tanda : siang/malam gelisah, tidak berdaya, gangguan pola tidur Letargi dan gangguan
keterampilan motorik.
Sirkulasi
Gejala : Riwayat penyakit vaskuler serebral/sistemik.hipertensi,episode emboli
Integritas ego
Gejala : curiga atau takut terhadap situasi/orang khayalan, kesalahan persepsi terhadap
lingkungan, kehilangan multiple.
Tanda : menyembunyikan ketidakmampuan, duduk dan menonton yang lain.
Eliminasi
Gejala : Dorongan berkemih
Tanda : Inkontinensia urine/feaces
Makanan/cairan
Gejala : Riwayat episode hipoglikemia, perubahan dalam pengecapan, nafsu makan,
kehilangan berat badan.
Tanda : kehilangan kemampuan untuk mengunyah, menghindari/menolak makan.
Higene
Gejala : Perlu bantuan tergantung orang lain
Tanda : kebiasaan personal yang kurang, lupa untuk pergi kekamar mandi
Neurosensori
Gejala : Peningkatan terhadap gejala yang ada terutama perubahan kognitif,
kehilangan sensasi propriosepsi dan adanya riwayat penyakit serebral vaskuler/sistemik.
Kenyamanan
Gejala : Adanya riwayat trauma kepala yang serius, trauma kecelakaan
Tanda : Ekimosis laserasi dan rasa bermusuhan/menyerang orang lain
Integritas social
Gejala : Mersa kehilangan kekuatan
Tanda : Kehilangan control social, perilaku tidak tepat
RENCANA KEPERAWATAN
NO.DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN DAN
KRITERIA HASILINTERVENSI RASIONAL
1. Perubahan pola
eliminasi
berhubungan
dengan kehilangan
fungsi
neurologi/tonus
otot,
ketidakmampuan
untuk menentukan
letak kamar
mandi/mengenali
kebutuhan.
Setelah diberikan
asuhan keperawatan,
diharapkan pola
eliminasi terpenuhi
dengan kriteria hasil :
- Mampu menciptakan
pola eliminasi yang
adekuat/sesuai
Mandiri
a. Kaji pola sebelumnya dan
bandingkan dengan pola yang
sekarang
b. Letakkan tempat tidur dekat
dengan kamar mandi jika
memungkinkan. Buatkan tanda
tertentu atau pintu berkode
khusus. Berikan cahaya yang
cukup terutama malam hari.
c. Buat program latihan
defekasi atau kandung kemih.
Tingkatkan partisipasi pasien
sesuai tingkat kemampuannya.
d. Anjurkan untuk minum
adekuat selama siang hari
(paling sedikit 2 liter sesuai
Mandiri
a. Memberikan informasi mengenai
perubahan yang munkin selanjutnya
memerlukan pengkajian atau
intervensi
b. Meningkatkan orientasi atau
penemuan kamar mandi.
Inkontinensia mungkin disertai
ketidakmampuan untuk menemukan
tempat berkemih atau defekasi.
c. Menstimulasi kesadaran pasien,
meningkatkan pengaturan fungsi
tubuh.
d. Menurunkan resiko konstipasi
atau dehidrasi. Pembatasan minum
pada sore menjelang malam hari
dapat menurunkan seringnya
toleransi). Diet tinggi serat dan
sari buah. Batasi minum saat
menjelang malam dan waktu
tidur.
e. Pantau penampilan atau
warna urine, catat konsistensi
dari feses.
Kolaborasi
a. Berikan obat pelembek
feses metamacil, gliserin
suppositoria sesuai dengan
indikasi.
berkemih atau inkontinensia pada
malam hari.
e. Pendeteksian memberikan
kesempatan untuk mengubah
intervensi, misalnya adanya
konstipasi/infeksi kandung kemih
dan sebagainya.
Kolaborasi
a. Mungkin diperlukan untuk
memfasilitasi atau menstimulasi
defekasi yang teratur
2. Perubahan pola
tidur berhubungan
dengan perubahan
pada sensori
Setelah diberikan
asuhan keperawatan
diharapkan perubahan
pola tidur klien dapat
teratasi dengan kriteria
hasil :
- Tidak terjadi
perubahan tingkah laku
Mandiri
a. Berikan lingkungan yang
nyaman untuk meningkatkan
tidur (mematikan lampu,
ventilasi ruang adekuat, suhu
yang sesuai. Menghindari
kebisingan)
b. Anjurkan latihan saat siang
Mandiri
a. Hambatan kortikal pada informasi
reticular akan berkurang selama
tidur, meningkatkan respons
otomatik, karenanya respons
kardiovaskular terhadap suara
meningkat selama tidur
b. Aktivitas fisik dan mental yang
dan penampilan
(gelisah)
- Mampu menciptakan
pola tidur yang adekuat
dengan penurunan
terhadap pikiran yang
melayang-layang
(melamun)
- Mampu menentukan
penyebab tidur
inadekuat
hari dan turunkan aktivitas
mental/fisik pada sore hari
c. Berikan makanan kecil sore
hari, susu hangat, mandi, dan
masase punggung
d. Turunkan jumlah minuman
sore hari. Lakukan berkemih
sebelum tidur
e. Anjurkan klien untuk
mendengarkan musik yang
lembut
Kolaborasi
a. Berikan obat sesuai indikasi
:
- Antidepresi,
seperti ;amitriptilin (elavil),
doksepin (senequan), trasolon
(desyrel)
lama mengakibatkan kelelahan yang
dapat meningkatkan kebingungan ,
aktivitas yang terprogram tanpa
stimulasi berlebihan meningkatkan
waktu tidur
c. Meningkatkan relaksasi dengan
perasaan mengantuk
d. Menurunkan kebutuhan akan
bangun untuk berkemih selama
malam hari
e. Menurunkan stimulasi sensori
dengan menghambat suara lain dari
lingkungan sekitar yang akan
menghambat tidur.
Kolaborasi
a. Efektif menangani
pseudodemensia atau depresi,
meningkatkan kemampuan untuk
tidur, tetapi antikolinergik dapat
mencetuskan bingung, memperburuk
kognitif dan efek samping hipotensi
- Oksazepam (serax), triazolam
(halcion)
b. Hindari penggunaan
difenhidramin (benadryl)
ortostatik Gunakan dengan hemat,
hipnotik dosis rendah efektif
mengatasi insomnia
b. Kontraindikasi karena
mempengaruhi produksi assetilkolin
yang sudah dihambat dalam otak.
3. Kerusakan
mobilitas fisik
berhubungan
penurunan
tonus/kekuatan
otot, kerusakan
neuromuskuler
Setelah diberikan
asuhan keperawatan
diharapkan klien
mampu rentang gerak
optimal dengan criteria
hasil
- mempertahankan posisi
dengan tak ada
komplikasi
(kontraktur,dekubitus)
- mendemonstrasikan
teknik/perilaku yang
memungkinkan
Mandiri
a. kaji kekuatan motorik atau
kemampuan secara fungsional
dengan menggunakan skala 0-5.
Lakukan pengkajian secara
teratur dan bandingkan dengan
nilai dasarnya.
b. Berikan posisi pasien yang
menimbulkan rasa nyaman.
Lakukan perubahan posisi
dengan jadwal yang teratur
sesuai kebutuhan secara
individual.
Mandiri
a. menentukan
perkembangan/munculnya kembali
tanda yang menghambat tercapainya
tujuan atau harapan pasien.
b. menurunkan kelelahan
meningkatkan relaksasi, menurunkan
resiko terjadinya iskemia atau
kerusakan pada kulit.
melakukan kembali
aktifitas yang
diinginkan
c. Lakukan latihan rentang
gerak pasif. Hindari latihan
aktif selama fase akut.
Kolaborasi
a. Konfirmasikan dengan/rujuk
kebagian terapi fisik/terapi
okupasi
c. menstimulasi sirkulasi,
meningkatkan tonus otot dan
meningkatkan mobilisasi sendi.
Kolaborasi
a. bermanfaat dalam menciptakan
kekuatan otot secara individual atau
latihan terkondisi dan program
latihan berjalan dan
mengidentifikasikan alat bantu atau
brace untuk mempertahankan
mobilisasi dan kemandirian dalam
melakukan aktifitas sehari-hari.
4. Defisit perawatan
diri berhubungan
dengan penurunan
kognitif,
keterbatasan fisik.
Setelah diberikan
asuhan keperawatan
diharapkan terdapat
perilaku peningkatan
dalam pemenuhan
perawatan diri dengan
kriteria hasil:
- klien tampak bersih dan
segar
Mandiri
a. Identifikasi kesulitan
berpakaian/perawatan diri,
seperti keterbatasan fisik;
apatis/depresi atau temperatur
ruangan.
b. Identifikasi kebutuhan akan
kebersihan diri dan berikan
bantuan sesuai kebutuhan
dengan perawatan
Mandiri
a. Memahami penyebab yang
mempengaruhi pilihan intervensi/
strategi
b. Sesuai dengan perkembangan
penyakit, kebutuhan akan kebersihan
dasar mungkin dilupakan.
c. Mempertahankan kebutuhan
rutin dapat mencegah kebingungan
yang semakin memburuk dan
- klien tidak pucat. rambut/kuku/kulit, bersihkan
kacamata dan gosok gigi.
c. Gabungkan kegiatan sehari-
hari kedalam jadwal aktivitas
jika mungkin.
d. Kaji kemampuan dan
tingkat itaspenurunan
kemampuan ADL dalam skala 0
– 4.
e. Rencanakan tindakan untuk
defisit motorik seperti
tempatkan makanan dan
peralatan di dekat klien agar
mampu sendiri mengambilnya.
f. Kaji kemampuan komnikasi
untuk BAK. Kemampuan
menggunakan urinal pispot.
Antarkan ke kamar mandi bila
kondisi memungkinkan .
g. Identifikasi kebiasaan
BAB . anjurkan minum dan
meningkatkan partisipasi pasien.
d. Membantu dalam mengantisipasi
dan merencanakan pertemuan
kebutuhan individual.
e. Klien akan mampu melakukan
aktivitas sendiri untuk memenuhi
perawatan dirinya.
f. Ketidakmampuan berkomunikasi
dengan perawat dapat menimbulkan
masalah pengososngan kandung
kemih oleh karena masalah
neurogenik.
g. Meningkatkan latihan dan
menolong mencegah konstipasi
Kolaborasi :
a. Pertolongan utama terhadap
fungsi bowell atau BAB
b. Untuk mengembangkan terapi
dan melengkapi kebutuhan khusus.
meningkatkan aktivitas.
Kolaborasi :
a. Pemberian suppositoria dan
pelumas faeces / pencahar.
b. Konsul ke dokter terapi
okupasi.
5. Perubahan persepsi
sensori
berhubungan
dengan perubahan
persepsi, transmisi
atau integrasi
sensori
Setelah diberikan
tindakan keperawatan
diharapkan perubahan
persepsi sensori klien
dapat berkurang atau
terkontrol dengan
criteria hasil:
- Mengalami penurunan
halusinasi.
- Mengembangkan
strategi psikososial
untuk mengurangi
stress.
- Mendemonstrasikan
respons yang sesuai
stimulasi.
Mandiri
a. Kembangkan lingkungan
yang suportif dan hubungan
perawat-klien yang terapeutik.
b. Bantu klien untuk
memehami halusinasi.
c. Kaji derajat sensori atau
gangguan persepsi dan
bagaiman hal tersebut
mempengaruhi klien termasuk
penurunan penglihatan atau
pendengaran.
d. Ajarkan strategi untuk
mengurangi stress.
e. Ajak piknik sederhana,
Mandiri
a. Meningkatkan kenyamanan dan
menurunkan kecemasan pada klien.
b.Meningkatkan koping dan
menurunkan halusinasi.
c. Keterlibatan otak memperlihatkan
masalah yang bersifat asimetris
menyebabkan klien kehilangan
kemampuan pada salah astu sisi
tubuh. Klien tidak dapat mengenali
rasa lapar, haus, Penerima nyeri
eksternal.
d. Untuk menurunkan kebutuhan
akan halusinasi.
e. piknik menunjukkan realitadan
jalan-jalan kelilin rumah sakit.
Pantau aktivitas.
f. Tingkatkan keseimbangan
fisiologis dengan menggunakan
bola lantai, tangan menari
dengan disertai music.
g. Libatkan dalam aktivitas
sesuai indikasi dengan keadaan
tertentu, spt:terapi okupasi.
memberikan stimulasi sensori yang
menurunkan perasaan curiga dan
halusinasi yg disebabkan perasaan
terkekang.
f. Menjaga mobilitas yang dapat
menurunkan risiko terjadinya atrofi
otot/ osteoporosis pada tulang.
g.Memberikan kesempatan terhadap
stimulasi partisipasi dengan orang
lain dan dapat mempertahankan
beberapa tingkat dari interaksi sosial.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan, yang
terutama menyerang orang berusia 65 tahun keatas (patofiologi : konsep klinis proses- proses
penyakit, Juga merupakan penyakit dengan gangguan degenarif yang mengenai sel-sel otak
dan menyebabkan gangguan fungsi intelektual, penyakit ini timbul pada pria dan wanita.
Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternative penyebab yang telah dihipotesa
adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi flament, predisposisi heriditer.
Dasar kelainan patologi penyakit Alzheimer terdiri dari degerasi neuronal, kematian daerah
spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kongnitif dengan penurunan
daya ingat secara progresif. Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat
berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami
degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan calcium intraseluler, kegagalan
metabolism energy, adanya formasi radikal bebas atau terdapat produksi protein abnormal
yang non spesifik.
B. Saran
Kita tahu otak merupakan organ yang sangat kompleks. Dimana di otak terdapat area-area
yang mengatur fungsi tertentu. Untuk itu ada beberapa tips yang bisa diikuti bila ada anggota
keluarga ada yang menderita penyakit alzheimer : Buat cacatan kecil, untuk membantu
mengingat,Ciptakan suasana yang menyenangkan, Hindari memaksa pasien untuk mengingat
sesuatu atau melakukan hal yang sulit karena akan membuat pasien cemas, Usahakan untuk
berkomunikasi lebih sering, Buatlah lingkungan yang aman, Ajarkan pasien berjalan-jalan
pada waktu siang hari, Bergaya hidup sehat, Mengkonsumsi sayur.