Alzheimer dari sudut kedokteran

download Alzheimer dari sudut kedokteran

of 17

description

Makalah ini merupakan Bab II yang menjelaskan mengenai Test Your Memory (TYM) dalam mendeteksi dini Alzheimer

Transcript of Alzheimer dari sudut kedokteran

BAB IIPEMERIKSAAN KOGNITIF TEST YOUR MEMORY (TYM) SEBAGAI DETEKSI DINI PENYAKIT ALZHEIMER DITINJAU DARI KEDOKTERAN

1.1 Penyakit Alzheimer

Penyakit Alzheimer pertama kali ditemukan pada tahun 1906 oleh Alois Alzheimer, seorang neurolog dan psikiater Jerman (Purba, 2006). Alzheimer sendiri merupakan bentuk paling umum dari demensia, sebagai akibat degenerasi neuron yang terjadi secara progresif (Gilroy,2000). Sampai sekarang belum diketahui dengan pasti etiologi penyakit Alzheimer (Salloway dan Correia, 2009). Namun beberapa peneliti memberikan teori kemungkinan sebagai penyebab dan faktor resiko terhadap penyakit ini atas dasar kelainan yang ditemukan, diantaranya (1) Faktor umur, hal ini dikaitkan dengan proses penuaan (aging). (2) Faktor hormonal, yaitu hormon- tiroid (TSH), insulin, serta hormon estrogen dan testosteron. (Carrillo et al, 2009). (3) Faktor genetik, autoimun dan inflamasi, radikal bebas, trauma kapitis, stres yang berlebihan (psychological distress), dan sindrom down juga dianggap sebagai faktor resiko terjadinya penyakit Alzheimer (Mayeux, 2010 ; Geyer, James D, et al, 2002).

2.1.2 Neuropatologi dan Biokimia Pada Penyakit Alzheimer

Sejumlah tanda-tanda patologis penyakit Alzheimer ditemukan sangat spesifik baik di tingkat makro anatomik maupun seluler. Secara makroskopik ditemukan atrofi pada daerah-daerah tertentu di otak seperti regio temporoparietal dengan pelebaran sulkus dan menipisnya girus yang tidak ditemukan pada kontrol dengan umur yang sama. Secara mikroskopik ditemukan kelainan histopatologis yang sangat spesifik di korteks serebrum antara lain berupa NFT (neurofibrillary tangles) dan SP (senile plaques). NFT merupakan petanda patologik dalam penyakit Alzheimer (Querfurth,Henry.W and Frank M. LaFerla, 2010).

Fig. 1. Schematic overview of the pathophysiology of AD and its possible epigenetic basis. The pathophysiology of AD is characterized by a complex interplay between factors involved in aging, aberrant processing of amyloid-precursor protein and tau. APP = Amyloid Precursor Protein, Ab = beta-Amyloid, BACE = Beta-site APP-Cleaving Enzyme 1, PS1 = Presenilin-1, PS2 = Presenilin-2, NCSTN = Nicastrin, NEP = Neprilysin, MAPT = microtubule-associated protein tau. Genes with evidence for epigenetic regulation of gene expression are depicted in italics and underscored.

Gbr.2.1 Patofisiologi Penyakit Alzheimer (sumber :L. Chouliaras et al. / Progress in Neurobiology 90 (2010) 498510).

2.1.3 Manifestasi Klinis

Gejala yang dominan seringkali mencerminkan kepribadian premorbid (prasakit) pasien. Tanda fokal, termasuk afasia (gangguan berbahasa), anomia, agnosia, apraksia, disleksia, diskalkulia, disgrafia, dapat berkembang setiap saat. Selain itu juga ditemukan adanya kehilangan memori jangka pendek serta kejang, dimana biasanya kejang terjadi pada sekitar 10% pasien Alzheimer (Gilroy, 2000; Geyer, James D, Janice M.Keating, and Daniel C.Potts, 2002).

2.1.4 Diagnosis

Penegakan diagnosis Alzheimer dapat menggunakan kriteria DSM IV (Lampiran 1) karena secara nyata dapat mendiagnosis tipe demensia Alzheimer (Geyer, James D, Janice M.Keating, and Daniel C.Potts, 2002). Untuk menentukan fase-fase (batas normal, demensia ringan, dan berat) penyakit ini digunakan Global Deterioration Scale (GDS). Menilai penurunan kemampuan kognitif dapat digunakan The Alzheimers Disease Assesment Scale-cognitive Subscale (ADAS-cog), Mini-Mental State Examination (MMSE), dan Test Your Memory (TYM). Pemeriksaan dengan computer-tomography (CT), electroencephalography (EEG), dapat digunakan untuk mengetahui etiologi penyakit Alzheiemer. Penggunaan metode pencitraan seperti Positron Emission Tomography (PET), Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT), dan pemeriksaan genetik dapat digunakan dalam mendiagnosis penyakit Alzheimer (Purba,2006).

Gbr.2.2 Gambaran MRI dan CT pada pasien normal, MCI, dan penderita Alzheimer (sumber: Peterson, Ronald C. 2011. Mild Cognitive Impairment. The New England Journal of Medicine. 364:2227-34, pp.2230-2231).

2.1.5 Penatalaksanaan

Penanggulangan penyakit Alzheimer membutuhkan penanganan secara komprehensif mencakup terapi farmakologik dan non-farmakologik (Purba, 2006). Cholinesterase inhibitor (tacrine, donepezil, rivastigmin, dan galantamin) dan antagonis reseptor N-methyl-D-aspartate merupakan penatalaksanaan farmakologi untuk penyakit Alzheimer yang telah disetujui oleh Lembaga Administrasi Makanan dan Obat (Mayeux, 2010).

Selain kedua golongan obat di atas, dapat juga menggunakan terapi hormonal, obat-obat non-steroid anti inflammatory (NSAD), dan anti oksidan seperti vitamin C, vitamin E dan glutation yang dapat mereduksi kerusakan neuron (Purba,2006). Terapi non farmakologik juga dibutuhkan dalam perawatan penyakit Alzheimer yang meliputi psikoterapi, psikoedukasi, terapi suportif, dan terapi multikomponen (Alzheimers Disease Facts and Figures, 2012).

Tabel. 2.1 Terapi farmakologi penyakit Alzheimer (sumber: Kawas, Claudia.H. 2003. Early Alzheimers Disease. The New England Journal of Medicine, 349 (11), pp.1059).

2.2 Pemeriksaan kognitif Test Your Memory (TYM) untuk Deteksi Dini Penyakit Alzheimer.

Pemeriksaan TYM merupakan pemeriksaan kognitif terbaru yang dirancang untuk membantu para tenaga medis profesional dalam mendiagnosis penyakit Alzheimer (Ross, 2010). Pemeriksaan ini ditemukan oleh Jeremy M.Brown, seorang neurolog asal Cambridge pada tahun 2007, dan pertama kali dipublikasikan pada tahun 2009 (Brown, 2013). TYM adalah pemeriksaan yang terdiri atas 10 tugas yang harus dikerjakan oleh pasien pada selembar kertas bersisi ganda. Tugas-tugasnya meliputi orientasi, kemampuan menyalin sebuah kalimat, pengetahuan, kalkulasi, kefasihan verbal, kesamaan, penamaan, kemampuan visuospatial, dan mengingat sebuah kalimat salinan (Lihat lampiran 2). Kemampuan dalam mengerjakan tes ini juga mendapat nilai. Total nilai keseluruhan dari tes ini adalah 50 poin., dimana pasien dengan nilai 42 pada TYM dapat didiagnosis mengalami Alzheimer (Brown, et al 2009).

Secara keseluruhan pemeriksaan TYM ini mencakup lima domain kognitif, diantaranya adalah memori, perhatian, bahasa, kemampuan visuospatial, dan fungsi eksekutif. Perhatian merupakan kemampuan untuk fokus terhadap tugas. Tes yang paling sederhana adalah dengan meminta pasien untuk membaca dengan urutan terbalik (misalnya untuk menghitung mundur 20-1, atau menghitung mundur daftar bulan-tahun), atau meminta pasien untuk mengurangi 7 dari 100, dan kemudian kurangi 7 dari jumlah yang tersisa. Perhatian adalah dasar persyaratan untuk mampu melakukan penilaian kognitif. Ketika hal ini terganggu, hasil tes berikutnya kemungkinan akan sulit untuk ditafsirkan. Gangguan perhatian sering terjadi pada pasien dengan delirium atau kesadaran berkabut. Oleh karena itu di dalam 10 tugas TYM diberikan sebuah penilaian tersendiri terhadap kemampuan pasien dalam mengerjakan tes (Woodford, 2007).

Memori, secara umum terbagi atas 2, yaitu memori jangka panjang (long-term memory) dan memori jangka pendek (short-term memory). Memori jangka pendek dipengaruhi oleh keutuhan sistem limbik (terutama di lobus temporal) sedangkan memori jangka panjang dipengaruhi oleh beberapa bagian seperti lobus temporal, area Broca, korteks, dan hipotalamus. Secara khusus memori dibagi atas 4 subtipe yaitu memori episodik, semantik, prosedural, dan kerja/working (Woodford, 2007). Memori episodik mengacu pada sistem memori eksplisit dan deklaratif yang dipengaruhi oleh lobus temporal medial, area Broca, korteks retrosplenial, presubiculum, forniks, badan mamilari, saluran mamilotalamik dan inti thalamus. Memori ini berfungsi untuk mengingat pengalaman pribadi seperti cerita pendek atau pengalaman makan malam terakhir. Apabila terdapat gangguan pada memori episodik, maka kemampuan untuk mempelajari informasi baru akan terganggu (amnesia anterograde) (Budson, 2005). Gbr. 2.3 Klasifikasi Memori (Sumber : Anonim. Long Term Memory. Diunduh dari http://www.positscience.com/brain-resource).

Memori semantik ialah memori yang mengacu pada konsep dan fakta pengetahuan, seperti warna singa atau presiden pertama Amerika Serikat. Ini merupakan gangguan memori yang paling umum ditemukan pada penyakit Alzheimer. Gangguan ini disebabkan oleh kerusakan di daerah lobus inferolateral atau frontal korteks. Penurunan fungsi memori semantik dapat dinilai apabila pasien mengalami kesulitan dalam penamaan barang yang sebelumnya telah diketahui namanya. Pasien dengan gangguan memori semantik ringan akan menunjukkan pengurangan kata-kata dalam pengetahuan semantiknya, misalnya jumlah nama-nama hewan yang dapat dihasilkan dalam satu menit (Budson, 2005)

Pengetahuan semantik ialah kemampuan yang berkenaan dalam penamaan atau arti. Pasien dengan gangguan semantik yang lebih berat biasanya menunjukkan defisit penamaan dua arah, yaitu pasien tidak dapat menamai benda saat itu digambarkan dan juga tidak dapat menggambarkan atau mendeskripsikan benda tersebut saat pasien mengingat namanya. Memori prosedural mengacu pada kemampuan untuk belajar perilaku, kemampuan kognitif, dan algoritma. Gangguan memori prosedural sering ditemukan pada pasien dengan sindrom Korsanoff dan penyakit Alzheimer. Procedural memori tidak ditunjukkan tetapi selama terjadi mungkin bisa eksplisit (seperti belajar mengendarai mobil dengan transmisi standar) atau implisit (seperti belajar urutan angka pada telepon). Daerah otak yang terlibat pada memori prosedural ialah daerah ganglia basalis dan cerebelum (Budson, 2005).

Memori kerja ialah kombinasi antara perhatian, konsentrasi, dan memori jangka pendek. Memori ini memungkinkan seseorang untuk sementara waktu dapat mempertahankan dan memanipulasi informasi yang perlu diingat, seperti mengingat nomor telepon bagi sesorang tanpa mencatatnya (proses fonologis informasi). Daerah otak yang mempengaruhi sistem memori kerja adalah jaringan kortikal dan subkortikal, tetapi bagian yang paling berperan penting adalah korteks prefrontal. Gangguan memori kerja dapat dilihat dengan cara yaitu pasien akan menunjukkan ketidakmampuan untuk berkonsentrasi atau memperhatikan. Kesulitan melakukan tugas baru yang melibatkan instruksi dengan banyak langkah atau aturan (Budson, 2005).

Bahasa, gangguan pada domain kognitif ini menunjukkan adanya masalah yang dominan pada hemisfer otak. Disartria sering dikaitkan dengan penyakit Alzheimer, dimana pasien memiliki gangguan terhadap artikulasi. Pasien akan diminta untuk mengulang sebuah frase kata atau kalimat (misal west register street) atau bisa juga diidentifikasi dengan meminta pasien untuk sebuah nama benda seperti sebuah jam, dan kemudian nama komponen yang lebih kecil seperti tali, tangan, dll. Gangguan bahasa lainnya yang dapat terlihat ialah hilangnya prosodi (kualitas ritmis dan melodis) (Woodford, 2007)

Kemampuan visuospatial, gangguan pada domain ini biasanya disebabkan karena adanya lesi pada kedua bagian hemisfer. Metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi defisit domain ini adalah dengan meminta pasien untuk menyalin diagram atau gambar yang paling umum seperti sebuah jam. Domain terakhir yang diuji pada pemeriksaan kognitif TYM adalah fungsi eksekutif/frontal. Fungsi eksekutif adalah istilah untuk fungsi otak yang lebih tinggi, terutama berasal dari lobus frontal, tetapi juga melibatkan hubungan subkortikal dengan ganglia basalis dan thalamus. Domain ini melibatkan beberapa komponen seperti perencanaan, berpikir abstrak, dan penilaian (judgement) (Woodford, 2007).

Berbagai teknik penilaian dapat digunakan untuk menilai fungsi lobus frontal secara klinis. Salah satu bentuk penilaian yang sederhana adalah dengan meminta pasien untuk menggabungkan dan mengurutkan nomor yang tersebar di seluruh halaman ( secara berurutan 1(2(3...) ataupun dengan menyelipkan huruf secara bergantian seperti 1( A(2(B(3(C, dst. Sedangkan untuk penilaian berpikir abstrak dapat dilakukan dengan meminta pasien untuk menafsirkan peribahasa ataupun dengan meminta pasien untuk menggambarkan kesamaan dan perbedaan antar kata-kata, misalnya cinta dan benci. Untuk penilaian dapat dilakukan dengan meminta pasien untuk membuat daftar hewan dalam waktu 1 menit atau membuat daftar kata yang dimulai dengan huruf tertentu.

2.2.1 Validitas Pemeriksaan TYM sebagai Deteksi Dini Penyakit Alzheimer

Berdasarkan fokus penelitian yang dilakukan oleh Brown dan rekan-rekan kepada 94 pasien Alzheimer dengan rata-rata usia sekitar 69 tahun, ditemukan adanya korelasi yang kuat dan signifikan antara semua nilai TYM terkait dengan kemampuan kognitif pasien Alzheimer. Pasien dengan penyakit Alzheimer secara khusus memiliki gangguan pada memori anterograde yang berperan pada penyimpanan informasi baru. Selain itu hasil yang buruk juga didapat pada pengetahuan, kefasihan verbal, kemampuan visuospatial, dan fungsi eksekutif. Pemeriksaan TYM ini memiliki spesifisitas dan sensitivitas yang baik dalam mendeteksi dini Alzheimer (Brown,et al, 2009).

Spesifisitas TYM yaitu sekitar 93% dan sensitivitasnya mencapai 86% dalam mendeteksi penyakit Alzheimer. Skor beberapa subjek perbandingan pada subset pemeriksaan TYM menunjukkan penurunan yang signifikan pada pasien dengan penyakit Alzheimer dibandingkan dengan orang normal (kontrol), kecuali pada bagian menyalin kalimat tidak ditemukan perbedaan yang signifikan antara penderita Alzheimer dan kontrol. Hal ini membuktikan bahwa uji TYM dapat dijadikan alternatif dalam mendiagnosis penyakit Alzheimer, karena pemeriksaan ini mudah untuk dikontrol dan memungkinkan penegakkan diagnosis yang akurat (Brown,et al, 2009).2.2.2 Perbandingan pemeriksaan TYM dengan pemeriksaan kognitif lainnya

Pemeriksaan MMSE (Mini Mental State Examination) dan pemeriksaan kognitif Addenbrooke merupakan jenis pemeriksaan kognitif yang lebih dahulu digunakan dalam mendiagnosis penyakit Alzheimer. Pemeriksaan MMSE merupakan pemeriksaan kognitif standart yang sudah digunakan selama 30 tahun. Pemeriksaan ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1975 oleh Folstein et al. Dalam praktik klinis penggunaan utama MMSE adalah untuk membantu para dokter dalam mendiagnosis gangguan fungsi kognitif khususnya dementia dan delirium (Larner, 2012).

Pemeriksaan ini terdiri atas 11 pertanyaan dan mencakup beberapa domain kognitif, yaitu orientasi, registrasi, perhatian atau kalkulasi, ingatan, bahasa (penamaan, pemahaman, pengulangan, menulis), dan kemampuan visuospatial. Nilai keseluruhan dari pemeriksaan ini antara 0 (ada gangguan)-30 (normal), dimana dengan nilai pemeriksaan 24 atau 27 pasien dianggap memiliki gangguan kognitif. (Lihat Lampiran 3) ( Mitchell, 2013; Ridha and Rossor, 2005). Pemeriksaan ini memiliki beberapa kekuatan salah satunya adalah nilai pada pemeriksaan ini cukup dipahami dengan baik oleh tenaga kesehatan sehingga sangat aplikatif. Di Inggris, MMSE telah menjadi instrumen yang dibutuhkan untuk memantau efektivitas pengobatan dengan cholinesterase inhibitor yang secara umum merupakan terapi pada pasien dengan Alzheimer (Larner, 2012). Walaupun memiliki keunntungan, tapi pemeriksaan ini gagal memenuhi salah satu dari 3 persyaratan tes skrining singkat penyakit Alzheimer untuk non spesialis yang mencakup waktu pemeriksaan yang singkat, pengujian berbagai domain kognitif (perhatian, memori, bahasa, kemampuan visuospatial, dan fungsi), dan sensitifitas terhadap deteksi Alzheimer atau gangguan kognitif ringan (Brown,et al, 2009).Pemeriksaan MMSE membutuhkan alokasi waktu pemeriksaan sekitar 8 menit. Banyak dokter dapat menyelesaikan pemeriksaan ini dalam jangka waktu tersebut, tetapi kebanyakan dokter di Eropa membutuhkan waktu tambahan 10 menit sebagai waktu tambahan untuk konsultasi. Sekitar 58% dokter praktik di Rumah Sakit berpikir bahwa pengelolaan pemeriksaan MMSE membutuhkan waktu yang cukup lama dan dianggap kurang efisien sebagai metode untuk menegakkan diagnosis penyakit Alzheimer. Pemeriksaan MMSE telah mencakup domain kognitif yang berbeda, tetapi memiliki bias terhadap domain parietal dan fungsi lobus temporal, dimana domain ini berfungsi sebagai uji orientasi (Brown,et al, 2009).

Tes bahasa dan memori pada pemeriksaan ini dirasa terlalu mudah dan hanya ada satu poin penilaian untuk tugas visuospatial. Kelemahan ini merupakan masalah utama, dimana uji ini dianggap tidak sensitif dalam diagnosis Alzheimer ringan. Pemeriksaan ini lebih spesifik dan sensitif dalam mendeteksi demensia sedang sampai berat dibandingkan dengan gangguan kognitif ringan yang berkaitan dengan disfungsi eksekutif frontal. Dalam studi masyarakat dan rumah sakit, sensitivitas pemeriksaan MMSE bervariasi dari 49%-69%, dimana tingkat deteksi ini dianggap rendah dalam mencerminkan tingginya jumlah penderita Alzheimer ringan yang terus meningkat (Brown,et al, 2009; Ridha dan Rossor, 2005).

Pemeriksaan TYM sebagai pemeriksaan kognitif yang terkini dianggap telah memenuhi 3 persyaratan pemeriksaan tersebut, yakni waktu pemeriksaan yang singkat, pengujian berbagai domain kognitif, dan sensitif terhadap penyakit Alzheimer atau gangguan kognitif ringan. Pertama, seorang pasien dapat melakukan test ini di ruang tunggu dengan diawasi oleh seorang supervisi, perawat, atau resepsionis, dimana hasil dari pemeriksaan ini dapat dianalisa dalam kurun waktu 2 menit. Kedua, pemeriksaan TYM menilai domain kognitif lebih baik daripada pemeriksaan MMSE, dengan bias yang kurang terhadap fungsi bahasa pada Hemisfer. Test bahasa dan memori yang lebih sulit dibandingkan MMSE. Pada pemeriksaan TYM terdapat dua tugas visuospatial, dimana tes ini berperan penting dalam membedakan penyakit Alzheimer dari sindrom amnestik murni.

Ketiga, pemeriksaan ini memiliki sensitifitas yang tinggi dalam mendeteksi Alzheimer. Dalam penelitian Brown, et al TYM dapat mendeteksi 93% kasus Alzheimer dibandingkan dengan pemeriksaan MMSE yang hanya dapat mendeteksi sebesar 52% dari kasus Alzheimer (Brown,et al, 2009). Selain masalah di atas, ada beberapa masalah tambahan yang dimiliki oleh pemeriksaan MMSE. Nilai pada pemeriksaan MMSE juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti usia, lokasi pemeriksaan, dan tingkat pendidikan Sedangkan pemeriksaan TYM tidak dipengaruhi oleh faktor- faktor di atas (Ridha dan Rossor, 2005). Selain itu rentang nilai yang kecil pada pemeriksaan MMSE membuat pemeriksaan ini mempunyai keterbatasan dalam memantau pasien khususnya untuk uji frontal / eksekutif atau fungsi visuospatial (biasanya parietal kanan). Tugas pentagon pada MMSE hanya memerlukan pasien untuk menyalin gambar, dan tidak menilai perencanaan keterampilan (skill). Hal ini berbeda dengan salah satu tugas pada TYM dimana pasien akan diminta untuk menggambarkan jam lengkap dengan waktu yang telah disesuaikan dengan instruksi. Sebagai akibatnya MMSE memiliki kemampuan terbatas untuk mendeteksi non Alzheimer demensia, seperti gangguan kognitif pasca stroke, frontotemporal atau subkortikal demensia (Woodford, 2007). Pemeriksaan TYM memiliki rentang penilaian yang lebih luas daripada pemeriksaan MMSE, dimana kisaran nilai pada pemeriksaan MMSE adalah 14-30 sementara kisaran nilai pada pemeriksaan TYM adalah 9-50 yaitu 2,5 kali lebih besar dibandingkan pemeriksaan MMSE (Brown,et al, 2009).

Pemeriksaan kognitif Addenbrooke merupakan salah satu pemeriksaan yang spesifik dan sensitif dalam menegakkan diagnosis Alzheimer. Pemeriksaan ini pertama kali diperkenalkan oleh P.S Mathuranath seorang dokter asal India pada tahun 2000 (Yoshida, et al, 2011). Pemeriksaan ini terdiri atas 6 komponen untuk mengevaluasi domain kognitif secara terpisah yang meliputi orientasi, perhatian, memori, kefasihan verbal, bahasa, dan kemampuan visuospatial (Lihat lampiran 4). Nilai keseluruhan untuk pemeriksaan ini adalah 100 poin, dengan nilai untuk diagnosis alzheimer adalah 83 poin (Mathuranath, 2000).Pada pemeriksaan ACE, komponen orientasi dan perhatian memiliki sistem penilaian dan bentuk pertanyaan yang sama seperti MMSE. Pasien akan diminta untuk menuliskan secara berurutan mulai dari tahun, bulan, hari, tanggal, dan waktu pada kolom orientasi, atau menuliskan 3 objek yang ada di sekitar tempat pemeriksaan lalu mengulang nama objek yang dituliskan. Komponen memori digunakan untuk mengevaluasi memori episodik dan semantik. Pertanyaan paling sederhana yaitu menulis ulang kata yang sudah disebutkan pada komponen orientasi, terdapat pula pertanyaan mengenai nama dan alamat yang harus diingat oleh pasien, serta pertanyaan yang mencakup mengenai fakta ataupun sejarah (Mathuranath, 2000).Komponen berikutnya ialah komponen bahasa yang meliputi penamaan 12 gambar, pemahaman, kata dan kalimat berulang, membaca kata teratur dan tidak teratur, serta menulis. Kemampuan visuospatial diuji dengan menyalin pentagon (sama seperti pada MMSE) tetapi ditambahkan dengan sebuah kubus kawat dan menggambar jam (sama seperti pada TYM), serta menghitung titik. Komponen terakhir ialah kefasihan verbal (fluency), dimana sama seperti pemeriksaan TYM, pasien akan diminta untuk menulis kata sesuai dengan huruf awal yang telah ditentukan, contohnya kata yang dimulai dengan huruf C atau P. Nilai untuk masing-masing domain dapat dihitung secara terpisah dengan total keseluruhan yaitu 100 poin. Pengerjaan test ini dapat dilakukan dalam waktu 15-20 menit (Mathuranath, 2000).

Sebagai pemeriksaan yang merupakan kombinasi antara MMSE dan TYM, pemeriksaan Addenbrooke memiliki beberapa kekuatan dalam mendeteksi dini penyakit Alzheimer. Pemeriksaan ini memiliki bentuk pertanyaannya yang mirip dengan pemeriksaan MMSE tetapi memiliki cakupan domain kognitif yang lebih luas dan tidak bias, seperti konsep memori, bahasa dan visuospatial, serta dengan menambahkan tes kefasihan lisan. Pemeriksaan ini sensitif terhadap tahap Alzheimer dikarenakan pertanyaan yang spesifik menilai beberapa domain kognitif khususnya kemampuan memori, verbal, dan visuospatial yang merupakan tanda utama pada penyakit Alzheimer (Brock, 2012)Selain itu pemeriksaan ini mampu membedakan antara pasien dengan gangguan degeneratif progresif dan orang-orang dengan gangguan afektif misalnya depresi mayor misalnya. Kelompok-kelompok afektif menunjukkan penurunan yang sangat sedikit di ACE skor total, hanya defisit ringan di memori dan kefasihan lisan. Kelemahan utama dari pemeriksaan Addenbrooke adalah bahwa pemeriksaan ini tidak memenuhi persyaratan waktu test untuk non spesialis, dimana pemeriksaan ini membutuhkan waktu 20 menit untuk pengerjaan dan pengelolahan nilai. Secara domain, pemeriksaan ini mencakup jumlah domain kognitif yang sama dengan TYM dan sensitif terhadap Alzheimer ringan. Kedua tes ini memberikan catatan permanen kinerja pasien, yang dapat dinilai dan digunakan untuk diagnosis penyakit Alzheimer (Brown,et al, 2009).6