Makalah

download Makalah

of 23

description

pengilangan

Transcript of Makalah

BAB IPENDAHULUAN1.1.Latar BelakangPeningkatan kebutuhan akan energi dirasaakan oleh negara-negara diseluruh penjuru dunia. Oleh karena itu, bangsa Indonesia melalui UUD 45 telah mengamanatkan kepada kita untuk mengatur, menggunakan dan memelihara kekayaan alam nasional tersebut bagi kemakmuran rakyat. Dengan berdasarkan pada UU no. 8 tahun 1971 didirikanlah perusahaan yang bertugas untuk mengelola minyak dan gas bumi Indonesia yaitu Preusan Umum Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (PERTAMINA) yang sampai saat ini merupakan sebuah BUMN pelaksana tunggal pengusahaan minyak dan gas bumi.Pertamina UP II Dumai didirikan pada tahun 1977 dengan nama Kilang Puteri Tujuh, yang terletak di Propinsi Riau yang berjarak kurang lebih 180 km dari Pekan Baru yang merupakan ibukota Propinsi Riau. UP II Dumai merupakan salah satu kilang pengolahan minyak bumi yang mengolah minyak mentah jenis Sumatera Light Crude (SLC) 82,5 % DAN Duri Crude 17,5% yang disuplai oleh PT. Chevron Pacific Indonesia dengan kapasitas pada unit primarynya di Crude Distilation Unit sebesar 130.000 barel per hari. Kilang UP II Dumai dalam pengolahannya untuk menghasilkan produk-produk yang diinginkan, dipakai proses Physical Separation, Blending Process, Conversion Process, Treating Process, Solvent Extraction, Absorbsi, Cracking, Reforming, Alkilasi, Isomerisasi dan Polimerisasi. Unit-unit proses utamanya yang menghasilkan produk-produk seperti : premium, kerosine, JP-5, Avtur, ADO, LSWR (Light Sulphur Wax Residue), Calcined Coke, Green Coke, Naphta dan LPG (Liquid Petroleum Gas). Untuk memudahkan koordinasi dan operasi pengilangan maka Pertamina UP II Dumai membagi menjadi 3 kompleks yaitu : HSC (Hydroskimming Complex), HCC (Hydrocracking Complex), HOC (Heavy Oil Complex).Pertamina UP II Dumai dapat mensuplai kebutuhan bahan bakar nasional sebesar 22-24 %. Dan dari desain serta konstruksinya Pertamina telah menggunakan teknologi tinggi sehingga aspek keselamatan kerja karyawan dan peralatan produksi serta unit pengolahan limbah telah memenuhi standarisasi Internasional dan telah menuju pada ISO 14001.Dan pada proses pengolahan minyak bumi di Crude Distilation Unit Pertamina II Dumai, pemakaian Heat Exchanger sangatlah berperan penting karena dengan adanya heat exchanger 100 E-7 ABC/DEF yang dapat menurunkan suhu residu dan memanaskan crude oil diharapkan suhu outlet pada fluida yang akan dikirim ke Heater 100 H-1 berkisar 230 C, akan mengurangi beban Heater 100 H-1 serta akan mengaitkannya pada pemakaian fuel Oil dan efisiensinya.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1Minyak Bumi2.1.1 Definisi Minyak BumiMinyak Bumi ( Crude Oil ) merupakan hasil tambang yang diperoleh melalui kegiatan eksplorasi, eksploitasi dan produksi sehingga dapat dikeluarkan ke permukaan bumi untuk dimanfaatkan bagi kepentingan yang lebih besar, baik sebagai sumber energi ataupun bahan baku industri, seperti Petrokimia.Komponen penyusun minyak bumi terdiri dari Hidrogen dan Karbon, juga terdapat sejumlah kecil pengotor, antara lain Belerang, oksigen dan nitrogen.Komposisi kimia dan fisika minyak mentah sangat bervariasi, tetapi komposisi elementer pada umumnya adalah :Tabel 2.1. Komposisi Minyak BumiUnsurPersentase

CarbonHidrogenSulfurNitrogenOksigen84 8711 140,04 60,1 20;1 2

Sumber : Hardjono, 1987Dasar unsur unsur utama minyak bumi diatas tersebut hanya dua unsur yang akan diproses untuk mendapatkan minyak bumi dengan kualitas yang baik. Unsur tersebut adalah karbon dan hidrogen, sedangkan sulfur dan nitrogen akan dihilangkan.

2.1.2. Klasifikasi Minyak Bumi2.1.2.1 Klasifikasi berdasarkan APIKlasifikasi ini merupakan klasifikasi yang sederhana, dimana ada suatu kecenderungan bahwa API Gavity minyak mentah tinggi maka minyak mentah tersebut mengandung fraksi ringan dalam jumlah besar.Tabel 2.2. Klasifikasi Minyak Mentah berdasarkan API GravityJenis Minyak MentahAPI GravitySpesific Gravity

RinganRingan SedangBerat SedangBeratSangat Berat> 3939 3535 32,132,1 24,6< 24,6

< 0,830,83 0,850,85 0,8650,865 0,905> 0,905

Sumber: Hardjono, 19872.1.2.2. Klasifikasi Berdasarkan Jenis IkatanBerdasarkan jenis ikatannya, fraksi minyak bumi dapat di bagi sebagai berikut: Seri Parafin, Formula Umumnya CnH2n+2. parafin mempunyai rantai terbuka dan jenuh, sehingga memiliki kestabilan tinggi dimana pada suhu kamar tidak dapat bereaksi dengan alkali pekat, sulfat, dan asam nitrat. Contohnya Butana, Isopentana.CH3 CH2 CH2 CH3 CH3 CH2 CH CH3 CH3 N-Butana Isopentana

Naptha, formula umumnya adalah CnH2n. Naptha termasuk senyawa siklik. Senyawa ini sitandai dengan susunan karbon yang jenuh dan tertutup, konfigurasinya membentuk gelang atau melingkar. Contohnya Siklopentana, sikloheksena. Olefin, yaitu senyawa hidrokarbon tidak jenuh yang mempunyai struktur terbuka dengan rumus umumnya CnH2n untuk satu ikatan rangkap dan CnH2n 2 untuk dua ikatan rangkap. Aromatik, yaitu rantai yang memiliki ikatan benzena, merupakan komponen terkecil dalam crude oil. Umumnya diinginkan karena memiliki bilangan oktan yang tinggi. 2.1.3.Kandungan Non Hidrokarbon dalam Minyak BumiSenyawa senyawa non hidrokarbon yang juga terdapat dalam komposisi minyak bumi antara lain:a. Kandungan SulfurSulfur adalah unsur yang bersifat korosif terhadap logam. Kecepatan korosi yang diabaikan akan meningkat dengan bertambahnya suhu atau variabel lain seperti kelembapan. Semakin tinggi temperatur, secara teoritis akan meningkatkan kecepatan korosi terhadap logam.b. Kandungan NitrogenTerdapat jumlah kecil dalam minyak bumi. Dalam fraksi tertentu kandungan nitrogen yang berlebih akan menyebabkan kualitas minyak menjadi tidak stabil terutama warna yang dapat berubah karena adanya reaksi nitrogen dan oksigen dari udara.c. Kandungan OksigenBerada dalam jumlah yang kecil dalam minyak bumid. Kandungan Logam BeratLogam berat sering terdapat dalam minyak mentah, seperti nikel, vanadium, besi dan Hg. Keberadaan jenis logam logam tersebut besarnya sangat tergantung pada lokasi dimana minyak mentah itu ditemukan. Semua logam ini tudak dikehendaki, karena dapat mempengaruhi proses reaksi terutama dalam proses cracking. Dalam beberapa hal juga dapat merusak peralatan.e. Kandungan GaramGaram garam yang umum terdapat dalam minyak bumi adalah NaCl, MgCl2 dan CaCl2. garam ini dapat berasal dari air laut yang tercampur dalam minyak mentah sewaktu pemboran dan pengiriman ke kilang. Dengan adanya air panas garam garam ini dapat terhidrolisa menjadi HCl yang dapat menyebabkan korosi pada peralatan. f.Metal Jenis metal yang biasa ditemukan di crude oil adalah arsenic, lead (timbal), vanadium, nikel, dan besi. Sebagian besar metal dalam umpan CDU akan keluar bersama atmospheric residue. Arsenic dan lead merupakan racun paling mematikan dari katalis unit catalytic reforming, sedangkan vanadium, nikel, dan besi akan mendeaktivasi katalis catalytic cracking. g.Sand, Mineral Matter and Water Senyawa-senyawa ini dikelompokkan bersama sebagai Base Sedimentation and Water (BS&W), dan biasanya berjumlah kurang dari 0,5 %wt total crude.2.1.4. Karakteristik Minyak BumiMinyak Bumi sangat bervariasi jenisnya, tergantung dari sumber dari sumber dan proses pembentukannya dalam bumi sehingga pemanfaatannya memerlukan cara yang berbeda. Untuk memberikan gambaran terhadap kualitas minyak mentah antara lain digunakn parameter sebagai berikut: Spesific Gravity dan API GravitySpesific Gravity Adalah perbandingan massa volume tertentu pada 15oC terhadap massa air yang volumenya sama pada suhu yang sama. API gravity adalah suatu fungsi spesific gravity 60/60oF yang dinyakan dengan persamaan :API Gravity = 141,5. 131,5 s.g 60/60oF

Oktan NumberAdalah banyaknya persentase ISO oktan ( 2, 2, 4 trimetil pentana ) dalam campuran dengan normal heptana. Smoke PointAdalah sebagai tinggi nyala maksimum dalam milimeter dimana kerosin terbakar tanpa timbul asap apabila ditentukan dalam alat standar pada kodisi tertentu. Flash PointAdalah suhu terendah dimana uap minyak dan produknya dalam campurannya dengan udara akan menyala kalau terkena api pada kondisi tertentu. Fire PointAdalah suhu terendah dimana uap minyak dan produknya akan menyala dan terbakar secara terus menerus kalau terkena api pada kondisi tertentu.2.1.5. Proses Pengolahan Minyak BumiBeberapa proses yang dipakai dalam pengolahan minyak bumi untuk menghasilkan produk produk yang diinginkan, antara lain :2.1.5.1 DistilasiDistilasi merupakan teknik pemisahan dengan memanfaatkan beda titik didih masing masing komponen dalam campuran di dalam suatu kolom yang memiliki beberapa tray di dalamnya. Tujuan dari distilasi ini adalah untuk memisahkan komponen volatile sebagai gas dari bagian atas kolom dan mengambil fraksi fraksi lain berdasarkan titik didihnya serta mengambil fraksi terberatnya sebagai produk bawah untuk pemisahan yang kompleks digunakan beberapa kolom.2.1.5.2 Perengkahan ( Cracking )Perengkahan merupakan pemutusan rantai hidrokarbon yang mempunyai rantai panjang menjadi hidrokarbon yang mempunyai rantai lebih pendek. Ada 3 proses perengkahan, yaitu:a. Perengkahan Thermal, yaitu perengkahan karena panas.b. Perengkahan Katalitik, yaitu perengkahan dengan bantuan katalis.c. Hidrocracking, yaitu kombinasi antara perengkahan dengan hidrogenasi untuk menghasilkan senyawa yang jenuh.2.1.5.3 AlkilasiAlkilasi adalah reaksi penggabungan rantai lurus dan bercabang dengan molekul aromatis atau hidrokarbon tak jenuh untuk membentuk molekul kompleks yang baru. Dalam industri minyak bumi, proses serupa dipakai untuk memproduksi gasoline dengan nilai oktan tinggi. Contoh produk alkilasi adalah Isooktan.2.1.5.3 IsomerisasiIsomerasi adalah pengaturan kembali atom dalam molekul. Misalnya konversi dari normal parafin menjadi isoparafin. Isomerisai metil siklopentana menjadi sikloheksana adalah salah satu contoh yang menggunakan teknik catalytic reforming menjadi produk aromatik.2.2 Crude Destillation Unit (CDU)2.2.1 Prinsip Dasar Distillation secara UmumDalam penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan uap ini kemudian didinginkan kembali ke dalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih dulu.Crude Distilling Unit beroperasi pada tekanan atmosferik yaitu sekitar 1.3 atm. Pada distilasi atmosmerik temperatur umpan yang dipanaskan tidak melebihi 350 oC, karena di atas temperatur tersebut minyak akan mengalami perengkahan (cracking). Hal ini sangat dihindari karena jika terjadi perengkahan akan membentuk coke yang akan menyumbat peralatan di CDU dan produk yang dihasilkanpun tidak seperti yang diharapkan.Pemisahan komponen-komponen dari suatu campuran cairan melalui distillasi tergantung pada perbedaan titik didih dan konsentrasi masing-masing komponen dan campuran cairan tersebut akan mempunyai karakteristik titik didih yang berbeda. Sehingga proses distilasi sangat bergantung pada karakteristik tekanan uap campuran cairan.

2.2.2 Pengertian Crude Distillation Unit ( CDU )Crude Distilling Unit adalah proses utama dalam rangkaian pengolahan minyak bumi. Semua pengolahan minyak bumi umumnya diawali dengan proses ini. Unit ini disebut juga Topping Unit berfungsi untuk memisahkan minyak mentah menjadi fraksi-fraksinya berdasarkan perbedaan titik didih, dengan proses distilasi atmosferik pada temperatur 330 oC. Sebagaimana di ketahui, minyak bumi mengandung bermacam-macam senyawa hydrocarbon mulai dari yang berantai pendek (C1) sampai dengan rantai yang panjang. Dimana setiap senyawa karbon tersebut mempunyai karakteristik sendiri-sendiri. Namun dalam pemisahan atau distilasi minyak mentah, produk yang didapat berupa fraksi-fraksi dimana setiap fraksi mempunyai range titik didih tertentu.Crude Distillation Unit (CDU) beroperasi dengan prinsip dasar pemisahan berdasarkan titik didih komponen penyusunnya. Kolom CDU memproduksi produk LPG, naphtha, kerosene, dan diesel sebesar 50-60% volume feed, sedangkan produk lainnya sebesar 40-50% volume feed berupa atmospheric residue. Atmospheric residue pada kilang lama, yang tidak memiliki Vacuum Distillation Unit/VDU, biasanya hanya dijadikan fuel oil yang value-nya sangat rendah atau dijual ke kilang lain untuk dioleh lebih lanjut di VDU. Sedangkan pada kilang modern, atmospheric residue dikirim sebagai feed Vacuum Distillation Unit atau sebagai feed Residuel Catalytic Cracking (setelah sebagiannya di-treating di Atmospheric Residue Hydro Demetalization unit untuk menghilangkan kandungan metal atmospheric residue).

2.3 Teori Crude Distillation Unit ( CDU ) 2.3.1Crude Oil Composition Crude oil terdiri dari atom carbon dan hydrogen yang bergabung membentuk molekul hydrocarbon. Berdasarkan struktur molekuler umum, hydrocarbon dikelompokkan menjadi 4 macam, yaitu paraffin, naphthene, aromatic, dan olefin. Serta senyawa lain, yaitu Salts/Garam, Senyawa sulfur, Metal, Sand, Mineral Matter and Water. Seperti yang telah dijelaskan pada bab pertama di atas.2.3.2 Feed dan Produk Crude Distillation Unit Jenis umpan CDU dapat berupa sour crude atau sweet crude tergantung dari disainnya. Penggunaan crude non-disain tetap dimungkinkan namun terlebih dahulu harus dilakukan uji coba pemakaian untuk mengetahui efeknya terhadap unit-unit dowstream Typical produk CDU adalah sebagai berikut : Tabel 2.3. Typical Produk CDU Jenis ProdukCut Range Normal TBP, oC

Overhead product (Gas, LPG)< 30

Naphtha30-150

Kerosene150-250

Diesel250-370

Atmospheric residue370+

Tingkat ketajaman pemisahan ditentukan berdasarkan gap antara 95% temperatur distilasi ASTM fraksi dengan boiling point lebih rendah dan 5% temperatur distilasi ASTM fraksi dengan boiling point lebih tinggi. Best practice gap tersebut adalah sebagai berikut: Straight run naphtha/Kerosene : 20 oF (11 oC)Kerosene/Diesel : 10 oF (5,6oC)

2.3.3 Variabel Proses Crude Distillation Unit Beberapa variabel proses yang berpengaruh pada operasi CDU adalah sebagai berikut : a. Flash Zone Temperature Semakin tinggi flash zone temperature maka semakin banyak yield produk yang dihasilkan, dan sebaliknya semakin sedikit yield bottom CDU. Namun flash zone temperatue tidak boleh terlalu tinggi karena dapat mengakibatkan terjadinya thermal decomposition/cracking umpan. Temperature thermal decomposition/cracking tergantung jenis umpan. Pada umumnya temperature thermal decomposition/cracking crude adalah sekitar 370 oC (UOP menyebutkan 385 oC). Flash zone temperature diatur secara tidak langsung, yaitu dengan mengatur Combined Outlet Temperatur/COT fired heater. b. Temperature Top Kolom CDU Temperature top kolom CDU diatur dengan mengembalikan sebagian naphtha yang telah dikondensasi sebagai reflux kembali ke top kolom CDU. Jika temperature flash zone dinaikkan, maka reflux rate harus dinaikkan untuk menjaga temperature top tetap. Temperature top kolom merupakan salah satu petunjuk endpoint naphtha. Untuk memperoleh endpoint overhead produk yang lebih rendah maka top temperature harus diturunkan dengan cara menambah jumlah top reflux. c. Tekanan Top Kolom CDU Meskipun tekanan top kolom tidak pernah divariasikan, namun perubahan kecil pada tekanan top kolom akan menghasilkan perubahan besar pada temperature pada komposisi umpan yang tetap. Jika tekanan top kolom tidak dapat dijaga tetap dan operasi CDU hanya mengandalkan quality control produk hanya berdasarkan pengaturan temperature tray/temperature draw off, maka komposisi produk akan berubah cukup signifikan. Pressure swing yang sangat sering akan membuat operasi CDU menjadi tidak stabil. Untuk menjaga stabilitas tekanan top kolom maka dipasang temperature controller yang di-cascade dengan flow top reflux. d. Stripping Steam Jumlah stripping steam (superheated) yang dimasukkan ke bottom tiap side cut product stripper digunakan untuk menghilangkan uap ringan yang terlarut dalam produk, yang akan menentukan flash point produk. Stripping steam dapat juga dimasukkan ke bagian bawah/bottom kolom CDU sebagai pengganti reboiler dengan fungsi sama, yaitu menghilangkan fraksi ringan yang ada dalam produk bottom kolom CDU.

BAB IIITUGAS KHUSUS ALAT PERTAMINA UP II DUMAI

3.1.Sejarah Pertamina UP II DumaiUsaha pencarian minyak bumi di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1871 dan 1873 di Langkat Sumatera Utara tepatnya di daerah Telaga Tunggal dimana ditemukan semburan minyak bumi yang pertama. Akan tetapi, tonggak sejarah perminyakan di Indonesia baru di mulai pada tanggal 15 Juni 1885 setelah minyak bumi tersebut diproduksi secara ekonomi untuk keperluan pemerintah kolonial Belanda. Pencarian minyak bumi selanjutnya dilakukan di daerah lain seperti pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan.Sejalan dengan penemuan minyak bumi maka didirikan kilang untuk mengolah minyak bumi yaitu : Kilang minyak Wonokromo, dibangun oleh De Dordtsche Petroleum Maattchappij pada tahun 1889 dengan kapasitas 2000 barrel per hari yang merupakan kilang tertua di Indonesia Kilang minyak Pangkalan Brandan dibangun oleh De Koninklijke pada tahun 1891 dengan kapasitas 3500 barrel per hari Kilang Balikpapan dibangun oleh Royal Deutsch pada tahun 1894 Kilang minyak Cepu dibangun oleh De Dordtsche Petroleum Maattchappij pada tahun 1894 dengan kapasitas 3500 barrel per hari. Kilang Sei Gerong dibangun oleh Stanvac pada tahun 1926 Kilang Plaju dibangun oleh Shell pada tahun 1926Seluruh kilang tersebut dikuasai dan digunakan untuk keperluan pemerintah kolonial Belanda. Pada masa perang kemerdekaan, perusahaan perusahaan minyak Belanda tersebut dialihkuasakan kepada pemerintah Indonesia dan dikenal adanya perusahaan minyak pada masa perang diantaranya Perusahaan Minyak Republik Indonesia (PERMIRI) dan Perusahaan Tambang Minyak Nasional (PTMN). Pada perkembangan selanjutnya perusahaan minyak daerah menjadi perusahaan minyak nasional yang dimulai dari Pangkalan Brandan pada tanggal 10 Desember 1957 yaitu PT Perusahaan Minyak Nasional (PT PERMINA) yang selanjutnya berkembang perusahaan minyak nasional lainnya, yaitu PT Pertambangan Minyak Indonesia (PT PERMINDO), PT Pertambangan Minyak Nasional (PT PERTAMIN) dan PT Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Nasional (PT PERMIGAN).Pada tanggal 10 Desember 1958, Pemerintah melebur semua perusahaan minyak nasional tersebut menjadi Perusahaan Tambang Minyak dan Gas Bumi (PERTAMINA) yang dipimpin oleh seorang direktur utama yang diangkat oleh Presiden Republik Indonesia. Landasan hukum PERTAMINA adalah UUD 1945 pasal 33 dan sebagai pelaksanaanya yang utama adalah PERTAMINA menyediakan bahan bakar minyak untuk keperluan seluruh rakyat Indonesia sehingga seluruh hasil PERTAMINA diserahkan kepada negara untuk digunakan sebesar besarnya untuk kemakmuran rakyat.Sejak tahun 1971 hingga kini telah terjadi beberapa perubahan regulasi pada sektor migas di Indonesia. Perubahan tersebut yaitu dari UU No.8 tahun 1971 yang berisi bahwa Pertamina bertanggung jawab penuh terhadap pemenuhan seluruh kebutuhan migas dalam negeri. Selanjutnya pada tahun 2001 beralaih kepada UU No. 22 tahun 2001 yang berisi bahwa pemenuhan kebutuhan migas dalam negeri tidak hanya dilakukan oleh Pertamina melainkan seluruh perusahaan migas di dunia yang bersaing secara global dan pada tahun 2003 Pertamina yang sebelumnya merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah berubah status menjadi PT. Persero. Perubahan regulasi ini memaksa PT. PERTAMINA untuk terus melakukan perbaikan dalam berbagai bidang sehingga dapat menjadi perusahaan migas yang dapat bersaing di pasar global.Saat ini PT. PERTAMINA memiliki 7 kilang yang tersebar di pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Papua dengan kapasitas produksi 1.051.700 barrel per hari. Dari 7 kilang tersebut, RU I Pangkalan Brandan telah berhenti beroperasi sejak tahun 2003 dan direncanakan akan beroperasi kembali pada tahun 2009 ini dibawah pengawasan RU II Dumai, sehingga kapasitas produksi kilang PT.PERTAMINA saat ini sekitar 1.046.700 barel per hari.

3.2.PT.PERTAMINA (Persero) Unit Pengolahan II Dumai3.2.1 Tujuan, Umpan, dan ProdukCrude Distilling Unit (CDU), atau Topping Unit merupakan unit proses distilasi standart di dalam kilang minyak bumi. CDU digunakan untuk mendistilasi minyak bumi mentah menjadi komponen-komponen (fraksi-fraksi) minyak bumi.Kilang PERTAMINA UP II Dumai mempunyai dua CDU. Satu CDU berada di Kilang Dumai dengan kapasitas pengolahan desain 100 mbsd yang kemudian dinaikkan (direvamping) menjadi 120 mbsd, dan satu buah CDU berada di Kilang Sungai Pakning dengan kapasitas pengolahan 25 mbsd yang dinaikkan menjadi 48 mbsd.CDU Dumai dirancang untuk mengolah minyak mentah Sumatera Light Crude (SLC/Minas) 100%. Namun sejak tahun 1988 alat tersebut mengolah minyak mentah campuran Minas (85%) dan Duri (15%).Dengan feed 870 m3/jam (dengan % air = 0.954 %) typical produk yang dihasilkan dari CDU Dumai adalah berturut-turut adalah sebagai berikut:Tabel 2.4. Typical Produk CDU Dumai Campuran crudeSLC/Duri : 85/15

m3/jam% vol dry feed

Feed crude870

Dry feed861.7100

Gas (Nm3/j)813-

Naphta70.58.19

Kero128.314.89

LGO60.06.96

HGO49.75.77

Residu541.862.88

% liquid yield-98.69

Jumlah produk atau persentasenya dapat sedikit bervariasi tergantung dari sifat umpan minyak mentah dan temperatur cutting distilasinya.3.2.2 Uraian Proses dan Process Flow DiagramMinyak mentah umpan masih mengandung kotoran garam dan pasir sehingga perlu dibersihkan terlebih dahulu karena kehadiran zat-zat ini dapat mempercepat laju korosi bahan konstruksi unit pengolahan, menyebabkan pengendapan kerak serta penyumbatan pada peralatan kilang. Pengolahan awal yang dilakukan adalah desalting atau pemisahan garam. Minyak bumi mentah dipompa dan dipanaskan lalu dicampur dengan air sebanyak 3-10% volume minyak mentah pada temperatur 90-150 oC. Garam-garam akan larut dan fasa air dan minyak akan memisah dalam tangki desalter.Minyak mentah yang tidak mengandung garam dan padatan tersebut dipanaskan lagi dengan minyak residu panas lalu heater sebelum diumpankan ke kolom distilasi atmosferik. Produk atas kolom distilasi utama (gas kilang dan straight run gasoline) ini umumnya masih perlu distabilkan agar tidak terlalu banyak mengandung hidrokarbon-hidrokarbon yang sangat mudah menguap seperti butana di dalam kolom distilasi lain yang disebut kolom stabilisasi. Produk samping dan bawah yang berupa cairan dilucuti oleh kukus dan diuapkan lagi untuk menyempitkan rentang titik didihnya. Pelucutan ini diselenggarakan dalam kolom-kolom pelucut kecil yang disusun setelah kolom distilasi utama.Peralatan utama:Crude Distillation Tower (CDU/ T-1), atmospheric sidestream stripper (T-2) terdiri dari T-2A (kerosin), T-2B (LGO) dan T-2C (HGO).

Peralatan Pendukung :Fraksionasi akumulator (D-1), KO drum (D-2, D-5 & D-3), heater (H-1 & H-2).Aliran proses:Gambar 1. Diagram Alir Proses Distilasi Atmosferik

Crude oil pada tangki penyimpanan dialirkan dengan menggunakan pompa ke unit penukar panas E-1 sampai E-7 sehingga temperaturnya mencapai 210oC dan dialirkan ke tungku pemanas, heater H-1 untuk memanaskannya sampai dengan temperature 330oC. Kemudian umpan masuk ke kolom distilasi (T-1) untuk memisahkan crude oil tersebut berdasarkan fraksi-fraksi titik didihnya. Proses pemisahan ini dilakukan pada tekanan atmosferik. Produk atas menghasilkan fraksi minyak teringan berupa gas dan naphtha dan dialirkan melewati penukar panas E-8 lalu masuk ke tangki akumulator D-2, D-5 dan D-3 untuk memisahkan gas-gas yang ringan dengan naphtha. Gas-gas tersebut dibuang ke flare sedangkan fasa cairnya sebagian dikembalikan ke kolom distilasi dan sebagian lagi diambil sebagai produk naphtha (Straight Run Naphtha). Dari tray 32, dengan menggunakan pompa ditarik side stream yang disebut TPA (Top Pump Around) yang setelah melalui penukar panas E-1 dan didinginkan dengan menggunakan pendingin air laut dalam E-10 dan dikembalikan ke puncak menara. Produk samping dari kolom distilasi tersebut dimasukkan ke kolom stripper, T-2. Fraksi kerosene diambil dari tray 24 dan mengalir ke stripper T-2A secara gravitasi. LGO (Light Gas Oil) diambil dari tray 12 dan mengalir ke stripper T-2B secara gravitasi untuk dihilangkan fraksi ringannya. Sedangkan HGO (Heavy Gas Oil) mengalir ke stripper T-2C. Di kolom ini, fraksi-fraksi tersebut di-stripping dengan steam untuk mengambil fraksi-fraksi ringannya sehingga diperoleh kerosin, LGO, dan HGO. Sebagian dari setiap aliran samping ini dikembalikan ke kolom distilasi sebagai refluks dan sebagian lagi diambil sebagai produk untuk komponen blending (pencampuran). Produk bawah (bottom product) berupa long residu (LSWR) sebanyak 56% yang diumpankan ke dalam Heavy Vacuum Unit( HVU -110 ).

3.3 Varibel Operasi CDU DumaiVariabel operasi dan nilai variabel yang normal dari CDU Dumai adalah sebagai berikut:Tabel 2.5. Variabel Operasi CDU Nilai Normal

aFeed (m3/jam)865

bCOT330

cRefluk ratio1.51

dP kolom (kg/cm2g)1.15

eT top (C)127

fT reboiler (C)348

gTPA flow (m3/j)435

hMPA flow (m3/j)553

iT draw-off kero (C)195

jT draw-off LGO (C)280

kT draw-off HGO (C)313

lT ovh accumulator (C)62.2

a. Feed (umpan) : merupakan variabel operasi yang dapat diubah-ubah setiap saat, sesuai dengan target produksi yang dikehendaki. Jenis feed dapat diatur sesuai dengan ketersediaan feed, dapat 100% SLC atau campuran SLC (85%) dan duri (15%).Jumlah feed yang diolah adalah sesuai target dan kesepakatan produksi.b. COT (Coil Outlet Temperatur) : adalah temperature yang harus dicapai oleh umpan masuk ke dalam kolom distilasi.COT ditetapkan berdasarkan target pemisahan antara ADO dan residu , yang nilainya sekitar 330C. Secara teori COT ditentukan oleh kebutuhan temperature di flash zone pada kolom distilasi beberapa kasus tentang COT: jika COT < 330 maka, ADO akan jatuh turun ke residu. Jika COT > 330 maka residu akan naik ke ADO atau bahkan umpan dapat merengkah.c. Rfluk ratio (R=L/D) : adalah perbandingan antara refluk (naphta yang dikembalikan ke kolom) dan distillate (nafta) dipuncak kolom.Refluk ditujukan untuk mendapatkan kemurnian nafta dan juga berfungsi mendinginkan kolom. Nilai R antara 1.5-2.5. beberapa kasus tentang refluk ratio(R). jika refluk dikurangi maka produk nafta bertambah dengan konsekuensi kemurnian nafta berkurang jika refluk ditambah maka produk nafta berkurang tetapi kemurnian nafta naik.d. Tekanan Kolom (P) :adalah tekanan kolom CDU yang dikehendaki untuk proses. Tekanan kolom untuk CDU ini dikehendaki untuk tetap rendah (sekitar 1.3 kg/cm2g) agar pemisahan crude di dalam kolom dapat berlangsung dengan mudah.Semakin tinggi tekanan kolom menyebabkan pemisahan lebih sulit terjadi. Penurunan tekanan kolom dibatasi oleh ketersediaan media pendingin (air laut) di kondensor. Beberapa kasus perubahan tekanan dapat terjadi pada kolom CDU: jika pendinginan air laut di kondensor tidak cukup dingin maka tekanan kolom akan naik dan sebagian nafta pergi ke gas. Adanya air dalam feed akan menyebabkan tekanan kolom naik.e. Temperatur Top (T-Top) : T-Top dijaga agar nafta dapat naik ke atas. T-top bukan merupakan variabel,tetapi merupakan indicator yang baik untuk mendapatkan nafta. Beberapa kasus tentang T-top: Jika T-top terlalu tinggi :kerosene akan naik ke atas dan ikut kedalam nafta. Jika T-top terlalu rendah : nafta akan jatuh ke kerosene sehingga produk kerosene rusak.f. Temperatur Reboiler (T-reboiler) : T-reboiler diatur untuk tujuan menguapkan ADO yang masih ada dalam long residu. T-reboiler dijaga sekitar 348 C. untuk distilasi dengan teknologi yang lebih baru, reboiler di CDU tidak ada lagi.g. Flow Top Pump Around (TPA) : digunakan untuk mengatur temperature draw off kerosene dalam kolom. Beberapa kasus TPA : jika T draw-off kerosene terlalu tinggi : Naikkan flow TPA jika T draw-off kerosene terlalu rendah : turunkan flow TPAh. Flow Mid Pump Around (MPA): digunakan untuk mengatur temperatur draw-off LGO dalam kolom. Beberapa kasus MPA: Jika T draw-off LGO terlalu tinggi: naikkan flow MPA Jika T draw-off LGO terlalu rendah: turunkan flow MPAi. Temperatur draw-off Kero, LGO, HGO digunakan untuk mengatur cutting distilasi. T draw-off dapat diatur dengan mengatur flow TPA dan MPA.j. Temperatur overhead accumulator (T-D1) digunakan untuk mengatur kondisi T-top kolom dan jumlah tarikan naphta. T-D1 biasanya tidak diubah-ubah, tetapi dapat diubah-ubah dengan menaikkan laju alir laut pendingin.3.4 Peralatan CDU (Kilang Dumai)a. Kolom Distilasi 100 T-1Kolom T1 merupakan kolom utama tempat pemisahan minyak mentah menjadi komponen-komponennya. Kolom T1 terdiri atas 34 tray. Diameter bawah kolom adalah 6.7 meter (lihat gambar) Feed masuk melalui tray no. 4 HGO ditarik melalui tray no. 7 LGO ditarik melalui tray no. 12 Kero ditarik melalui tray no. 24 Naphtha ditarik dari vessel D1 (overhead) Long residu ditarik dari bottom kolomb. Kolom Stripping 100 T-2 A/B/CKolom stripping digunakan untuk melucuti (stipp) komponen ringan yang masih berada dalam produk dengan menggunakan media stripping steam. Ada tiga kolom stripping yaitu T2A untuk kero, T2B untuk LGO dan T2C untuk HGO. Dengan stripping ini flash point produk dapat dinaikkan.c. Main Heater 100 H-1Alat ini digunakan untuk menaikkan temperatur crude sesuai target yang diinginkan (biasanya 330 C). Umpan masuk heater pada 220-230 C dalam fasa tunggal cairan, dan keluar heater dalam bentuk dua fasa, cairan dan uap. H-1 ini mempunyai fasilitas Air Pre Heater (APH) untuk mengefisiensikan pemakaian fuel di heater. Keberhasilan distilasi biasanya terletak pada keberhasilan operasi H-1 ini.d. Reboiler Heater 100 H-2Heater ini digunakan untuk menambah panas di bottom T1. Fluida (long residu) masuk ke heater pada 328 C dan keluar heater pada 350 C. Teknologi distilasi yang lebih baru tidak lagi menggunakan reboiler ini.e. Heat Exchanger- Heat Exchanger dan Box CoolerHE-HE di CDU dirangkai sedemikian rupa membentuk rangkaian Pre Heater yang berfungsi mengefisiensikan pemanfaatan panas di CDU dengan mengambil panas dari stream produk CDU yang panas dan mempertemukan feed crude yang akan masuk ke T1. Dengan Pre Heat Train ini hampir 70% panas dapat diambil kembali. Jika HE-HE telah mengalami fouling maka beban panas akan diambil alih H-1 yang mengakibatkan beban heater menjadi berat. HE yang paling sering mengalami fouling adalah E7 ABCDEF.100-E-1 AB: TPA-Crude Exchanger100-E-2 AB: Kerosene-Crude Exchanger100-E-3 AB: MPA-Crude Exchanger100-E-4 ABCD: Residu-Crude Exchanger100-E-5: HGO-Crude Exchanger100-E-6: LGO-Crude Exchanger100-E-7 ABCDEF: Residu-Crude ExchangerHE-HE yang lain adalah cooler-cooler sea water yang digunakan untuk mendinginkan produk sebelum produk dikirim ke tangki.100-E-8 ABCD: Overhead Condensor100-E-9 : Naphtha Cooler 100-E-11 AB: Kerosene Cooler100-E-12 AB: LGO Cooler100-E-13 : HGO Cooler100-E-14 CDEFG: Box cooler (residu cooler)f. Pompa-pompa PenggerakUntuk menggerakkan fluida maka digunakan pompa-pompa, yakni:100-P-1 ABC: Pompa feed100-P-2 AB: Pompa naphtha100-P-3: Pompa kerosene100-P-4 AB: Pompa LGO100-P-5 AB: Pompa HGO100-P-6 AB: Pompa Residu100-P-7 : TPA reflux (top pump around)100-P-8 AB: Pompa MPA (mid pump around)100-P-9 AB: Pompa reboiler100-P-10 ABC: Pompa feed100-P-1 ABC: Pompa feedg. Alat-alat lain Overhead drum 100-D-1 untuk menampung gas dan naphtha overhead Fuel Gas Compressor Suction Drum 100-D-2 Fuel Gas Compressor Suction Drum 100-D-3 Fuel Gas Compressor 100-C-1 A/B/CPembangunan kilang Pertamina Unit Pengolahan II Dumai dilaksanakan mulai bulan April 1969 dan merupakan hasil kerjasama Pertamina dengan Far East Sumitomo Japan.Saat ini, Pertamina UP II Dumai mengoperasikan 2 buah kilang, dengan kapasitas total sekitar 180 MBSD, yaitu :1. Kilang Minyak Putri Tujuh Dumai, dengan kapasitas 130 MBSD.2. Kilang Minyak Sei Pakning dengan kapasitas 50 MBSD.Unit yang pertama didirikan adalah Crude Distillation Unit (CDU/100) yang selesai pada bulan Juni 1971. Unit ini dirancang untuk mengolah minyak mentah jenis Sumatera Light Crude (SLC) dengan kapasitas 100 MBSD. Tetapi saat ini, Pertamina UP II Dumai beroperasi dengan menggunakan bahan baku SLC 85 % dan Duri Crude Oil 15 %, dengan kapasitas produksi rata-rata 127 MBSD. Produk yang dihasilkan dari kilang ini antara lain : Naphtha. Kerosene. Solar/Automotive Diesel Oil (ADO). Bottom Product berupa 55 % volume Low Sulphur Wax Residu (LSWR) untuk diekspor ke Jepang dan Amerika Serikat.

Tabel 2.6. Kapasitas Produksi Kilang PT. PERTAMINA (Persero)NAMA KILANGKAPASITAS

RU I Pangkalan BrandanRU II Dumai & Sei.Pakning, RiauRU III Plaju-Sungai Gerong, SumSelRU IV Cilacap & Cepu, Jawa TengahRU V Balikpapan, Kalimantan TimurRU VI Balongan, Jawa BaratRU VII Kasim, Papua5.000 BPSD*170.000 BPSD133.700 BPSD348.000 BPSD260.000 BPSD125.000 BPSD10.000 BPSD

TOTAL1.051.700 BPSD

*BPSD: Barel Per Stream Day

DAFTAR PUSTAKA

A. Meyes, Robert. 1986. Handbook of Petrolium Refining Process. New York: McGraw-Hill Book Company Inc.Chrisnanto Fx. 2005. Proses Distilasi Minyak Bumi Buku II. Dumai: PT PERTAMINA. Esber, I Shareen. 1983. Catalytic Processingin Petrolium Refining. PennWell Publishing Company.H.S, Bell. 1959. American Petrolium Refining. New York: Van Nostrand Company Inc.Operating Manual Crude Distillation Unit PERTAMINA Unit Pengolahan II Dumai. Karjono. 1995. Proses Pengolahan Migas. Cepu: PPT Migas.Buku Pintar Migas Indonesia

24

TOPPING UNIT-UNIT 100rs/pe-enj.bangCRUDE OILSH-1HEATERSSTEAMREBOILERNAPHTHAKEROSENELIGHT GAS OILHEAVY GAS OILLONG RESIDUEFG.KO.DRUMC-1 ABCKO.DRUMSFLAREE-1 A/BE-3 A/BE-2 A/BE-11 A/BE-5 E-12 A/B E-6,13 T-1E-4 A/B/C/D E-14 A-F T-2AD-1T-2BT-2CD-2D-3D-5FG & FLAREE-8 A/B/C/D FRACT.ACCUMULATORE-7 A-FE-9